Sabtu, 08 Januari 2011

Membangun Kemewahan di Atas Kemiskinan Rakyat




The image “http://baltyra.com/wp-content/uploads/2010/09/miskin.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.


Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kita memang tidak pernah kapok-kapoknya menyakiti dan melukai hati rakyat yang memberi amanah kepada mereka. Belum lagi kita melupakan rencana menguras uang rakyat untuk membangun rumah aspirasi, kini mencuat pula rencana membangun gedung DPR berlantai 36 dengan anggaran Rp 1,6 triliun. Jangankan benar-benar untuk membangunnya, merencanakan saja sudah sangat memilukan hati rakyat.

Bagaimana mungkin, ada rencana membangun gedung mewah dengan harga pertiap satu ruangan anggota DPR itu Rp 2,8 miliar. Apalagi berdasarkan hitungan-hitungannya, anggaran sebesar itu dinilai cukup untuk membiayai bantuan iuran jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) bagi lebih dari 22 juta warga miskin selama satu tahun.

Sebagaimana diberitakan Kompas, tahun ini pemerintah mengalokasikan dana bantuan iuran jamkesmas sebesar Rp 6.000 per bulan atau Rp 72.000 per tahun untuk satu warga miskin.  Ruangan seluas 120 meter persegi untuk satu anggota DPR itu juga dikatakan masih lebih besar daripada luas lima rumah sederhana sehat bersubsidi, yang masing-masing hanya 21 meter persegi.

Saya kira media massa perlu lebih menyuarakan masalah ini ketimbang membakar emosi rakyat memerangi Malaysia. Para wakil rakyat kita ini memang terbilang sangat aneh. Kalau menyangkut diri sendiri, terlihat sangat cerdas dan punya gagasan gegap gempita. Namun kalau sudah menyangkut kepentingan rakyat banyak, sangat terlihat naifnya. Mereka begitu tegar melihat penderitaan, kemiskinan rakyat yang masih demikian besarnya. Tidak ada perasaan berdosa melihat banyak masyarakat yang kesulitan mendapat pekerjaan, penghasilan pas-pasan.

Kita tidak menolak para wakil rakyat punya bangunan mewah, namun tentu saja disesuaikan dengan kehidupan rakyat banyak yang sesungguhnya wajib mereka perjuangkan. Jika kehidupan rakyat sudah memadai, kemiskinan dapat diatasi, sarana dan prasarana rakyat banyak terpenuhi, silakan bangun gedung mewah. Malah tidak usah punya rencana, justru rakyat sendiri yang akan mengusulkannya.

Kita tidak habis pikir, apakah para wakil rakyat itu tidak merasakan betapa semrawutnya lalulintas untuk menuju ke gedung DPR di Senayan. Sore hari di seputar Semanggi, Jl Gatot Subroto, dan Pejompongan, misalnya, kemacetan lalulintas demikian parahnya. Mengapa tidak terpikir oleh para wakil rakyat itu untuk membenahi lingkungan sekitar kantornya? Padahal bukan hanya itu, banyak kewajiban yang harus dilakukannya untuk memajukan kehidupan rakyat.

Dalam hal ini, sangat tepat usulan pengamat ekonomi A Tony Prasetiantono yang menyebut, dana pembangunan Gedung DPR itu cukup untuk memulai pembangunan proyek monorel yang bisa mengurangi kemacetan arus lalu lintas di jakarta. "Monorel memang tidak menyelesaikan masalah, tapi bisa mengurangi kemacetan," kata Tony, seperti diberitakan kompas.

Kata Tony menjelaskan, anggaran pembangunan monorel sekitar Rp 6 triliun dan dibangun dalam waktu 4 tahun. "Itu kan bisa diamortisasi hingga 4 tahun, jadi butuhnya sekitar Rp 1,5 triliun per tahun. Dana itu bisa saja dipenuhi dari dana pembangunan Gedung DPR yang pada tahun pertamanya saja membutuhkan Rp 1,16 triliun. Wakil rakyat lebih senang membangun gedung sendiri dibandingkan monorel," kata Tony.

Para wakil rakyat itu tentu sudah melancong ke negara tetangga seperti Kuala Lumpur, Bangkok, dan Singapura. Apa mereka tidak melihat, di sana monorail sudah lama dibangun, begitu juga dengan subway. Sementara di Jakarta, selalu hanya wacana, rencana tinggal rencana. Bahkan monorail sudah mulai dibangun tapi tiba-tiba ngadat, terkatung-katung, tanpa ada pihak yang peduli. Malahan rakyat yang digencet, penggunaan sepeda motor dibatasi. Bukannya melengkapi fasilitas yang dibutuhkan rakyat banyak tapi malah sibuk membangun kemegahan diri sendiri.

Harusnya dalam masalah itulah kita punya rasa harga diri, martabat bangsa terasa dikoyak-koyak, bila melihat betapa tertinggalnya kita dibanding negara tetangga. Jadi bukannya, malah memprovakasi rakyat untuk memerangi negara tetangga itu. Para wakil rakyat, para pejabat, penguasa negara ini, harusnya punya rasa malu atas ketertinggalan kita dalam memajukan kehidupan rakyat.

Mengapa kita tidak punya rasa malu, tidak punya harga diri, membiarkan kehidupan masyarakat di daerah perbatasan yang pas-pasan, sementara masyarakat negara tetangganya hidup sejahtera. Jangan salahkan, bila tapal batas negara kita tergeser. Boleh jadi ini dilakukan rakyat kita yang bodoh, mereka ingin beralih warga negara dengan sekalian membawa tanahnya agar dikelola negara tetangga.

Aneh, tanahnya sama-sama Kalimantan, tapi kenapa yang dikelola Malaysia dan Brunei bisa memakmurkan rakyatnya? Tampaknya, kita bukan tidak punya dana untuk membangun kehidupan rakyat. Melainkan, dana rakyat itu digunakan secara tanpa malu untuk kemewahan diri sendiri. Sungguh tega, membangun kemewahan di atas penderitaan rakyat banyak. Kalau begitu, jangan salahkan rakyat jadi meradang, mengutuk wakilnya.

Masa jabatan wakil rakyat dan penguasa negeri ini masih lama, empat tahun lebih lagi. Masih cukup banyak kesempatan untuk memperbaiki diri. Jangan sampai rasa ketidapuasan, rasa amarah rakyat dibiarkan terus meledak-ledak yang bila tidak terkendali dapat merusak kehidupan kita semua. Mari kita tunjukkan harkat dan martabat kita dengan karakter terpuji.     

Ramadhan akan segera berakhir. Kita sudah banyak menempa diri, membangun iman dan takwa. Kita kini sangat menantikan para wakil rakyat, para pejabat, penguasa negeri ini, yang berkomitmen untuk tidak akan memanfatkan uang rakyat, sebelum hajat hidup rakyat banyak terpenuhi.

Kita sedang menunggu-nunggu, ada wakil rakyat yang berani hidup sederhana, sebelum rakyatnya berhasil disejahterakan. Kita dambakan para elit kita yang berkarakter, punya rasa malu, sensitive terhadap kehidupan rakyat. Semoga Allah Swt masih mengampuni dosa para pemimpin, melindungi kehidupan rakyat dari azab sengsara.

Oleh Prof Dr Syofyan Saad, MPd
Sumber: madina-sk.com

Kontroversi Rencana Pembangunan Gedung DPR RI

   

  

 
DPR RI telah menyosialisasikan rencana pembangunan gedung DPR RI, yang menurut perkembangan terbaru, bernilai Rp 1,2 triliun. 
 
Desain gedung baru berbentuk gerbang yang mencerminkan filosopi anggota DPR yang berlatar bekalang beragam daerah dan budaya. Gerbang sebagai metafora dari harapan bagi kemakmuran bangsa Indonesia dengan dua pilar kokoh di atasnya serta dibuat berdasarkan kebutuhan ruang dan penataan ulang kawasan kompleks MPR/DPR/DPD.

 
Berikut kronologi rencana pembangunan gedung yang di dalamnya terdapat fasilitas rekreatif seperti spa dan kolam renang, sebagaimana dilansir di website DPR.
  1. Didasarkan atas perubahan jumlah anggota dewan yang tiap periode bertambah, serta tidak mencukupinya Gedung Nusantara I untuk dapat menampung aktivitas anggota DPR RI.
  2. Saat ini tiap anggota DPR RI di Gedung Nusantara I menempati ruang seluas ± 32 m2, diisi 1 anggota, 1 sekretaris, dan 2 staf ahli. Kondisi ini dianggap tidak optimal untuk kinerja dewan.
  3. Dalam rangka penataan Kompleks DPR, maka BURT menyusun TOR Grand Design Kawasan DPR RI. Pada Tahun 2008, Setjen DPR RI melakukan Lelang untuk Konsutan Review Masterplan, AMDAL, dan Audit Struktur Gedung Nusantara, yang menghasilkan Blok Plan Kawasan DPR/MPR RI (Oktober 2008).
  4. Pada 2 Februari 2009, PT. Virama Karya (Konsultan Masterplan, AMDAL, dan Audit Struktur) memaparkan Blok Plan Kawasan MPR/DPR RI pada Rapat Konsultasi Pimpinan DPR dengan Pimpinan Fraksi serta Pimpinan BURT. Rapat meminta Konsep Blok Plan disempurnakan.
  5. Pada 18 Mei 2009, diadakan Rapat Dengar Pendapat antara Steering Committee Penataan Ulang dengan IAI, INKINDO dan PT. Yodya Karya memutuskan untuk mengadakan lokakarya dalam rangka mendapatkan masukan-masukan mengenai Komplek Gedung MPR/DPR/DPD RI.
  6. Pada 24-25 Juni 2009 diadakan Lokakarya Penataan Ulang Komplek MPR/DPR/DPD RI dan hasil Penyempurnaan Master Plan telah disampaikan ke BURT.
  7. Dalam rangka penataan Kompleks Kantor DPR RI, maka pada tahun 2008 dilakukan lelang untuk Konsultan Perencana (PT. Yodya Karya) dan Manajemen Konstruksi (PT. Ciria Jasa), dengan hasil pekerjaan adalah konsep disain Gedung Baru dengan dasar perhitungan berdasar kebutuhan dari 540 orang anggota dewan.
  8. Ruang untuk tiap anggota dewan seluas 64 m2, meliputi 1 anggota dewan, 2 staf ahli, dan 1 asisten pribadi.
  9. Hasil konsep perencanaan adalah Konsep Rancangan Gedung Baru 27 lantai termasuk P dan S dan DED untuk pekerjaan pondasi.
  10. Pada tahun 2009, dilakukan penyusunan DED Gedung Baru 27 lantai berupa Desain Upper Structure, plat, kolom, balok, dan Core untuk Lt. 1,2 dan 3.
  11. Luas total bangunan tersebut (27 Lt) ± 120.000 m2.
  12. Pada masa bakti Anggota Dewan periode 2009 -2014, ada keinginan penambahan jumlah staf ahli yang semula 2 menjadi 5, serta penambahan fasilitas berupa ruang rapat kecil, kamar istirahat, KM/WC, dan ruang tamu.
  13. Berdasarkan kebutuhan baru tersebut, perhitungan untuk ruang masing-masing anggota menjadi 7 orang, meliputi 1 anggota dewan, 5 staf ahli, dan 1 asisten pribadi seluas ± 120 m2.
  14. Perhitungan luas total bangunan berubah dari ±120.000 m2 (27 Lt) menjadi ±161.000 m2 (36 lt). Perhitungan ini tidak bertentangan dengan Master Plan yang telah disusun oleh PT. Virama Karya (KDB dan KLB masih memenuhi peraturan DKI) 
 
Gambar rancangan gedung kantor baru anggota DPR sudah diterima oleh Badan Anggaran DPR. Rencananya bentuk gedung baru yang menelan biaya Rp 1,8 triliun tersebut berupa gerbang yang terdiri dari satu gedung bertingkat.

 
Gedung baru DPR di Senayan, Jakarta, yang dibangun mulai Oktober 2010, terdiri dari 36 lantai, tiga lantai bawah tanah (basement), serta dilengkapi berbagai fasilitas termasuk untuk keperluan pertemuan internasional.gedung dibangun dengan konsep awal perencanaan gedung baru karya arsitek Soejoedi.
Menurut Sekjen DPR Nining Indra Saleh, desain gedung ini seperti internasional Conefo dengan fasilitas penyelenggaraan kegiatan MPR/DPR/DPD. Desain ini relevan karena fungsi MPR/DPR/DPD merupakan representasi rakyat dan harus menerima aspirasi rakyat yang diwakilinya.

 
Desain gedung ini telah mengantisipasi kebutuhan untuk 50 tahun ke depan, dimulai tahun 2010 dengan penambahan anggota DPR dari 550 menjadi 560 ditambah 1.680 staf ahli dan asisten, serta penambahan karyawan lainnya.

 
total anggaran untuk membangun gedung itu sekitar Rp 1,165 triliun. Biayanya akan mengucur bertahap dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010 sebesar Rp 50 miliar. Selanjutnya, APBN 2011 sebesar Rp 800 miliar. Sisanya akan disediakan oleh APBN 2012.
Pembangunan gedung ini merupakan program kerja DPR 2004-2009 dan dilanjutkan oleh anggota DPR periode 2009-2014. Lokasinya terletak di sebelah selatan Gedung Nusantara I DPR sesuai block plan kawasan kompleks parlemen Indonesia yang telah disetujui.

 
Gedung itu sesuai dengan standar ruang kerja anggota dewan terdiri dari ruang kerja, anggota, ruang staf ahli dan asisten pribadi, ruang rapat kecil, kamar istirahat, KM/WC dan ruang tamu. Untuk satu anggota DPR dengan 5 staf ahli dan 1 asisten membutuhkan ruangan seluas 120 meter persegi.
Dengan demikian, luas total bangunan menjadi 157.000 meter persegi terdiri dari 36 lantai termasuk basement tiga lantai.

sumber : berita lampung
 

Spiritualitas Penguasa VS Korupsi

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVN0fXv2pnmW99Wsn9ndK8l4KkjRhJA-sL_UcojJEdETom9MgbMJw9eydbiEr7xGQRdourTbL0mg5KY3LOUHCZquweMIcwUWdbPu7H2GE8Mv453LIN9utdzdAWIs-mqaPEsLeBlytmmz-z/s640/demo-anti-korupsi.jpg


Namun apa yang terjadi setelah 65 tahun merdeka tidaklah seindah julukan dan lagu di atas. Kemiskinan, ketidakadilan, keterbelakangan, dan ketidakbecusan menggerogoti kehidupan bangsa di negeri yang kaya ini. Penyebab utamanya tidak lain adalah korupsi yang telah merajalela dan membelit seluruh aspek kehidupan. Sungguh ironis ketika hal ini telah terjadi dan sungguh buruk akibat yang muncul dari korupsi. Begitu buruk dampaknya, sehingga tiada kata lagi kecuali bangkit dan melawan korupsi.



Korupsi di Sektor Publik

Definisi korupsi menurut asal kata berasal dari bahasa latin, corruptio. Kata ini sendiri mempunyai kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Sedangkan menurut Transparency International korupsi adalah ” Perilaku pejabat publik, maupun politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri dan mereka yang dekat dengannya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang telah dipercayakan kepada mereka.”

Di Indonesia, korupsi melibatkan tiga sektor yaitu sektor publik (pemerintah), sektor privat (swasta), dan sektor ke tiga (masyarakat). Relasi antara tiga sektor ini dapat memunculkan korupsi, namun korupsi yang lebih sering terjadi adalah korupsi oleh sektor publik ketika berhubungan dengan sektor privat dan sektor ke tiga (masyarakat). Kekuasaan pemerintah terhadap berbagai kepentingan publik menjadi faktor utama munculnya peluang korupsi.

Korupsi akan terjadi ketika sektor privat mendapatkan anggaran dana proyek dari pemerintah, maka saat itu oknum pemerintah meminta bagian dari dana proyek tersebut sehingga proyek dilaksanakan dengan anggaran yang telah di ”sunat”. Akibatnya kualitas pembangunan menjadi di bawah standar. Jika si pengusaha tidak melakukan itu maka ia tidak akan mendapatkan pekerjaan dan perusahaannya akan bangkrut. Korupsi juga terjadi ketika masyarakat ingin membuat SIM atau mengurus kewajiban perpajakan. Masyarakat mau tidak mau harus mengurus dua hal tersebut di atas karena itu merupakan kewajiban mereka, sedangkan aparat pemerintah baru akan melayani dengan baik ketika jelas pembagian uang yang tidak seharusnya diberikan padanya. Kita dapat melihat disini bahwa kekuasaan pemerintah menjadi pemicu utama korupsi ketika ia di laksanakan tanpa sistem pengawasan serta akuntabilitas.


Berbagai pihak terutama legislatif harus melakukan kontrol terhadap pemerintah sehingga penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang tidak terjadi. Hal ini sangat mungkin dilakukan sekarang, ketika orde baru runtuh berganti orde reformasi karena kebebasan berpendapat semakin terjamin. Perlu diakui, walaupun reformasi berjalan setengah hati tetapi tetap memberi manfaat. Selain itu secara internal para pemimpin pemerintahan perlu juga membuat sistem yang mengatur kekuasaan dan wewenang serta pengontrolan terhadap kegiatan pemerintahan. Inilah gambaran umum good governance, sebuah tata kelola negara yang tidak memberikan tempat bagi tumbuh kembangnya korupsi.

Kenyataannya, good governance tersebut belum sepenuhnya meliputi seluruh aspek kehidupan bernegara di Indonesia. Menurut hasil riset Booz-Allen & Hamilton tahun 2000 Indonesia menduduki posisi paling parah dalam pelaksanaan good governance di Asia Tenggara. Besarnya indeks good governance Indonesia hanya sebesar 2,88 di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72), Thailand (4,89), dan Filipina (3,47). Indeks ini menunjukkan bahwa semakin rendah angka indeks maka tingkat good governance semakin rendah pula yang berarti juga tingkat korupsi semakin tinggi. Setelah 6 tahun berlalu kita juga belum menemukan perubahan signifikan terhadap meningkatnya indeks good governance dan menurunnya korupsi. Jika melihat fakta dari survey yang dilakukan Transparency International pada tahun 2006, Indonesia memiliki skor CPI (Corruption Perceptions Index)sebesar 2,4 setara dengan Burundi, Ethiopia, Papua Nugini, dan Zimbabwe pada ranking 130.

Kenyatan yang lebih ironis lagi adalah korupsi terjadi pula di legislatif, sebuah lembaga yang seharusnya mengawasi pemerintah agar tidak korupsi. Di Bandung dugaan kasus korupsi anggota DPRD Kota Bandung senilai Rp 2,6 miliar pada Tahun Anggaran (TA) 2001 dan Rp 5,89 miliar pada TA 2002. Untuk TA 2002 terdapat komponen biaya observasi dan penyuluhan sebesar    Rp 2,95 miliar dan biaya operasional Rp 2,94 miliar. Kedua komponen tersebut tidak diatur dalam PP 110 tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD maupun Keputusan DPRD No 4 tahun 2000. Kemudian di Depok terjadi kasus korupsi dana rutin DPRD sebesar Rp 9,4 milyar yang dilakukan oleh 7 orang anggota dewan. Data ini di kompilasi oleh Media DPRD di seluruh Indonesia, dan jika seluruh data yang terkumpul diakumulasikan akan muncul kerugian negara sebesar Rp 475.230.000.000 akan muncul. Angka ini adalah hanya angka yang dapat diketahui, angka sesungguhnya pasti akan lebih besar lagi karena belum menghitung korupsi di DPRD kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan lain-lain. Jika legislatif bisa melakukan korupsi sebesar itu maka eksekutif tentu akan jauh lebih besar lagi mengingat kekuasaan mereka terhadap anggaran lebih banyak.

Begitu besarnya angka korupsi sehingga kita pun akan sadar bahwa kemiskinan yang merata di sebuah negari kaya-raya adalah hal yang tidak aneh. Tidak aneh karena ada faktor korupsi di dalamnya. Memerintah dengan memelihara korupsi hampir sama dengan mengisi penampungan air yang bolong di bagian bawah.



Penyebab Korupsi

Robert Klitgaard, seorang pakar di bidang kajian korupsi masa kini memberikan rumus sederhana untuk mendefinisikan korupsi. Menurutnya korupsi terjadi karena adanya kekuasaan monopoli atas sumber daya yang sifatnya ekonomis disertai kewenangan untuk mengelolanya tanpa disertai pertanggungjawaban. Dengan kata lain, ketiga unsur diatas merupakan satu kesatuan yang akan selalu menyimpan potensi atau peluang besar untuk terjadinya korupsi.
Untuk definisi ini ia memberikan sebuah rumusan matematis yaitu :

 Korupsi = Monopoli Kekuasaan + Wewenang - Akuntabilitas

Rumusan ini menjadi inspirasi bagi para anti-koruptor untuk mendeteksi, mengantisipasi dan mencegah terjadinya korupsi.

Sedangkan seorang cendekiawan muslim terkenal Abdul Rahman Ibnu Khaldun (1332-1406) mengatakan "Sebab utama korupsi adalah nafsu untuk hidup mewah dalam kelompok yang memerintah. Korupsi pada kelompok penguasa menyebabkan kesulitan-kesulitan ekonomi dan kesulitan ini pada gilirannya menjangkitkan korupsi lebih lanjut. Justru karena itu pemberantasn korupsi harus dimulai dari akarnya, yaitu kelompok yang memerintah dan penanggulangannya harus pula dengan melibatkan seluruh kelompok tersebut.” Pemikiran ini muncul dari penelitiannya sebagai seorang sosiolog yang mengamati korupsi pada masanya, sekaligus ia memberikan saran sederhana yang langsung ke pokok permasalahan.


Kedua ilmuwan diatas pada dasarnya memiliki pandangan tentang korupsi sebagai sesuatu yang diakibatkan oleh penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa untuk kepentingan pribadi atau golongannya. Robert lebih mengedepankan pemberantasan korupsi dengan memperbaiki sistem pemerintahan untuk menuju good governance sehingga mempersempit ruang gerak korupsi yang juga merupakan suatu sistem. Sedangkan Ibnu Khaldun menekankan untuk memberantas korupsi dengan memulai perubahan dari penguasa dan kelompoknya baru kemudian mereka merubah sistem pemerintahan menjadi lebih baik.


Menghilangkan korupsi di pemerintahan (baca:kekuasaan) idealnya di mulai dari mengganti para penguasanya dengan orang yang berintegritas tinggi, namun itu belumlah cukup jika tanpa ada dukungan kuat dari orang-orang yang sepemikiran dan seperjuangan khususnya dukungan dan kekuatan politik. Dengan dukungan politik yang kuat terhadap penguasa yang berintegritas, maka merubah sistem pemerintahan menjadi good governance akan menjadi jauh lebih mudah. Di Indonesia beberapa penguasa di daerah sudah memberikan teladannya, seperti di Propinsi Gorontalo yang didukung oleh Partai Golkar, Kabupaten Jembrana yang didukung oleh PDIP, dan Kabupaten Solok yang dipimpin oleh non partai tetapi di dukung kuat oleh rakyat bahkan kemudian Sang Bupati kini dipercaya rakyat Sumatera Barat untuk menjadi gubernurnya. Ketika usaha memerangi korupsi semakin memperlihatkan bukti kongkret maka dukungan rakyat akan semakin besar yang berefek semakin besarnya pula dukungan politik. Di sisi lain usaha-usaha untuk mempertahankan korupsi terus terjadi dengan tak kalah hebatnya, rumus menggunakan segala cara untuk memenangkan kepentingan selalu mereka gunakan.


Memberantas Korupsi Secara Sistematis

 Dalam rangka upaya memberantas KKN, terutama korupsi, The Economic Development Institute (EDI) of the World Bank dengan berbagai pihak telah memperkenalkan konsep yang disebut "pillars of integrity". Konsep mengenai sistem integritas nasional tersebut setidaknya melibatkan 8 (delapan) lembaga yang disebut "pillars of integrity", yaitu: (1) lembaga eksekutif, (2) lembaga parlemen, (3) lembaga kehakiman, (4) lembaga-lembaga pengawas ("watchdog" agencies), (5) media, (6) sektor swasta, (7) masyarakat sipil, dan (8) lembaga-lembaga penegakkan hukum. Termasuk ke dalam pilar lembaga-lembaga pengawas antara lain kantor-kantor auditor, lembaga anti korupsi dan ombudsman. Sedangkan yang termasuk pilar sektor swasta antara lain kamar dagang, asosiasi industri dan asosiasi profesional. Organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga keagamaan dan LSM termasuk ke dalam pilar masyarakat sipil. Pilar tersebut tentunya bisa diperluas menurut kondisi masing-masing negara. Di Indonesia misalnya, mahasiswa tentu dapat dimasukkan sebagai salah satu unsur pilar integritas karena mereka telah memelopori reformasi atau perubahan. Bahkan mereka sekaligus juga dapat menjadi bagian dari "watchdog" yang lebih galak.


Tantangan terberat dari menegakkan ”pillar of integrity” ini adalah masih banyaknya korupsi di pilar-pilar tersebut seperti di lembaga eksekutif, lembaga parlemen, lembaga kehakiman, dan lembaga penegak hukum. Tak jarang juga korupsi terjadi di 4 pilar yang lain, walaupun jumlahnya relatif lebih sedikit.

Secara konkret memberantas korupsi dilakukan melalui usaha sistematis dengan cara memberdayakan komisi pemberantasan korupsi, membangun sistem pencegah dini korupsi, membuat UU Anti Korupsi yang konsisten, memberikan jaminan hidup yang layak bagi pegawai negeri, sistem pembuktian terbalik, pengumuman dan audit kekayaan pejabat sebelum dan sesudah bertugas, membuat iklan layanan masyarakat di media massa dan di kemasan produk-produk yang dikonsumsi semua orang. Selain itu perlu dilakukan penyadaran yang masif terhadap masyarakat. Bangsa ini perlu banyak belajar dan merenung untuk menghargai bahwa korupsi merugikan orang banyak yang telah bekerja keras dan berlaku jujur, tindakan korupsi tidak menghargai fitrah manusia yang diilhamkan kepadanya untuk cinta kepada kebaikan, dengan begitu kita semua sedang belajar untuk hidup lebih lurus.


Pertanyaannya kemudian adalah siapakah kiranya orang yang bisa mengemban usaha besar yang sistematis menghadapai permasalahan yang begitu kompleks ini. Siapa pula mampu bertahan melawan usaha keras dari pendukung korupsi yang menghalalkan segala cara, sehingga melawan mereka berarti bersiap untuk menghadapai ancaman dan teror yang mempertaruhkan jiwa. Manusia macam apa yang mampu bertahan untuk tidak korupsi sementara dihadapannya peluang untuk itu sangat terbuka lebar. Jika ada, maka merekalah yang seharusnya didukung dengan sepenuh jiwa untuk maju berperang melawan korupsi.


Spiritualitas Penguasa

Sejarah telah membuktikan bahwa pemimpin-pemimpin yangberjuang atas nama ideologi adalah pemimpin-pemimpin yang unggul, tangguh, dan tidak mudah dikatakan. Perhatikanlah bagaimana Khalid bin Walid mampu memimpin pasukan Islam mengalahkan tentara Romawi dengan jumlah dan persenjataannya jauh melebihi tentara Islam. Mengalahkan Romawi adalah hampir mustahil pada masa itu. Akibatnya, wilayah Islam menjadi begitu luas. Anehnya pula, negeri-negeri yang dikuasai oleh Islam itu penduduknya langsung berbondong-bondong masuk Islam. Sejarah juga membuktikan bagaimana Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Jenderal Sudirman dan para pahlawan lain mampu membuat Belanda kalang kabut, walau Belanda memiliki persenjataan modern.


Dr. Dwi Suryanto, Ph.D seorang pakar kepemimpinan nasional dalam hal ini berpendapat bahwa kepahlawanan yang dicontohkan di atas merupakan esensi dari seorang pemimpin yang kuat. Pegangannya, landasannya adalah kepada Sang Pencipta. Percikan darah mereka, mereka tumpahkan demi kecintaan pada tanah air, yang berarti pula berhikmat kepada Tuhan mereka. Ia memimpin untuk melakukan perubahan hanya demi menjalani perintah dari Tuhannya. Ketika Tuhan dijadikan panglimanya, ia tidak takut dan ragu untuk memimpin bawahannya menuju tataran kemuliaan.Jelas dengan pegangan kepada Tuhan ini, mereka akan menjadi pemimpin yang memiliki integritas tinggi, karena merasa dirinya selalu diawasi detik demi detik oleh Tuhannya. Akibatnya, ia menjadi pemimpin yang etis, jujur, mempedulikan orang lain, dan kesemuanya itu dilakukan demi pengabdiannya kepada Tuhan. Dr. Dwi pun mennyatakan bahwa spiritualitas berarti percaya kepada sesuatu di luar (beyond) kita yang mampu mengatur segalanya, dan kita tidak berdaya untuk mencegah Nya berbuat sesuatu.

Pemimpin ini pun perlu menekankan di lembaga yang dipimpin tentang pentingnya praktek-praktek spiritual di tempat kerja. Maia Duerr seorang pakar kepemimpinan mengistilahkan ini sebagai contemplative organization. Organisasi ini cenderung mementingkan tingginya nilai (value) dalam proses kerjanya. Kepemimpinan macam ini pun perlu diterapkan pada eight pillars of integrity yang telah di bahas di atas.

Salah satu profil penguasa yang memiliki spiritualitas tinggi bisa kita lihat pada diri Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang menghilangkan kemiskinan dari negara yang dipimpinnya sementara ia justru menjadi semakin miskin. Beliau hanya memerlukan waktu 3,5 tahun untuk membersihkan daftar nama mustahiq yang ada di Baitul Maal serta menerapkan gaya kepemimpinan yang penuh integritas dan pro rakyat. Sejarah Islam mencatat prestasi besar ini dengan tinta emas. Namun setelah masa kepemimpinan Umar berlalu tak ada lagi prestasi signifikan dari kekhalifahan selanjutnya hingga sampai saat keruntuhan pada tahun 1920.  Selain itu di masa kini bisa menemukan betapa seorang CEO perusahaan multinasional di pagi hari datang ke kuilnya untuk berdoa kepada para dewa dan roh leluhurnya. Anda juga akan menemukan betapa seorang Dirut BUMN yang menutup pintunya rapat-rapat pada jam setengah sepuluh untuk shalat Duha.

Korupsi adalah sistem yang sangat kuat, maka untuk menghadapinya sistem pemberantasan dan pertahanan yang kuat harus dibuat. Melawan korupsi berarti menabuh genderang peperangan dengan para koruptor. Tanpa pemimpin yang kuat peperangan ini tak akan dapat dimenangkan. Dengan kekuasaan, seorang pemimpin tertinggi di sebuah negara akan jauh lebih mudah melawan korupsi ketika ia bergerak tidak hanya dengan kekuatannya sendiri melainkan dengan bantuan kekuatan spiritual dari Yang Maha Kuasa dan dukungan penuh dari rakyat. Dengan kekuasaan, ia bisa mengganti pimpinan korup di bawahnya dengan tanpa takut akan ancaman-ancaman politik atau rusaknya imej. Dengan kekuasaan pula sistem yang cacat bisa segera diperbaiki sehingga menutup lubang untuk tumbuh subur korupsi. Kapankah pemimpin-pemimpin semacam ini hadir mengisi seluruh kekuasaan di wilayah-wilayah publik republik ini ?

 Sumber: wikimu.com

Demokrasi, Korupsi vs Kemiskinan

http://www.partesdesign.com.br/porvir/miseria.jpg



Pileg dan pilpres sudah kita laksanakan. Meski masih menyimpan seambrek permasalahan, mulai dari DPT, kecurangan dan lain sebagainya. Tapi yang namanya demokrasi, tidak serta merta memperbaiki taraf hidup rakyat. Kesenjangan sosial masih tampak di depan mata. Yang miskin masih tetap saja miskin, sementara yang kaya masih bisa berfoya-foya.

Memang sudah menjadi hukum alam, bahwa di dunia ini selalu ada dua hal yang berbeda. Ada perempuan ada laki-laki, ada baik ada buruk, demikian juga ada miskin ada kaya. Ungkapan di atas sudah sering kita dengarkan, dan tak bisa dielak itu merupakan kenyataan hidup, dan sampai kapanpun akan tetap demikian.

Matinya Ruh Peradaban Barat

Muhasabah_10























Bukan cerita fiksi jika cahaya Islam tengah merasuki warga negara-negara Barat. Sebuah temuan baru di Inggris belakangan ini menyebutkan, ada gelombang besar di kalangan perempuan terpelajar negeri Pangeran Charles itu memilih Islam sebagai keyakinan baru mereka.

Anehnya, konversi keyakinan kepada Islam itu tak hanya terjadi di Inggris. Juga cukup massif terjadi di sejumlah negara-negara Barat lainnya, seperti Amerika Serikat, Jerman Barat, Perancis, Belanda dan negeri-negeri Barat lainnya.

Ini tentu bukan cerita karangan. Bukan pula sebuah tipu muslihat. Namun, sebuah kenyataan. Laporan statistik menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mengalami pertumbuhan terbesar di dunia. “Bukti menunjukkan bahwa rasio perempuan Barat pindah keyakinan ke Islam setinggi 2:1,” kata sosiolog Inggris Kevin Brice.

Fenomena ini cukup aneh mengingat pasca tragedi 9 September, teror dan kampanye negatif kepada Islam, cukup merata di seluruh negeri Barat. Islam dituding agama yang menyebarkan kebencian, teroris. Umat Islam diteror dan dipersulit menjalankan ibadahnya.

Fenomena ini semakin kencang mendengung karena sejumlah media Barat terlibat aktif mengipas-ngipasi isu tersebut.Apakah ini terjadi begitu saja tanpa sebab? Ada asap, ada api. Ada kejadian pasti ada penyebabnya. Lantas, apa yang menyebabkan masyarakat Barat berbondong-bondong meninggalkan keyakinan nenek moyangnya dan memilih memeluk Islam.

Sumber malapetaka negeri-negeri barat bermuara kepada peradaban yang mereka bangun sendiri, yaitu peradaban Barat. Peradaban Barat Kristiani dengan berbagai kemajuan yang dibanggakan selama ini, ternyata semu, dangkal. Agama Kristiani yang dijadikan penopang berdirinya peradaban Barat, pondasinya tidak kokoh.
 
Hal ini menimbulkan akibat buruk. Keyakinan agama yang mereka tawarkan dengan kemajuan teknologi peradaban Barat, ternyata tidak memberikan ketentraman batin bagi masyarakat. Sebaliknya, ia bak morfin yang disuntikkan dalam tubuh. Ia memberikan ketenangan sesaat, namun dengan cepat berubah menjadi racun yang mematikan seluruh organ seluruh tubuh.

Akar sosial yang dibangun peradaban Barat juga mengandung prinsip yang ganjil. Akibatnya, budaya permisif menjadi pegangan kalangan muda-mudi. Gaya hidup hura-hura dengan alkohol dan pergaulan bebas menjadi tren generasi muda masyarakat Barat. Pergi keluar bermabuk-mabukan dengan teman lawan jenis, mengenakan pakaian ketat, telah menjadi budaya anak-anak muda.

Di bidang politik, peradaban Barat telah melahirkan pemimpin-pemimpin negeri yang rakus, bejat dan aniaya. Mereka berpijak di atas kesombongan dan kerakusan menguasai materi dunia. Perang pun mereka kobarkan demi kekuasaan dan dunia. Sehingga, tanpa rasa berdosa, kebijakan yang mereka keluarkan telah menyengsarakan, membunuh dan menganiaya ribuan, bahkan jutaan manusia tak berdosa.

Bidang ekonomi tidak kalah rusaknya. Di bidang ini, peradaban Barat memberikan dasar-dasar ekonomi yang rancu karena berpedoman pada kedengkian dan penghancuran manusia. Bukan pada kesejahteraan manusia.

Akibatnya, fundamental ekonomi Barat, rapuh. Terjangan krisis ekonomi dunia bertubi-tubi, tak mampu diatasi negeri-negeri Barat. Dampaknya, penggangguran dan kelaparan semakin meluas yang mengakibatkan datangnya krisis sosial.

Perserikatan antar negara yang mereka gelar gagal total, tanpa membuahkan hasil sedikitpun. Mereka juga gagal mencapai kesepakatan dalam setiap pertemuan. Persatuan mereka tercabik-cabik.
 Ibarat mayat, Barat kini tak ubahnya seonggok daging yang tak lagi memiliki ruh. Mereka tak lagi memiliki lilin yang berfungsi menghalau kegelapan hidup. Mereka benar-benar sedang berada di dalam kegelapan dan kejahilihan yang nyata.

Karena itu, sangat wajar jika kini masyarakat negara-negara Barat merasa haus dan kelaparan yang sangat. Mereka sangat merindukan cahaya yang dapat menuntut mereka dari kegelapan dunia menuju cahaya terang.
 Mereka sedang membutuhkan tetes embun nan sejuk dari nilai-nilai Islam untuk membasuh noda-noda hitam peradaban Barat yang mereka bangun sendiri. Mereka juga sedang mencari kebahagiaan hakiki yang selama ini terpendam oleh kedengkian dan keserakan duniawi.

Itulah jawabannya kenapa masyarakat Barat berbondong-bondong meninggalkan keyakinan nenek moyangnya dan lebih memilih agama Islam. Karena, mereka sedang berada dalam kegelapan dan membutuhkan cahaya Islam yang akan menuntut kepada kebahagiaan.  

(Majalah Sabili No 10/TH XVIII, Rivai Hutapea)
Sumber: sabili.co.id

Yesus Dan Kontroversi Kelahirannya

The image “http://un2kmu.files.wordpress.com/2010/04/girl.jpg?w=307&h=426” cannot be displayed, because it contains errors.




Kata natal berasal dari bahasa Latin yang berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk memperingati hari kelahiran Isa al Masih—yang mereka sebut sebagai Tuhan Yesus.
Meskipun dalam kenyataannya, perayaan tersebut dirayakan dengan sangat meriah, karena selain didengung-dengungkan oleh pemeluk Kristen sendiri, kalangan eksternal Kristen pun termasuk di antaranya umat   Islam–turut memeriahkannya, namun secara nilai mengundang pertanyaan besar. Sebab penetapan kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember, sama sekali tidak didukung oleh data yang otentik. Injil sendiri sebagai kitab suci pemeluk agama Kristen sama sekali tidak bisa membuktikannya.
Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325—354 oleh Paus Liberius, yang ditetapkan tanggal 25 Desember, yang sekaligus menjadi momentum penyembahan Dewa Matahari.


Kelahiran Yesus Menurut Injil
Menurut Injil Lukas 2: 1-8, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang saat itu sedang melaksanakan sensus penduduk (7M = 579 Romawi). Yusuf tunangan Maria ibu Yesus berasal dari Bethlehem, maka mereka bertiga ke sana, dan lahirlah Yesus Bethlehem, anak sulung Maria. Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan (tempat makanan sapi, domba yang terbuat dari kayu). Peristiwa itu terjadi pada malam hari di mana gembala sedang menjaga kawanan ternak mereka di padang rumput.
   
Adapun menurut Injil Matius 2: 1, 10, 1, Yesus lahir dalam masa pemerintahan Raja Herodus yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM—4 M (749 Romawi), ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur.
   
Cukup jelas pertentangan antara kedua Injil tersebut dalam menjelaskan kelahiran Yesus. Namun begitu, keduanya menolak kelahiran Yesus tanggal 25 Desember.
   
Penggambaran kelahiran yang ditandai dengan bintang-bintang di langit dan gembala yang sedang menjaga kawanan domba yang dilepas bebas di padang rumput beratapkan langit dengan bintang-bintangnya yang gemerlapan, menunjukkan kondisi musim panas sehingga gembala berdiam di padang rumput dengan domba-domba mereka pada malam hari untuk menghindari sengatan matahari. Sangat tidak mungkin ini terjadi pada bulan Desember, sebab jelas 25 Desember adalah musim dingin. Sedangkan suhu udara di kawasan Palestina pada bulan Desember itu sangat rendah sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil.


Kelahiran Nabi Isa Alaihissalam/Yesus Menurut Al Qur'an
Menurut Al Qur'an surah Maryam: 23-25, Nabi Isa dilahirkan pada musim panas, di saat pohon-pohon kurma berbuah dengan lebatnya.
Untuk itu perlu kita cermati pendapat sarjana Kristen DR. Arthus S. Peak, dalam Commentary on the Bible, "Yesus lahir dalam bulan Elul (nama bulan Yahudi), bersamaan dengan bulan Agustus-Sepember."
Sementara itu, Uskup Barns dalam Rise of Christianity berpendapat sebagai berikut, "Kepercayaan bahwa 25 Desember adalah hari lahir Yesus yang pasti, tidak ada buktinya. Kalau kita percaya cerita Lukas tentang hari lahir itu, di mana gembala-gembala waktu malam menjaga di padang dekat Bethlehem, maka hari lahir Yesus tentu tidak di musim dingin di saat suhu di negeri pegunungan Yudea amat rendah sekali, sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil. Setelah terjadi banyak perbantahan, tampaknya hari lahir tersebut diterima penetapannya kira-kira tahun 300 Masehi."


Tahun Berapa Yesus Lahir?
Umat Kristen beranggapan bahwa Yesus dilahirkan pada tahun I M, karena penanggalan Masehi yang dirancang oleh Dionysius justru dibuat dan disesuaikan dengan tahun kelahiran Yesus. Namun Injil Lukas 2: 1 menyatakan bahwa Yesus lahir dalam masa pemerintahan Kaisar Agustus, jadi antara tahun 27 SM—14 M. Sedangkan Matius 2: 1 menyatakan bahwa Yesus lahir dalam masa pemerintahan Raja Herodes Agung, tahun 37 SM—4 M.
   
Ternyata antara pemahaman yang beredar di kalangan umat Kristen tentang kelahiran Yesus dengan berita yang disampaikan oleh Injil Lukas maupun Matius, tidaklah menunjukkan suatu kepastian sehingga ilmuwan-ilmuwan mereka pun berbeda pendapat dalam menetapkan tahun kelahiran Yesus. Antara lain disebutkan oleh Rev. Dr. Charles Franciss Petter, M.A., B.D., S.T.M. yang berjudul The Lost Years of Jesus Revealed, hal. 119, "Pada abad ke-19 setelah terbukti dan akhirnya diakui bahwa Herodes telah mati 4 tahun sebelum Masehi dan setelah ditetapkan, bahwa menurut cerita Matius (2: 16) Raja Herodes memerintahkan pembunuhan anak-anak  umur di bawah 2 tahun untuk membinasakan Yesus yang masih bayi yang katanya bakal jadi raja orang-orang Yahudi, maka jelaslah tanggal lahir Yesus harus digeser ke belakang, paling sedikit 4 tahun sebelum Masehi. Masa kini, para sarjana lebih condong menggeserkan tanggal lahir Yesus 5 sampai 6 tahun ke belakang tahun Masehi. Kesulitan menentukan tanggal kelahiran Yesus, kehidupannya, dan kematiannya, terpaksa dimunculkan kembali karena adanya keterangan-keterangan yang banyak terdapat dalam gulungan-gulungan Essene (yang terdapat di gua Qamran).  Bahkan soal-soal yang berhubungan dengan ketuhanannya juga harus dimunculkan kembali."


Asal-usul Perayaan Natal 25 Desember
Perintah untuk merayakan peringatan Natal tidak ada dalam Injil, dan Yesus tidak pernah memberikan contoh atau pun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya.
   
Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan ini pun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Di mana kita ketahui bahwa abad ke-1 sampai abad ke-4 M, dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme.
   
Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katolik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun = matahari; day = hari), yaitu hari kelahiran Dewa Matahari, tanggal 25 Desember.
   
Maka supaya agama Katolik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi, diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya/penyembahan berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan = Yesus).
   
Maka pada konsili tahun 325, konstanin memutuskan dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Juga diputuskan: Pertama; Hari Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut hitungan jatuh pada hari Sabtu. Kedua; Lambang Dewa Matahari, yaitu sinar yang bersilang, dijadikan lambang Kristen. Ketiga; Membuat patung-patung Yesus untuk menggantikan patung Dewa Matahari.
   
Sesudah Kaisar Konstantin memeluk agama Katolik pada abad ke-4 M, maka rakyat pun beramai-ramai ikut memeluk agama Katolik. Inilah prestasi gemilang hasil proses sinkretisme Kristen oleh Kaisar Konstantin dengan agama paganisme politheisme nenek moyang.
   
Demikian asal-usul Christmas atau Natal yang dilestarikan oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia sampai sekarang.
   
Darimana kepercayaan paganis poplitheisme mendapat ajaran tentang Dewa Matahari yang diperingati tanggal 25 Desember?
   
Mari kita telusuri melalui Injil maupun sejarah kepercayaan paganis yang dianut oleh bangsa Babilonia kuno di dalam kekuasaan Raja Nimrod (Namrud).
   
H.W. Armstrong  dalam bukunya The Plain Truth about Christmas, Worldwide Church of God, California USA, 1994, menjelaskan, “Nimrod cucu Ham, anak Nabi Nuh adalah pendiri sistem kehidupan masyarakat Babilonia kuno. Nama Nimrod dalam bahasa Hebrew (Ibrani) berasal dari kata “marad” yang artinya: “Dia membangkang atau murtad, antara lain disebabkan oleh keberaniannya mengawini ibu kandungnya sendiri bernama “Semiramis”.
   
Namun usia Nimrod tidak sepanjang usia ibu sekaligus istrinya. Maka setelah Nimrod meninggal, Semiramis menyebarkan ajaran, bahwa roh Nimrod tetap hidup selamanya walaupun jasadnya telah mati. Maka dibuatlah olehnya perumpamaan pohon “Evergreen” yang tumbuh dari sebatang kayu mati.
   
Maka untuk memperingati kelahirannya,  dinyatakanlah bahwa Nimrod selalu hadir di Evergreen dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di ranting-ranting pohon itu. Sedangkan kelahiran Nimrod dinyatakan tanggal 25 Desember. Inilah asal-usul pohon Natal.
   
Lebih lanjut, Semiramis dianggap sebagai “Ratu Langit” oleh rakyat Babilonia, kemudian Nimrod dipuja sebagai “Anak Suci dari Surga”.
   
Putaran jaman menyatakan bahwa penyembah berhala versi  Babilonia ini berubah menjadi “Mesia palsu”  berupa dewa “Ba-al” anak Dewa Matahari dengan obyek penyembahan “Ibu dan Anak” (Semiramis dan Nimrod ) yang lahir kembali.
   
Banyak dewa-dewa yang dimitoskan lahir pada tanggal 25 Desember, dilahirkan oleh gadis perawan (tanpa bapak), mengalami kematian (salib), dan dipercaya sebagai Juru Selamat (Penebus Dosa).
Konsep bahwa Tuhan dilahirkan seorang  perawan pada tanggal 25 Desember, disalib/dibunuh kemudian dibangkitkan, sudah ada sejak zaman purba.
   
Konsep/dogma  agama bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan bahwa Tuhan mempunyai tiga pribadi, dengan sangat mudahnya diterima oleh kalangan masyarakat  Romawi, karena mereka telah memiliki konsep itu sebelumnya. Mereka tinggal mengubah nama-nama dewa menjadi Yesus. Maka dengan jujur Paulus mengakui, bahwa dogma-dogma tersebut adalah kebohongan yang sengaja dibuatnya. Kata  paulus kepada jemaat di Roma, “Tetapi jika kebesaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaannya,mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?” (Roma 3:7).


Menata Sikap
Dengan menyadari segala kekeliruan dogma seperti yang telah dipaparkan di atas, maka keyakinan bahwa 25 Desember adalah hari lahir Tuhan Yesus, yang telah terbukti batal, tidak sah dijadikan propaganda toleransi. Artinya, toleransi menjadi salah, jika masuk pada wilayah membenarkan keyakinan agama lain. Maka aplikasi dari sikap ini adalah bahwa umat Islam sama sekali tidak berhak ikut, bahkan menyambut atau berpartisipasi terhadap perayaan Natal yang dibesar-besarkan gaungnya setiap Desember. (Al Fikrah)

Referensi: Perayaan Natal 25 Desember, antara Dogma dan Toleransi, karya Hj. Irene Handono.
Sumber: www.wahdah.or.id