Rabu, 18 Januari 2012

Tak Henti-hentinya Para Badut di DPR Itu “Melucu”

Silakan tertawa, menangis pun boleh  menyaksikan para badut di senayan itu yang tak pernah berhenti “melucu”. Tak perlu lagi dijelaskan apa lelucon mereka terbaru. Bisa jadi ovj pun kalah lucu saat mereka belaga ga tau, belaga pilon tentang keluarnya dana untuk ini itu. Bantahan-bantahan itu sejujurnya mengindikasikan kuat  sifat merendahkan logika masayarakat banyak. Mirip kebanyakan sinetron di Indonesia yang juga merendahkan logika. 

Yah apa lagi yang hendak di tulis? Rasanya semua sumpahserapah telah ditujukan pada anggota dewan terhormat itu. Tapi mereka bergeming, malah esok dan esoknya lagi membuat lelucon-lelucon baru. Hal yang tampak paling menonjol dari prilaku anggota dewan terhormat itu atas kritik masyarakat, mereka nampak nyantai, merasa tak merasa bersalah atas apa yang dilakukannya. Kalaupun mereka berbantah-bantahan tentang prilaku minor mereka sendiri, sebenarnya itu sekadar lipstik, sekadar konsumsi untuk publik semata isyaratkan bahwa ada loh dari kawanan badut itu yang benar-benar merakyat. Mereka ingin mengatakan : nila setitik, rusak susu sebelanga

Dalam sistem demokrasi seperti di Indonesia mekanisme penyampaian suara rakyat diwakili melalui lembaga DPR. Harapan orang banyak atas peran DPR itu sebenarnya sudah terang benderang dan itu pun amat mudah dipahami oleh para anggota DPR itu sendiri. Masalahnya, seperti kata para pakar, para anggota dewan yang terhormat itu tidak benar-benar mewakili suara rakyat, tapi mewakili partainya. Pada saat pemilu legislatif mereka mengklaim dirinya wakil rakyat, tapi begitu telah duduk manis di DPR ia menjelma sebagai wakil partai.

Semua orang mafhum, untuk duduk manis di kursi mahal seharga dua puluh empat juta itu, tak sedikit tenaga dan tentu saja kocek yang harus dirogoh. Nyumbang kas partai, biaya bikin spanduk, baliho, brosur, nyogok orang-orang tertentu di partai agar namanya masuk “daftar jadi” dan untuk segala macam keperluan yang jumlahnya bisa mencapai miliaran. Kalaupun calon tak punya cukup duit untuk jadi anggota DPR, tapi calon itu dinilai potensial, partainya akan membuat semacam perjanjian dengan calon itu agar ini dan agar itu. Jadi sebenarnya kita termasuk bodoh jika berharap banyak dari para anggota dewan itu. Karena awalnya sudah busuk, membusuklah terus barang itu.

Kursi seharga 24 juta per buahnya merupakan sedikit dari sekian banyak “lelucon” mereka. Kalau mau disebut sebagai kawanan, mereka sejenis kawanan singa yang hidup berkelompok. Mereka akan saling berkelahi manakala ada makanan. Setelah kenyang mereka kembali berkawan. Tapi jangan lupa, kawanan singa tak pernah menyimpan makanan, dan tak perlu fasilitas mewah, bahkan mereka hidup telanjang!.
Lantaran tak ada sanksi hukum (sebatas sanksi moral masayarakat yang terbukti tak pernah membuat mereka jera) atas semua lelucon yang mereka tampilkan, nampaknya para anggota dewan yang terhormat itu akan terus memproduksi serial humornya. Apalagi jatah mereka duduk di kursi seharga 24 juta itu sebentar lagi habis. Lihat saja mereka akan makin membabi-buta.

Jika orang yang mewakili bertingkah aneh-aneh, tentunya wajar jika orang yang diwakili bertingkah lebih nyleneh. Silakan tertawa, menangis pun boleh  menyaksikan para badut di senayan itu yang tak pernah berhenti “melucu”. Saya meilih tertawa hahahahahaha…menertawakan kekerdilan jiwa, ketiadaan hati seorang manusia.

Arief Daradjati
http://birokrasi.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar