Rabu, 20 April 2011

Studi Banding dan Hama Demokrasi

Rakyat kembali terusik menyaksikan 'wakil-wakilnya' pelesiran ke luar negeri dengan term demokratis yang legal, studi banding. DPR pun harus siap menerima protes terhadap political behaviour (perilaku politik) yang dipandang tidak perlu dan tidak rasional tersebut, menggerogoti demokrasi.

Diberitakan bahwa sejumlah anggota DPR memanfaatkan masa reses hingga 3 bulan kedepan untuk studi banding ke sejumlah negara. Diantaranya, Komisi VIII DPR yang rombongannya dipimpin Gondo Radityo Gambiro bertolak ke Australia dan Cina. Berbekal draf RUU Fakir Miskin yang masih setengah jadi, rombongan tersebut melakukan studi banding terhitung sejak Ahad (17/4) hingga Ahad (24/4) mendatang.

Sementara itu, Komisi I yang membidangi Polhukam, diketahui akan study banding ke AS pada 1-7 Mei 2011 dan menganggarkan biaya sebesar Rp 1.4 miliar. Tak ketinggalan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR pun ikut melawat ke Inggris dan AS.

Tentu tak ada yang salah jika study banding tersebut berimplikasi positif dan signifikan bagi rakyat. Akan tetapi, berdasar keterangan Djoko Susilo Dubes RI di Swiss yang juga mantan anggota DPR, ternyata 90 persen studi banding tersebut tidak bermanfaat bagi rakyat. Lebih banyak mengandung unsur jalan-jalan.

Maka tak heran negara yang jadi tujuan study banding, pun yang memiliki sejumlah objek wisata dan belanja kelas dunia . Djoko Susilo mencontohkan, ada sejumlah anggota DPRD dari Sumatera yang study banding ke Swiss, dari 5 hari study banding, hanya 5 jam acara inti yang subtantif bagi rakyat (www.detiknews.com). Hingga kini, rakyat pun belum merasakan dari hasil plesiran yang lalu-lalu.

Relevan kiranya realitas politik Indonesia dengan apa yang dikatakan oleh komedian tersohor dari AS, Will Rogers (1879-1935). Rogers mempersepsi politik dengan satu statemen yang menohok. Tingkah polah para politikus selalu jauh lebih lucu ketimbang lelucon yang ia buat secara sengaja untuk menjadi lucu, demikian kata Rogers. Dalam konteks dinamika politik Indonesia yang tak pernah lepas dari ikonisasi, rasanya relevan dengan pandangan sumir koboy, pelawak, juga komentator sosial yang telah menulis lebih dari 4.000 kolom di berbagai media massa di AS tersebut.


Hama Demokrasi

Istilah lama kembali populer akhir-akhir ini yang juga menjadi sorotan perilaku politikus, ialah politikus kutu loncat, atau politisi yang loncat dari satu partai politik ke partai politik lainnya. Memasuki tahun 2011, tiga politisi yang juga pejabat pemerintahan dari tiga partai berbeda, meloncat ke satu partai yang sama. Yaitu, Ilham Arif Sirajudin mantan Ketua DPD Golkar Sulsel yang menjabat Walikota Makassar, pindah ke Demokrat setelah kandas menjadi ketua Golkar untuk periode selanjutnya. Jejak Ilham meloncat ke Demokrat juga diikuti oleh Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat yang juga kader Partai Bulan Bintang.

Termasuk juga Yusuf Macan Effendi atau lebih dikenal dengan nama Dede Yusuf, juga mengambil keputusan mengejutkan. Setelah secara tersirat menyampaikan keputusannya untuk pindah dari PAN ke Partai Demokrat pada (12/4), Wakil Gubernur Jawa Barat tersebut secara resmi melayangkan surat pengunduran dirinya pada Senin (19/4) kemarin.

Trend politisi kutu loncat ini terjadi sejak reformasi, walaupun di masa orde baru telah ada, namun tidak se- semarak saat ini. Ekspresi politik yang dijamin demokrasi, dijadikan legitimasi terhadap political behaviour yang minor ini. Bahwa setiap orang berhak memilih kendaraan dan bergabung dengan partai politik.

Demokrasi liberal.

Selain tiga pejabat pemerintahan yang disebutkan sebelumnya, masih ada sederet politikus yang juga meloncat dari parpol lama ke parpol baru. Diantaranya, Gubernur Sulawesi Utara Sinyong Sarundajang berpindah dari PDIP ke Demokrat. Gamawan Fauzi yang sebelumnya menjadi Gubernur Sumatera Barat dengan dukungan dari PDIP, kemudian menerima pinangan SBY yang Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat untuk dijadikan Menteri Dalam Negeri. Pun dengan Ruhut 'Poltak' Sitompul (dari Golkar ke Demokrat), Ali Mochtar Ngabalin (dari PBB ke Golkar), Permadi (dari PDIP ke Gerindra).


Oligarki

Fenomena politikus kutu loncat yang menjadi –meminjam istilah Jaya Suprana- 'kelirumologi' politik, yang jika dibiarkan, akan mematikan ideologi partai politik. Bahwa loncat partai seenaknya menandakan tidak adanya fatsun yang berlandaskan ideologi politik. Proses kaderisasi akan kacau dan bahkan stagnan. Karena panjangnya track yang harus dilalui ternyata bisa menempuh tol yang bernama 'popularitas yang di-back up oleh power (kekuasaan)'.

Sementara di tengah 'naik daun'-nya istilah politikus kutu loncat, muncul term baru yang juga bersamaan dengan fenomena ulat bulu yang patologis terhadap keseimbangan alam, khususnya bagi tumbuh-tumbuhan. Term atau ikonisasi baru tersebut yaitu politikus ulat bulu.

Seperti diberitakan, sejak 28 Maret yang lalu populasi ulat bulu muncul di Probolinggo Jawa Timur. Dalam waktu yang relatif singkat, ulat bulu merebak ke berbagai daerah, di antaranya Semarang - Jawa Tengah, Banjarmasin – Kalimantan Selatan, Buleleng – Bali, Garut, Sumedang, Bekasi dan beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat. Terakhir, ulat bulu bahkan muncul di Jakarta.

Munculnya ulat bulu ini persis bersamaan dengan sikap keras DPR yang ingin melanjutkan proses pambangunan gedung baru yang menelan biaya fantastis, yaitu Rp 1,138 triliun khusus bangunan fisik saja, atau hingga Rp 1,164 triliun sepaket dengan biaya konsultan.

Kengototan DPR diperlihatkan oleh statemen beberapa pimpinan DPR. Di antaranya Ketua DPR yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat, Marzuki Alie "Rakyat biasa jangan diajak membahas pembangunan gedung baru. Hanya orang-orang elite, orang-orang pintar yang bisa diajak membicarakan masalah itu. Rakyat biasa dari hari ke hari yang penting perutnya terisi, kerja, ada rumah, ada pendidikan, selesai. Jangan diajak urus yang begini, ajak orang-orang pintar bicara, ajak kampus bicara".

Juga komentar sinis Nudirman Munir, wakil ketua 'Badan Kehormatan DPR' yang juga politisi Golkar, "Kita jangan aneh-aneh membandingkan dengan rakyat yang susah. Itu jelas berbeda. Apa kita harus tinggal di gubuk reot juga, becek-becekan, kita harus realistis."

Sontak, komentar-komentar wakil rakyat tersebut semakin membuat rakyat naik pitam. Amarah rakyat tak terbendung yang diekspresikan dengan demonstrasi dan diskusi di berbagai daerah. Akhirnya muncul istilah politikus ulat bulu. Sikap ngotot DPR tersebut diasosiasikan dengan ulat bulu yang sifatnya menggerogoti tumbuhan.

Seperti anggota DPR yang mengindahkan badai protes rakyat, pada akhirnya melahirkan antipati terhadap politik dan demokrasi yang baru mulai bersemi diumurnya ke 13 ini –setelah lepas dari diktatorisme rezim orde baru-. Sifat ulat bulu ini seolah disempurnakan oleh studi banding yang diuraikan pada awal tulisan.

Bahwa perilaku perilaku apolitik yang tidak mecerminkan moral politik sehingga menimbulkan sinisme rakyat pada demokrasi, telah dilegitimasi dengan apologi tugas negara. Sehingga kerja se'sama' anggota DPR ini, semakin menguatkan tesis yang disampaikan oleh guru besar Ekonomi dan Politik North Western University yang juga Indonesianis (pengamat tentang Indonesia) Prof Jeffery A. Winters, sebagai rulling oligarki. Yaitu kekuasaan yang dilokalisir oleh sekelompok elite yang berkompetisi secara sehat menurut term demokrasi.

Dalam artian bahwa, politikus kutu loncat dan politikus ulat bulu, adalah hama-hama yang mengancam demokrasi karena mengkristal dalam bentuk oligarki. Sayang sekali banyak parpol yang memelihara hama-hama demokrasi tersebut!

Jusman Dalle 
Analis politik Society Research And Humanity Development (SERUM) Institute dan pengamat ekonomi politik, sedang menyusun buku 'Holistikasi Marketing Politik'.

Sumber: www.detiknews.com
 

“Kerusakan Total” Anggota DPR

“Kebangkrutan Moral Anggota Dewan” adalah judul Editorial Media Indonesia (MI), Senin (11/01/2011). MI menurunkan editorial ini sebagai respon terhadap kasus pornografi politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Arifinto, yang kedapatan membuka folder (tempat menyimpan data) serta menikmati filem porno di saat Sidang Paripurna DPR, Jumat (08/04/2011).
Andai kita mencermati, maka kesalahan Arifinto yang tepat dikritisi publik ada dua, yakni mengerjakan hal lain di saat sidang dan menikmati sesuatu yang berbau pribadi di ruang publik. Kita tidak perlu mendiskusikan apakah tindakan itu salah dari sisi moralitas, sebab semua kita pasti sepakat bahwa itu adalah tindakan buruk. Bahkan, anak SD (Sekolah Dasar) pun pasti paham, bahwa menonton filem porno adalah wujud kegagalan mengendalikan, termasuk adalah tindakan yang melanggar kesucian ilahi di hadapan Pencipta.

Akibat tindakan buruk itu DPR kian tercoreng muka. Aksi menikmati filem porno ini jelas menambah citra buram kaum “pilihan” rakyat itu. Bahkan, kian memperburuk citra PKS, yang selama ini menempatkan diri sebagai partai utusan ilahi. Kian terbukalah wajah aslinya: sama buruk dengan partai politik lainnya!

Selama ini publik sudah terlampau banyak diberi suguhan aksi-aksi buruk anggota dewan yang jauh dari kepantasan. Jauh sebelumnya, ada seorang anggota DPR dari fraksi PDIP, yang juga kena sanksi akibat melakukan tindakan tidak senonoh dengan sekretaris pribadinya. Bagi Permadi, mantan politisi PDIP, aksi-aksi amoral ini sebenarnya bukan hal baru. Menurutnya, ini adalah tindakan yang “lumrah” dilakukan anggota dewan. Bahkan, kerap kali ditemukan kondom oleh pembersih di sekitar ruangan kerja anggota dewan.

Perilaku ini jelas mengecewakan publik. Mereka dipilih menjadi anggota dewan, sebab dianggap terhormat dan memiliki kelebihan untuk mewakili kepentingan rakyat. Namun, beragam fakta buruk yang ada kian membuktikan bahwa mereka semakin tak pantas disebut kumpulan orang terhormat.

Andai diijinkan bersaran, maka mengikuti seruan editorial MI, lebih baik anggota dewan saat ini tidak perlu lagi bersidang. Janganlah moralitas yang buruk ini menjadi dasar dalam mengambilan keputusan. Apa jadinya kalau suatu aturan lahir dari moralitas yang bobrok?

Bagi MI, “DPR saat ini lebih banyak moderatnya daripada maslahatnya. Oleh karena itu, sebaiknya DPR berhenti bersidang.”….Anggaplah DPR yang sekarang ini koma, pingsan berat, akibat keracunan macam-macam kelakukan jorok. Bahkan, saran kerasnya, kiranya untuk sementara negara ini lebih baik berjalan tanpa DPR.”

Tentu inilah bentuk kekecewaan publik terhadap kondisi buram, termasuk kinerja para wakil rakyat terhormat itu.
 

Kerusakan Total

Aksi buruk menikmati filem porno Arifinto, sebenarnya hanyalah satu dari sederet sikap buruk yang sangat bisa dilakukan manusia. Manusia dalam naturnya saat ini sangat dimungkinkan melakukan tindakan-tindakan buruk lain, bahkan yang paling kejam sekalipun.

Ada manusia yang hanya bisa lihat filem porno karena itulah kesempatannya. Namun, ada yang bahkan dengan kekerasan membunuh manusia lain, sebab itulah kesempatan berbuat dosa baginya. Hitler, misalkan, bisa bersikap kejam terhadap manusia lain, sebab itulah kesempatannya. Begitu juga dengan Soekarno dengan banyak istri, karena itulah kesempatannya. Begitu juga dengan kita hari ini, apapun tindakan jahat kita, karena itulah kesempatannya.

Kesempatan berkawin dengan natur manusia yang kecenderungannya berbuat jahat, menghasilkan tindakan yang jahat.

Johannes Calvin, seorang pemikir abad ke-16, memberikan sumbangsih pemikiran kaitan ini. Calvin mengantarkan kita pada perenungan mengapa manusia dalam dirinya bisa berbuat jahat, bahkan sejahat yang bisa dilakukannya. Pemikiran yang biasa dikenal dengan istilah Lima Pokok Calvinisme ini, dalam satu bagian membahas tentang kejatuhan manusia, yang menyebakan Kerusakan Total Manusia.

Kerusakan ini bersifat menyeluruh dalam semua aspek hidup manusia. Kerusakan di sini tidak dikata sebagai bentuk kehancuran, namun yang dimaksud adalah akibat kejatuhan manusia pertama (Adam), manusia menjadi bisa bersikap buruk atau kerusakan yang sangat bisa ditemukan dalam semua aspek hidup.
Prinsip kerusakan total ini kian menjadi nyata dalam realitas keseharian hidup hari-hari ini. Tidak ada lagi bagian hidup kita yang bersih dari korupsi. Bahkan, dalam lembaga agama, yang kerap dianggap suci sekalipun, korupsi dan penyimpangan itu merajarela. Lembaga agama bahkan menjadi sarang para pencuri dan penghianat. Mereka (guru, pengkhotbah, dst) yang dianggap paling saleh dan patut diteladani sekalipun, ternyata bisa menjadi pelaku sodomi, dst.

Kerusakan menyeluruh itu bersifat: Pertama, terjadi dalam batin manusia. Kedua, kejahatan yang dihasilkan sangatlah hebat. Ketiga, kejahatan bersifat berkesinambungan. Keempat, kejahatan itu juga menjadi universal (semua manusia di bumi bisa melakukan kejahatan).

Bertolak dari ini, adalah wajar walau tidak harus, bagi kejadian buruk yang dilakukan politisi PKS di atas, termasuk sikap jahat yang kerap dipertontonkan para penghuni gedung Kura-Kura itu. Artinya, sebagai manusia dengan naturnya, tindakan berbuat jahat mereka itu bisa dipahami faktor sebabnya. Hanya, pemahaman ini tidak sedang mengatakan bahwa tindakan salah mereka itu lantas bisa dibenarkan, dan bebas dari tuntutan hukum.

Apapun alasanya, adalah keharusan bagi aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus Arifinto. Di depan media massa, Arifinto mengatakan hanya membuka kiriman e-mail. Namun, cepretan jurnalis MI menunjukan bahwa pengakuan Arifinto itu adalah kebohongan. Fakta yang ada, Arifinto melihat filem porno dari koleksinya yang tersimpan dalam folder. Artinya Arifinto melakukan itu secara sengaja dan dengan sadar.

Graal taliawo
www.kompasiana.com

Demokrasi yang Memperkosa Pancasila

Demokrasi yang Memperkosa Pancasila

OPINI | 20 April 2011 | 10:07 38 2 Nihil



1. Jejak demokrasi yang semuanya bernilai pembodohan dalam rangka mempertahankan kekuasaan.

Pada tahun 1830 hingga 1840 rangkaian revolusi demokrasi merembet di seluruh eropa dengan disertai kekerasan. Proses demokratisasi ini terus berlanjut hingga perang dunia kedua usai dan negara demokrasi bermunculan  di eropa utara, selatan dan barat di benua eropa, amerika, jepang dan negara jajahan inggris di
asia dan beberapa negara berkembang menuju demokrasi. Ambisi kaum zionis mengharapkan bahwa demokrasi nantinya merupakan ideologi pemenang pada akhirnya dan berakhirnya segala pertarungan ideologi di dunia dalam menguasai rakyat. Hal ini disebakan tehnik politik demokrasi mengenal semacam black hole dalam tata politik, populer disebut the dark-side of democracy (sisi gelap demokrasi). Melalui proses yang demokratis, akan terjadi transformasi kedaulatan menjadi kewenangan. Karena merupakan turunan kedaulatan, maka ruang lingkup pemegang kewenangan terbatas.

Namun, karena posisinya di pucuk piramida kekuasaan, pemegang kewenangan leluasa menentukan corak kepolitikan satu negara. Transformasi sifat populis menjadi elitis dalam ajaran demokrasi terjadi di sini. Hukum besi munculnya oligarki dalam politik seperti diutarakan robert michels tak terhindari. Sekali oligarki terbentuk, semangat untuk mengeksploitasi dan mempertahankan kekuasaan terjadi. Disinilah terwujudnya anarkhisme, yang sebenarnya merupakan buah dari demokrasi. Bagi sebagian besar kaum anarkis, pemungutan suara untuk memutusan kebijakan pada demokrasi langsung dalam perkumpulan bebas adalah  secara politis sejalan dengan  kesepakatan bebas.
Alasannya, bahwa “banyak bentuk dominasi dapat dilaksanakan dalam tingkah laku yang berdasarkan perjanjian, non-koersif dan bebas…dan adalah naif…berfikir bahwa oposisi belaka terhadap kontrol politis akan membawa dengan sendirinya menuju akhir penindasan.” (john p. clark, marx stirner’s egoism, hal. 93). Jelas bahwa individu harus bekerja sama untuk menuju kehidupan yang lebih manusiawi. Jadi, “Dengan bergabung bersama insan lainnya…(individu memiliki tiga pilihan) ia harus tunduk pada kehendak lainnya
(diperbudak) atau dipatuhi lainnya (berkuasa) atau tinggal bersama dalam kesepakatan persaudaraan demi kepentingan bersama (berkumpul). Tak ada seorangpun yang dapat lari dari kebutuhannya. ”(errico malatesta, the anarchist revolution, hal. 85).

Wujud nyata semangat ini adalah berani mengambil kebijakan tidak populis pada periode awal jabatan, lalu kembali ke kebijakan populis pada akhir masa jabatan. Dengan cara ini pemilih diharapkan ingat kebijakan populis yang berpihak kepada rakyat di akhir jabatan, dibanding mengingat kebijakan tidak berpihak kepada rakyat pada awal jabatan (alvarez and glasgow, do voters learn from presidential election?, 1997). Disinilah akhirnya pasti sekaligus akan terjadi teori dan praktek pembodohan terhadap rakyat yang terpaksa dilakukan sistem demokrasi.

Dari hal yang disebutkan diatas tersebut tampak, elit (semacam pelaku trias politika) amat berkepentingan memelihara memori pendek rakyatnya dan inilah pembodohan sekaligus pembohongan yang dilakukan oleh pemerintahan yang engemban system demokrasi. Yang semua itu dilakukan untuk mengambil hati rakyat dengan menjanjikan atau mengiming imingi rakyat akan kekuasaan dan keadilan, maka proses pembodohan terhadap rakyat itupun berlangsung, apalagi dalam thermometer jiwa masyarakat Indonesia yang permisif, mudah memaafkan. 

Melalui permainan isu dan pengendalian informasi, rakyat bisa dibuat bingung bahkan frustrasi oleh elit yang mereka pilih. Dan dengan kebingungan inilah elit politik semakin memperpanjang daftar pendidikian pembodohan terhadap rakyatnya, demokrasi memang pada kenyataannya lebih banyak untuk cenderung
membunuh kecerdasan rakyat.

Dinyatakan oleh socrates, seperti diceritakan muridnya, plato (427-347 SM), dalam karyanya the republic, memandang demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang tidak ideal; lebih rendah nilainya dibandingkan aristokrasi (negara dipimpin para pecinta hikmah/kebenaran), ‘timokrasi’ (negara dipimpin para ksatria pecinta kehormatan), dan oligarchi (negara dipimpin oleh sedikit orang). Di negara demokrasi (pemerintahan oleh rakyat – the rule of the people), kata socrates, semua orang ingin berbuat menurut kehendaknya sendiri, yang akhirnya menghancurkan negara mereka sendiri. Kebebasan menjadi sempurna.
Ketika rakyat lelah dengan kebebasan tanpa aturan, maka mereka akan mengangkat seorang tiran untuk memulihkan aturan.


2. Jejak demokrasi yang membunuhi Para Nabi

Yerusalemkaulempari batu sampai mati! Sudah berapa kali Aku ingin merangkul semua penduduk, Yerusalem! Nabi-nabi kaubunuh! Para utusan ALLAAH mu seperti induk ayam melindungi anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kau tidak mau! ( Lukas 13: 34 ).

Dalam sistem demokrasi, rakyat berfungsi sebagai sumber hukum. Semua produk hukum diambil atas
persetujuan mayoritas rakyat, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakilnya di parlemen. Inilah
cacat terbesar dari sistem demokrasi. insan dengan segala kelemahannya dan pengaruh emosinya yang meledak-ledak dipaksa untuk menetapkan hukum atas dirinya sendiri terhadap kejadian yang sedang dihadapinya padahal pada saat itu juga pemikirannya akan sangat dipengaruhi lingkungan dan pengalaman emosional pribadinya. 

Pikiran insan juga dibatasi oleh ruang dan waktu. Atas pengaruh-pengaruh itulah maka mereka bisa memandang yang baik sebagai yang jelek dan juga sebaliknya. Tak dapat dipungkiri bahwa Yesus dari Nazareth mati ( dalam kematian sesaat ) karena faham demokrasi, yang dicetuskan orang banyak atas dasar emosi sesaat tanpa ilmu pengetahuan, ketika ada dua opsi untuk membebaskan yesus atau barabas, maka berdasarkan suara terbanyak (bukan berdasarkan kebenaran) sebagian besar orang yahudi itu menginginkan Yesus dihukum dan barabas dibebaskan renungkan nash berikut ini:
Lalu Pilatus berkata kepada mereka: “ Tetapi kejahatan apa yang telah dilakukanNya? Namun mereka berteriak makin keras : “salibkanlah Dia “ dan oleh karena pilatus ingin memuaskan hati orang banyak itu, kama ia membebaskan barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan” (matius 15:13-15).
Disinilah penguasa terpaksa harus membuat rakyatnya senang demi menyelamatkan kekuasaan yang dipegangnya, sebagaimana yang dilakukan pilatus terhadap orang banyak tersebut.


3. Belati demokrasi yang menikam leher Pancasila

Dengan logika antitesis, lawan kata demokrasi adalah totaliter. Jika tidak demokratis, pasti totaliter. Totaliter sendiri dikategorikan sebagai yang memiliki kesan buruk, kejam, bengis, sehingga negara-negara komunis sekalipus tidak ketinggalan ikutmemakai istilah demokrasi, walaupun diembel-embeli sebagai “demokrasi sosialis” atau “demokrasi kerakyatan”.
Sehingga unesco pada tahun 1949 menyatakan:”.mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh “.

Berbicara Pancasila sebagai harga mati, maka itu berarti Pancasila lah yang terpilih sebagai yang menjiwai rakyat Indonesia secara totaliter. Kenyataan yang sebenarnya demokrasi sangat bertentangan dengan nilai musyawarah dalam Pancasila. Musyawarah dan demokrasi adalah merupakan dua metoda penyelesaian masalah kehidupan dunia yang berbeda bahkan sangat berlawanan.

Musyawarah menghasilkan suatu keputusan yang disebut mufakat. Sedangkan, demokrasi menghasilkan
suatu keputusan yang disebut penetapan pihak yang memenangkan pemilihan yang dilaksanakan.
Mufakat sebagai hasil keputusan musyawarah merupakan hasil terbaik dari standarisasi terbaik dari suatu proses pengajuan dasar-dasar pemikiran pemecahan masalah yang disepakati dan ditetapkan secara bersama di dalam suatu Lembaga/Majelis terhadap suatu persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan dalam alam sistem demokrasi, masyarakat kehilangan standar nilai baik-buruk karena siapapun berhak mengklaim baik-buruk terhadap sesuatu Masyarakat bersikap “apapun boleh”.

Contohnya di san fransisco, para eksekutif makan siang di restoran yang dilayani oleh pelayan wanita yang bertelanjang dada. Tetapi di new york (masih di amerika), seorang wanita telah ditangkap karena memainkan musik dalam suatu konser tanpa pakaian penutup dada. newsweek menyatakan: “.kita adalah suatu masyarakat yang telah kehilangan kesepakatan..suatu masyarakat yang tidak dapat bersepakat dalam menentukan standar tingkah laku, bahasa, dan sopan santun, tentang apa yang patut dilihat dan didengar.” Sementara, proses demokrasi selalu menetapkan pihak pemenang melalui penghitungan suara sebagai dasar
keputusan yang diselenggarakan oleh suatu organisasi kepanitiaan yang melaksanakan pemilihan. Tanpa standarisasi baik atau buruk, Ilmu atau kebodohan.

Oleh karena itu, proses Musyawarah adalah lebih cenderung pada penggunaan hak bicara bukan hak suara. Sehingga, Musyawarah akan lebih mengandalkan kepada kemampuan keilmuan seseorang atas persoalan yang akan dipecahkan, dan prosesnya akan mencerdaskan hadirin yang hadir terlibat. Adapun proses demokrasi adalah lebih cenderung menggunakan hak suara daripada hak bicara. Sehingga, proses ini akan lebih ditentukan oleh kekuatan ikatan primordial seseorang terhadap seseorang baik secara individu maupun secara kelompok atau organisasi. Sehingga, transfer ilmu pengetahuan sebagai suatu proses pencerdasan bangsa akan sangat lemah terjadi.

Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa proses musyawarah akan membentuk seseorang lebih menjadi pemimpin, sedangkan proses demokrasi lebih cenderung membentuk seseorang menjadi penguasa. Hal ini dapat dijelaskan dari pemahaman bahwa hanya seseorang yang memahami sejarah dan masa depan kehidupan Bangsa dan Negara Republk Indonesia yang layak ditetapkan untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Ini hasil dari proses musyawarah.
Tetapi, proses demokrasi lebih memaksakan seseorang menduduki suatu jabatan tertentu tanpa melihat kemampuan atau kapasitas keilmuan orang yang dicalonkan tersebut.

…….demokrasi tumbuh dengan darah para Nabi yang mengalir, sebab mereka harus dihukum berdasarkan tuduhan masyarakat luas bahwa para Nabi itu adalah penyesat yang harus dibinasakan….Sesungguhnya demokrasi adalah sistem yang mengkudeta terhadap kekuasaan ALLAAH & penghancur Pancasila yang
notabebene sebagai weltanschauung atau bahan baku ideologi.sila yang mana pada tiap tiap sila terkandung grundnorm (norma dasar sebagai pesuposisi kehadiran suatu prinsip) penerapan demokrasi merupakan kesyirikan, dan inilah dosa yang tak terampuni hal itu dikarenakan pelakunya telah memposisikan dirinya sebagai pemerintah selain ALLAAH,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.  Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An Nisaa’ : 48).

Sebagaimana pembukan UUD 1945 adalah merupkaan grundnorm, dan batang tubuh merupakan statsfundamentalnorm. Ketuhanan YANG MAHA ESA, tuhan yang dimaksud adalah ALLAAH YANG MAHA PENGASIH sesuai yang termaktub dalam pembukan uud 1945. disila kesatu ini adalah hukum asal bahwa di Indonesia diharamkan tumbuhnya penyembahan kepada berhala, atau tuhan yang lebih dari satu, Sila pertama merupakan wujud bagi wajibnya rakyat Indonesia menerapkan Hukum ALLAAH sebagai bukti penghambaan kepadaNYA, bagi umat Islam sendiri wajib berhukum dengan hukum ALLAAH, nash Quran menjelaskan siapa yang tidak berhukum dengan Hukum ALLAAH & RasulNYAadalah kafir (QS 5:44-47,50) lihat juga QS 47:33 , berkalam ALLAAH :
“Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah  Dia telah memerintahkan agarkamu tidak menyembah selain Dia.” (QS. Yusuf: 40).

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa  yang diturunkan Allah.” (QS Al Maidah: 49)

kepatuhan  kepada Hukum ALLAAH & petunjuk Rasul dijelaskan dalam sabdanya sbb:
Kutinggalkan kepadamu 2 perkara bila kamu berpegangan dengan keduanya kamu tidak pernah tersesat selamanya , KitabuLLAH dan Sunnah RasulNYA (Sunan Tirmidzi Kitabul Manasik:56, Ibnu Majah:84, Imam Malik Kitab Qadhar:3,dengan sanad Amru bin Auf-AbduLLAAH bin Amr-Katsir bin AbduLLAH, Katsir perawi matruk menurut Ahmad,tapi hadits ini shahih secara matan,yang diperkuat pula dengan hadits berikut) :
“siapa membenci SunnahKu maka dia bukan dari golonganku (Musnad Ahmad 4,dengan sanad Mujahid-Manshur-Jarir-Yahya) : “ilmu itu hanya ada 3 : KitabuLLAH yang berbicara Sunnah yang telah lalu, dan ucapan Aku tidak tahu ( dinukil dalam al I’lam nya Ibnu Qayyim, al Faqih nya Al Khatib al Baghdadi dengan sanad Ibnu Umar-Nafi-Malik).

Dan inilah sebenar-benarnya statsfundamentalnorm (norma fondasi perundang undangan), sebagian besar ahli murjiah menyatakan bahwa kekafiran itu bukan kekafiran yg sebenarnya berdasarkan atsar ibnu Abbas RA, tapi itu pernyataan yang tidak dilandaskan pada keilmuan yang benar, satu hal yang perlu dicatat karena apa yang datang dari itu hanyalah atsar shahabat, dan atsar tidak dapat mengalahkan Quran dan As Sunnah Ash Shahihah, apalagi ada kritik tentang Hisyam bin Hujair sebagai perawi, berkata ahli hadits Dia tsiqah. Dan diringkas oleh Al-Hafidz dengan ucapan beliau :  Dia shaduq dan memiliki beberapa kekeliruan. Yahya Al-Qaththan mendhaifkannya, demikian pula Imam Ahmad dari Ibnu Ma’in dalam sebuah riwayat, mka hadits yang yang ada padanya kritik walau selemah apapun tidak dapat dijadikan hujjah untuk membantah penjelasan tentang akidah yang telah sharih dan bahkan lebih sharih , dengan penerapan Hukum ALLAAH maka akan dicapai keadilan karena hanya ALLAAH yang MAHA ADIL (lihat mazmur 7:12) , begitu juga sebagaimana ditetapkan didalam bible, begitu banyak perintah wajibnya menjalankan Hukum ALLAAH,
“percayalah kepada tuhan dengan segenap hatimu, jangan kamu bersandar pada pengertianmu sendiri ( amsal 3:5)
“percuma mereka beribadah kepadaKU sebab yang mereka lakukan hanyalah perintah orang”(Matius 15:9),
nash yang terkutip disini adalah cemeti yang menyambar kepala orang bodoh lagi kafir yang lebih mengutamakan hokum buatannya sendiri daripada Hukum dari ALLAAH.

“berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri diatas jalan orang berdosa, yang tidak duduk didalam kumpulan pencemooh, yang kesukaannya adalah Taurat, dan merenungkan Taurat itu siang dan malam” ( Mazmur 1:1-2)

Penerapan Hukum ALLAAH adalah implementasi dari keadilan tuk menuju peradaban mulia sebagaimana tersirat dalam sila ke 2. Persatuan Indonesia tidak dapat terwujud selama partai politik masih ada dinegeri ini,karena keberadaan partai2 tsb hanya memperparah persengketaan yang dibangun diatas sentimen
belaka (primordialisme),dan ini bertolak belakang dari nilai pancasila sebagai alat pemersatu. ALLAAH hanya menciptakan Insan berbangsa bangsa bukan berpartai. maka rakyat haruslah dikuasai (bukan yang menguasai atau berdaulat sebagaimana yang diajarkan oleh faham demokrasi) oleh bapak bangsa yang
berhikmat (bukan presiden) dengan mengoptimalkan kepala suku masing2 yang memiliki kepribadian yang bijaksana sebagai wakil rakyat (bukan dpr). sesuai dengan sila ke 4.dengan itu semua maka keadilan sosial bagi rakyat akan dapat terwujud.Pancasila bukan musuh Islam,tapi dengan pancasilalah kedigjayaan
pemerintahan Islam semakin dapat terbentengi, pancasila sudah sempurna untuk dijiwai dalam konsep bermasyarakat yang strukturnya mengharuskan harmonisasi terhadap keberagaman (bhineka tunggal ika). 

Di sinilah akhirnya dapat kita tetapkan bahwa konsep seminim minimnya konsep Hukum yang tepat bagi  Indonesia ini adalah berhukum sesuai dengan keyakinan masing2 semaksimal maksimalnya adalah penerapan Hukum Islam murni secara keseluruhan, yang paling penting diadakan pemidanaan terhadap pelanggaran
keyakinan, contohnya umat Islam yg tidak shalat jumat dipenjara, orang nasrani yg tdk mingguan digereja dipenjara,org yahudi yg tdk kesinagog hari sabtu dipenjara juga.pengadilan agama berada diatas pengadilan negara. presiden bukanlah kepala pemerintahan tapi dia hanyalah kepala jongos alias pegawai administrasi
(opsorsing perusahaan negara).trias politika digantikan dengan centralisasi kekuasaan yg dipegang oleh bapak bangsa.bapak bangsa adalah sekaligus pemimpin tertinggi militer dan kepolisian.

Pada prinsipnya pemerintahan negeri ini berkewajiban menegakkan Hukum yang sesuai dengan aturan & ajaran sesuai dengan garis yang telah ditentukan oleh ALLAAH berdasarkan keyakinan masing masing ajaran samawiyah yang teguh kepada nilai penesaan ALLAAH & peneran Hukum Hukum NYA. Al Hukmu
(menentukan hukum) merupakan hak khusus Rububiyah ALLAAH, sebagaimana doa merupakan hak khusus Uluhiyah-NYA, maka barangsiapa merampas hak-hak khusus itu berarti dia telah menempatkan dirinya sebagai RABB selain ALLAAH. 

Dan pernyataan atau keyakinan atau persetujuan akan bolehnya si fulan atau sekelompok orang membuat hukum adalah termasuk memalingkan hak khusus ALLAAH itu kepada selain-NYA yang berarti pelakunya telah menyekutukan ALLAAH [Lihat definisi Tauhid Rububiyah dan Syirik dalam Rububiyah dalam Fatawa Al Lajnah Ad Daimah 1/55].


Kewajiban menerapkan Hukum ALLAAH menurut Para ‘Ulama

Oleh karena itu, mengenai tahkim ini perlu diketengahkan karena sangat penting , yakni:
[1] Bila suatu negara menegakkan hukum Islam secara keseluruhan tanpa kecuali dan diperintah oleh orang-orang muslim serta kebijakan ada di tangan mereka, maka negara tersebut adalah negara Islam, meskipun mayoritas penduduknya kafir [Lihat Al Fatawa As Sa’diyyah karya Syaikh Abdurrahman Nashir A Sa’diy 1/92, cetakan II tahun 1402, Maktabul Ma’arif Riyadl]. Dan bila pemerintahnya itu adalah pemerintah Muslim yang adil.

[2] Bila syari’at Islam masih menjadi acuan dan landasan hukum negara secara utuh, namun dia (hakim) menyimpang dari ketentuan yang berlaku di dalam (qadliyyah mu’ayyanah) kasus tertentu, sedangkan hukum syariat masih menjadi landasan dan hukum negeri itu dan dia juga mengetahui bahwa dirinya menyimpang dan berdosa karena penyimpangan ini serta dia masih meyakini hukum Islam itu yang paling sempurna, maka dia itu adalah muslim yang dhalim atau muslim yang fasiq atau kufrun duna kufrin menurut Ahlus Sunnah, sedangkan menurut firqah Khawarij, hakim / pemerintah itu adalah kafir. [Ini karena pelaku dosa besar menurut Khawarij adalah kafir] Namun, apabila di dalam kasus tertentu di atas, si hakim meyakini bahwa hukum itu lebih baik dari hukum ALLAAH atau menganggap halal berhukum dengannya, maka dia itu kafir menurut Ahlus Sunnah dan Murji’ah sekalipun, demikian halnya menurut Khawarij.

[3] Bila suatu negara membabat hukum Islam dan menyingkirkannya, kemudian mereka menerapkan (qawaniin wadl’iyyah / undang-undang buatan manusia), baik dari mereka itu sendiri atau mengambil dari hukum-hukum orang lain, baik dari Belanda, Amerika, Portugal, Inggris atau yang lainnya, maka pemerintahan itu adalah pemerintahan kafir dan negaranya adalah negara kafir [Lihat Naqdul Qaumiyyah Al’Atabiyyah karya Al Imam Abdul Aziz Ibnu Baz hal 50-51 atau Majmu Fatawa Wa Maqaalat Mutanawwi’ah karya Syaikh Ibnu Baz I/309-310] meskipun mayoritas penduduknya adalah kaum muslimin. Shalat, shaum, zakat, haji dan ibadah dhahir lainnya yang masih dilakukan oleh para penguasa tersebut
ataupun nama Islam yang mereka sandang itu tidak ada manfaatnya, jika mereka tetap bersikukuh di atas prinsip itu, sebab mereka telah kafir lagi murtad [ Lihat Ta’liq atas Fathul Majid oleh Al Faqiy 373.] dan negaranya adalah negara kafir.

Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahuLLAAH mengatakan, “Setiap negara yang tidak berhukum dengan syari’at ALLAAH dan tidak tunduk kepada hukum ALLAAH serta tidak ridla dengannya, maka itu adalah negara jahiliyah, kafirah, dhalimah, fasiqah dengan penegasan ayat-ayat muhkamat ini Wajib atas pemeluk Islam untuk membenci dan memusuhinya karena ALLAAH dan haram atas mereka mencintainnya dan loyal kepadanya sampai beriman kepada ALLAAH saja dan menjadikan syari’atnya sebagai rujukan hukum dan
ridla dengannya.”[ Naqdul Qaumiyyah Al Arabiyyah yang dicetak dengan Majmu Fatawa wa Maqaalaat Mutanawi’ah I/309-310.]

Syaikh Shalih AL Fauzan hafidhahuLLAAH berkata, “Yang dimaksud dengan negeri-negeri Islam adalah negeri yang dipimpin oleh pemerintahan yang menerapkan syari’at Islamiyah, bukan negeri yang di dalamnya banyak kaum muslimin dan dipimpin oleh pemerintahan yang menerapkan bukan syari’at Islamiyah. (Kalau demikian), negeri seperti ini bukanlah negeri Islamiyyah.”

Hal serupa dikatakan oleh Syaikh Muhammas Rasyid Ridla rahimahuLLAAH bahwa negeri seperti itu bukanlah negeri Islam. Para ulama yang tergabung di dalam Al Lajnah Ad Daimah ketika di tanya tentang negara yang di huni banyak kaum muslimin dan pemeluk agama lain dan tidak berhukum dengan hokum
Islam, mereka mengatakan, kaum muslimin dan pemeluk agama lain dan tidak berhukum dengan hukum Islam, mereka mengatakan, “Bila pemerintahan itu berhukum denga selain apa yang diturunkan ALLAAH, maka pemerintahan itu bukan Islamiyyah.”

Bahkan pemerintah atau hukum itu adalah hukum thagut. Syaikh Shalih AL Fauzan berkata, “Dan apa yang tidak disyari’atkan ALLAAH dan Rasul-NYA di dalam masalah politik dan hukum di antara manusia, maka itu adalah hukum thagut dan hukum jahiliyah “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum)
siapakah  yang lebih baik dibanding (hukum) ALLAAH bagi orang-orang yakin.”

Pernyataan ini adalah perkataan sebagai seorang Muslim tanpa terikat dari golongan apapun dia.. Mereka memvonis para penguasa yang menerapkan undang-undang (qawaaniin wadl’iyyah) bukan Islam, sebagai orang-orang kuffar murtaddin, meskipun mereka itu masih melaksanakan shalat, shaum, haji dan lain-lain serta masih meyakini bahwa dirinya muslim. Syaikh Muhammad Hamid Al Faqiy rahimahuLLAAH berkata,
“Siapa yang menjadikan perkataan orang-orang barat sebagai undang-undang yang dijadikan rujukan hukum di dalam masalah darah, kemaluan dan harta dan dia mendahulukannya terhadap apa yang sudah diketahui dan jelas baginya dari apa yang terdapat di dalam Kitab ALLAAH dan sunnah Rasul-NYA, maka dia itu tanpa diragukan lagi adalah kafir murtad bila terus bersikeras diatasnya dan tidak kembali berhukum dengan apa yang telah diturunkan ALLAAH dan tidak bermanfaat baginya nama apa pun yang dengannya dia menamai dirinya (klaim muslim) dan (tidak bermanfaat juga baginya) amalan apa saja dari amalan-amalan dhahir, baik shalat, shaum, haji dan yang lainnya.”

Bahkan vonis kafir murtad berlaku bagi hakim (pemerintah) yang menerapkan mayoritas hukum Islam, namun di dalam masalah tertentu (umpamanya di dalam masalah zina) dibuat undang-undang buatan yang bertentangan dengan hukum Islam, sehingga setiap berzina tidak dikenakan hukum Islam, tetapi terkena undang-undang itu, maka sesuai aqidah Ahlus Sunnah, si hakim itu adalah kafir murtad juga, bahkan meskipun si hakim (pemerintahan) tersebut mengatakan bahwa hukum Islam yang paling adil dan kami salah.”[Majmu Fatawa 12/280 dan 6/189, dari kitab Raf’ullaimah, Muhammad Salim Ad Dausariy.]

Telah menjadi ijma’ ulama bahwa menetapkan undang-undang selain hukum ALLAAH dan berhukum kepada undang-undang tersebut merupakan kafir akbar yang mengeluarkan dari milah (Din Islam). Ibnu Katsir berkata setelah menukil perkataan imam Al Juwaini tentang Ilyasiq yang  menjadi undang-undang bangsa Tatar :
“Barang siapa meninggalkan syari’at yang telah muhkam yang diturunkan kepada  Muhammad bin AbduLLAAH penutup seluruh nabi dan berhukum kepada syari’at-syari’at  lainnya yang telah mansukh (dihapus oleh Islam), maka ia telah kafir. Lantas bagaimana  dengan orang yang berhukum kepada alyasiq dan mendahulukannya atas syariat ALLAAH?  Siapa melakukan hal itu berart telah kafir menurut ijma’ kaum muslimin.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sudah menjadi pengetahuan bersama dari  dien kaum muslimin dan menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa orang yang  memperbolehkan mengikuti selain dinul Islam atau mengikuti syari’at (perundang -undangan) selain syari’at nabi Muhammad ShallaLLAAHu ‘alaihi wa salam, maka ia telah kafir  seperti kafirnya orang yang beriman dengan sebagian Al Kitab dan mengkafiri sebagian  lainnya. 

Sebagaimana Kalam ALLAAH,  “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dengan ALLAAH dan para Rasul-NYA dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan) kepada ALLAAH dan para rasul-NYA …” {QS. An Nisa’:150}

Beliau juga mengatakan dalam Majmu’ Fatawa,” Manusia kapan saja menghalalkan hal  yang telah disepakati keharamannya atau mengharamkan hal yang telah disepakati  kehalalannya atau merubah syari’at ALLAAH yang telah disepakati maka ia kafir murtad  berdasar kesepakatan ulama.”

Syaikh Syanqithi dalam Adhwaul Bayan dalam menafsirkan Kalam ALLAAH, “Jika kalian  mentaati mereka maka kalian telah berbuat syirik.” Ini adalah sumpah ALLAAH. DIA  bersumpah bahwa setiap orang yang mengikuti setan dalam menghalalkan bangkai, dirinya  telah musyrik dengan kesyirirkan yang mengeluarkan dirinya dari milah menurut ijma’  kaum muslimin.”

Abdul Qadir Audah mengatakan, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama mujtahidin, baik secara perkataan maupun keyakinan, bahwa tidak ada ketaatan atas makhluk dalam bermaksiat kepada SANG PENCIPTA dan bahwasanya menghalalkan hal yang keharamannya telah disepakati seperti zina,
minuman keras, membolehkan meniadakan hukum hudud, meniadakan hukum-hukum Islam dan menetapkan undang-undang yang tidak diizinkan ALLAAH berarti telah kafir dan murtad, dan hukum keluar dari penguasa muslim yang murtad adalah wajib atas diri kaum muslimin.”

Begitu juga dituturkan oleh Ulama2 kontemporer, sbb:
1.Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam risalah beliau Tahkimul Qawanin, “Sesungguhnya termasuk kafir akbar yang sudah nyata adalah memposisikan undang-undang positif yang terlaknat kepada posisi apa yang dibawa oleh ruhul amien (Jibril) kepada hati Muhammad supaya menjadi peringatan dengan bahasa arab yang jelas dalam memutuskan perkara di antara manusia dan mengembalikan perselisihan kepadanya, karena telah menentang Kalam ALLAAH :
“…Maka jika kalian berselisih dalam suatu, kembalikanlah kepada ALLAAH dan Rasul-NYA jika kalian beriman kepada ALLAAH dan hari akhir…” [Risalat Tahkimil Qawanin hal. 5]

Beliau juga mengatakan dalam risalah yang sama, “Pengadilan-pengadilan tandingan ini sekarang ini banyak sekali terdapat di negara-negara Islam, terbuka dan bebas untuk siapa aja. Masyarakat bergantian saling berhukum kepadanya Para hakim memutuskan perkara mereka dengan hukum yang menyelisihi hukum Al-Qur’an dan As-Sunah, dengan berpegangan kepada undang-undang positif tersebut. Bahkan para hakim ini mewajibkan dan mengharuskan masyarakat (untuk menyelesaikan segala kasus dengan undang-undang tersebut) serta mereka mengakui keabsahan undang-undang tersebut. Adakah kekufuran yang lebih besar dari hal ini? Penentangan mana lagi terhadap Al-Qur’an dan As-Sunah yang lebih berat dari penentangan  mereka seperti ini dan pembatal syahadat “Muhammad dalah utusan ALLAAH” mana lagi yang lebih besar dari hal ini?

Canggih Anggastana 
www.kompasiana.com

Duh Gusti, Betapa Borosnya Pemerintahan Negeri Ini

1303270041374220978

Kalau anda perhatikan dengan seksama gedung-gedung perkantoran setiap kementerian di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa begitu banyak uang rakyat dikeluarkan sia-sia  untuk membiayai operational cost gedung-gedung tersebut,  walaupun banyak yang tidak dimanfaatkan pada malam hari.

Minggu lalu saat  malam hari saya berkeliling di Jakarta mulai dari jalan Thamrin, Merdeka Timur ( Sekitar Istana)  Lapangan Banteng, Menteng raya,  Kuningan,  seterusnya ke kawasan Subroto, Sudirman,   dan berakhir dikawasan  Kejaksaan Agung di Kebayoran,  rata-rata  lampu-lampu disetiap gedung pemerintahan  yang nota bene dibayar dengan uang rakyat,  menyala disetiap lantai pada malam hari, walaupun  jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Apakah para PNS itu masih bekerja hingga larut malam, sehingga lampu-lampu pada gedung-gedung tersebut tetap menyala? perhatikan Gedung BI di Jalan Thamrin ada 5  menara menjulang tinggi dikomplek BI tersebut,  hampir setiap lantai lampunya menyala sampai pagi, dan bila diperhatikan dilapangan parkir pada malam hari,  jumlah kenderaan pada lahan parkir  Gedung BI tersebut banyak yang kosong, lantas siapa yang berada didalam gedung tersebut sehingga lampu-lampu tetap menyala?

Hal yang sama juga dapat kita lihat pada gedung-gedung pemerintahan sekitar Istana, mulai dari gedung Setneg, Mahkamah Agung, Kementerian Keuangan, Pertamina dan gedung-gedung Kementerian lainnya  semuanya membiarkan lampu-lampu dalam gedung tersebut menyala 24 jam, walau para Abdi Negara ini tidak dalam bekerja, ironis bukan?

Sementara rakyat diberbagai daerah banyak yang tidak dapat menikmati aliran listrik karena keterbatasan PLN untuk melayaninya, dilain pihak Gedung-gedung  Kementerian ini  membuang energi listrik  percuma, sadarkah mereka bahwa  dana untuk pembayaran listrik tersebut adalah uang rakyat dari hasil kerja keras dan membayar pajak demi kelanjutan pembangunan negeri ini, lantas kenapa para pemimpin bangsa ini membiarkan pemborosan  ini terjadi?
Ada satu lagi keganjilan yang sangat mengganggu pikiran saya, saat SBY membuka Rakernas percepatan pembangunan di Istana Bogor kemarin,  Gubernur se Indonesia dikumpulkan dan diberikan pengarahan oleh SBY, dan acara ini rutin hampir tiap beberapa bulan dilakukan, apakah tidak lebih efisien bila dilakukan dengan Teleconference dari Istana Negara? bayangkan  berapa banyak uang yang dikeluarkan setiap daerah bila sang Gubernur dengan stafnya datang ke Jakarta.

13032660191260729929

Selain pemborosan dalam acara-acara Rakernas, Rapat pimpinan, kunjungan kerja kedaerah dan luar Negeri, uang rakyat juga banyak dibelanjakan untuk kenderaan operasional para pejabat pemerintahan di Negeri ini, mulai dari Pusat hingga daerah-daerah,  mobil dinas berikut sopir, BBM dan perawatannya, rakyat  harus membiayainya, ditingkat pusat rakyat harus menyiapkan mobil  untuk  Sekjen,  Irjen,  Dirjen, Setditjen, Direktur, hingga kepala Bagiannya, ditambah mobil opeasional setiap direktorat, didaerah hal yang sama juga diberlakukan, dan ini  merupakan biaya rutin  dalam  APBN setiap tahun, Ironis  memang pola seperti ini hanya terjadi di Negeri ini, bandingkan di negara-negara lain fasilitas kantor dan kenderaan pribadi bukan tanggungan pemerintah, banyak pejabat di pemerintahan Obama naik kereta api, dan bila mereka membawa mobil, itu adalah mobil pribadi mereka.

Inilah yang membuat pembengkakan APBN setiap tahun di Negeri ini, Dana yang seharusnya dipergunakan untuk peningkatan kesejahteraan Anak Bangsa, habis dipergunakan oleh pemimpin negara ini untuk biaya rutinitas dan keperluan kementerian mereka, maka jangan heran bila tingkat kesejahteraan rakyat di Negeri ini rendah, karena pemerintah hanya memikirkan perut mereka sendiri.

Kapitan Joe
www.kompasiana.com

Terorisme: Wacana Konspirasi Global

Sepanjang kehidupan manusia, kekuatan Politik dan kekuasaan secara irasional akan menjadi penentu sebagai apa manusia itu di ciptakan Tuhan. Fasisme dan Imperialisme adalah satu kesatuan. (Hegel, Philosophy is Right)

13032742481022557828
hegel smiling, pictured by gstatis.com


George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831), salah satu pemikir Jerman yang di anggap oleh Hobes sebagai pemikir dengan pengaruh paling brutal. Kompetisi perang dunia pertama (1st World War/PD I) di sinyalir sebagai bentuk reaksi atas karya Hegel. Menanggapi persoalan kekinian, sejalan dengan ide lama Hegel setidaknya komunitas-komunitas yang ada di wilayah Negara (setiap bagian yang berperan dalam kehidupan sosial dan politik) termasuk di dalamnya masyarakat, penguasa, oposisi, terorisme dan berbagai bentuk perkumpulan lainnya, adalah satu kesatuan yang menjadikan sebuah wilayah disebut sebagai Negara (Henry J. Schmandt, 2002). Secara sederhana, dalam suatu Negara harus ada malaikat sebagai representasi kebaikan dan iblis mewakili sisi pengacau.


Rotasi berbagai hal yang terjadi akhir-akhir ini termasuk maraknya teror adalah bagian dari representasi ide Hegel. Ada kekuatan politik yang berperan sebagai dalang berbagai aksi brutal, tak ayal jika aliran Machiavellian menganggap benar cara apapun untuk menggapai kepantasan politik. Meskipun demikian, harus menjadi garis bawah bahwa Machiavelli hanya merunut menghalalkan segala cara dalam konsep kebaikan bersama (common good) bukan kekejaman seperti teror.


Konsep Jihad

13032743732055054055
Perang atas nama Tuhan adalah pelecehan 
terhadap kekuatan Tuhan, designing 
by gstatis.com


Reduksi makna atas istilah Jihad adalah alasan utama terorisme ada, secara kasat mata setiap orang yang mampu berfikir tidak akan setuju untuk menerima kenyataan pembunuhan massal yang dilakukan dengan konsep Bom atas nama Agama (irasional jika seorang muslim melakukan bom bunuh diri di masjid). Perbincangan terorisme paling menggemparkan adalah serangan World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001. Tapi justru suara sumbing muncul dibalik tragedi tersebut, mulai dari isu rekayasa oleh President of the United State (PotUS), hingga penyebutan aksi liar al-Qaeda. Persoalan yang belum usai hingga kini, apakah benar al-Qaeda tersebut ada, atau hanya simbolisasi terorisme?


Secara etimology, Jihad bermakna kesungguhan yang berhasrat kebaikan. Salah satu misal yang paling mudah adalah tidak berputus asa. Hanya kata itu yang menjadi kunci pemaknaan Jihad, bukan genderang perang terhadap golongan, ras, agama atau Negara lain. Konsep Jihad dalam perang dibenarkan ketika kelompok yang melakukan jihad berada diposisi tertindas dan tidak memiliki cara lain selain perang. Dalam konteks kini, wilayah perang tidaklah konsep yang dinamis dan elok. Diplomasi mungkin sebagai solusi untuk merealisasikan konsep Jihad dalam Negara.


 Konspirasi Global

Sajian atas berbagai persoalan yang terjadi menghasilkan banyak pemikiran yang berbeda, sebagian pihak menganalisa melalui pendekatan phenomenology atau berfikir apa adanya, melihat sesuai dengan fakta yang mampu ditangkap oleh indera mata. Namun tidak bagi sebagian lainnya, kecurigaan makin menjadi-jadi ketika teror demi teror muncul secara massif dan teratur. Alasan lain adalah karena penanganan pelaku teror selalu berakhir dengan kematian. Persoalan yang kemudian patut di tanyakan adalah mengapa setiap kali ada penyergapan pelaku teror selalu saja terbunuh? Dan pertanyaan demikian sering didengungkan.

United State (Amerika), sebagai Negara dengan ambisi memimpin dunia adalah kelompok paling depan dalam menggalang kekuatan melawan teroris, dengan sistem keamanan yang super canggih jika perbandingannya adalah Negara kita (Indonesia). Tragedi 11 September sebagai tanda dimulainya konspirasi global, bagaimana mungkin Negara dengan sistem keamanan sedemikian rupa namun tidak mampu melakukan deteksi terhadap pesawat asing. Ini adalah perbincangan lama yang hingga kini hilang tergerus dengan teror lain.

Sekarang, Libya dalam masa krisis pemerintahan dan mendapat serangan koalisi Amerika. Sederhana, apa kepentingan Amerika disana? Libya bukanlah Negara yang diperhitungkan Amerika dalam hal suplai Minyak, apakah persolan kemanusiaan? Kurang tepat jika menjawab dengan konsep kemanusiaan karena ada Negara lain yang lebih membutuhkan pertolongan Amerika. Lihat saja penyelesaian wilayah perang Irak, setelah hancur lebur Amerika serikat tidak mampu membuktikan apa yang selama ini menjadi alasan mereka untuk meratakan tanah Irak. Spekulasi beberapa pihak incaran Amerika atas irak adalah minyak, dan hal tersebut samasekali tidak terbukti. Apa pasal, diketahui perusahaan yang paling mendominasi wilayah itu kini adalah China. Bukan Amerika Serikat.


Politik Ekonomi Media

Perbincangan tentang ekonomi politik media atau dengan istilah lain dikenal dengan politik informasi adalah kajian baru dalam studi ilmu komunikasi (Communicology). Istilah tersebut merupakan akumulasi dari persoalan politik, ekonomi dan media. Penemuan tiga dimensi tersebut erat berkaitan dengan konstruksi isi media. Konglomerasi media mewakili wilayah ekonomi untuk memperkuat dimensi kebutuhan pragmatis. Dan ketiga dimensi di atas sebagai entitas yang dikonstruksi media, artinya setiap pesan media mengandung unsur kepentingan ekonomi dan juga politik.

Gambaran paling sederhana untuk membincang keterkaitan media dan konspirasi global adalah menilik ulang pengaruh media. Seperti dalam catatan Gebner dalam buku Boyd-Barret, Approach to Media: a Reader (1995), salah satu kekuatan media massa adalah membentuk realitas sosial. Hal ini terjadi saat media massa dan realitas sebenarnya menghasilkan koherensi yang powerfull di mana pesan media mengkultivasi secara signifikan. Dalam konteks kekuataannya inilah media menjadi alat ampuh dalam pembentukan opini publik. Termasuk mereduksi makna Jihad, Islam itu kejam, dan simbol-simbol lainnya.

Motif apapun yang menjadi prioritas para pelaku teror tidak akan mampu mengendalikan pemaknaan yang disampaikan oleh media. Artinya, media sebagai penghantar pesan menjadi penentu kisruhnya kondisi yang terjadi, termasuk reduksi makna Jihad itu sendiri. Mengakhiri pembahasan ini. Secara epistemologis, menemukan relasi antara dimensi ekonomi dan politik dalam kerja media tentu saja menjadi pertanyaan paling menarik. Berangkat dari apa yang kita konsumsi sehari-hari-hari melalui media; berita, iklan, film, atau berbagai tayangan hiburan, kita akan menengarai terlebih dahulu pandangan ilmuwan sosial terhadap isi dari produk media itu. Sederhananya, apapun yang kita terima dari media itulah yang dalam tulisan ini kita sebut sebagai informasi. Dan informasi terlalu berat ntuk berpisah dengan Politik (kepentinga) dan uang.

Dedy Kurni Syah Putra
www.kompasiana.com