Rabu, 01 Desember 2010

Ironi Perlindungan Pahlawan Devisa

Tenaga kerja wanita (TKW) asal NTB, Sumiati tergolek di RS King Fahd, Arab Saudi, Sabtu (20/11). Sekujur tubuh Sumiati terluka, bahkan bibir atasnya digunting majikannya. 
 
BELUM hilang keprihatinan bangsa ini atas penyiksaan tenaga kerja wanita (TKW) Sumiati di Arab Saudi, Jumat (19/11), kembali dikejutkan kematian tragis Kikim Komalasari binti Uko Marta di Kota Abha.

Jasad pembantu rumah tangga asal Cianjur, Jawa Barat itu ditemukan polisi dalam tong sampah, tiga hari sebelum Hari Raya Idul Adha. Semula Kikim dikira TKW asal Bangladesh. Setelah diselidiki, baru terungkap TKW asal Cianjur.

Kikim diduga kuat dibunuh majikannya. Hasil autopsi jasad Kikim, terungkap adanya luka akibat benda tumpul yang menyebabkan kematian "pahlawan" devisa negara ini. Tragedi kemanusiaan kedua dalam tenggat sepekan.

Senin (15/11) lalu, kita terhenyak saat Saudi Gazettte melansir kekejian keluarga majikan Khalid Saleh Mohammad Al Hamimi terhadap Sumiati, TKW asal Dompu NTB. Hingga kini Sumiati yang sekujur tubuhnya penuh luka, bahkan bibirnya hilang akibat digunting, masih tergolek di RS King Fahd Madinah.

Kematian Kikim yang diungkap relawan Pos PDIP di Kota Abha ini, menggenapi duka bangsa yang sedang diguncang bencana. Bagaimana pemerintah "hanya," terus terkaget-kaget atas tragedi kemanusiaan para TKW di luar negeri.

Ketika identitas Kikim terungkap, presiden masih sibuk menggelar Rapat Terbatas di Istana untuk mengevaluasi pengiriman TKI ke luar negeri, pasca-penyiksaan Sumiati. Pemerintah begitu lamban memetik pelajaran atas tragedi yang dialami Sumiati.

Tragedi maut Kikim, hampir seiring penyiksaan Sumiati. Jika Kemenakertrans, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) maupun Kedubes RI di Jeddah, cepat mendeteksi semua TKI di Arab Saudi, kematian Kikim diketahui dini.

Bukan malah relawan PDIP di Arab Saudi yang lebih peduli membantu para TKI. Fungsi monitoring dan pengawasan TKI yang dijadikan alat meminta tambahan anggaran BNP2TKI maupun Kemenakertrans pada DPR, nol besar dan tak tepat fungsi.

                                                                                                                 
Diplomasi Lemah

Uraian 4.385 kasus yang menjerat TKI dari total 3.271.584 TKI di luar negeri pun hampa. Pelangaran kontrak, gaji tak dibayar, jam kerja tak sesuai, beban kerja tak sesuai, ketidakcocokkan dengan majikan, masalah pribadi, sakit, pelecehan, hingga kekerasan berat, menjadi "syair" duka para TKI.

Rendahnya persentase masalah yang dihadapi TKI, yakni 0,01 persen, juga lebih menunjuk makna retorika politik. Ada upaya menyederhanakan masalah melalui angka. Sejatinya, perlakuan tak manusiawi seorang TKI saja, cukup bagi negara memerjuangkannya.

Tak manusiawi menunggu angka signifikan. Bukankah negara berkewajiban melindungi keselamatan setiap warga negara? Pemerintah tak memiliki proper sense of humanity.
Pemerintah juga tak memberi keyakinan bangsa untuk berani tegas dan menekan negara "importir" TKI. Dalam kasus Sumiati saja, pemerintah tak memiliki power seimbang menghadapi Arab Saudi.

Buktinya, pemerintah Arab Saudi yang menyatakan prihatin atas penyiksaan Sumiati, cukup menawarkan penyelesaian secara diplomatik. Apa artinya? Negara "miskin" hak yudisial yang sinergis dengan pemerintahan Arab Saudi.

Perjanjian pemerintah Indonesia dengan 10 negara, termasuk Arab Saudi, belum terealisasi. Masih janji dalam ilusi Menakertrans. Nasib para TKI pun tidak pasti. Mulai tak mendapatkan gaji, penyiksaan hingga kematian bisa terjadi tiap hari tanpa perlindungan memadahi.
Mencegah fitna, pemerintah harus bisa membuktikan diri. Cepat deteksi seluruh TKI, sekaligus mengidentifikasi masalah dan legalitas status mereka di luar negeri. Advokasi kliber internasional, wajib dilaksanakan sesegera mungkin. Jangan hanya bisa mengutuk, tanpa aksi pembelaan pasti.

Keluarga para TKI kini amat memerlukan ketenangan hati, termasuk kasus TKW asal Jember, Niken Dewi Roro Mendut yang hilang kontak di Kota Hail, 14 November. Semoga Niken tak mengalami tragedi, seperti dialami Sumiati maupun Kikim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar