Rabu, 16 Maret 2011

Kemerdekaan Indonesia Masih Menjadi ‘Mutiara’ yang Hilang

1295824288917587706


Melihat rakyat yang tak mampu sekolah, merasakan tidur bersama saudara serakyat di kolong jembatan, mencoba tinggal di beberapa daerah yang mayoritas penduduknya tidak memiliki WC karena ketiadaan dana untuk membuatnya sehingga harus sembarangan untuk BAB (buang air besar), menemani para pengemis di jalanan tatkala matahari berada di meridian langit, dan pelbagai keadaan mengiris hati dari mayoritas masyarakat Indonesia yang sekitar dua bulan ini saya mencoba membaur hidup bersama mereka benar-benar membuat jiwa ini merasa letih untuk melukiskan kondisi mereka melalui tulisan. Mata ini terasa lelah setelah air mata deras terkuras, dan sampai saat ini sesekali masih saja meneteskan merenungkan keadaan mereka yang sangat timpang dengan beberapa kalangan menengah ke atas yang jumlahnya masih cukup minim di negeri yang melimpah dengan kekayaan alam ini.

Pelbagai reaksi atas kenyataan ini dari para ‘pekerja keras’ kalangan menengah ke atas pun beragam. Sebagian dari mereka ada yang mencoba membantu ala kadarnya secara personal, ada hanya bisa mengurut dada sebagai ekspresi rasa haru memandang kenyataan mayoritas saudaranya yang mendiami negara yang subur dengan korupsinya ini, ada pula yang cukup tenang atas keadaan ini dengan mengeluarkan statemen bahwasanya semua ini sudah menjadi hukum alam (takdir) sehingga merasa tiada perlu mengeluarkan energi secara maksimal karena realitasnya toh dimana-mana kemiskinan memang itu ada, sebagian yang lain juga ada yang beranggapan apabila kemiskinan adalah suatu fenomena yang terjadi karena pilihannya seperti malas bekerja, dan pernyataan-pernyataan lainnya yang ditujukan pada penduduk mayoritas yang berada di Indonesia ini.

Mirisnya lagi, kemiskinan yang menjerat mereka sehingga tak mampu mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan dengan baik, banyak kalangan mengeksploitasinya demi keuntungan pribadinya, seperti banyak dari kalangan politisi, media massa, pengusaha, peneliti, agamawan, hingga kalangan yang bernaung di lembaga pendidikan. Kenyataan yang seperti ini pula yang mebuat saya terkadang merasa malas bertemu kalangan politisi yang saya nilai busuk, memandang kalangan agamawan dan guru / dosen yang hanya berkutat pada buku-buku hingga perilakunya terpasung pada dunia teoritis dan terlebih lagi bagi mereka yang terlibat secara langsung dalam mengais keuntungan atas kemiskinan, dan berbagai kalangan lainnya yang busuk-busuk.

Sejenak saya merenungkan akan berapa banyak para politisi yang lahir dari bermacam latar belakang? Berapa banyak lembaga pendidikan di Indonesia baik formal maupun non formal? Berapa banyak setiap tahuannya skripsi, tesis, disertasi yang dihasilkan mahasiswa Indonesia? Berapa banyak alumnus S1, S2, S3? Mengapa dengan adanya kalangan menengah ke atas seperti yang tersebut, tidak mampu memperbaiki Indonesia, yang sering terdengar justru nyanyian kemiskinan saja dengan beragam liriknya. Termasuk fenomena di Kompasiana ini, antara pihak-pihak yang membiarkan kemiskinan serta mendukung pemerintah melalui pelbagai gaya dengan pihak-pihak yang mencoba mengusahakan membantu kalangan tertindas yang mayoritas mendiami negeri yang luasnya dari Sabang sampai Merauke.

Ya Allah, tidak banyak yang kupinta untuk negeri ini; kumohon cepatkanlah kelahiran revolusi damai di negeri ini, cepatkanlah terwujudnya kesejahteraan untuk bangsa ini dalam bingkai ridho-Mu. Kuatkan jiwa, akal-pikiran, dan tenaga ini untuk menggapainya….

Wahyu NH. Aly

Sumber: kompasiana.com
 

Bom Utan Kayu: Kekonyolan ala “The Gods Must Be Crazy”

13002147191353634167

Kasat Dody sedang mencoba menjinakkan bom tanpa perlengakapn pengaman sama sekali (kompas.com)


Tanpa mengurangi rasa simpatik dan empati kepada korban bom di Utan Kayu, terutama kepada Kasat Reskrim Jakarta Timur Komisaris Dody Rachmawan, yang tangan kirinya mengalami luka sangat parah terkena bom ketika hendak mencoba menjinakkan bom itu (diamputasi?), saya melihat beberapa kekonyolan dalam peristiwa ini.

Pertama, diberitakan, bom yang dikamuflasekan dalam bentuk buku yang ditujukan kepada Ulil Abshar-Abdalla, dengan judul Mereka Harus Dibunuh Karena Dosa-Dosa Mereka terhadap Islam dan Kaum Muslim itu diterima oleh Sekretaris Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Ade Juniarti, pada pukul 10.00 WIB.

Ade dan rekan-rekannya di ISAI merasa curiga dengan bentuk buku tersebut karena tidak dapat dibuka, dan terlihat beberapa kabel di dalamnya. Kemudian mereka meletakkan begitu saja buku tersebut di salah satu sudut di ruangan tersebut, dan melupakannya.

Baru pukul 13.30, atau tiga setengah jam kemudian, karena merasa curiga, mereka menghubungi pihak kepolisian.

Konyol. Bagaimana bisa ketika menerima benda berbentuk buku yang sangat patut mencurigakan itu sebagai bom, Ade Juniarti dan kawan-kawannya itu tidak langsung curiga bahwa itu bisajadi sebuah bom; buku bentuknya aneh, tidakbisa dibuka, ada kabel-kabelnya. Judulnya juga menyeramkan begitu. Mereka bahkan sempat membiarkan buku bom tersebut terletak begitu saja di dalam ruangan kerja mereka selama lebih dari tiga jam.

Kedua, pukul 13:45 anggota Polres Utan Kayu yang dilapori, datang memeriksa paket. Baru pukul 14:00 Polres Utan Kayu menghubungi tim Gegana untuk menanganinya. Kenapa ketika mendapat informasi tentang adanya benda yang diduga bom itu, tidak langsung meneruskan ke tim Gegana? 

Sampai dengan pukul 15:30, atau satu setengah jam berlalu, Tim Gegana tidak kunjung tiba di lokasi. Maka tiga orang polisi, di antaranya Kasat Reskrim Jakarta Timur Komisaris Dody Rachmawan berinisiatif melakukan penjinakan bom tersebut.

Kompas.com antara lain menulis, Komisaris Dody Rachmawan mencoba menjinakkan bom itu tanpa dilengkapi perlengkapan yang memadai.

Jelas ini redaksional yang salah. Kita bisa saksikan sendiri di tayangan televisi (detik-detik bom meledak) bahwa Komisaris Dody melakukan itu bukan tanpa perlengkapan yang memadai, tetapi malah tanpa perlengkapan sama sekali. Hanya dengan tangan kosong begitu saja. Seolah-olah yang ditanganinya itu sebuah mainan. Begitu dia dengan tangan kirinya mencoba menarik sebuah benda berbentuk kotak kecil berwarna putih seperti baterei hand phone, seketika itu juga bom meledak. Ini adalah kekonyolan yang ketiga.

Akibatnya tangan kirinya itu hancur. Bayangkan saja bagaimana kalau itu bom dengan daya ledak yang lebih tinggi. Bukan tangannya saja yang hancur, tetapi besar kemungkinan tubuhnya. 

Kita tidak habis pikir kenapa Komisaris Dody ini bisa bertindak begitu ceroboh. Sangat konyol, dan memprihatikan sekali . Kasihan sekali. Rasanya perlu dia diberi penghargaan, seperti kenaikan pangkat.

13002147981624749343


Wartawan dan warga sekitarnya menonton prosespenjinakan bom dari jarak dekat (kompas.com)
Kekonyolan keempat, sebelum tindakan percobaan menjinakkan bom yang konyol itu dilakukan, kita juga melihat bom itu menjadi tontotan beberapa orang, termasuk polisi yang ada di situ. Beberapakali terlihat seorang polisi dengan alat deteksi bomnya mengayun-ayun sekenanya alatnya itu di atas buku bom tersebut. Sementara beberapa orang terlihat menontonnya dari dekat. Seolah-olah mereka sedang melihat sebuah benda aneh yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. dan sama sekali tidak berbahaya.

1300214848595092605
Xi, seorang primitif terheran-heran melihat botol Coca-Cola dalam adegan


Sepertinya mirip adegan dalam film The Gods Must Be Crazy (1981), yang memperlihatkan adegan seorang dari suku primitif bernama Xi, sangat terheran-heran mengamati sebuah botol Coca-Cola yang “jatuh dari langit.” Dia mengira botol yang dianggap benda aneh yang belum pernah dilihatnya itu terjatuh dari tempat para dewa. Maka itu dia bermaksud mengembalikannya.

Ketika proses percobaan penjinakan bom itu pun terlihat wartawan-wartawan dan beberapa orang lainnya menontonnya dari jarak yang dekat (sekitar 1-2 meter). Masih “untung” bom yang kemudian meledak itu adalah bom dengan daya ledak rendah. Bagaimana jika itu bom dengan daya letak tinggi, sudah pasti akan menimbulkan korban jiwa yang cukup banyak dari para wartawan dan beberapa orang yang sedang menonton itu.

Seharusnya, polisi biasa yang tidak mempunyai keahlian itu sama sekali tidak megutak-atik suatu benda yang dicurigai sebagai bom itu. Sebaliknya, harus sedapat mungkin bersama warga sekitarnya menjauhi benda mencurigai itu sejauh mungkin. Melaporkan segera ke tim Gegana.

Keterlambatan kedatangan Tim Gegana ke lokasi dalam peristiwa ini, yakni sampai lebih dari dua jam belum juga tiba, merupakan kekonyolan kelima, sekaligus menunjukkan ketidakprofesionalan tim khusus penjinak bom itu.

Kapoda Metro Jaya menyalahkan kemacetan lalu-lintas yang menyebabkan keterlambatan tersebut. Apakah benar alasan itu? Atau alasan yang dibikin-bikin? Perlu dicek. Kalau sampai ternyata alasan kemacetan ini juga adalah alasan yang dibikin-bikin, berarti menambah kekonyolan dalam peristiwa ini.

Kalau benar kemacetan lalu-lintas sebagai penyebab terlambatnya tim Gegana sampai lebih dari dua jam itu, maka barangkali perlu dipikirkan agar ke depan, tim gegana dilengkapi dengan pesawat helikopter. 

Sebaiknya kita tahu juga, akhirnya tim Gegana itu tiba di lokasi kejadian jam berapa? Sebab dalam pemberitaan tentang bom Utan Kayu ini, tidak ada penjelasan tentang itu. Jam berapa akhirnya tim Gegana itu tiba, atau malah tidak pernah datang? Konyol lagi, kalau begitu.

Catatan tambahan:
Di Mailing List T-Net, yang saya kirimi juga tulisan ini, Sdr. Juswan Setiawan menambah catatan kekonyolan dalam perisriwa ini:
“Saya pikir kekoyolan keenam (mungkin malah pertama) ialah soal logika: Yaitu pengucuran air saat membuka buku yang berisi bom. Apa korelasinya? Antara air dengan bom?
Air memadamkan api SETELAH bom meledak (itupun apinya mungkin tidak di situ menyalanya). Bukan sebelumnya.
Air tidak MEMBATALKAN bom untuk meledak.
Mekanisme pemicu bom diganggu maka bom pasti meledak dan tada urusannya dengan dikucur air, atau tidak.
Malahan zat tertentu kalau dikucurkan air malahan bereaksi, isalnya karbit.”
Karbit memang kalau kena air malah bisa memicu kebakaran

Daniel H.t.

Sumber: kompasiana.com

Boom Meledak ( Melanggengkan Kekuasaan atau Semangat Revolusi)

Kita sering melihat sebuah gerakan revolusi, tentu di situ akan terjadi boom meledak dimana-mana, sehingga terkadang revolusi dibuat kabur atas nama fundamentalis ekstrim dalam pemahaman yang menyudutkan bagi para pengebom, karena itu di perlukan sebuah analisa yang mendalam tidak asal tuduh sana-sini terhadap pengebom maupun yang jadi target pengebom, tetapi melihat dari kaca mata di balik boom yang terus terjadi. Evaluasi diri inilah yang di perlukan dalam menghadapi rentetan boom yang terjadi saat ini, sebab bagaimanapun juga perlu mawas diri tentang gerakan boom bunuh diri yang tanpa tujuan tak jelas, apakah hanya membuat sebuah kekacauan negara atau memang di ciptakan sebuah skenario besar tentang pengeboman yang terjadi belakangan ini dengan tujuan melanggengkan sebuah kekuasaan besar.

Revolusi dan boom merupakan salah satu cara dalam menggapai sebuah tujuan, nah! disinilah yang menjadi sebuah pertanyaan, pengeboman di dasari semangat revolusi atau semangat melanggengkan sebuah kekuasaan? mungkin juga hanya sebatas imbas dari kedua hal tersebut.

Kalau kita menganalisa secara cermat tentang sebuah boom apapun itu bentuknya , sebagian besar merupakan efek dari sebuah gerakan entah itu penggulingan kekuasaan atau menebar kekuasaan baru, bahkan ada boom yang bertujuan mempertahankan status quo.

Dari uraian di atas dapat kita ambil pelajaran tentang boom yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apakah ada indikasi boom untuk melanggengkan kekuasaan sang penguasa atau murni dari sebuah gerakan revolusi? pertanyaan di atas menggugah hati nurani kita untuk terus mengamati perkembangan yang terjadi mengenai boom bunuh diri maupun boom berbentuk lain.

Kejadian boom bunuh diri atau boom yang berbentuk lain, merupakan salah satu langkah dalam menggapai keberhasilan yang terkadang sulit di analisa dengan nalar datar, karena ini banyak propaganda yang susah sekali kalau kita hanya melihat boom meledak dan siapa yang menjadi pelaku maupun korban, tetapi butuh suatu pemahaman yang cerdas, agar dalam mendudukkan permasalahan boom saat ini dapat mencapai gamblang dan tuntas dalam menggapai keberhasilan untuk menuntaskan masalah tersebut.

Ledakan boom merupakan jalan pelanggengan kekuasaan atau memang sebagai bentuk politis belaka, inilah yang terkadang susah membedakan boom yang bersiafat alami dengan boom yang bersifat kepentingan politis.

Kita juga sering mendengar kalau ada masalah boom yang disalahkan cukup para pengebom dan mengetahui siapa yang ada di balik korban boom, padahal ketika ada boom tidak menutup kemungkinan di situ ada jalan pelanggengan kekuasaan dengan cara menunjukkan musuh bersama, sehingga sang penguasa seolah-olah sebagai pahlawan masyarakat.

Jadi kita tidak hanya terjebak siapa yang ngeboom dan siapa dalangnya pengebooman, tetapi kita coba analisa lebih dalam dari itu, apakah boom itu tercipta sebagai pelanggengan dominasi yang ingin kekuasaan secara telak atau itu berangkat murni dari sebuah revolusi? dan juga tidak menutup kemungkinan itu hanya efek dari pelanggengan kekuasaan atau itu sudah masuk keranah efek revolusi.

Melihat di balik pengeboman memanglah tidak gampang, karena di situ kita melihat ada yang dirugikan dan ada yang diuntungkan, Nah! yang menjadi pertanyaan terakhir saat ini , ketika terjadi boom siapa yang sering di untungkan? Lagi-lagi kita melihat apakah kaum revolusioner yang di untungkan atau sang penguasa yang diuntungkan? pertanyaan inilah yang sulit kita cari tentang ledakan boom ketika kita melihat dari sisi dibalik pengebooman yang terjadi saat ini.

Tulisan di atas saebatas masukan sedikit untuk evaluasi tentang di balik ledakan boom yang terus meledak dan tak kunjung selesai dentuman ledakan yang menggemparkan masyarakat.

Bani Kiber
Pengamat Sosial

Sumber: kompasiana

Paket Bom 15 Maret Jadikan Sebagai Early Warning

Lagi-lagi muncul masalah baru di negeri kita; beberapa bom dalam bentuk kiriman paket buku dikirimkan ke beberapa pihak berbeda. Bom-bom yang sempat menimbulkan korban tangan Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur ini jelas telah menimbulkan histeria baru, meskipun pada level dan lingkup yang terbatas. Terlepas dari motifnya yang pengungkapannya akan makan waktu dan melelahkan, tidak ada salahnya jika kita secara bersama-sama berbenah diri di lingkungan masing-masing guna mengurangkan gap ekspektasi yang bisa menjadi motif suatu tindakan anarkis seperti pengiriman bom ini.

Kalau kita lihat secara sederhana, sasaran bom itu adalah orang-orang yang cukup sohor dan berperan saat ini. Namun cukup naïf kalau pengiriman bom itu diharapkan dapat mencederai mereka yang tentu cukup jauh dari aktivitas sekedar membuka paket yang dikirim oleh orang yang tidak jelas. Apalagi yang dikirmkan kepada seorang pejabat polisi di Badan Narkotika Nasional (BNN) yang sudah terkeanl sebagai seorang aparat yang baik dan tangguh.

Akan lebih masuk akal jika kiriman bom kelas low explosive itu lebih sebagai upaya pihak yang belum diketahui itu untuk membangkitkan terror di dalam negeri kita yang akhir-akhir ini sedang agak memanas. Satu paket dikirimkan ke seorang pengurus partai yang sedang getol meributkan koalisi dan reshuffle yang tentunya akan bersinggungan dengan partai lain dan beberapa menteri yang sedang menjabat. Bisa jadi ada pikiran dikaitkan dengan hal tersebut tapi tentu argumentasi itu cukup lemah mengingat partai-partai dan para fungsionaris tingginya di negeri kita belum pernah tercatat menempuh cara-cara demikian. Disebutkan juga bahwa si pengirim bom tidak mengupdate informasi tentang sasarannya. Namun bisa saja kalau itu dikaitkan dengan kirpah sang tujuan dalam hal lain.

Tujuan kiriman bom lain adalah ke petinggi BNN dan tokoh pemuda yang sangat berpengaruh. Tidak seperti para sindikat narkotika di negara-negara Amerika Latin atau Eropa, di negeri kita sejauh ini belum sampai pada tingkat anarkis bersenjata demikian. Tokoh pemuda yang dituju tersebut saat ini pula bukan sebagai pihak yang punya musuh kolektif sehingga menimbulkan motif untuk jadi sasaran. Juga, cukup ganjil kalau sasaran kelompok pengirim bom itu adalah beberapa orang dengan domain aktivitas yang berbeda, kecuali mereka adalah musuh sosial masyarakat kita.

Oleh sebab itu, sebagai sekedar masukan yang mungkin second opinion, bisa jadi sekarang ini ada pihak-pihak yang ingin mengacaukan negara kita. Dikaitkan pula dengan kasus Wikileaks yang mungkin sedikit memanaskan suasana, pihak yang tidak bertanggungjawab pengirim bom ini bisa jadi hanya melakukan coba-coba atau menangguk di air keruh terhadap situasi dalam negeri, mana tahu ada yang terpancing dengan berbagai situasi global yang ada. Dampak minimal adalah timbulnya citra buruk pada kelompok penganut agama Islam yang sebenarnya sangat cinta kedamaian.

Kita yang masih sangat mencintai NKRI tentu harus senantiasa waspada terhadap upaya-upaya ini, sambil mendukung yang berwenang untuk menyingkap dan menyelesaikan kasus bom ini dengan sebaik-baiknya. Kejadian ini sebaliknya kita jadikan sebagai early warning terhadap kinerja bangsa secara keseluruhan. Sementara itu kita harap agar momentum ini dapat dipakai untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada secara mendasar dan komprehensif demi kemaslahatan segenap komponen masyarakat bangsa. Dengan demikian berbagai motivasi anarki politik dan fisik akan hilang dengan sendirinya.

Feizal

Sumber: kompasiana.com

Partai Demokrat di belakang Bom Ulil Absor Abdala?

13002383591225180654


Seraya tersenyum saya mendengarkan pernyataan Ulil Absor Abdala sebagai sosok yang lahir dari rahim Jaringan Islam Liberal (JIL), mengenai kasus bom kemarin, sedikit banyak tentunya telah mengejutkan banyak pihak, penuh dengan interpretasi. Logika yang dibangun oleh Ulil akan kemungkinan unsur politis pada bingkisan buku yang di dalamnya terangkai sebuah bom, jika ditinjau dari dua kemungkinan antara politis dengan latar belakangnya, sangatlah terkesan dipaksakan kalau tidak dibilang penuh prasangka yang bisa saja sejatinya dirinya telah mengetahui. Hal ini mengingat sepak terjang Ulil di partai Demokrat belum begitu nampak, sedangkan Ulil memiliki ‘catatan masa lalu’ akan usaha dirinya yang akan dihilangkan nyawanya oleh beberapa kalangan yang tidak sepakat dengan pemikiran ‘liberal sederhana’nya yang disampaikan dengan ekspresi fundamentalismenya hingga ia mencari perlindungan melalui NU.

Oleh karena itu, pernyataan Ulil perihal bom yang ditujukan terhadap dirinya cenderung lebih ke arah politis, bukan faktor dari latar belakangnya yang sangat fundamentalis dalam mengusung liberalisme di Indonesia, itu bisa saja benar namun juga bisa saja salah. Karena, cukup banyak spekulasi beserta alasan-alasan salah satu ataupun keduanya sekaligus, dari dua kemungkinan yang sedang hangat di media massa itu. Akan tetapi, juga sangatlah terbuka adanya alasan lain yang melatarbelakangi bom itu. Namun demikian, tulisan singkat ini mencoba memaparkan sesuai dengan apa yang “diinginkan” oleh Ulil, bahwasanya bom yang ditujukan terhadap dirinya lebih ke arah unsur politis.

Menyoroti paket bom yang ditujukan pada Ulil yang menarik di antaranya adalah kelambatan peran Gegana dalam menyikapinya, melihat saat ini pemerintah terkesan berlebihan terhadap hal-hal yang berbau terorisme. Kemudian, setelah diketahui ternyata bom itu hanya memiliki daya ledak kecil dengan tidak bersifat spontanitas saat dibuka karena ada step-step yang “kurang rasional” sebagai upaya pengeboman, dan Ulil yang menjadi target selamat dan bisa memberikan keterangan kepada pers.

Mengambil pernyataan Ulil, akan kemungkinan unsure politis dalam peristiwa bom ini, dengan ditinjau dari serangkaian peristiwa politik di Indonesia yang banyak ditemui adanya upaya pelbagai cara demi pencitraan —semisal kasus munir, kasus Antasari yang pernah “memenjarakan” besan SBY yang kemudian diberi remisi oleh pemerintah, kasus yang masih hangat akan kematian buram beberapa saksi Susno, dan lainnya— sehingga sangatlah memungkinkan adanya para konspirator belakang layar yang berusaha memanipulasi kejadian bom Ulil. Lazimnya, sebuah konspirasi atas peristiwa politik dilakukan oleh kalangan yang sedang memiliiki power atau suatu kekuasaan. Demi citra, terkadang memang bisa menggelapkan mata seseorang, hingga mengorbankan apapun demi menjaganya atau menutupinya, termasuk walau harus mengorbankan anak buahnya apalagi hanya pendukungnya. Saya pun teringat saat tongkrong-tongkrong bersama beberapa orang kemarin sore, yang di antara mereka ada yang mengajukan pertanyaan, “Apakah tidak mungkin, jika partai Demokrat ada di belakang bom Ulil Absor Abdala ini?

Dengan demikian memang menjadi menarik bom Ulil dilirik melalui teori konspirasi (conspiracy theory), dan tentunya menjadi pertaruhan bagi pihak kepolisian. Heemmm, siapa ya, kira-kira yang paling diuntungkan dengan kasus bom ini dengan pernyataan Ulil sebagai anggota partai Demokrat?

Sebagai rasa haru sekaligus wujud belasungkawa kita bersama dari kasus bom buku ini, baik dari latar belakang ataupun sekaligus akibatnya, marilah kita bersama-sama berdoa untuk Kompol Dodi yang tangannya terluka saat menunaikan tugasnya semoga diberi kesembuhan.

Tatkala suatu wilayah terdapat kalangan yang sangat miskin, namun di dalamnya juga ada sebagian kalangan yang sangat kaya, pastilah di wilayah tersebut —baik itu tingkat RT, RW, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, atau Negara— ada KETIDAK BERESAN!

Wahyu NH. Aly
Sumber: kompasiana.com

Sehari Tiga Bom di Jakarta

Sehari Tiga Bom di Jakarta, Kapolda Minta Warga Ekstra Waspada

Sehari Tiga Bom di Jakarta, Kapolda Minta Warga Ekstra Waspada
Buku yang ada di dalam paket bom untuk Ulil Abshar


Paket bom menggemparkan Jakarta di tiga lokasi berbeda kemarin. Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Sutarman, meminta masyarakat lebih waspada. Kiriman paket mencurigakan jangan sampai ditangani dengan gegabah. "Tolong dipinggirkan, kemudian dilaporkan kepada kita," kata Sutarman di sela peresmian Balai Wartawan Polda Metro Jaya, Rabu (16/3).

Ia menegaskan penanganan bahan peledak hanya bisa dilakukan oleh tim gegana. Masyarakat bisa melakukan deteksi dini terhadap paket mencurigakan. Menurut Sutarman kriteria paket tersebut adalah dikirim oleh orang yang tidak dikenal dan alamatnya yang asing.

Hal itu berkaca dari kejadian sebelumnya. Sutarman menilai paket bom dikirim menggunakan nama dan alamat pengirim yang fiktif. Pelaku bertujuan menyesatkan proses penelusuran jejak. "Kalau dicantumkan jelas mudah tertangkap," tambahnya.

Tiga ancaman bom dalam paket dikirim di beberapa lokasi, Selasa (15/3). Target penyerang kali ini adalah individu tertentu, dua di Jakarta Timur dan satu di Jakarta Selatan. Satu paket di Utan Kayu, Jakarta Timur, meledak dan mengakibatkan korban luka.

Polisi meningkatkan kewaspadaan menyusul teror paket bom yang terjadi. Sutarman mengatakan aksi teror tidak akan berhenti. Ia bertekad memerangi para pelaku teror.

Sumber: www.republika.co.id


Pengamat: Bom Buku Diduga Kerjaan Intelijen


Pengamat intelijen Soeripto menduga bom buku yang ditujukan kepada mantan Koordinarot Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla yang berkantor di Utan Kayu, Jakarta Timur, merupakan pekerjaan intelijen. Untuk situasi Indonesia saat ini, yang paling mungkin melakukan kekerasan dengan menggunakan bom adalah intelijen profesional.

"Yang bisa melakukan itu adalah orang yang profesinya sebagai intelijen. Bisa saja agen intel yang melakukan pekerjaan itu. Orang biasa sulit," ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (15/3).

Soeripto tidak yakin bom tersebut diprakarsai oleh teroris. Karena teroris di Indonesia hampir tidak lagi berjalan pasca-Abubakar Ba'asyir ditangkap.

Namun, yang perlu diperhatikan, kata Soeripto, intelijen tersebut bekerja untuk siapa atau siapa yang mengkoordinasi kegiatan mereka. Ia belum bisa menyebutkan siapa di balik pengeboman tersebut namun dia menilai tindakan tersebut merupakan perbuatan liar yang sulit terkontrol. "Intel kita saat ini sangat liar. Mereka tidak terkontrol, bekerja sesukanya,"ujarnya.

Soeripto menambahkan, hingga sekarang paradigma kerja intelijen Indonesia masih paradigma Orde Baru (Orba). Kekerasan selalu menjadi acuan untuk meredam kebebasan pihak lain atau ingin mengontrol pihak tertentu.

"Intelijen kita masih gunakan paradigma Orba. Intel masih bekerja represif. Padahal, intelijen kerjanya mengumpulkan data demi kepentingan negara," ujarnya.

Sementara itu, pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menjelaskan, di negara seperti Asia Selatan dan Asia Tenggara, bom sering dipergunakan sebagai alat represif. Hal tersebut merupakan bagian dari upaya menyampaikan kehendak atau aspirasi dengan cara yang biadab.

Di Indonesia, hal tersebut terjadi, kata Indria, karena hukum tidak lagi menjadi panglima. Hukum sering dibeli oleh kekuatan uang. "Banyak orang yang mengambil jalan pintas. Lebih baik bom daripada pakai langkah hukum,"terangnya.

Sumber: metronews.com

Radiasi Ledakan PLTN Jepang Tak Sampai ke Indonesia

Radiasi tak Sampai ke Indonesia
Seorang bocah yang tinggal tak jauh dari reaktor nuklir tengah diperiksa 
dari kemungkinan paparan radiasi, menyusul meledaknya sebuah 
bangunan di reaktor nuklir di Sendai. 
 

Satu per satu, reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima (Daiichi) Jepang, meledak. Tepatnya, tiga reaktor meledak dan satu terbakar, pasca diguncang gempa bumi 9,0 pada skala Richter (SR) dan terjangan gelombang tsunami setinggi 10 meter yang melanda kawasan pesisir timur laut Jepang, Jumat (11/3).

Ancaman radiasi menghantui kawasan sekitar reaktor. Jika sebelumnya zona radiasi sejauh 20 kilometer, kemarin ditingkatkan menjadi 30 kilometer. Bahkan, hembusan angin diperkirakan akan membawa radiasi itu sejauh 240 kilometer menuju ibu kota Jepang, Tokyo.

Bagaimana dengan kabar bahwa radiasi itu bisa mencapai kawasan Indonesia? Pakar nuklir Insitut Teknologi Bandung (ITB), Prof Zaki Su’ud, membantahnya. Bahkan, Kepala Biro Kehumasan dan Hukum Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Ferhat Azis, menganggap pesan singkat (SMS) tentang ancaman radiasi ke wilayah Indonesia itu hanya kabar burung alias hoax.

Prof Zaki Suud, Pakar Nuklir ITB


Zona radiasi ledakan PLTN Fukushima dari 20 menjadi 30 kilometer. Apakah pertanda radiasi telah menyebar?Yang jelas telah terjadi radiasi. Radiasi itu disengajakan untuk mencegah tekanan di bejana. Dan, kini ada cadangan radiasi yang masih terkungkung. Inilah mengapa zona diperluas untuk mencegah dampak dari dikeluarkannya sisa radiasi. Tetapi secara kuantitas tidak akan sampai ke Indonesia.

Apa sebenarnya yang menyebabkan ledakan di reaktor nuklir di Fukushima, Jepang?Dari keterangan dan peberitaan resmi Jepang, diketahui jika penyebab ledakan karena pelepasan gas hidrogen yang bercampur dengan udara dan menimbulkan ledakan. Pelepasan hidrogen sengaja dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam bejana reaktor. Dalam ledakan ini memang menimbulkan radiasi, tapi tidak sebesar tragedi nuklir di Chernobyl (1986).

Gempa Jepang berkekuatan 9,0 SR. PLTN-nya sendiri tahan pada berapa SR?Bisa untuk 8,5 SR. Itu karena gempa yang tercatat di sana itu sekitar 8,3 SR. Dan, daerah itu sebenarnya bukan yang paling utama rawan gempa. Jadi, memang ini benar-benar di luar dugaan.

Tapi kalau skenarionya sesuai, seperti yang di Kobe (Jepang), itu gempanya 7,5 SR dan tidak ada kerusakan apa-apa. Namun, kejadian Fukushima ini memang luar biasa.

Bagaimana mendeteksi potensi radiasi?Radiasi tidak bisa dideteksi dengan kasat mata. Perlu detektor nuklir untuk mengetahuinya. Pemerintah Jepang pastinya telah mengukur dampak dari kejadian di Fukushima dengan menetapkan zona bahaya 30 kilometer.

Dampak bagi orang yang terkena radiasi?Dampaknya sangat terasa bila terkena. Umumnya dampak itu bisa langsung dirasakan secara fisik. Bagi yang akut bisa menimbulkan dampak diare, mual hingga kanker.

Pemerintah Jepang memperpanjang zona radiasi dari 20 menjadi 30 kilometer, apakah ini tanda radiasi telah menyebar?
Yang jelas telah terjadi radiasi. Radiasi itu disengajakan untuk mencegah tekanan di bejana. Dan, kini ada cadangan radiasi yang masih terkungkung. Inilah mengapa zona diperluas untuk mencegah dampak dari dikeluarkannya sisa radiasi.

Bagaimana langkah mengatasi radiasi nuklir?Radiasi yang keluar saat ini belum terlalu besar, tapi daerah di sekitarnya tetap harus diperiksa. Dalam radius 20 kilometer harus dikosongkan. Kalau ternyata ada penyebaran (radiasi), pemerintah Jepang harus langsung bergerak sebagai langkah antisipasi.

Akan ada pengaruhnya bagi kawasan Indonesia?Dari sisi kuantitas, sejauh  ini tidak ada pengaruh yang bisa sampai sini (Indonesia).

Kapan radiasi hilang? Butuh berapa lama?Radiasi itu, semakin lama menyebar, semakin mengecil. Mekanisme dia hilang paling cepat kalau ada hujan sehingga terbawa ke tanah. Namun, kalau radiasinya cukup tinggi, dia harus di dekontaminasi.

Bagaimana dengan informasi mengenai hujan asam di Jepang?Kemungkinan besar tidak ada hujan asam, karena rasanya kurang relevan. Hujan asam itu (terjadi) di dekat pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kalau di PLTN kemungkinannya agak kecil. Pada nuklir, yang harus diwaspadai itu radiasinya.

Apa hikmah di balik peristiwa ledakan PLTN itu bagi masa depan penggunaan teknologi nuklir?Menjadi suatu tantangan. Ini accident luar biasa. Terjadi gempa besar, tsunami, lalu banyak kecelakaan. Sebetulnya sistem sudah berjalan, reaktor dimatikan, tinggal sisa panas yang hanya 1-2 persen.

Tapi, ternyata pengangkut panas yang kecil itu failed (gagal). Inilah pemicu utamanya. Karena itu, ke depan, sistem passive decay removal (pembuangan panas) menjadi krusial untuk diterapkan, termasuk pada rencana proyek reaktor nuklir di Indonesia, agar jangan mengulangi kesalahan dan menjadi lebih aman.

Kalau reaktor nuklir itu mengadopsi sistem passive decay removal, accident ini tidak perlu muncul. Begitu dia shut down, sistem yang lain mati, secara alamiah akan dibuang panasnya. Itu yang kebetulan tidak ada. Jadi, dugaan saya, sistem ini akan menjadi standar baru.

Sumber: www.republika.co.id

Politisasi Agama

ADA sebuah pembelajaran berharga dari beberapa kisah tentang perjalanan da’wah dan ajakan yang telah ditempuh oleh para Nabi, Rasul, Filsuf, dan orang-orang lurus tentang tidak selalu politik dan agama merupakan sesuatu yang harus dijalankan secara bersamaan. Dikisahkan “ Suatu hari para sahabat Rasulullah mengajukan satu pengharapan, para sahabat hendak membuat singgasana untuk Rasulullah laiknya raja-raja Persia dan Romawi duduk di kursi gading gilang kencana di waktu itu. Namun dengan rendah hati, Rasulullah menolak pengharapan dari para sahabat tersebut.”

Ada beberapa pesan penting dalam kisah perjalanan Rasulullah di atas. Pertama, Rasul hendak mengajak kepada sahabat- dan tentu saja kepada semua manusia sampai zaman sekarang- bahwa manusia , dimana, kapan, dan berperan sebagai apa pun memiliki kedudukan sama. Penempatan seseorang di sebuah singgasana akan membuka peluang besar terhadap munculnya sikap feodal dan priomordial. Ini kemungkinan besar terjadi, walaupun si penerima singgasana tidak memiliki keyakinan bahwa dirinya lebih mulia dari orang lain, namun keran penutup terhadap munculnya pengkelasan akan dibuka secara perlahan oleh para pengikutnya.

Sebagai manusia pilihan, Rasulullah mengerti benar tentang psikologi manusia di setiap mileu dan zaman. Membuka celah sekecil apa pun agar sikap feudal dan primordial menyusup ke dalam kehidupan manusia harus dicegah. Sebab singgasana, merupakan sekat pemisah antara penguasa dan mereka yang dikuasai.
Kedua, Rasulullah hendak memberi pengajaran kepada kita, agama dan politik benar-benar harus dipisahkan secara bijak. Singgasana identik dengan kekuasaan dan politik. Pencampur adukkan agama dan politik di dalam kehidupan akan membuka celah perpecahan di dalam tubuh masyarakat itu sendiri. Ini bukan berarti sekulerisme yang menyebutkan harus adanya pemisahan antara Agama dengan Kehidupan, tidak serta merta kita langsung mengecap bahwa pemisahan agama dengan politik adalah sebuah sikap sekuler meskipun politik merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri.

Setelah Rasulullah meninggal dunia, barulah semangat politis yang memang sejak zaman Jahiliyyah menjadi landasan berpijak para pemegang kekuasaan suku-suku di tanah Arab ini muncul kembali ke permukaan. Sebuah kondisi yang memang tidak pernah dianjurkan oleh Rasulullah dan para pendahulu mereka, terjadinya perpecahan, hingga sampai kepada tahap yang sama sekali tidak diperkenankan oleh keyakinan mana pun: perebutan kekuasaan.

Penulis memiliki satu pandangan, kenyataan bahwa agama dan politik harus terpisah telah dicontohkan oleh semua pengajak Kebenaran. Para Nabi dan Rasul di dalam ajakannya tidak pernah menyebutkan jika mereka membawa bendera politik dan menempuh jalur politik untuk melawan kekuasaan para penguasa dzalim di zamannya. Mereka konsisten, bahwa bendera yang mereka bawa adalah kebaikan, ajaran yang berisi jika manusia mengambilnya maka kehidupan mereka akan dipenuhi oleh segala potensi kebaikan.

Dan mereka, Para Nabi dan Rasul dalam menda’wahkan ajaran Tuhan, tidak pernah menyerah apalagi bertekuk lutut pada tatanan yang telah rusak. Ketika mereka tidak mendapatkan pengikut pun, mereka akan tetap mengajak manusia untuk melawan para tiran dzalim. Ibrahim tidak menggunakan wadah politik ketika mengajak Raja Nimrod/ Namrud agar berada di jalur yang benar, tidak gila hormat, mengesampingkan kepentingan para elit. Musa dan Harun pun demikian, mereka lebih baik berjalan berdua untuk melawan kesewenang-wenangan Fir’aun dengan tanpa memakai atribut politik apa pun.

Para Nabi dan Rasul tidak mengajarkan kepada manusia agar menempatkan diri mereka pada satu kekuasaan. Mereka tidak pernah menyebut diri mereka sebagai pemimpin dan penguasa. Mereka lebih memilih untuk meluruskan jalan manusia, meluruskan pikiran manusia, dan meluruskan keyakinan mereka tentang kebaikan hakiki, sebab tanpa kekuasaan pun, ketika manusia telah berhasil menjadi baik kehidupan akan berjalan dengan baik pula. Munculnya masalah dalam kehidupan, disebabkan bukan karena kosongnya kekuasaan dari orang-orang baik, ini terjadi karena memang jalan kehidupan manusia yang belum lurus.

Pernyataan Nurcholis Madjid (alm) : “AGAMA YESS, POLITIK NO!”, merupakan hal penting dan jujur jika agama sama sekali harus dijauhkan dari politik. Sementara, banyak kalangan yang dengan serta merta mengecap dan mengecam jika Nurcholis (alm) hendak membumikan sekulerisme di Indonesia tanpa menilai dengan jernih substansi dan imbas kebaikan ke depan dari pernyataan tersebut. Kita sampai saat sekarang memang cenderung sering bermain di permukaan saja.

Tidak sedikit orang yang merasa khawatir jika politik tanpa disertai oleh agama akan menghasilkan formula politik kotor, jahat, curang, dan dipenuhi oleh segala potensi kejahatan. Ini memang benar, namun bukan berarti disebabkan oleh terpisahnya politik dan agama, ini lebih disebabkan oleh para subjek politiknya saja yang memang belum memiliki niat baik. Politik hanya dijadikan kendaraan untuk meraih dan memuluskan kepentingan golongan, kelompok, dan atau partainya saja.

Di setiap zaman, ketika para pemuka agama memasuki kancah politik sama sekali tidak membawa perbaikan terhadap kehidupan. Agama hanya akan dijadikan kedok untuk meraih simpatisan. Juga sebaliknya, agama sama sekali tidak akan lurus dipahami oleh manusia ketika disebarkan melalui jalur politik. Mengajak dan mengajarkan kebaikan manusia melalui jalur politik, menggunakan sebuah kendaraan partai politik adalah bentuk dari ketidak wajaran penyebaran kebaikan. Ini memiliki tendensi lain selain untuk menyebarkan agama juga adanya keinginan untuk meraih sebuah pengakuan dan kekuasaan dari pihak lain. Dan ini akan menyebabkan penerjemahan beragam dari kelompok-kelompok lain. Sebuah jalan yang sama sekali tidak pernah ditempuh oleh para Nabi dan Rasul.

Tidak segan dan tanpa merasa malu terhadap ajaran para Nabi dan Rasul, manusia di zaman sekarang menempatkan symbol-simbol keagamaan sebagai ikon politik. Ini merupakan cara kasar, dimana secara tidak langsung mereka telah mencoba untuk membanding-bandingkan symbol-simbol kegamaan dengan hal lain yang memang tidak sebanding dengan symbol kegamaan. Sangat tidak pantas jika ada manusia membandingkan Tuhan dengan Mahluknya, karena kita telah yakin, Tuhan tidak ada bandingannya. Symbol-simbol keagamaan, ayat-ayat Tuhan dijadikan dalil untuk meraih simpati massa adalah sebuah penodaan terhadap agama, terlebih jika penggunaan ayat-ayat Tuhan itu hanya untuk mendapatkan kekuatan dari kelompok akar rumput.

Mereka, orang-orang lurus tidak akan pernah mau membaurkan antara da’wah dengan partai politik, antara agama dengan politik. Sebab pada akhirnya bukan agamalah yang mendominasi di dalamnya kecuali sebuah nama besar partai politik tersebut yang bersembunyi di balik agama. Pada akhirnya, tidak segan, Agama dijual kepada masyarakat, tentu saja kepada massa pemilih di setiap Pemilu demi mendapatkan sebuah Singgasana yang sama sekali ditolak oleh Rasulullah untuk diduduki. Dan Hanya Dialah Yang Maha Tahu.

Kang Warsa
Manusia Biasa, Orang Sukabumi, Sering Menuliskan kehidupan orang-orang Kampung di internet, aktif juga di kegiatan Kemasyarakatan, Penyiar Radio Komunitas SPM FM, Ingin menghasilkan 2.500 Cerpen sebelum meninggal dan terpublikasikan dan dibaca oleh orang-orang dan menjadi warisan untuk anak cucu kelak... Heuheu. Jika Berkenan, kunjungi blog saya.... http://daeva-amesha.blogspot.com , http://warsa.wordpress.com

Sumber: kompasiana.com