Minggu, 19 Juni 2011

Contek Massal “UN 2011″: Suramnya Dunia Pendidikan Indonesia

Di era tahun 1980-an dunia pendidikan Indonesia terbilang sangat maju dalam kualitas dan kuantitasnya pada penerapan standar pendidikan dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi di Asia Tenggara. Maka tidaklah heran bila banyak negara-negara tetangga seringkali melakukan berbagai studi banding dan pengkajian tentang kemajuan pendidikan di Indonesia pada tahun 1980-an itu. Mereka silih berganti datang ke Indonesia untuk mencari tahu tentang cara dan bagaimana memajukan dunia pendidikan di negara masing-masing seperti Indonesia, mereka tidak tanggung-tanggung seringkali mengundang para pakar pendidikan Indonesia untuk datang melakukan berbagai seminar dan menularan pendidikan Indonesia ke negara mereka.
Setelah memasuki tahun 1990-an mulailah lambat laun kualitas dan kuantitas dunia pendidikan di Indonesia mulai menurun, dan pada akhirnya di era tahun 2000-an pada saat ini mengalami penurunan yang dratis sampai ke dasarnya. 

Kini kualitas dan kuantitas dunia pendidikan di Indonesia benar sudah tertinggal jauh dengan kermajuan dunia pendidikan di negara-negara tetangganya sendiri, padalah dulu mereka banyak belajar dari pengalaman Indonesia yang berhasil membawa dunia pendidikan Indonesia mengalami berbagai kemajuan pada kualitas serta kuantitasnya dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi. Sekarang benar sudah terbalik…!!!

Tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan negara untuk mengirim para pakar-pakar pendidikan dan pelaku pendidikan itu sendiri untuk melakukan studi banding dan penularan pendidikan dari negara-negara tetangga. Hampir setiap tahun Departemen Pendidikan Nasional (DepDikNas) mengirimkan para tenaga-tenaga pengajar dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi untuk melakukan berbagai kegiatan seminar dan studi banding. Namun nyatanya hingga saat ini tidak ada hasilnya apa-apa untuk kemajuan kualitas dan kuantitas standar pendidikan di Indonesia. Ratusan milliar rupiah setiap tahunnya terbuang percumah untuk kegiatan seminar maupun studi banding pendidikan yang diadakan di dalam negeri maupun kunjungan studi banding di negara-negara tetangga lainnya. Semua kegiatan itu hanya di jadikan sarana rekreasi dan bersenang-senang saja. 

Ini terbukti dengan adanya berbagai menurunan dalam pencampaian prestasi pendidikan baik akademis maupun non akademis, sengguh miris rasanya. Dan tidaklah heran kalau di era tahun 1990-an sampai tahun 2000-an ini banyak bara lulusan sekolah dari berbagai tingkatan dan perguruan tinggi banyak memiliki kemunduran dari berbagaia aspek, baik dalam tingkatan pemikiran, kecerdasan dan bahkan ahklak serta akidahnya. Kalau sudah seperti ini pastilah ujung-ujungnya yang menjadi kambing hitam adalah soal perekonomian. Padahal hal semacam itu bisa ditanggulangi bersama bila memang ada komitmen yang benar dan jelas dari semua komponen di negara ini, tidak hanya sebagai simbolis belaka. Inilah alhasil bukti dari kemunduruan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. 

Kini benar adanya kemunduruan atas kemajuan dunia pendidikan di Indonesia mengalamai kematian yang suram. Terbukti banyak para lulusan dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi tidak memiliki kemandirian setelah selesai menamatkan pendidikannya, belum lagi kemunduran pada tingkat moralnya. Tidak hanya pada muridnya, tetapi pada tingkatan pelaku pendidikan, baik pengajar maupun para ahli pendidikan itu sendiri sudah benar-benar tidak memiliki tingkat kepercayaan diri, mereka melakukan pekerjaan dan profesinya hanya untuk sekedar mengejar materi dan kekayaan, bila perlu bisa membuat proyek tersendiri. Walah.. walah…, inikah dunia pendidikan Indonesia ?

Kini dunia pendidikan Indonesia kembali kebakaran jenggot lantaran adanya kejujuran dan keluguan dari sang bocah yang tidak rela terjadinya pelanggaran pendidikan terjadi di sekolahnya. Bahkan sang bocah itu justru dijadikan kambing hitam sebagai pembawa petaka. Inilah perlakuan yang tidak adil sering terjadi di negeri ini, kebaikan selalu dianggap pelanggaran, dan justru sebaliknya, pelanggaran selalu dijadikan kebenaran. 


1308408722491737830

Kita teropong sejenak peristiwa bersejarah yang baru saja terjadi di dunia pendidikan Indonesia saat ini soal UN 2011 yang belum lama berlangsung, khususnya di tingkat Sekolah Dasar (SD).  Dalam peristiwa ini sang bocah yang jujur dan lugu sebenarnya telah menjadi pahlawan untuk dunia pendidikan Indonesia atas keberaniannya mengungkap ketidak jujuran dalam penyenggaraan pendidikan di sekolahnya, yaitu pada kegiatan Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Dasar (SD). Dia adalah Alif Ahmad Maulana, siswa kelas VI SDN Gadel 2, Surabaya, Jawa Timur, putra dari ibu Siami.


Sebelum UN Ada Simulasi Menyontek
(sumber : detik.com)
 


Awalnya Alif, siswa kelas VI SDN Gadel 2, Surabaya, Jawa Timur, tetap pada sikapnya semula bahwa memang ada aksi contek massal yang sangat sistematis di sekolahnya saat Ujian Nasional (UN), yang dikomandoi gurunya. Anak dari Siami itu bahkan menceritakan, sehari sebelum UN digelar 10-12 Mei 2011, diadakan simulasi menyontek.

"Waktu satu hari sebelum ujian  diadakan simulasi mencontek," kata Alif saat telekonfrens dari Universitas Airlangga Surabaya dengan aktivis di Aula gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, tanggal 16 Juni 2011 . 

Alif mengaku mendapat arahan teknis contek-mencontek pada saat ujian nasional yang digelar 10-12 Mei lalu.

"Nanti, kertas itu ditulis dengan kode-kode. Misalnya, angka 001 itu untuk jawaban A. Nanti, kode itu dilihatkan teman di belakang. Biar yang belakang tahu," kata Alif, menirukan lagi arahan dari gurunya. Alif didampingi ibunya, Siami.

Alif sendiri kini sudah mengaku tenang tidak seperti kejadian awal-awal. Alif, tetap memegang prinsip yang diajarkan sang ibu. "Hidup itu harus jujur dan percaya," kata Alif mengutip pesan sang ibu.


"inilah keberanian yang wajib kita acungkan jempol kepada Alif Ahmad Maulana yang dengan keberaniannya dan kejujurannya mengungkap apa yang terjadi di sekolahnya pada awal sebelum terjadinya peristiwa contek massal pada UN 2011 untuk tingkat SD."



Ada Gladi Resik Contek Massal di SDN Gadel 2, Surabaya, Jawa Timur
 (sumber : Kompas.com)

Kasus contek massal saat ujian nasional (UN) 2011, tingkat Sekolah Dasar (SD), yang terjadi di SDN Gadel 2, Tandes, Surabaya diduga dilakukan secara sistematis.

"Kami merekomendasikan UN di SDN 2 Gadel tidak perlu diulang agar tidak merugikan murid dan orangtua, tapi kepsek, wali kelas dan guru F perlu mendapatkan sanksi administratif," kata anggota Tim Independen Pemkot Surabaya Prof Daniel M Rosyid di Surabaya, Minggu, tanggal 5 Juni 2011.

Menurut dia, Alif  siswa pintar di SDN itu yang mengerjakan jawaban soal untuk didistribusikan kepada rekan-rekannya, terpaksa memberikan contekan kepada teman-temannya, karena "perintah" dari oknum guru, bahkan sekolah itu sempat mengadakan "gladi resik" contek massal itu.

"Kami juga menemukan praktik bullying (menghardik) terhadap Alif, karena itu kami merekomendasikan keluarga Alif dilindungi oleh pihak kepolisian dari intimidasi. Ancaman tersebut berasal dari guru senior dalam hal ini, wali kelas dan sesama temannya," katanya.

Dalam pengakuannya, Alif dipaksa memberikan contekan. "Guru saya, Pak F, yang menyuruh saya memberi contekan. Sebelum UN justru dia mengatakan kapan lagi saya bisa membalas budi para guru. Kata Pak F, apa tidak kasihan kalau teman saya tidak lulus," kata Daniel menirukan Alif.

"Laporan kecurangan dari keluarga Alif  kepada Dinas Pendidikan (Disdik) Surabaya sudah menjadi kewajibannya. Laporan kecurangan ini harusnya direspons secepatnya. Kejujuran dari masyarakat harus dijaga dan jangan sampai ada kesan kalau jujur yang ajur (hancur)," katanya.

Sementara itu, anggota tim independen lainnya, Kresnayana Yahya, mengatakan, ada problem komunikasi dalam kasus mencontek massal tersebut.

"UN yang seharusnya menjadi tolak ukur, justru menciptakan tekanan kepada siswa, sehingga siswa cenderung merasa ketakutan untuk menolak jika diminta oleh guru," katanya.

Namun, Kepala Disdik Surabaya Sahudi belum dapat dikonfirmasi, sedangkan pihak kepolisian mengaku belum ada tindakan penjagaan khusus kepada Alif dan keluarganya, karena polisi menilai kasus itu sebaiknya diselesaikan secara internal, bukan pidana.

Untuk menyukseskan praktik mencontek itu, wali kelas Alif sempat melakukan tiga kali simulasi, sehingga masing-masing siswa sudah tahu perannya masing-masing dengan Alif sebagai pemasok bahan contekan, lalu ada yang menggandakan jawaban contekan dan ada yang mengedarkannya ke kelas lain.


"ini terjadi karena kurang percaya diri dan tidak adanya tanggung jawab dalam tugas pada profesinya dari para pengajar yang ada di SDN 2 Gadel, lantaran khawatir akan terjadinya ketidak berhasilan  pencapaian kelulusan UN di sekolahnya, sehingga akhirnya di Alif dijadikan peonir awal perpanjangan tangan kegiatan mencontek massal oleh guru yang bertanggung jawab pada saat itu."



Warga Gadel Tertekan Pemberitaan Contek Massal
(sumber : Kompas.com)

Warga Gadelsari, tempat SDN Gadel II Surabaya, mengaku tertekan dengan pemberitaan soal mencontek massal akhir-akhir ini. Mereka takut pemberitaan akan berdampak kurang baik pada generasi muda warga setempat.

Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan (LKMK) Karangpoh, Dwi Siswanto, saat dialog dengan Mendiknas, Mohammad Nuh, Sabtu tanggal 18 Juni 2011, di SDN Gadel II Surabaya, mengatakan, pemberitaan media tentang Gadel selama ini terkesan menyudutkan warga Gadel.

Menurut dia, media menyebut warga Gadel anti kejujuran, warga Gadel sedang sakit dan sebagainya. "Ini membuat warga tertekan dan kami khawatir akan berdampak kepada anak cucu kami nantinya," kata Dwi di hadapan Mendiknas.

Padahal, menurut dia, warga Gadel adalah warga yang masih memiliki tata krama dan etika. Warga, menurut dia, justru mengharap Ny Siami kembali ke tengah-tengah warga.

"Rumah keluarga Ny Siami saat ini masih utuh dan terawat. Kalau kami jahat, rumah itu sudah dirusak warga sejak dari dulu," ujarnya.

Keluhan juga disampaikan Plt Kepala SDN Gadel 2, Siti Khomsah. Menurut dia, kedatangan wartawan media ke sekolahnya beberapa hari terakhir secara tidak langsung mengganggu proses belajar-mengajar di SDN 2 Gadel.
"Saat ditanya wartawan, kami sengaja tutup mulut karena takut salah ngomong. Hal itu kami lakukan agar masalah tidak semakin besar," kata Siti.

Sama seperti warga lainnya, Siti mengharap keluarga Ny Siami kembali ke Gadel dan berkumpul bersama-sama lagi.

"Untuk Alif, kembalilah Nak. Engkau adalah aset Gadel," harapnya.



"Seharusnya masyarakat Gadel tidak perlu resah dan khawatir atas pemberitaan tentang adanya ketidak jujuran yang terungkap, justru seharusnya merasa bersyukur atas terungkapnya peristiwa itu yang terjadi di SND 2 Gadel, dan hal itu juga seharusnya masyarakat Gadel harus berani untuk mengungkapkannya secara terbuka atas peristiwa yang telah membawa keburukan, jadi jangan berusaha untuk menutupi atau membenarkan keburukan yang terjadi. Disinilah masyarakat Gadel di uji untuk berani mengatakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah.."




Alif dan sang bunda Siami mengungkapkan kebenaran atas perbuatan ketidak jujuran contek massal UN 2011 SDN 2 Gadel, Surabaya - Jawa Timur


Mendiknas Rayu Alif Dan Siami Agar Pulang ke Gadel
(sumber : Media Indonesia (MI) )

Terungkapnya peristiwa contek massal pada UN 2011 tingkat SD di SDN 2 Gadel, Surabaya, Jawa Timur dari ungkapan dan kejujuran sang bocah luguh nan cerdas itu, si Alif. Akhirnya Alif dan keluarganya harus terasingkan dari masyarakat Gadel. Alif dianggap telah membuat fitnah dan pencemaran nama baik desa Gadel, padahal perbuatan yang dilakukan itu adalah kebenaran yang terungkap. Alif bersama sang bunda harus mengungsi karena mendapatkan banyak tekanan dari masyarakat desa Gadel dan para guru atas perbuatannya yang telah mengungkapkan ketidak yang terjadi di sekolahnya pada UN 2011 tingkat SD di SDN 2 Gadel tersebut. Akhirnya peristiwa inipun membuat sang menteri dari Kabinet Indonesia Bersatu jilid Dua harus turun tangan untuk mengatasinya, Mendiknas Mohammad Nuh.

Tidak hanya mengunjungi SDN 2 Gadel, Mendiknas M Nuh juga mengunjungi keluarga Siami di Benjeng, Gresik.

Ia mengajak Siami agar kembali ke rumahnya di Gadel. Dalam pertemuan yang dihadiri Siami dan keluarga, M Nuh meminta Siami kembali ke rumahnya di Gadel dan bersosialisasi kembali dengan masyarakat.
Menurutnya, sudah saatnya kini keluarga Siami beraktivitas seperti semula. Siami sendiri menjawab dirinya siap pulang ke rumahnya di Kampung Gadel dan bersosialisasi dengan warga. 

''Sudah saatnya keluarga Siami kembali ke Gadel untuk hidup bersama warga lainnya, apalagi Alif juga perlu sekolah lagi,'' ujarnya. 

Menanggapi permintaan itu, Siami mengaku berterima kasih dengan kedatangan Mendiknas yang memberikan perhatian penuh. Namun, Siami mengaku masih memerlukan waktu agar bisa kembali ke Gadel. 

"Tapi mungkin tidak langsung kembali. Saya butuh waktu, tapi pasti saya akan kembali ke rumah, bagaimanapun juga itu rumah satu-satunya yang saya miliki,'' ujarnya. 

Siami menyatakan apa yang disampaikannya ke media sebenarnya hanya untuk menegaskan tentang nilai-nilai kejujuran pada anaknya. ''Jika kemudian muncul dampak pencitraan buruk untuk Kampung Gadel, sama sekali tidak bermaksud demikian,'' katanya. 

Dia berharap publik tidak lagi mencap Kampung Gadel sebagai Kampung Anti Kejujuran sebagaimana publik memberinya label Ibu Kejujuran.
Dalam pertemuan antara Mendiknas dan Siami yang juga dihadiri oleh Bupati Gresik Sambari Halim, Alif Ahmad Maulana juga ditawari sekolah dimanapun. Karena nilai Alif yang bagus dan bahkan tertinggi di sekolahnya, kata Mendiknas, tidak sulit buat Alif mencari SMP.
Mendiknas juga secara simbolis menyerahkan penghargaan buat Alif berupa notebook yang selama ini diimpikannya.


"Jadikan semua peristiwa yang terjadi harusnya sebagai koreksi diri dan pencerminan, bukan untuk dijadikan bahan untuk sebuah perbuatan pencelaan. Karena semua peristiwa dan cobaan itu tidak semuanya salah, justru haruslah dijadikan sebuah pembelajaran dan introfeksi diri untuk perbaikan kedepan. Atas peristiwa contek massal yang terjadi baru-baru ini bukan sebagai kesalahan yang negatif, justru dijadikan kesalahan yang positif untuk bisa menjadi pengalaman dan pembelajaran agar tidak terjadi kembali di masa mendatang."
"Dan janganlah kebenaran itu harus ditutupi, dan sebaliknya ketidakbenaran janganlah disembunyikan, semua harus diungkapkan dan dibenahi agar tidak terulang kembali. Jadikan kejujuran Alif ini adalah teguran kita semua atas ketidak jujuran kita, khususnya di dunia pendidikan. Dan benahilah kembali sistem pendidikan yang benar, tidak asal-asalan dan tidak sekedar sebagai kelinci percobaan dalam penciptaan dan menerapan sistem pendidikan yang tercipta."


Siami dan Alif Ahmad Maulana adalah potret kejujuran yang langka. Mereka berdua telah membukakan hati dan pikiran kita semua bahwa menjadi manusia yang hakiki dalam kehidupan yang benar itu tak mudah di negeri ini. Apalagi ketika beban kultural mendidik generasi ini diserahkan sepenuhnya kepada tanggung jawab sang ibu, yang kerap berhadapan dengan institusi pendidikan yang ironisnya justru menggerus nilai itu.
Sikap kejujuran yang ditunjukkan Ibu Siami dan putranya, Alif Ahmad Maulana. Keduanya mengungkapkan adaya kecurangan ujian nasional berupa instruksi guru kepada murid di SDN 2 Gadel, Surabaya, Jawa Timur, untuk membagikan jawaban kepada teman-temannya. Dan sikap kejujuran ini patut dicontoh masyarakat Indonesia lainnya.

Siami dihujat dan diusir warga dan wali murid lantaran melaporkan kasus mencontek massal saat ujian nasional SD, Mei silam. Anaknya, Alif, adalah murid pintar di sekolahnya dan mewarisi integritas dirinya. Namun, di negeri ini kombinasi keduanya ternyata tak melulu berkah, kadang justru mendatangkan musibah. Buktinya, ia diperintah gurunya memberikan contekan kepada teman-temannya saat ujian nasional. Perintah itu telah membuatnya gelisah, yang ia ceritakan kepada Siami, ibunya.

Siami tentu terkejut. Ia tak pernah membayangkan nilai dan prinsip kejujuran yang ditanamkan kepada anaknya—agar menghargai kerja keras dan kemampuan sendiri—justru membentur institusi pendidikan yang diharapkan akan memperkokohnya.

Siami kemudian melaporkan kepada kepala sekolah dan komite sekolah tentang tragedi ini. Di luar dugaan, ia tak mendapatkan tanggapan yang memadai. Akhirnya ia menempuh jalan sendiri. Ia melapor ke dinas pendidikan, kemudian ditindaklanjuti penyelidikan oleh anggota DPRD setempat. Hasilnya, kepala sekolah diberhentikan dan dua guru diturunkan pangkatnya.

Atas laporan itu pula, Siami kemudian dihujat dan dicemooh wali murid lain dan warga, yang membuatnya tersingkir dari rumahnya sendiri. Alasannya, ia dianggap memberikan citra buruk bagi prestasi sekolah.
Inilah yang terjadi di masyarakat kita sampai saat ini bahwa ketidak jujuran justru dijadikan kebenaran, dan sebaliknya ketidak jujuran adalah kebenaran. Sungguh perbuatan dan moral yang sudah sangat rusak di negeri ini. Kita sungguh prihatin atas kejujuran tidak dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, hal inilah yang terjadi pada Siami dan Alif Ahmad Maulana, yang berusaha mengungkap kebenaran dan kejujuran, justru malahan mereka berdua disalahkan atas kebenaran dan kejujurannya... Sungguh naif negeri yang indah ini bila terus terjadi kesalahpahaman atas kebenaran dan kejujuran !!

---------------------
Artikel disari dari berbagai sumber media terkait - oleh : Syaifud Adidharta

Sumber: kompasiana.com

1 komentar: