Rupa-rupanya kerajaan Kanjuruhan itu pada suatu ketika ditaklukkan oleh raja Mataram. Namun keturunan raja-rajanya tetap berkuasa sebagai penguasa daerah dengan gelar rakryan kanuruhan. Oleh karena gelar kanuruhan ditemukan di antara tulisan-tulisan singkat pada salah satu gugusan Candi Loro Jonggrang (Prambanan), diperkirakan sebagai penguasa daerah, dia menyumbangkan candi perwara pada candi kerajaan itu. Sayangnya hubungan antara Prasasti Sangguran dengan Candi Prambanan, belum diteliti secara mendalam oleh para pakar.
Cat : Prasasti Dinoyo unik, karena ditulis menggunakan huruf Jawa Kuno (Kawi) dan berbahasa Sanksekerta. Kerajaan Kanjuruhan, jika merujuk kepada tahun yang terdapat pada prasasti Dinoyo (760 M), berarti sejaman dengan Mataram Kuno pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran yang naik tahta pada tahun 760 menggantikan Sanjaya.
Kerajaan Medang
Mpu Sindok, adalah raja terakhir dari Wangsa Sanjaya, yang berkuasa Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 928-929. Diduga karena letusan Gunung Merapi, pada tahun 929 Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Istana yang baru dibangun di Tamwlang (Tembelang) sekitar tahun 929, di tepi Sungai Brantas, sekarang kira-kira adalah wilayah Kabupaten Jombang (Jawa Timur). Kerajaan baru ini tidak lagi disebut Mataram, melainkan disebut Medang (meski beberapa literatur masih menyebut Mataram). Mpu Sindok juga merupakan pendiri Wangsa Isyana, sehingga kerajaan baru tersebut kadang juga disebut Isyana.
Peristiwa Mahapralaya
Kerajaan Medang runtuh tahun 1006 pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh (cicit Mpu Sindok). Peristiwa hancurnya istana Watan terkenal dengan sebutan Mahapralaya atau “kematian besar”.
Kronik Cina dari Dinasti Sung mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa Teguh mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan Sumatra semakin memanas saat itu.
Pada tahun 1006 Dharmawangsa Teguh lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkimpoian putrinya, istana Medang di Watan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa Teguh tewas.
Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa - Bali yang lolos dari Mahapralaya tampil untuk membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu bernama Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia dirikan kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.
Sebuah Pertanyaan :
Catatan sejarah Pulau Jawa yang ditandai oleh prasasti atau berita-berita dari pedagang China dan India, ditengarahi oleh beberapa pusat peradaban. Dari barat berupa cerita tentang Salakanagara kemudian dilanjutkan prasasti mengenai Tarumanegara, bagian tengah cerita mengenai Kalingga dilanjutkan dengan Mataram Kuno, dan prasasti Kanjuruhan yang dilanjutkan oleh Kerajaan Medang.
Kerajaan Salakanagara
Salakanagara, berdasarkan Naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara.
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang.
Raja pertama Salakanagara bernama Dewawarman yang berasal dari India. Ia mula-mula menjadi duta negaranya (India) di Pulau Jawa. Kemudian Dewawarman menjadi menantu Aki Tirem atau Sang Aki Luhurmulya. Istrinya atau anak Aki Tirem bernama Pohaci Larasati. Saat menjadi raja Salakanagara, Dewawarman I ini dinobatkan dengan nama Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara. Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Sementara Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.
Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.
Cat : bukti fisik berupa prasasti mengenai Salakanagara belum ditemukan. Sumbernya hanya merupakan hipotesa dari pernyataan Ptolemeus tentang Argyre dan Naskah Wangsakerta.
Kerajaan Tarumanagara
Bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa 7 buah prasasti batu yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa Kerajaan Tarumanegara dibangun oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman tahun 358 M dan beliau memerintah sampai yahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomatri (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Cat :Prasasti yang berkaitan dengan kerajaan Tarumanagara sebagian besar ditulis dengan Huruf Pallawa dengan bahasa Sansekerta. Dan sebagian ditulis dengan menggunakan aksara ikal yang sampai sekarang belum bisa dibaca (diketahui artinya).
Kerajaan Kalingga
Kalingga adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Tengah, yang pusatnya berada di daerah Kabupaten Jepara sekarang. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandi Minyak, yang kemudian menjadi raja ke 2 dari Kerajaan Galuh.
Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ke 3 dari Kerajaan Galuh, yaitu Bratasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732M).
Setelah Maharani Shima mangkat di tahun 732M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti / Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban.
Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran.
Cat : bukti tentang Kalingga hanya diketahui dari sumber-sumber China yang menyebut Holing untuk Keling yang dikemudian hari dikenal sebagai Kalingga dan Naskah Wangsakerta. Bukti fisik berupa prasasti sampai sekarang belum ditemukan.
Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram kita kenal dari sebuah prasasti yang ditemukan di Desa Canggal (barat daya Magelang). Prasasti ini berangka tahun 732 M, ditulis dengan huruf Pallawa dan digubah dalam bahasa Sanskerta yang indah sekali. Isinya terutama adalah memperingati didirikannya sebuah lingga (lambang Çiwa) di atas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Daerah ini letaknya di sebuah pulau yang mulia, Yawadwîpa, yang kaya raya akan hasil bumi, terutama padi dan emas.
Raja Sanjaya berdasarkan Prasasti Canggal(732 M), merupakan pendiri dari Wangsa Sanjaya yang bertahta di Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Menurut Prasasti Canggal (732 M), ia adalah kemenakan dari Sanna, penguasa sebelumnya. Raja Sanjaya mendirikan candi-candi untuk memuja Dewa Siwa. Sanjaya juga belajar agama Hindu Siwa dari para pendeta yang ia panggil.
Sanjaya meninggal pada pertengahan abad ke-8 dan kedudukannya di Mataram digantikan oleh Raka Panangkaran((760-780), dan terus berlanjut sampai masa Dyah Wawa (924-928), sebelum digantikan oleh Mpu Sindok(929) dari Wangsa Isyana.
Pengganti Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang (tahun 886-898), lalu raja Balitung/Rakai Watukura yang bergelar sri Iswarakesawotsawatungga (tahun 898-910), merupakan raja pertama yang memerintah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam hal ini ada kemungkinan bahwa Kanjuruhan-prasasti Dinoyo ditaklukkan.
Istilah Rakai pada zaman ini identik dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang bermakna “penguasa di”. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan “Penguasa di Panangkaran”. Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah Pancapana.
Cat : Kerajaan Mataram Kuno diperintah secara bergantian oleh Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra. Prasasti yang ditinggalkan ditulis dalam huruf Pallawa berbahasa Sanksekerta.
Kerajaan Kanjuruhan
Prasasti Dinoyo merupakan peninggalan yang unik karena ditulis dalam huruf Jawa Kuno dan bukan huruf Pallawa sebagaimana prasasti sebelumnya. Keistimewaan lain adalah cara penulisan tahun berbentuk Condro Sangkala berbunyi Nayana Vasurasa (tahun 682 Saka) atau tahun 760 Masehi. Dalam Prasasti Dinoyo diceritakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan.
Di desa Dinoyo (barat laut Malang) diketemukan sebuah prasasti berangka tahun 760, berhuruf Kawi dan berbahasa Sanskerta, yang menceritakan bahwa dalam abad VIII ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan (sekarang desa Kejuron) dengan raja bernama Dewasimha dan berputra Limwa (saat menjadi pengganti ayahnya bernama Gajayana), yang mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk dewa Agastya dan diresmikan tahun 760. Upacara peresmian dilakukan oleh para pendeta ahli Weda (agama Siwa). Bangunan kuno yang saat ini masih ada di desa Kejuron adalah Candi Badut, berlanggam Jawa Tengah, sebagian masih tegak dan terdapat lingga (mungkin lambang Agastya).
Dalam Prasasti Dinoyo diceritakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan sebagaimana berikut :
* Ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja yang sakti dan bijaksana dengan nama Dewasimha
* Setelah Raja meninggal digantikan oleh puteranya yang bernama Sang Liswa
* Sang Liswa terkenal dengan gelar Gajayana dan menjaga Istana besar bernama Kanjuruhan
* Sang Liswa memiliki puteri yang disebut sebagai Sang Uttiyana
* Raja Gajayana dicintai para brahmana dan rakyatnya karena membawa ketentraman diseluruh negeri
* Raja dan rakyatnya menyembah kepada yang mulia Sang Agastya
* Bersama Raja dan para pembesar negeri Sang Agastya (disebut Maharesi) menghilangkan penyakit
* Raja melihat Arca Agastya dari kayu Cendana milik nenek moyangnya
* Maka raja memerintahkan membuat Arca Agastya dari batu hitam yang elok
Prasasti Sangguran (Batu Minto) asal daerah Ngandat, Malang (Jawa Timur), yang pernah dibawa ke luar negeri oleh Stamford Raffles pada 1814, yang berasal dari abad ke-10. Prasasti Sangguran (Prasasti Minto), dikenal dengan ‘Lord Minto’ atau ‘Minto Stone’ untuk versi Skotlandia (Inggris) merupakan prasasti beraksara dan bahasa Jawa Kuno.
Prasasti itu merupakan reruntuhan candi di desa Ngandat, Malang, dan dinilai sangat penting dari sisi historis, karena menjadi bagian sejarah peralihan dari kerajaan Mataram ke Jawa Timur.
Prasasti Sangguran ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa kuno. Isi pokoknya adalah tentang peresmian Desa Sangguran menjadi sima (tanah yang dicagarkan) oleh Sri Maharaja Rakai Pangkaja dyah Wawa Sri Wijayaloka Namestungga pada 14 Suklapaksa bulan Srawana tahun 850 Saka. Jika dikonversi ke dalam tahun Masehi, maka identik dengan 2 Agustus 928.
Prasasti tersebut menyebutkan pula nama Rakryan Mapatih I hino pu Sindok Sri Isanawikrama dan istilah sima kajurugusalyan di Mananjung. Yang menarik, sima tersebut ditujukan khusus bagi para juru gusali, yaitu para pandai (besi, perunggu, tembaga, dan emas). Isi prasasti seperti itu boleh dikatakan amat langka, jarang terdapat pada prasasti-prasasti lain yang pernah ditemukan di Indonesia.
Ahli epigrafi Boechari menafsirkan bahwa mungkin pada masa pemerintahan Raja Wawa ada sekelompok pandai atau seorang pemuka pandai, yang berjasa kepada raja. Pendapatnya didasarkan atas analogi dari kitab kuno Pararaton yang menyebutkan Mpu Gandring, tokoh yang dianggap pembuat keris legendaris, bersama keturunannya mendapat hak istimewa dari Sri Rajasa (Ken Arok) berupa anugerah sima kajurugusalyan (Sejarah Nasional Indonesia II, 1984).
Prasasti Dinoyo (760 M) dan Prasasti Sangguran (928 M) ditulis dengan aksara Jawa Kuno (Kawi) , bahkan Prasasti Sangguran dituturkan dengan Bahasa Jawa Kuno. Berbeda dengan prasasti-prasasti yang lainnya, yang berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanksekerta. Jika memang benar, pendiri kerajaan-kerajaan kuno tersebut masih ada hubungannya dengan India, penggunaan huruf Pallawa tidaklah mengherankan. Namun tahun dibuatnya prasasti Dinoyo sejaman dengan masa pemerintahan Rakai Panangkaran, yang mana Mataram Kuno banyak meninggalkan prasasti berhuruf Pallawa. Sama halnya juga Prasasti Sangguran, yang disitu malah disebutkan Raja yang berkuasa adalah Dyah Wawa.
Daftar raja Jawa
Mataram Kuno
Dinasti Syailendra
- Sri Indrawarman (752-775)
- Wisnuwarman (775-782)
- Daranindra (Sri Wirarairimathana (782-812)
- Samaratungga (812-833)
- Pramodhawardhani (833-856), menikah dengan Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya)
Dinasti Sanjaya
- Sanjaya(sanjaya) (732-7xx)
- Rakai Panangkaran : Dyah Pancapana (syailendra)
- Rakai Panunggalan
- Rakai Warak
- Rakai Garung
- Rakai Patapan (8xx-838)
- Rakai Pikatan (838-855), mendepak Dinasti Syailendra
- Rakai Kayuwangi (855-885)
- Dyah Tagwas (885)
- Rakai Panumwangan Dyah Dewendra (885-887)
- Rakai Gurunwangi Dyah Badra (887)
- Rakai Watuhumalang (894-898)
- Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910)
- Daksa (910-919)
- Tulodong (919-921)
- Dyah Wawa (924-928)
- Mpu Sindok (928-929), memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur (Medang)
Medang
- Mpu Sindok (929-947)
- Sri Isyanatunggawijaya (947-9xx)
- Makutawangsawardhana (9xx-985)
- Dharmawangsa Teguh (985-1006)
Kahuripan
- Airlangga (1019-1045), mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang
- (Airlangga kemudian memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Janggala dan Kadiri)
Janggala
- (tidak diketahui silsilah raja-raja Janggala hingga tahun 1116)
Kadiri
- (tidak diketahui silsilah raja-raja Kadiri hingga tahun 1116)
- Kameswara (1116-1135), mempersatukan kembali Kadiri dan Panjalu
- Jayabaya (1135-1159)
- Rakai Sirikan (1159-1169)
- Sri Aryeswara (1169-1171)
- Sri Candra (1171-1182)
- Kertajaya (1182-1222)
Singhasari
- Ken Arok (1222-1227)
- Anusapati (1227-1248)
- Tohjaya (1248)
- Ranggawuni (Wisnuwardhana) (1248-1254)
- Kertanagara ( 1254-1292)
Majapahit
- Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana) (1293-1309)
- Jayanagara (1309-1328)
- Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
- Hayam Wuruk (Rajasanagara) (1350-1389)
- Wikramawardhana (1390-1428)
- Suhita (1429-1447)
- Dyah Kertawijaya (1447-1451)
- Rajasawardhana (1451-1453)
- Girishawardhana (1456-1466)
- Singhawikramawardhana (Suraprabhawa) (1466-1474)
- Girindrawardhana Dyah Wijayakarana(1468-1478)
- Singawardhana Dyah Wijayakusuma (menurut Pararaton menjadi Raja Majapahit selama 4 bulan sebelum wafat secara mendadak ) ( ? - 1486 )
- Girindrawardhana Dyah Ranawijaya alias Bhre Kertabumi (diduga kuat sebagai Brawijaya, menurut Kitab Pararaton dan Suma Oriental karangan Tome Pires pada tahun 1513) (1474-1519)
Demak
- Raden Patah (1478 - 1518)
- Pati Unus (1518 - 1521)
- Sultan Trenggono (1521 - 1546)
- Sunan Prawoto (1546 - 1549)
Kesultanan Pajang
- Jaka Tingkir, bergelar Sultan Hadiwijoyo (1549 - 1582)
- Arya Pangiri, bergelar Sultan Ngawantipuro (1583 - 1586)
- Pangeran Benawa, bergelar Sultan Prabuwijoyo (1586 - 1587)
- R.Aj.Sarakusuma, bergelar Sultan Sarakusuma (1587-1598)
- R.M.Sarakusuma bergelar Sultan Sarakusuma (1598-1603)
- R.M.Bardani bergelar Sultan Bardani (1603-1669)
- R.M.Patrananggabergelar Sultan Prabu Patranangga (1669-1700)
- R.Ranajuda I bergelar Sultan Ranauda I (1700-1731)
- R.Ranajuda II bergelar Sultan Ranajuda II (1731-1790)
- R.Ngt.Tirtadranabergelar Sultan Tirtadrana (1790-1842)
- R.Ngt.Kartadiwirjabergelar Sultan Kartadiwirja (1842-1900)
- R.Kartadimadjabergelar Sultan Kartadimadja (1900-1950)
- R.Ngt.Suto Subrotobergelar Sultan Prabu Mangkir (1950-1990)
- R.Haryonobergelar Sultan Malih Pasang (1990-2008)
- R.Ngt.A.Wahyu Ningrat bergelar Sultan Prabu Hadiwijoyo II (2008-sekarang)
Mataram Baru
Daftar ini merupakan Daftar penguasa Mataram Baru atau juga disebut sebagai Mataram Islam. Catatan: sebagian nama penguasa di bawah ini dieja menurut ejaan bahasa Jawa.- Ki Ageng Pamanahan, menerima tanah perdikan Mataram dari Jaka Tingkir
- Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 - 1601), menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka.
- Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang) (1601 - 1613)
- Adipati Martapura (1613 selama satu hari)
- Sultan Agung (Raden Mas Rangsang / Prabu Hanyakrakusuma) (1613 - 1645)
- Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum) (1645 - 1677)
Kasunanan Kartasura
- Amangkurat II (1680 – 1702), pendiri Kartasura.
- Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka.
- Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
- Amangkurat IV (1719 – 1726), leluhur raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.
- Pakubuwana II (1726 – 1742), menyingkir ke Ponorogo karena Kartasura diserbu pemberontakl; mendirikan Surakarta.
Kasunanan Surakarta
- Pakubuwana II (1745 - 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745
- Pakubuwana III (1749 - 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
- Pakubuwana IV (1788 - 1820)
- Pakubuwana V (1820 - 1823)
- Pakubuwana VI (1823 - 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
- Pakubuwana VII (1830 - 1858)
- Pakubuwana VIII (1859 - 1861)
- Pakubuwana IX (1861 - 1893)
- Pakubuwana X (1893 - 1939)
- Pakubuwana XI (1939 - 1944)
- Pakubuwana XII (1944 - 2004)
- Gelar Pakubuwana XIII (2004 - sekarang) diklaim oleh dua orang, Pangeran Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.
Kasultanan Yogyakarta
Hamengkubuwana atau Hamengkubuwono atau Hamengku Buwono atau lengkapnya Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalogo Ngabdurahman Sayiddin Panotogomo Khalifatullah adalah gelar bagi raja Kesultanan Yogyakarta sebagai penerus Kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta. Dinasti Hamengkubuwana tercatat sebagai dinasti yang gigih memperjuangkan kemerdekaan pada masa masing-masing, antara lain Hamengkubuwana I atau nama mudanya Pangeran Mangkubumi, kemudian penerusnya yang salah satunya adalah ayah dari Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro, yaitu Hamengkubuwana III. Sri Sultan Hamengkubuwana IX pernah menjabat sebagai wakil presiden Indonesia yang kedua.
Yang bertahta saat ini adalah Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Daftar sultan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat:
No. | Nama | Dari | Sampai | Keterangan |
1. | Sri Sultan Hamengkubuwono I | 13 Februari 1755 | 24 Maret 1792 | |
2. | Sri Sultan Hamengkubuwono II | 2 April 1792 | akhir 1810 | periode pertama |
3. | Sri Sultan Hamengkubuwono III | akhir 1810 | akhir 1811 | periode pertama |
Sri Sultan Hamengkubuwono II | akhir 1811 | 20 Juni 1812 | periode kedua | |
Sri Sultan Hamengkubuwono III | 29 Juni 1812 | 3 November 1814 | periode kedua | |
4. | Sri Sultan Hamengkubuwono IV | 9 November 1814 | 6 Desember 1823 | |
5. | Sri Sultan Hamengkubuwono V | 19 Desember 1823 | 17 Agustus 1826 | periode pertama |
Sri Sultan Hamengkubuwono II | 17 Agustus 1826 | 2 Januari 1828 | periode ketiga | |
Sri Sultan Hamengkubuwono V | 17 Januari 1828 | 5 Juni 1855 | periode kedua | |
6. | Sri Sultan Hamengkubuwono VI | 5 Juli 1855 | 20 Juli 1877 | |
7. | Sri Sultan Hamengkubuwono VII | 22 Desember 1877 | 29 Januari 1921 | |
8. | Sri Sultan Hamengkubuwono VIII | 8 Februari 1921 | 22 Oktober 1939 | |
9. | Sri Sultan Hamengkubuwono IX | 18 Maret 1940 | 2 Oktober 1988 | |
10. | Sri Sultan Hamengkubuwono X | 7 Maret 1989 | sekarang |
Praja Mangkunagaran di Surakarta
- Mangkunagara I (Raden Mas Said) (1757 - 1795)
- Mangkunagara II (1796 - 1835)
- Mangkunagara III (1835 - 1853)
- Mangkunagara IV (1853 - 1881)
- Mangkunagara V (1881 - 1896)
- Mangkunagara VI (1896 - 1916)
- Mangkunagara VII (1916 -1944)
- Mangkunagara VIII (1944 - 1987)
- Mangkunagara IX (1987 - sekarang)
Kadipaten Paku Alaman di Yogyakarta
- Paku Alam I (1813 - 1829)
- Paku Alam II (1829 - 1858)
- Paku Alam III (1858 - 1864)
- Paku Alam IV (1864 - 1878)
- Paku Alam V (1878 - 1900)
- Paku Alam VI (1901 - 1902)
- Paku Alam VII (1903 - 1938)
- Paku Alam VIII (1938 - 1998)
- Paku Alam IX (1998 - sekarang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar