Rabu, 18 Januari 2012

Syariat Islam dan Masyarakat Nonmuslim

Tulisan ini dimuat di Harian Tribun Timur Makassar. Tulisan lama, tapi semoga mencerahkan dan menyegarkan.

Opini penegakan syariat Islam bak bola salju yang terus bergulir dan membesar. Umat Islam yang dulu tak mengenal bahkan anti dengan syariat Islam, kini tampak mulai menerima dan memahami syariat Islam yang sesungguhnya. Ini dibuktikan melalui hasil survey Roy Morgan Research yang terbaru (Juni 2008) mengatkan bahwa, 52 persen rakyat Indonesia menuntut Penerapan Syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hasil survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga. Hasil survei PPIM UIN Syarif Hidayatullah tahun 2001 dan 2002 (Majalah Tempo, edisi 23-29 Desember 2002). Hasil survei menunjukkan: sebanyak 67% (2002) responden berpendapat bahwa pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam adalah yang terbaik bagi Indonesia. Padahal survei sebelumnya (2001) hanya 57,8% responden yang setuju dengan pendapat demikian. Berarti peningkatannya cukup signifikan, yakni sekitar 10%.Namun disatu sisi, ketika seruan penerapan syariat Islam semakin menggema, pencitraburukan syariat Islam dan para pejuangnya pun semakin membahana.

Salah satu stigmatisasi negatif yang sering dialamatkan kepada syariat Islam salah satunya adalah bahwa ketika syariat Islam diterapkan, maka akan memberangus pluralitas dan orang non muslim. Mereka akan dipaksa untuk masuk Islam, gereja akan ditutup, mereka tidak bisa makan babi dan berbagai kekhawatiran lainnya. Namun apakah memang seperti itu? Bernarkah syariat Islam adalah sistem tirani minoritas yang tidak mengakui pluralitas?

Semua itu adalah fitnah dengan alasan yang tak argumentatif. Syariat Islam sendiri menjamin bahwa kekhawatiran diatas tidak akan terjadi, karena syariat tidak akan memaksa mereka masuk Islam dan melakukan semua yang dikhawatirkan itu. Karena prinsip dasar dakwah Islam kepada non-muslim adalah tidak ada paksaan dalan beragama (memeluk Islam) seperti yang tertuang dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 256.

Syariat Islam adalah seperangkat aturan yang mengakui eksistensi pluralitas (keberagaman) dan tidak menafikkan keberadaan agama diluar Islam. Karena itu Islam pun mempunyai aturan, bagaimana menyikapi pluralitas termasuk didalamnya orang non-muslim. Dalam kehidupan yang menyangkut wilayah pribadi, syariat Islam hanya diberlakukan kepada muslim. Sementara non-muslim diberikan kebebasan untuk menjalankan aturan agamanya sendiri.

Adapun dalam kehidupan umum, muslim dan non-muslim, tanpa terkecuali harus mengikuti aturan syariat Islam. Ini bukan sebuah konsep ketidakadilan, karena syariat Islam adalah ramatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam) bukan hanya rahmat untuk orang Islam semata.

Contohnya larang riba. Pelarangan diterapkannya sistem ekonomi riba, jelas tidak Cuma bermanfaat bagi kaum muslimin saja. Karena sistem riba yang merupakan tulang punggung ekonomi kapitalis, akan mencelakakan seluruh umat manusia, baik muslim maupun non-muslim. Seruan Islam untuk meninggalkan sistem ekonomi kapitalis yang berbasis riba adalah seruan untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Telah terbukti sistem kapitalis saat ini telah membawa dunia kepada jurang kebangkrutan.

Contoh lain misalnya, syariat Islam tidak membenarkan jika pengelolaan sektor pertambangan diberikan kepada individu apalagi perusahaan asing. Namun syariat Islam mewajibkan pengelolaan pertambangan diserahkan kepada negara dan keuntungannya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Konsep cemerlang seperti ini jelas tidak hanya membawa kemakmuran kepada masyarakat muslim namun juga akan mensejahterakan non-muslim.

Ada anggapan bahwa ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kawalan institusi negara maka orang non muslim akan menjadi warga kelas dua. Ini adalah anggapan yang tidak benar. Dalam pandangan syariat Islam, muslim dan non-muslim diperlakukan sama sebagai warga negara. Bahkan secara spesifik apa yang diwajibkan kepada muslim tidak diwajibkan kepada non-muslim, seperti membayar zakat. Dalam kehidupan publik, warga non-muslim akan mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat muslim. Muslim dan non-muslim sama-sama berhak mendapatkan perlindungan keamanan, pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis. Jika seorang muslim tidak boleh dicederai jiwa dan kehormatannya serta diambil hartanya tanpa alasan yang jelas, maka begitu juga non-muslim.

Kampanye hitam, yang dialamatkan kepada syariat Islam dan khilafah (negara Islam) dibantah oleh TW Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam. Ia membantah propaganda busuk yang selama ini dilontarkan terhadap syariat Islam tentang perlakukan diskriminatif terhadap non-muslim di negara khilafah. Selain oleh TW Arnold, kampanye hitam terhadap syariat Islam pun dibantah oleh fakta sejarah.

Di Yunani misalnya, sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi khilafah yang ada dibagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan kepada mereka, perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen.

Pada saat penaklukan Kota Konstantinopel oleh Sultan Muhammad II pada tahun 1453, maka Sultan melarang keras segala penindasan terhadap kaum non-muslim. Maka dikeluarkanlah sebuah dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan pada uskup agung yangbaru terpilih. Sang Uskup juga diberikan kesempatan untuk meminta perhatian pemerintahan Islam untuk menyikapi para gubernur yang bertindak tidak adil terhadap warga non-muslim.

Jaminan keamanan pun wajib diberikan kepada orang non-muslim. Sejarah mencatat pada masa daulah khilafah masih Berjaya, pemerintahan Islam pada saat itu memberikan sertifikat tanah (tahun 925 H/1519 M) kepada pengungsi Yahudi yang diusir dari Spanyol setelah runtuhnya pemerintahan Islam disana. Terdapat pula surat jaminan keamanan dan perlindungan kepada Raja Swedia (30 Jumadil Awal 1121 H/7 Agustus 1709 M). Selain itu Raja Prancis juga pernah dilindungi oleh Khalifah Sulaiman al-Qanuni ketika diancam oleh musuh-musuhnya.

Paparan diatas adalah beberapa fakta sejarah yang membuktikan keadilan syariat Islam dalam memperlakukan orang non-muslim. Karena begitu adilnya syariat Islam memperlakukan kaum muslim dan non-muslim, maka kaum Kristen koptik malah membantu pasukan Amru bin al-‘Ash atas pembebasan Mesir atas pemerintahan Bizantium yang merupakan pemerintahan Kristen. Kaum Kristen Koptik memilih membantu pemerintahan Islam untuk menaklukkan saudaranya sendiri (kaum Kristen Bizantium), karena mereka telah merasakan kenikmatan dan kemakmuran hidup dibawah naungan syariat Islam.

Karena bukti keadilan Islamlah yang mambuat kaum Yahudi Spanyol memilih tinggal di wilayah negara Islam setelah inkuisisi oleh Ratu Isabella. Hal yang sama juga membuat orang-orang Rusia memilih tinggal di wilayah negara Islam pasca Revolusi Bolchevik. Namun sayang fakta sejarah ini seolah dengan sengaja dipendam untuk tetap mengokohkan stigmatisasi negatif terhadap syariat Islam.

Timbulnya kecemasan dan ketakutan non-muslim terhadap penegakan syariat Islam adalah karena ketidaktahuan atau kesalahpahaman mereka terhadap syariat Islam. Semua ini terjadi karena tidak ada yang menjelaskan syariat Islam dengan penjelasan yang gamblang dan tegas. Atau bisa jadi karena adanya kampanye buruk (black campaign) terhadap syariat Islam. Diperparah lagi pola tingkah sebagian media yang selalu mengidentikkan syariat Islam dengan aturan yang bersifat “barbarian” penuh kekerasan dan tidak manusiawi. Selain itu para pengemban dakwah yang ikhlas memperjuangkan tegaknya syariat Islam, justru diidentikkan dengan pelaku teroris. Padahal pejuang penegak syariat Islam adalah mereka yang selalu berusaha menyelamatkan Indonesia dari hegemoni sistem kapitalis,tak pernah lelah mengoreksi kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, menyeru pemerintah untuk melepaskan diri dari intervensi asing, dan menghindarkan negeri ini dari disintergrasi bangsa. Mereka bukan teroris tetapi sosok ideal penyelamat bangsa.


Adi Wijaya
http://hukum.kompasiana.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar