Sabtu, 10 Juli 2010

Pupuh Negarakretagama 3

Negarakretagama bagian 3


Pupuh XXXI

1. Keta t’lah ditinggalkan. Jumlah pengiring malah bertambah

Melintasi Banyu Hening, perjalanan sampai Sampora

Terus ke Daleman menuju Wawaru, Gebang, Krebilan

Sampai di Kalayu Baginda berhenti ingin menyekar

2. Kalayu adalah nama desa perdikan kasogatan

Tempat candi makam sanak kadang Baginda raja

Penyekaran di makam dilakukan dengan sangat hormat

“Memegat sigi” nama upacara penyekaran itu

3. Upacara berlangsung menepati segenap aturan

Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama

Para patih mengarak Sri Baginda menuju paseban

Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak

4. Habis penyekaran raja menghirup segala kesukaan

Mengunjungi desa-desa di sekitarnya genap lengkap

Beberapa malam lamanya berlumba dalam kesukaan

Memeluk wanita cantik dan meriba gadis remaja

5. Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan

Melalui Kebon Agung, sampai Kambangrawi bermalam

Tanah anugerah Sri Nata kepada Tumenggung Nala

Candinya Buda menjulang tinggi, sangat elok bentuknya

6. Perjamuan Tumenggung Empu Nala jauh dari cela

Tidak diuraikan betapa rahap Baginda Nata bersantap

Paginya berangkat lagi ke Halses, B’rurang, Patunjungan

Terus langsung melintasi Patentanan, tarub dan Lesan

Pupuh XXXII

1. Segera Sri Baginda sampai di Pajarakan, di sana bermalam pat hari

Di tanah lapang sebelah selatan candi Buda beliau memasang tenda

Dipimpin Arya Sujanottama para mantri dan pendeta datang menghadap

Menghaturkan pacitan dan santapan, girang menerima anugerah uang

2. Berangkat dari situ Sri Baginda menuju asrama di rimba Sagara

Mendaki bukit-bukit ke arah selatan dan melintasi terusan Buluh

Melalui wilayah Gede, sebentar lagi sampai di asrama Sagara

Letaknya gaib ajaib di tengah-tengah hutan membangkitkan rasa kagum rindu

3. Sang pujangga Prapanca yang memang senang bermenung tidak selalu menghadap

Girang melancong ke taman melepaskan lelah melupakan segala duka

Rela melalaikan paseban mengabaikan tata tertib para pendeta

Memburu nafsu menjelajah rumah berbanjar-banjar dalam deretan berjajar

4. Tiba di taman bertingkat, di tepi pesanggrahan tempat bunga tumbuh lebat

Suka cita Prapanca membaca cacahan (pahatan) dengan slokanya di dalam cita

Di atas tiap atap terpahat ucapan seloka yang disertai nama

Pancaksara pada penghabisan tempat terpahat samara-samar, menggirangkan

5. Pemandiannya penuh lukisan dongengan berpagar batu gosok tinggi

Berhamburan bunga nagakusuma di halaman yang dilingkungi selokan

Andung, karawira, kayu mas, menur serta kayu puring dan lain-lainnya

Kelapa gading kuning rendah menguntai di sudut mengharu-rindu pandangan

6. Tiada sampailah kata meraih keindahan asrama yang gaib dan ajaib

Beratapkan hijuk, dari dalam dan luar berkesan kerasnya tata tertib

Semua para pertapa, wanita dan priya, tua-muda, nampaknya bijak

Luput dari cela dan klesa, seolah-olah Siwapada di atas dunia

Pupuh XXXIII

1. Habis berkeliling asrama, Baginda lalu dijamu

Para pendeta pertapa yang ucapannya sedap-resap

Segala santapan yang tersedia dalam pertapaan

Baginda membalas harta, membuat mereka gembira

2. Dalam pertukaran kata tentang arti kependetaan

Mereka mencurahkan isi hati, tiada tertahan

Akhirnya cengkerma ke taman penuh dengan kesukaan

Kegirang-girangan para pendeta tercengang memandang

3. Habis kesukaan memberi isyarat akan berangkat

Pandang sayang yang ditingggal mengikuti langkah yang pergi

Bahkan yang masih remaja puteri sengaja merenung

Batinnya: dewa asmara turun untuk datang menggoda

Pupuh XXXIV

1. Baginda berangkat, asrama tinggal berkabung

Bambu menutup mata sedih melepas selubung

Sirih menangis merintih, ayam roga menjerit

Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya

2. Kereta lari cepat, karena jalan menurun

Melintasi rumah dan sawah di tepi jalan

Segera sampai Arya, menginap satu malam

Paginya ke utara menuju desa Ganding

3. Para ment’ri mancanegara dikepalai

Singadikara, serta pendeta Siwa-Buda

Membawa santapan sedap dengan upacara

Gembira dibalas Baginda dengan mas dan kain

4. Agak lama berhenti seraya istirahat

Mengunjungi para penduduk segenap desa

Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding

Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat

Pupuh XXXV

1. Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan

Menganut jalan raya kereta lari beriring-iring ke Andoh Wawang

Ke Kedung Peluk dan ke Hambal, desa penghabisan dalam ingatan

Segera Baginda menuju kota Singasari bermalam di balai kota

2. Prapanca tinggal di sebelah barat Pasuruan ingin terus melancong

Menuju asrama Indarbaru yang letaknya di daerah desa Hujung

Berkunjung di rumah pengawasnya, menanyakan perkara tanah asrama

Lempengan piagam pengukuh diperlihatkan, jelas setelah dibaca

3. Isi piagam: tanah datar serta lembah dan gunungnya milik wihara

Begitu pula sebagian Markaman, ladang Balunghura, sawah Hujung

Isi piagam membujuk sang pujangga untuk tinggal jauh dari pura

Bila telah habis kerja di pura, ingin ia menyingkir ke Indarbaru

4. Sebabnya terburu-buru berangkat setelah dijamu bapa asrama

Karena ingat akan giliran menghadap di balai Singasari

Habis menyekar di candi makam, Baginda mengumbar nafsu kesukaan

Menghirup sari pemandangan di Kedung Biru, Kasurangganan dan Bureng

Pupuh XXXVI

1. Pada subakala Baginda berangkat ke selatan menuju Kagenengan

Akan berbakti kepada makam batara bersama segala pengiringnya

Harta, perlengkapan, makanan, dan bunga mengikuti jalannya kendaraan

Didahului kibaran bendera, disambut sorak-sorai dari penonton

2. Habis penyekaran, narapati keluar, dikerumuni segenap rakyat

Pendeta Siwa-Buda dan para bangsawan berderet leret di sisi beliau

Tidak diceritakan betapa rahap Baginda bersantap sehingga puas

Segenap rakyat girang menerima anugerah bahan pakaian yang indah

Pupuh XXXVII

1. Tersebut keindahan candi makam, bentuknya tiada bertara

Pintu masuk terlalu lebar lagi tinggi, bersabuk dari luar

Di dalam terbentang halaman dengan rumah berderet di tepinya

Ditanami aneka ragam bunga, tanjung, nagasari ajaib

2. Menara lampai menjulang tinggi di tengah-tengah, terlalu indah

Seperti gunung Meru, dengan arca batara Siwa di dalamnya

Karena Girinata putera disembah bagai dewa batara

Datu-leluhur Sri Naranata yang disembah di seluruh dunia

3. Sebelah selatan candi makam ada candi sunyi terbengkalai

Tembok serta pintunya yang masih berdiri, berciri kasogatan

Lantai di dalam, hilang kakinya bagian barat, tingggal yang timur

Sanggar dan pemujaan yang utuh, bertembok tinggi dari batu merah

4. Di sebelah utara, tanah bekas kaki rumah sudahlah rata

Terpencar tanamannya nagapuspa serta salaga di halaman

Di luar gapura pabaktan luhur, tapi telah longsor tanahnya

Halamannya luas tertutup rumput, jalannya penuh dengan lumut

5. Laksana perempuan sakit merana lukisannya lesu-pucat

Berhamburan daun cemara yang ditempuh angin, kusut bergelung

Kelapa gading melulur tapasnya, pinang letih lusuh merayu

Buluh gading melepas kainnya, layu merana tak ada hentinya

6. Sedih mata yang memandang, tak berdaya untuk menyembuhkan

Kecuali Hayam Wuruk sumber hidup segala makhluk

Beliau mashur bagai raja utama, bijak memperbaiki jagad

Pengasih bagi yang menderita sedih, sungguh titisan batara

7. Tersebut lagi, paginya Baginda berkunjung ke candi Kidal

Sesudah menyembah batara, larut hari berangkat ke Jajago

Habis menghadap arca Jina, beliau berangkat ke penginapan

Paginya menuju Singasari, belum lelah telah sampai Bureng

Pupuh XXXVIII

1. Keindahan Bureng: telaga tergumpal airnya jernih

Kebiru-biruan, di tengah: candi karang bermekala

Tepinya rumah berderet, penuh pelbagai ragam bunga

Tujuan para pelancong penyerap sari kesenangan

2. Terlewati keindahannya; berganti cerita narpati

Setelah reda terik matahari, melintas tegal tinggi

Rumputnya tebal rata, hijau mengkilat, indah terpandang

Luas terlihat laksana lautan kecil berombak jurang

3. Seraya berkeliling kereta lari tergesa-gesa

Menuju Singasari, segera masuk ke pesanggrahan

Sang pujangga singgah di rumah pendeta Buda, sarjana

Pengawas candi dan silsilah raja, pantas dikunjungi

4. Telah lanjut umurnya, jauh melintasi seribu bulan

Setia, sopan, darah luhur, keluarga raja dan mashur

Meski sempurna dalam karya, jauh dari tingkah tekebur

Terpuji pekerjaannya, pantas ditiru k’insafannya

5. Tamu mendadak diterima dengan girang dan ditegur:

“Wahai, orang bahagia, pujangga besar pengiring raja

Pelindung dan pengasih keluarga yang mengharap kasih

Jamuan apa yang layak bagi paduka dan tersedia?”

6. Maksud kedatangannya: ingin tahu sejarah leluhur

Para raja yang dicandikan, masih selalu dihadap

Ceriterakanlah mulai dengan Batara Kagenengan

Ceriterakan sejarahnya jadi put’ra Girinata

Pupuh XXXIX

1. Paduka Empuku menjawab: “Rakawi

Maksud paduka sungguh merayu hati

Sungguh paduka pujangga lepas budi

Tak putus menambah ilmu, mahkota hidup

2. Izinkan saya akan segera mulai:

Cita disucikan dengan air sendang tujuh

Terpuji Siwa! Terpuji Girinata!

Semoga terhindar aral, waktu bertutur

3. Semoga rakawi bersifat pengampun

Di antara kata mungkin terselib salah

Harap percaya kepada orang tua

Kurang atau lebih janganlah dicela

Pupuh XL

1. Pada tahun Saka lautan dasa bulan (1104) ada raja perwira yuda

Putera Girinata, konon kabarnya, lahir di dunia tanpa ibu

Semua orang tunduk, sujud menyembah kaki bagai tanda bakti

Ranggah Rajasa nama beliau, penggempur musuh pahlawan bijak

2. Daerah luas sebelah timur gunung Kawi terkenal subur makmur

Di situlah tempat putera sang Girinata menunaikan darmanya

Menggirangkan budiman, menyirnakan penjahat, meneguhkan negara

Ibu negara bernama Kutaraja, penduduknya sangat terganggu

3. Tahun Saka lautan dadu Siwa (1144) beliau melawan raja Kediri

Sang adiperwira Kretajaya, putus sastra serta tatwopadesa

Kalah, ketakutan, melarikan diri ke dalam biara terpencil

Semua pengawal dan perwira tentara yang tinggal, mati terbunuh

4. Setelah kalah narapati Kediri, Jawa di dalam ketakutan

Semua raja datang menyembah membawa tanda bakti hasil tanah

Bersatu Janggala Kediri di bawah kuasa satu raja sakti

Cikal bakal para raja agung yang akan memerintah pulau Jawa

5. Makin bertambah besar kuasa dan megah putera sang Girinata

Terjamin keselamatan pulau Jawa selama menyembah kakinya

Tahun Saka muka lautan Rudra (1149) beliau kembali ke Siwa pada

Dicandikan di Kagenengan bagai Siwa, di Usana bagai Buda

Pupuh XLI

1. Batara Anusapati, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan

Selama pemerintahannya, tanah Jawa kokoh sentosa, bersembah bakti

Tahun Saka perhiasan gunung Sambu (1170) beliau pulang ke Siwaloka

Cahaya beliau diujudkan arca Siwa gemilang di candi makam Kidal

2. Batara Wisnuwardana, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan

Beserta Narasinga bagai Madawa dengan Indra memerintah negara

Beliau memusnahkan perusuh Linggapati serta segenap pengikutnya

Takut semua musuh kepada beliau, sungguh titisan Siwa di bumi

3. Tahun Saka rasa gunung bulan (1176) Batara Wisnu menobatkan puteranya

Segenap rakyat Kediri Janggala berduyun-duyun ke pura mangastubagia

Raja Kertanagara nama gelarannya, tetap demikian seterusnya

Daerah Kutaraja bertambah makmur, berganti nama praja Singasari

4. Tahun Saka awan sembilan mengebumikan tanah (1192) raja Wisnu berpulang

Dicandikan di Waleri berlambang arca Siwa, di Jajago arca Buda

Sementara itu Batara Narasingamurti pun pulang ke Surapada

Dicandikan di Wengker, di Kumeper diarcakan bagai Siwa mahadewa

5. Tersebut Sri Baginda Kertanagara membinasakan perusuh, penjahat

Bersama Cayaraja, musnah pada tahun Saka naga mengalahkan bulan (1192)

Tahun Saka muda bermuka rupa (1197) Baginda menyuruh tundukkkan Melayu

Berharap Melayu takut kedewaan beliau, tunduk begitu sahaja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar