Jumat, 25 Februari 2011

Penanganan Kasus Mafia Hukum dan Pajak yang Ublekutekusekumek




Perlakuan berbeda terhadap kasus Teroris dan Mafia Hukum serta Mafia Pajak nampak terlihat dari penanganan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penegak hukum, terutama Polri. Sampai saat ini, lembaga dan aparat kepolisian masih menjadi sorotan publik dan cenderung belum memperoleh simpatik masyarakat luas, hal ini ditunjukkan oleh kinerja Polri yang masih tebang pilih. Kalau kita simak lebih jauh, nampak sekali kepolisian sangat serius melakukan pemberantasan terorisme, berusaha melakukan penanganan sampai pada akar-akarnya (salut dah), bahkan sampai dengan cara tembak ditempat, walaupun masih banyak salah tangkap dan salah tembak.

Beberapa kali konferensi pers pun digelar Mabes Polri untuk menjelaskan secara detail seluk beluk dari kasus terorisme ini. Polri pun tak segan-segan untuk menunjukkan gambar-gambar orang yang diduga sebagai teroris, atau yang diduga terkait jaringan terorisme, bahkan aliran hubungan antara satu dengan yang lainnya pun dijelaskan secara detail, tak ada yang ditutup-tutupi, begitu gamblang dan transparan. Sungguh, perlakuan ini agak bertolak belakang dengan cara penanganan kasus mafia hukum dan mafia pajak. Apakah pernah pihak Mabes Polri melakukan konferensi pers terkait dengan struktur dan jaringan mafia hukum serta mafia pajak ?   

Penanganan terhadap mafia hukum dan mafia pajak, nampak begitu berbeli-belit, cenderung untuk ditutup-tutupi, kalaupun ada penjelasan dari aparat kepolisian hanya sebatas wawancara yang sifatnya terbatas dan hanya sepotong-sepotong, tidak se-transparan kasus terorisme, misalnya kasus Gayus keluar tahanan, yang diributkan Bali-nya, bukan persoalan substansial yang jauh lebih dahsyat dari sekedar nonton Tenis di Bali. Fenomena ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan dan kejanggalan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberantasan mafia hukum dan mafia pajak masih tetap setengah hati dan menimbulkan distorsi fungsi penegakan hukum. 

Lantas, kapan Polri hendak mereformasi lembaganya secara komprehensif, apa kabar pak Kapolri ?  Apakah Komisi-III DPR RI tak pernah mengevaluasi kinerja Polri dan lembaga penegak hukum lainnya ? Apakah agenda dewan cuman Raker(jo) doang ? Kemudian, bagaimana pula dengan Presiden RI dengan team evaluatornya ?  Tahukah anda, sampai sejauh mana kinerja Polri saat ini ? Padahal dari 15 program aksi prioritas KIB-II, di urutan pertama adalah ; "Pemberantasan mafia hukum di semua lembaga negara dan penegakan hukum, seperti makelar kasus, suap menyuap, pemerasan, jual beli perkara, mengancam saksi, pungutan tidak semestinya dan sebagainya yang bertentangan dengan rasa keadilan dan kepastian hukum".

Harlan Eryandi
Sumber: politikana.com

Mafia Pajak Jauh Maha Dahsyat daripada Kasus Century



Kasus mafia pajak jauh lebih dahsyat ketimbang kasus Bank Century. Setiap tahun Indonesia merugi hingga Rp 360 triliun dalam kasus penyelewengan pajak.

"Dari 11 persen yang harusnya diterima Indonesia dari pemasukan pajak, yang ada hanya sekitar 6 persen. Atau bisa dikatakan setiap tahunnya Indonesia kehilangan sekitar Rp 360 triliun," ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Didin S Damanhuri.

Hal itu disampaikan Didin dalam Talk Show Perspektif Indonesia yang bertajuk 'Memberantas Mafia Pajak', di preesroom DPD RI, Senayan, Jumat (25/2/2011).

Menurutnya dari dana yang hilang itu, paling besar kembali ke perusahaan wajib
pajak dan sisanya ke para politisi dan terakhir ke para konsultan pajak.

"Saya contohkan dari Rp 1 triliun yang harusnya dibayar perusahaan wajib pajak, hanya Rp 300 miliar yang dibayarkan ke Dirjen Pajak. Sementara Rp 500 miliar dikembalikan ke perusahaan dan Rp 200 miliar sisanya diberikan ke konsultan pajak sebagai fee karena berhasil menekan biaya pajak perusahaan," imbuhnya.

Sehingga menurutnya wajar saja bila kasus mafia pajak terungkap maka negara ini tergoyang karena mafia pajak melibatkan banyak para pejabat tinggi negara dan telah dilakukan sejak lama. Untuk itulah menurut pria berkaca mata ini, kasus mafia pajak jauh maha dahsyat ketimbang kasus century.

"Saya akademisi yang terlepas hak angket bisa dilencengkan secara politis atau tidak. Tapi saya setuju dengan hak angket karena bisa lebih memudahkan pemetaan siapa saja yang berpotensi menyelewengkan pajak," tuturnya.

Sumber: www.detiknews.com

48 Ribu Tenaga Ahli Indonesia Dimanfaatkan Negara Lain

habibie












Sebanyak 48 ribu tenaga ahli berbagai bidang dari S2 (master) hingga S3 (doktor) yang dipersiapkan pemerintah sejak zaman Soeharto oleh Menristek Prof Dr BJ Habibie waktu itu, tidak diketahui lagi keberadaannya. Saat ini, sebagian besar mereka bekerja di beberapa negara Eropa dan Amerika.

“15 Tahun lalu, sebanyak 48 ribu insinyur berbagai bidang seperti ahli penerbangan, kapal laut, dan bidang science lainnya yang kita sekolahkan ke luar negeri itu pada kemana? Tidak banyak yang diketahui sekarang ini,” kata Habibie saat menyampaikan orasi budaya di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di kawasan Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY, Sabtu (5/2/2011).

Menurutnya, sebagian besar dari mereka yang pernah disekolahkan ke luar negeri oleh pemerintah Indonesia, saat ini banyak yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga ahli bidang pesawat terbang, perkapalan, dan industri strategis lainnya.

“Kita yang menyekolahkan mereka lima belas tahun lalu, tapi negara lain yang panen. Mereka banyak yang bekerja sebagai tenaga ahli di Eropa, Amerika, bahkan di Brazil,” kata mantan presiden ketiga Indonesia itu.

Habibie hadir dalam acara pembukaan rangkaian acara Milad 30 tahun UMY itu menyampaikan orasinya mengenai strategi pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam persaingan global.

Menurutnya, Indonesia sebagai benua maritim dengan segala kekayaannya itu mempunyai potensi sama dengan negara seperti Amerika atau pun Eropa.

Dia mengatakan untuk membangun peradaban Indonesia masa depan harus ada sinergi antara kebudayaan, agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu yang harus dipersiapkan sebagai landasan yang kuat adalah pendidikan agar sumber daya manusianya menjadi berkualitas.

“Saya berkeyakinan dengan SDM berkualitas yang menguasai Iptek bersama iman dan takwa itu akan menjadikan Indonesia unggul. Tidak ada alasan lagi untuk menjadikan Indonesia unggul,” katanya.

Suami Ainun Habibie itu kemudian mencontohkan saat Indonesia mampu menciptakan pesawat terbang N250 - Gatotkaca. Pesawat itu merupakan 100 persen buatan putra-putri Indonesia, namun ternyata masih banyak orang yang meragukannya.

“Ini bukti nyata Indonesia memiliki kualitas SDM yang unggul. Tapi kemana lagi setelah itu. Dari 48 ribu tenaga ahli kita kemudian berkurang jadi 16 ribu. Sekarang yang ahli dirgantara kurang dari 3 ribu. Bila terus turun hingga nol ini memprihatinkan,” pungkas dia.

Pada akhir acara, Habibie yang mengenakan kemeja batik warna coklat itu sempat bernyanyi bersama dengan anggota paduan suara mahasiswa UMY. Dia menyanyikan lagu kenangan “Sepasang Mata Bola”.

Jangan kamu tanyakan apa yang akan kamu dapatkan dari negeri ini, tapi tanyakan apa yang telah kamu perbuat untuk negeri ini. 

Cyber Sabili



Sumber: cybersabili.co.id

Diam Aremania Mengundang Tanya

 
Fans setia Arema, Aremania saat duel melawan Persija - Koran SI (Arie Yudhistira)

Ketika hampir semua supporter di Indonesia menyuarakan perubahan di tubuh PSSI dengan menghadang pencalonan kembali Ketua Umum PSSI Nurdin Halid, belum ada suara lantang dari salah satu komunitas supporter terbesar, yakni Aremania.

Sejauh ini suara supporter Arema itu hilang entah ke mana. Padahal, biasanya untuk urusan sepakbola di tanah air, supporter berwarna biru itu getol melakukan dukungan. Termasuk setiap kali tim nasional (timnas) Indonesia bertanding.

Diam Aremania tersebut mendapat sindiran dari Ketua Umum Persema Malang Peni Suparto. Walikota Malang yang memimpin Persema berbelok ke Liga Primer Indonesia (LPI) ini mempertanyakan suara Aremania yang sama sekali belum terdengar.

“Ke mana Aremania, kok tidak terdengar suaranya,” tanya Peni. Pria ini heran dengan ketenangan Aremania dalam menyuarakan revolusi di tubuh PSSI. Bahkan ketika semua supporter bergerak ke Jakarta untuk melakukan aksi di Senayan, Aremania tetap tenang.

Dia sekaligus menyesalkan sepinya aksi dari salah satu komunitas supporter terbesar di Indonesia itu. Peni tak habis pikir dengan sikap diam Aremania, padahal dulunya Arema FC juga sering mendapat perlakuan tak adil dari PSSI sekaligus mengaku sebagai supporter pelopor revolusi sepakbola Indonesia.

Aremania sudah merasa mapan dengan kondisi yang ada? Peni enggan memberikan tudingan. Ia hanya berharap Aremania ikut peduli dengan kondisi persepakbolaan yang membutuhkan perubahan dan bisa diawali dengan penghapusan rezim Nurdin Halid.

Soal Nurdin sendiri, Peni menilai tak ada prestasi layak yang bisa mengamankan kursinya. Selama kepemimpinan Nurdin, sepakbola Indonesia banyak mengalami kemerosotan. Paling jelas adalah kualitas liga yang berimbas pada prestasi timnas.

Namun Peni tetap bersikap fair. Artinya, Nurdin Halid boleh tetap menduduki posisinya sekarang jika dibuktikan dengan prestasi. Sayang selama kepemimpinan dua periode, tidak ada prestasi yang pantas dibanggakan. “jadi memang saatnya ada perubahan,” cetusnya.

Supporter Persema sendiri turut ke Jakarta untuk melakukan aksi revolusi sepakbola Indonesia. Rombongan yang terdiri dari puluhan supporter dikawal langsung media officer Persema Asmuri dan bergabung dengan supporter lain yang lebih dulu ada di Jakarta.

Dari Bojonegoro, ratusan supporter Persibo Bojonegoro Boromania melakukan aksi demi di Bojonegoro. Mereka menuntut Nurdin Halid tidak mencalonkan lagi sebagai Ketua Umum PSSI sekaligus perbaikan dalam sistem persepakbolaan Indonesia.

“Tuntutan kami adalah revolusi PSSI dan Nurdin Halid mundur dari Ketua Umum. Itu sudah harga mati,” tutur Ketua Harian Boromania Jasmo Priyanto. Ia yakin perbaikan sepakbola Indonesia hanya bisa dilakukan dengan perubahan kepengurusan di tubuh PSSI.

Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi di Jakarta. Setelah melakukan aksi di Senayan dan kembali ke Bojonegoro, mereka kembali melakukan aksi di Mess Persibo sekaligus di jalan-jalan protokol Bojonegoro. 



Koran SI

Sumber: www.okezone.com

Revolusi PSSI (5)



Budiarto Shambazy: Dosa Nurdin Halid Sudah Lengkap

Ribuan suporter sepakbola dari sejumlah klub terus berdatangan untuk menduduki kantor Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di komplek stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Mereka menuntut Nurdin mundur dan tidak mencalonkan diri lagi sebagai Ketua Umum PSSI.

Aksi yang dinamai 'Revolusi Merah Putih' ini terjadi setelah Tim Seleksi Calon Ketua Umum PSSI hanya Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie dan mencoret dua nama kandidat, yaitu Arifin Panigoro dan George Toisutta.

Pengamat sepakbola Budiarto Shambazy menilai aksi pendudukan tersebut wajar dan boleh saja dilakukan. Aksi tersebut merupakan gerakan sosial yang dilakukan masyarakat atas akumulasi kekecawaan selama ini. Walau begitu, aksi ini diharapkan tidak mengarah pada suatu tindak anarkis dan kekerasan, apalagi memunculkan demo tandingan yang akan mengakibatkan benturan horizontal di antara supporter sepakbola dan masyarakat.

Gagasan revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid dari Ketua Umum PSSI, menurut Budiarto, sudah waktunya dilakukan. Mantan terpidana kasus korupsi impor gula dan pengadaan minyak goreng itu memiliki setumpuk dosa besar sehingga tidak layak lagi diperbolehkan memimpin PSSI. Setumpuk dosa Nurdin di antaranya adalah selama dua perieode kepemimpinannya PSSI tidak punya prestasi, banyak terjadi korupsi, suap, main skor, kompetisi yang kacau an kejahatan penelikungan aturan FIFA untuk kepentingan diri sendiri.

Berikut petikan wawancara detikcom dengan pengamat sepakbola Budiarto Shambazy, yang juga wartawan senior Kompas ini:

Bagaimana tanggapan anda atas gerakan revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid?

Sebetulnya boleh-boleh saja ada gerakan seperti ini. Gerakan atau movement ini dilakukan oleh masyarakat yang konsen terhadap sepakbola kita. Ingat, mereka melakukan tindakan yang agak ‘anarkis’ seperti ini, karena memang saluran-saluran lain sudah tidak mempan. Ini yang seharusnya diwaspadai oleh kita semua.

Gerakan ini sebenarnya sama yang terjadi di negara-negara Timur Tengah. Tidak bisa lewat pemerintah, tidak bisa lewat parlemen, tidak bisa lewat Menteri Pemuda dan Olahraga, tidak bisa lewat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat. Jadi sudah terlalu lama bertele-tele, sekurang-kurangnya sejak Kongres Sepakbola Nasional (KSN) bulan Maret tahun lalu di Malang, Jawa Timur. Jadi ini sudah merupakan penumpukan akumulasi kekesalan dan kemuakan masyarakat, karena Nurdin Halid tidak mau turun-turun, dan malah tetap mau mencalonkan diri lagi.

Kebetulan ini harus diakui sebagian massa diorganisir oleh pihak yang berkepentingan untuk menggulingkan Nurdin Halid. Jadi memakai politik kekuasaan. Saya masih bisa mentoleransi itu, artinya jangan sampai peyelesaian dari reformasi sepakbola yang selama ini tidak mempan dengan cara apa pun, jangan pakai duit lagi. Jadi apa yang dilakukan oleh lawan-lawan Nurdin Halid ini sebetulnya ingin reformasi sepakbola yang bersih dan tidak ada embel-embel duit. Tapi, lalu dikecewakan dan dipermalukan lagi dengan dicoretnya Arifin Panigoro dan George Toisutta dari pencalonan Ketua Umum PSSI.

Jadi ini sudah gerakan sosial atau social movement, ini elemennya banyak. Kalau ada yang mendompleng itu pasti. Tapi yang orisinil yang berniat untuk memperbaiki reformasi sepakbola banyak juga, ini campuran juga. Saya khawatir, nanti ini justru jadi anarkisme.

Kenapa Nurdin Halid begitu ngotot memimpin PSSI? Apa dia mendapatkan keuntungan ekonomis atau politis selama ini?

Saya lebih melihat ini sebetulnya lebih politis. Seperti kita tahu, memang tarik menarik antar kekuatan politik atau dua kekuatan politik yang mendominasi panggung politik kita, suka atau tidak suka sebuah fakta. Satu pihak ada kekuatan Partai Golkar, karena waktu itu sudah dipolitisasi oleh pernyataan Nurdin Halid bahwa ‘Sukses PSSI, Sukses Golkar’. Karena dia sudah menganggap bahwa PSSI adalah Golkar, otomatis muncul perlawanan dari yang bukan Golkar.

Ini yang menyebabkan adanya pertarungan antara dua kekuatan antara Golkar dan kekuatan yang bukan Golkar. Begitukan, simple saja. Saya tidak mau menuduh siapa lawannya Golkar, tapi sementara ini paling tidak ada unsur pemerintah. Di situ bisa dilihat keterlibatan Goerge Toissuta sebagai pejabat pemerintah, ada Andi Mallarangeng sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, ada Rita Wibowo sebagai Ketua KONI Pusat. Ini kan lagi-lagi sejak KSN di Malang tahun lalu.

Kepentingan politik itu menurut saya lebih kental daripada kepentingan bisnis atau ekonomi. Ini yang sayangnya sudah menyimpang dari tujuan semula, yaitu tujuan yang ingin memajukan sepakbola menjadi pertikaian politik. Makanya saya ingin mengimbau temen-temen media untuk hati-hati jangan terserat pertarungan politik ini. Kita harus tetap mengontrol dengan jurnalisme yang hati-hati, karena pertempuran politik ini sudah dikhatwairkan anarkis dan mulai kasar. Menurut saya ini sudah jeleklah.

Faktor utama atau dosa apa yang paling mendasari masyarakat ingin revolusi menggulingkan Nurdin Halid?

Pertama, sebenarnya Nurdin Halid kan sudah dua periode dikasih kesempatan memimpin PSSI, tapi gagal total, tidak menyumbangkan satu medali pun. Prestasinya jauh terpuruk dibandingkan waktu ketua umum sebelumnya. Misalnya Kardono berhasil  menyumbangkan satu medali emas saat SEA Games tahun 1987, Azwar Anas menyumbangkan satu medali emas di SEA Games juga. Nah, Agum Gumelar tidak berprestasi, tapi dia berjiwa besar tidak mau mencalonkan diri lagi. Tapi Nurdin Halid sudah dua periode tidak ada satu medali pun yang diperoleh Timnas PSSI.

Kedua, selama ini dalam Kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) semakin terpuruk. Baik secara kualitas, banyak suap, banyak yang ngatur skor, banyak wasit tidak becus, banyak kerusuhan. Ini sudah berulang-ulang, artinya dosanya sudah lengkap atau sudah tidak boleh mencalonkan diri.

Kalau soal penyimpangan pengadopsian Statuta FIFA ke Statuta PSSI?

Itu sebenarnya tidak menjadi persoalan. Kalau ngomongin soal dosa, dosa itu tidak ada prestasi dan kacaunya kompetisi. Hanya saja untuk bertahan, dia melakukan dosa ketiga. Yang paling berat dosanya itu mengubah Statuta FIFA yang dalam bahasa Inggris jelas dikatakan bahwa seorang calon Ketua Umum tidak boleh terlibat tindak pidana dan sudah divonis menjadi narapidana. Tapi ini ditelikung dan diubah, seolah-olah tidak sedang dalam proses atau pengadilan tindak pidana.

Jadi dosa ini paling berat dengan menelikung aturan atau Statuta FIFA. Dan itu bukan hanya dilakukan dalam Statuta FIFA, tapi banyak statuta lain yang banyak dia plintar-plintir. Misalnya, soal Liga Primair Indonesia (LPI) itu illegal karena tidak di bawah naungan PSSI. Itu tidak ada ceritanya itu harus di bawah naungan PSSI, semua warga negara membuat kompetisi bebas-bebas saja. Memang perlu memberitahu ke PSSI untuk membuat kompetisi, selesai di situ.

Begitu juga soal rekruitmen pemain Tim Nasional, misalnya Irfan Bachdim dan Jeffrey Kurniawan. Tidak boleh ada pemain yang tidak di bawah klub naungan PSSI masuk Timnas. Sementara dia sendiri memanggil-manggil pemain muda untuk seleksi Timnas SEA Games, itu memanggil pemain dari klub-klub di Eropa dan Uruguay, yang bukan di bawah naungan PSSI, jadi ini tidak konsisten, kan beda dengan Bachdim dan Jeffrey.

Apakah aksi revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid akan efektif atau tidak?

Selama tidak anarkis, saya kira akan efektif. Sampai pendudukan PSSI saya kira efektif dan ampuh. Yang saya khawatir, jangan sampai ini menjadi konflik politik dan membenturkan massa secara horizontal, saya tidak setuju. Aparat kepolisian harus tegas, jangan sampai bentrok fisik.

Kalau menduduki kantor PSSI ini masih oke, karena ini gerakan sosial, saya setuju ini diduduki, hanya saja saya khawatir ada yang mengerahkan massa tandingan. Ingat tidak waktu kita dirugikan wasit asing, PSSI kan mengerahkan demonstran ke hotel. Kan pernah juga dalam rangka membela Nurdin Halid, mereka mengerahkan massa di Bundaran HI. Itu yang saya khawatir.

Bagaimana soal pencoretan Arifin Panigoro dan George Toisutta oleh Tim Seleksi Ketum PSSI?

Ini tentuya ada alasan atau agenda tersembunyi dari pencoretan dalam verifikasi kedua tokoh ini. Dalam hal ini PSSI, khususnya Nurdin Halid ingin tidak ada lawan yang memadai, kalau bisa dia bisa dipilih secara aklamasi kalau ada namanya dan nama Nirwan Bakrie sebagai orang dalam. Rupanya lagi-lagi mereka, Syarif Bastaman mengunakan klausul seolah-olah dalam Statuta FIFA bahwa calon Ketum itu adalah orang yang pernah mengurus sepakbola selama lima tahun.

Sebenarnya syarat ini sudah dipenuhi oleh Pak George Toisutta dan Arifin Panigoro, yang aktif mengurus sepakbola. Tiba-tiba, klausul itu ditelikung lagi bahwa seolah-olah harus sebagai pernah pengurus, official atau petugas teknis klub yang berada di bawah naungan PSSI. Makanya Goergoe Toisutta memenuhi persyaratan dengan melampirkan jabatannya sebagai pengurus Persatuan Sepakbola Angkatan Darat (PSAD). Tapi Tim Seleksi bilang bahwa PSAD bukan di bawah naungan PSSI, makanya dicoret, Arifin juga sama.

Lalu datang lagi formulir yang ditandatangani Pemprov Jawa Barat bahwa Goergo Toisutta merupakan pengurus Persatuan Sepakbola Bara Siliwangi yang berada di bawah naungan PSSI. Hal ini tentunya membuat bingung PSSI dan Tim Seleksi. PSSI lagi-lagi menjegal pencalonan Goerge Toisutta denga cara menurut Statuta FIFA bahwa pejabat tidak boleh jadi calon Ketum PSSI. Ini yang mungkin bisa diakal-akalin oleh mereka, apalagi George Toisutta saat ini sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Padahal di banyak negara yang namanya ketua asosiasi atau federasi banyak yang pejabat. Bahkan ada politisi di persatuan sepakbola di sejumlah negara, seperti di Korea dan Jepang. Memang ini terus dicari-cari cara agar tujuannya agar Arifin dan George tidak masuk. Ini yang lagi dicoba PSSI dan itu mereka nekat. Apapun caranya kedua orang ini tidak masuk.

Nurdin Halid sebenarnya masih mengantungi 81 suara, nah apa bahayanya bila George Toisutta dan Arifin Panigoro lolos?

Kalau menurut saya, karena desakan atau gempuran reformasi sepakbola sudah sedemikian kencang. Kan ini ada 103 keanggotaan PSSI, sekarang tinggal 100. Kann100 yang punya hak suara ini, karena adanya desakan reformasi sepakbola dari semua kalangan, akhirnya akan berubah haluan. Ini sudah terjadi, kalau kita lihat di beberapa anggota yang memiliki hak suara melakukan pembangkangan dan pengkhianatan, ini sudah banyak.

Banyak klub yang sudah sebel sama Nurdin Halid, beda kepada Nirwan Bakrie yang dianggap tidak terlalu bermasalah. Mereka menilai ya udah kalau begini beralih tidak mendukung Nurdin. Banyak pilihan banyak, bisa Nirwan atau Goerge Toisutta. Tinggal dua ini yang bakal dijagokan untuk bertanding dalam pemilihan di kongres nanti.

Ada yang menilai masuknya Arifin dan Goerge merupakan bagian dari intervensi pemerintah?

Ini menarik. Begini, soal intervensi memang dilarang oleh FIFA, karena ini intervensi politik. Asosiasi itu harus bersih dari politik, kenyataanya sejak KSN sebetulnya intervensi pemerintah secara politik sudah terjadi. Jadi itu suatu realitas politik yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dan, lihat sejak KSN itu FIFA tidak pernah berbicara sama sekali soal intervensi politik pemerintah Indonesia di PSSI.

Ini artinya FIFA sudah mulai melihat bahwa ada masalah serius sepakbola di Indonesia. Jadi mereka ini sudah wait and see. Ingat, mereka ini juga adalah organisasi besar yang tidak berani ikut campur pada urusan dalam negeri negara orang, seperti Indonesia. Jadi mereka tahu diri lah, selain itu FIFA selama ini juga disorot dunia. FIFA disorot saat Nigeria dari  tersingkir pada babak penyisihan Piala Dunia 2010, Presiden Nigeria marah dan ketua umum organisasi sepakbolanya dipecat. Lalu FIFA marah dan mengatakan itu suatu intervensi.

Akhirnya sang presiden mundur dan membatalkan keputusannya karena takut terkena ban atau dilarang ikut kompetisi, artinya Timnasnya tidak bisa bermain di luar negeri apalagi Piala Dunia. Tapi lihat apa yang dilakukan FIFA terhadap Arab Saudi, saat Timnasnya gagal di Piala Asia, Raja Arab Saudi marah dan memecat Ketua Umum Organisasi Sepakbolanya. FIFA bungkam seribu bahasa tidak berani menegur Raja Arab Saudi, karena selama ini sering menerima banyak sumbangan.

Jadi FIFA sendiri diskriminatif dan tidak konsisten terhadap negara tertentu. Untuk negara tertentu berani, tapi negara kuat seperti Arab Saudi yang kaya tidak berani, karena duit Arab Saudi gila-gilaan masuk ke FIFA. Jangan lupa Presiden FIFA Joseph  S Blatter tahun ini mau habis masa jabatannya bulan Juni 2011 ini. Sekarang mulai kampanye dan muncul nama calon Presiden FIFA seperti Michael Bassini dari Eropa dan Presiden Asian Football Confederation (AFC) Mohamed bin Hammam. Dalam kampanye Presiden AFC menyatakan akan mencalonkan Presiden FIFA sekarang, karena Presiden FIFA sekarang dinilai tidak becus dan terlibat korupsi juga.

Ini terjadi dalam pencalonan tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia 2018 dan 2022 nanti. Kan Inggris kalah, karena ternyata ada yang beli suara. Jadi ada tiga orang yang ketahuan disogok oleh Rusia, sehingga Rusia terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 nanti. Susah sekarang mau memberantas korupsi dan intervensi politik, ternyata FIFA juga tidak bersih. Jadi FIFA kurang dihargai sekarang ini. Jadi FIFA jangan dianggap Tuhan.

Jadi FIFA tidak bakal menjatuhkan sanksi ke Indonesia?

Wait and See, tidak berani mereka mengambil tindakan drastis. Walaupun, katakanlah itu terjadi juga, katakanlah FIFA melihat intervensi pemerintah Indonesia ke PSSI. Nggak apa-apa kok di-ban atau PSSI dilarang, memang tidak ada prestasi dan malah menghemat dana. Lebih baik kita konsentrasi di dalam negeri untuk melakukan pembinaan, fasilitas, kompetisi, pembinaan pemain pemula dibenahi dan diperbaiki dahulu.

Saya kira itu sebenarnya bisa dinegosiasi, misalnya PSSI di-ban gara-gara pemerintah ikut campur. Baru setelah Nurdin Halid tersingkir, ada ketua umum baru berunding lagi dengan FIFA. Kan di sana ada mekanisme banding juga di FIFA. Ban itu bisa dicabut setelah kondisi stabil lagi. Jadi jangan anggap FIFA sebagai Tuhan, PSSI sendiri yang anggap Tuhan, sementara aturan FIFA sendiri ditelikung sendiri oleh PSSI.

Bagaimana soal ancaman boikot pada Timnas atau Kompetisi ISL atau LSI?

Itu tidak efektif saya kira, karena apa? Siapa dulu yang mau boikot siapa dulu, apa penonton? Tidak mungkin penonton memboikot, karena sepakbola itu juga hiburan, pastinya penonton berbondong-bondong ke stadion melihat pertandingan klub sepakbola kesayangannya. Jadi sebaiknya jangan boikot pertandingan, itu tidak bagus.

Selain itu ini kan juga sumber penghasilan dari berbagai pihak. Pemain harus digaji, aparat pertandingan harus dibiayai, lalu ada kontrak-kontrak bisnis komersial yang harus dipatuhi. Sponsor kalau pertandingan tidak jalan pasti akan marah, lalu langsung sponsorship akan dipotong misalnya Rp 100 juta per pertandingan. Lalu di sini hak siar dengan stasiun televisi seperti kontrak ANTV dengan ISL Rp 100 miliar untuk 10 tahun. Kalau tidak ada pertandingan rugi, karena keburu teken kontrak dengan pengiklan. Jadi jangan diboikot, nggak bagus dan nggak bijaksana.

M. Rizal





Sumber: www.detik.com

Revolusi PSSI (4)




Ribuan Orang Satu Tujuan, Gulingkan Nurdin 

Ribuan terus berdatangan silih berganti ke kantor Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Meski beda klub bola, mungkin beda daerah atau agama, tujuan mereka sama. Tujuannya hanya satu menggulingkan Nurdin Halid yang tidak mau mundur dari ketua umum PSSI.

Aksi ribuan orang itu dimulai sejak Rabu (23/2/2011) kemarin dan akan terus berlangsung hingga Nurdin terguling. Kantor PSSI di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta itu akan diduduki para suporter bola. Demi menuntut Nurdin mundur, para pecinta bola rela meninggalkan kerjanya sementara, berdesak-desakan ke Jakarta dan berpanas-panas ria. Aksi untuk menggulingkan Nurdin ini bak demo untuk melengserkan presiden saja.

"Kita, para suporter seluruh Indonesia sudah satu kata untuk menduduki Senayan sampai Nurdin Halid terguling, sampai kapan pun kita akan lakukan," tegas Ita Sitti Nasyiah, Koordinator Suporter Persebaya 1927 kepada detikcom.

Selama aksi massa suporter sepakbola ini berlangsung tidak satupun pengurus PSSI yang berani menemui massa untuk dialog atau sekadar negosiasi. Maka pada demo hari pertama saja, suporter berhasil menggembok pagar dan pintu kantor, serta membentangkan spanduk raksasa di muka halaman kantor tersebut.

Aksi seruan ‘Revolusi PSSI Harga Mati’ untuk menggulingkan Nurdin tidak hanya terjadi di Jakarta. Tapi sejumlah suporter dan masyarakat sepakbola di beberapa daerah lainnya juga melakukan aksi dan seruan serupa. Lihat saja aksi sejumlah suporter sepakbola atau bobotoh the Viking di Bandung, Barisan Suporter Persijap Sejati (Banaspati)  di Jepara. Singa Mania di Palembang, Kalteng Mania di Palangkaraya.

Aksi dilengkapi dengan sejumlah poster, pamflet dan spanduk  yang terus menghujat Nurdin Halid sampai membakar gambar atau fotonya. Belum lagi aksi masyarakat pecinta sepakbola, seperti  Aliansi Pecinta Sepakbola Indonesia (APSI) di Solo, Aliansi Pecinta Sepakbola Makassar (Acikola) di Makassar. Sementara  sebagian besar para suporter di Pulau Jawa ini mengirimkan beberapa perwakilannya ke Jakarta secara bergelombang.

Tak hanya aksi unjuk rasa turun ke jalan, sebagian suporter dan pengurus PSSI di daerah pun mengancam akan membuat PSSI Tandingan, bila Nurdin Halid juga tidak mau mundur dari pencalonan.

Gencarnya gerakan yang dinamai Revolusi Merah Putij ini dipicu Tim Seleksi Calon Ketua Umum PSSI yang dianggap diskriminatif yang mencoret nama Arifin Panigoro, penggagas Liga Primair Indonesia (LPI) dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta dari tahap verifikasi. Dengan tidak lolosnya Toisutta dan Panigoro, seperti menutup harapan reformasi PSSI bisa dilakukan dengan cara baik-baik lewat kongres.

"Itulah ketika aspirasi masyarakat tersumbat, hal yang kemudian gerakan massa yang kemudian seperti dalam ‘teori umum’ terjadi dimana-mana. Saya kira ini penting dilakukan oleh suporter supaya memastikan suara mereka didengar tidak hanya masyarakat sepakbola Indonesia, tapi sepakbola dunia,” kata pengamat sepakbola Kusnaeni.

Gerakan Revolusi PSSI diharapkan bisa membuka mata Federation International Football Association (FIFA) dan Asia Football Confedertion (AFC) untuk melihat pendapat masyarakat sepakbola di Indonesia atas kepemimpinan Nurdin Halid di PSSI. "Ini yang mungkin selama ini tidak pernah didengar oleh FIFA dan AFC. Ungkapan suporter harini mungkin akan membuat FIFA dan AFC mau melihat kenyataan yang ada, yang lebih obyektif. Tidak hanya satu sumber, hanya dari sumber PSSI sendiri,” jelas CEO PT Bandung Indonesia Goalsports itu.

Koordinator Pendukung Arifin Panigoro dari Persebaya 1927, Saleh Mukadar pun sependapat revolusi jalanan terpaksa ditempuh karena suksesi lewat cara kongres tertutup. Masyarakat sepakbola, lanjut Saleh, selama ini berharap adanya perubahan di tubuh PSSI, dengan perubahan pengurusnya. Salah satu harapannya dengan munculnya Arifin Panigoro dan George Tosiutta dalam bursa pencalonan. Sayangnya, nama kedua tokoh ini dicoret dalam verifikasi tim seleksi sehingga masyarakat kesal. "Jadi wajar saja masyarakat turun ke jalan untuk menggulingkan Nurdin Halid," tandasnya lagi.

Saleh yakin, aksi massa suporter sepakbola ini akan berhasil menggulingkan Nurdin Halid. Keyakinannya itu menengok kasus penggulingan Presiden Tunisia Zine el Abidine Ben Ali dan Presiden Mesir Hosni Mubarak, serta upaya penggulingan pemimpin di negara Timur Tengah lainnya serta negara lainnya. "Sekuat apapun dia memimpin negara, di dunia mana, kalau rakyat sudah bergerak pasti bisa digulingkan, apalagi ini hanya memimpin sebuah organisasi, itu pasti akan jatuh," ujar Saleh penuh semangat.

Dengan optimisme bisa menggulingkan Nurdin, beribu cara akan ditempuh para pecinta bola. Misalnya ada yang dengan cara mengirimkan suporter ke Jakarta seperti dilakukan Suporter Persebaya 1927 dan Bonek Anti Nurdin.

Koordinator Suporter Persebaya 1927 Ita Sitti Nasyiah mengaku sudah mengirimkan ratusan suporter Bonek maupun pribadi-pribadi untuk berangkat ke Jakarta secara bergiliran. Tidak hanya bonek, sejumlah suporter dari klub sepakbola dari Malang, Madiun, Bojonegoro dan Pasuruan dan hampir semua daerah di Jatim mengirimkan orang ke Jakarta, termasuk dari Madura.

Selain suporter, sejumlah ormas, LSM bahkan partai politik pun turut berminat terlibat Revolusi Merah Putih ini. Namun Ita menolak keterlibatan parpol untuk menjaga kemurnian gerakan penggulingan Nurdin. "Kita tolak, karena kita khawatir ada agenda lain yang akan mereka bawa, dompleng. Sebagian besar orang dari sejumlah elemen ini ada yang berangkat dengan dana sendiri," ungkap Koordinator Suporter Persebaya 1927 itu.

Dana untuk pengiriman para suporter Bonek sendiri diperoleh dari sumbangan sejumlah pengusaha dan masyarakat yang tidak bisa datang ke Jakarta. Bahkan, banyak pengurus PSSI Jawa Timur dan Koni Jawa Timur yang memberikan bantuan. Bagi suporter Bonek yang berangkat ini diberikan subsidi membeli tiket ke Jakarta.

Koordinator Bonek Anti Nurdin, Evril Yudha mengaku ingin menggulingkan Nurdin karena malu PSSI dipimpin mantan napi. "Ini sudah bukan rahasia lagi bahwa dia itu mantan narapidana, di semua aturan organisasi semua cabang olahraga disebutkan bahwa mantan narapidana itu tidak boleh jadi ketua umum pengurus organisasi," kata Evril.

Alasan Evril kedua, olahraga sepekbola di masa kepemimpinan Nurdin Halid dua periode tidak pernah ada prestasinya, bahkan cenderung menurun terus. Dan alasan yang ketiga dan itu dinilai merusak PSSI adalah ketika Nurdin Halid mempolitisasi organisasi sepakbola dengan partai politiknya, Partai Golkar. “Oleh karena itu kita minta PSSI yang ada saat ini dibekukan, dan lakukan pembaharuan di tubuh PSSI, ganti semua. Kita aksi sampai Nurdin turun," tegasnya.

Evril juga mengatakan selain turun ke jalan untuk melakukan pendudukan kantor PSSI Pusat dan aksi unjuk rasa lain. Untuk menggulingkan Nurdin Halid sudah dilakukan upaya-upaya lainnya seperti pernah mengirimkan Surat Laporan ke FIFA. "Surat itu langsung diantar perwakilan Bonek yang langsung untuk menyerahkannya ke Presiden FIFA Joseph Bletter dan sejumlah pihak di Jakarta, namun upaya itu tak pernah ditanggapi oleh FIFA, begitu juga saat KSN di Malang," ungkapnya.

Selain itu juga ada aksi penggalangan uang dari para suporter sepakbola untuk biaya pemberangkatan ke Kongres PSSI di Bali pada bulan Maret mendatang. "Kita akan datangi Kongres PSSI di Bali, kalau aksi kita menduduki PSSI di GBK ini tidak ada tanggapan positif atau tidak ada kemajuan yang signifikan. Makanya kita ngumpulin uang agar bisa berangkat semua. Atau gimana caranya agar Kongres PSSI itu dipindahkan ke Jakarta tidak di Bali,” kata Koordinator Supoter Sepakbola Jakmania, Larico.

Banyak upaya yang dilakukan masyarakat sepakbola Indonesia untuk memajukan sepakbola, termasuk mereformasi total PSSI. Misalnya di beberapa daerah sejumlah masyarakat yang kecewa dengan kepemimpinan Nurdin Halid malah akan membuat PSSI
Tandingan. Sebut saja para pecinta sepakbola di Jawa Timur yang mendeklarasikan PSSI Tandingan di Surabaya.

"Kita sengaja memulai dari sini (Jawa Timur) sebagai embrio menuju sepakbola yang lebih baik atas puncak kekesalan dan keprihatinan atas kepengurusan serta kemunduran sepakbola di negeri ini di bawah kepemimpinan Nurdin," kata salah satu Presidium Pecinta Sepakbola Jatim, Tri Prakoso kepada wartawan di sela-sela deklarasi PSSI tadingan di kantor Pengprov PSSI Jatim Jalan Raya Kertajaya 155, Rabu (23/2/2011) kemarin.

Bahkan menurut Tri, pihaknya membuka pendaftaran bagi masyarakat yang ingin mengadakan perubahan sepakbola dengan mendaftarkan sebagai pengurus maupun Ketua Umum PSSI. Dari informasi yang dihimpun, PSSI Tandingan juga dideklarasikan di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, NTB dan Lampung.

Selain melakukan aksi turun ke jalan dan menduduki kantor PSSI, serta membuat PSSI tandingan. Sebagian masyarakat pecinta sepakbola juga mengancam akan melakukan pemboikotan sejumlah pertandingan Timnas PSSI dan Liga Super Indonesia. "Soal ancaman boikot pertandingan itu baru memboikot pertandingan Timas PSSI saja karena ini yang langsung di bawah asuhan PSSI. Kalau pertandingan LSI belum. Pokoknya ini semua kita lakukan karena Tim Seleksi dan Verifikasi pencalonan Ketua Umum PSSI dikriminatif dan tidak demokratis," tegas Larico lagi.

Namun untuk ancaman pemboikotan pertandingan Timnas dan LSI, sejumlah pengamat justru menyatakan hal itu tidak perlu dilakukan. Alasannya, sepakbola adalah sebuah olahraga hiburan yang justru tidak akan menjadi hiburan lagi bila tidak ada penontonya.  Bahkan akan merugikan semuanya, seperti pemain, petugas lapangan, pelatih yang harus mencari nafkah, bahkansampai kontrak bisnis komersil yang tentunya akan berdampak merugikan semuanya.

"Saya kira itu tidak efektif, karena apa? Siapa dulu yang mau boikot siapa dulu, apa penonton? Tidak mungkin penonton memboikot, karena sepakbola itu juga hiburan, pastinya penonton berbondong-bondong ke stadion melihat pertandingan klub sepakbola kesayangannya. Jadi sebaiknya jangan boikot pertandingan," ungkap pengamat sepakbola Budiarto Shambazy.

M. Rizal 

Sumber: www.detik.news.com



Revolusi PSSI (3)



Sudah Untung Segunung, Nurdin Bisa Disantet Kalau Tak Mau Mundur

Nurdin Halid kini seperti menjadi musuh bersama pecinta sepakbola. Dia dihujat, dimaki-maki, didemo, fotonya diinjak-injak juga dibakar. Pendek kata publik pecinta sudah tidak menginginkan Nurdin Halid lagi. Nurdin harus segera menyingkir dari PSSI karena dinilai sudah gagal total dan memiliki dosa yang lengkap.

Tapi Nurdin tidak peduli. Saat kantor PSSI diduduki ribuan suporter yang menginginkan dia tidak lagi memimpin PSSI, Nurdin menyepi di kampung halaman. Meski digempur sana-sini mantan terpidana korupsi minyak goreng dan gula itu tetap tidak mau mundur. Ia menghalalkan segala cara agar tetap bercokol di PSSI.

Mengapa Nurdin ngotot tidak mau lengser dari PSSI? Apa keuntungan yang diperoleh Nurdin sehingga tidak mau melepaskan jabatan yang sudah dua kali digenggamnya itu?

Beberapa kolega Nurdin di PSSI yang ditemui detikcom mengatakan, mereka hanya bisa pasrah dengan sikap ngotot Nurdin. Soalnya mereka sudah berulangkali memberi pandangan tapi Nurdin tetap ngotot dengan sikapnya. "Dia bilang akan menghadapi sendiri desakan mundur terhadap dirinya," jelas salah satu pengurus PSSI yang enggan disebutkan namanya.

Desakan mundur Nurdin sebenarnya sudah terjadi sejak Agustus 2007, saat ia divonis dua tahun penjara akibat tindak pidana korupsi pengadaan minyak goreng. Saat itu Jusuf Kalla, yang menjabat sebagai Wakil Presiden, Ketua KONI,dan bahkan FIFA sempat menekan Nurdin untuk mundur. FIFA bahkan mengancam untuk menjatuhkan sanksi kepada PSSI jika tidak diselenggarakan pemilihan ulang ketua umum.

Akan tetapi Nurdin tetap saja tidak mau mundur. Dia tetap menjalankan PSSI dari balik jeruji penjara. Mengapa Nurdin bisa sengotot itu? Sumber detikcom di PSSI mengatakan, sikap Nurdin tersebut lantaran ada dukungan dari Nirwan Bakrie, adik kandung Aburizal Bakrie, yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PSSI. "Nirwan waktu itu bilang kasihan Nurdin. Dia sudah tidak punya kerjaan lagi. Kita  sebaiknya membantu teman yang lagi kesusahan," jelas sumber tersebut menirukan ucapan Nirwan.

Sosok Nirwan di PSSI memang sangat dihormati. Pasalnya, sejak tahun 1980-an keluarga Bakrie telah banyak membantu keuangan PSSI yang kembang kempis. Jangan heran kalau pernyataan Nirwan itu seakan menjadi perintah bagi seluruh pengurus PSSI untuk tetap mempertahankan Nurdin.

Nirwan yang merupakan pemilik Klub Pelita Jaya, masih menurut sumber tersebut, sangat membutuhkan sosok Nurdin. Lantaran pria kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, itu, dianggap sanggup bekerja 24 jam dalam mengurus PSSI.

Karena interesnya terhadap Nurdin, sampai-sampai Nirwan tidak mempedulikan omongan orang-orang di luar maupun di lingkungan PSSI terhadap Nurdin. Begitu juga dengan tudingan prestasi PSSI remuk saat dipegang Nurdin.

Namun menurut Apung Widadi peneliti ICW yang tergabung dalam Save Our Soccer, kiprah Nurdin di PSSI bukan sekadar dia tidak punya pekerjaan lain. Sebab dengan menjabat Ketua Umum PSSI, Nurdin bisa memperoleh banyak uang.

Menurut Apung, untuk tahun 2011 saja, PSSI dapat dana Rp 90 miliar dari APBN, dari FIFA itu US$ 300 ribu (pembagian keuntungan penyelenggaraan Piala Dunia 2010, lalu sponsorship Rp 45 miliar. "Selama ini kan PSSI tidak pernah transparan dalam mempertanggungjawabkan anggaran sehingga mudah untuk Nurdin mengkorupsinya," ujar Apung.

Mantan pengurus PSSI zaman Agum Gumelar yang kini menjadi pengamat sepakbola, Tondo Widodo mengamini Nurdin mendapatkan keuntungan materi yang besar sehingga tidak mau lengser. "Uang PSSI itu kan sangat besar, miliaran, dari APBN, FIFA, sponsorship yang masuk kan sangat besar. Kita semua pasti tahu siapa yang berkecimpung dalam gula pasti tangannnya kecipratan gula," urai Tondo.

Tondo menilai ada masalah besar yang membuat Nurdin tidak akan pernah rela melepas jabatannya. Masalah tersebut yaitu perjudian. Sudah bukan rahasia lagi selama ini bila kompetisi atau liga di bawah PSSI bisa diatur siapa pemenangnya. "Ada sesuatu yang besar di belakang ini yang sangat menguntungkan barangkali itu judi atau apa," kata mantan pengurus PSSI itu.

Selain masalah uang, Nurdin emoh digulingkan juga demi keuntungan politik. Kubu Nurdin telah menyelewengkan PSSI dari alat perjuangan bangsa menjadi alat perjuangan partai. Massa bola sangat besar jadi tidak heran bila dijadikan rebutan parpol. Dengan tetap menggenggam PSSI, Nurdin pun untung secara politik. "Nurdin telah membuktikan selama ini dia loyal terhadap atasan di partai. Kemana-mana dia mengatakan keberhasilan Timnas adalah keberhasilan Golkar. Dia ngotot karena dia ingin PSSI
akan tetap seperti itu, menjadi alat partai," ujar Tondo.

Sayangnya keuntungan besar yang dinikmati Nurdin tidak diimbangi prestasi yang besar. Sebaliknya Nurdin justru memiliki setumpuk dosa sehingga sudah selayaknya ditumbangkan. Selain mantan narapidana, berdasarkan catatan ICW, Nurdin terkait sejumlah kasus korupsi lainnya. Nurdin dinilai terkait suap pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI), Oktober 2010 lalu. Dalam kasus DGS BI nama Nurdin disebut dalam kesaksian Hamka Yandhu di Pengadilan Tipikor. Hamka saat itu menyebut Nurdin menerima uang sekitar Rp 500 juta dalam kasus ini.

Selain itu juga kasus korupsi dana (APBD) Samarinda untuk klub Persisam  juga diduga menyeret Nurdin. Dia dituding ikut menikmati uang hasil korupsi dari terpidana 1 tahun mantan GM Persisam Putra Samarinda, Aidil Fitri.

Keterlibatan Nurdin dan Presiden Direktur PT Liga Indonesia Andi Darussalam dibeberkan Ketua Majelis Hakim yang menyidang Aidil, Parulian Lumbantoruan, di Pengadilan Negeri Samarinda. Hakim menyebut Nurdin dan Andi masuk dalam 35 daftar pembayaran fiktif yang dilakukan Aidil dengan total pembayaran Rp 1,78 miliar.

Aidil sendiri divonis 1 tahun penjara lantaran terbukti korupsi Rp 1,78 miliar dana APBD Samarinda tahun anggaran 2007/2008. Hakim menyebutkan dana miliaran rupiah itu, antara lain mengalir ke Nurdin Rp 100 juta dan Andi Rp 80 juta.

Dengan dua kasus tersebut Nurdin menjadi daftar incaran KPK. Bisa-bisa Nurdin kembali masuk penjara bila KPK sudah menetapkannya sebagai tersangka. "KPK akan memeriksa Nurdin sebelum kongres digelar,"

Sementara bagi pengamat sepakbola Budiarto Shambazy, dosa Nurdin Halid sudah lengkap. Dosa pertama, sebenarnya Nurdin Halid kan sudah dua periode dikasih kesempatan memimpin PSSI, tapi gagal total. PSSI di bawah Nurdin tidak menyumbangkan satu medali pun. Prestasinya jauh terpuruk dibandingkan waktu ketua umum sebelumnya. Misalnya Kardono berhasil menyumbangkan satu medali emas saat SEA Games tahun 1987, Azwar Anas menyumbangkan satu medali emas di SEA Games juga. Nah, Agum Gumelar tidak berprestasi, tapi dia berjiwa besar tidak mau mencalonkan diri lagi. Tapi Nurdin Halid sudah dua periode tidak ada satu medali pun yang diperoleh Timnas PSSI.

Dosa kedua, selama ini dalam Kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) semakin terpuruk. Baik secara kualitas, banyak suap, banyak yang ngatur skor, banyak wasit tidak becus, banyak kerusuhan. "Artinya dosanya sudah lengkap atau sudah tidak boleh mencalonkan diri lagi," ungkap Budiarto.

Dengan dosa demikian lengkap, sikap ngotot pengurus PSSI untuk mempertahan Nurdin membuat masyarakat kesal. Publik tahu bahwa upaya normal saja tidak akan bisa menggusur Nurdin dari PSSI. Sebab para pengurus terlihat semakin merapatkan barisan. Kini yang bisa dilakukan para penggemar sepakbola hanya memberikan tekanan berupa aksi demo dan lewat media massa. "Cara ini bisa berhasil bisa tidak. Tapi kita main kuat-kuatan stamina saja. Sampai kapan anak-anak itu akan kuat," jelas Tondo Widodo.

Bila cara ini tidak berhasil, Tondo berharap, Arifin dan Goerge Toisutta bisa lolos. Sehingga akan ada persaingan di kongres PSSI 26 Maret mendatang. "Santet saja kalau nggak ada cara lain lagi," pungkas Tondo yang lantas tertawa.

Deden Gunawan

Sumber: www.detiknews.com

Revolusi PSSI (2)




Misteri Terjegalnya Panigoro-Toisutta dan Rp 1 Miliar Per Suara 

Dalam dunia bola di Indonesia, Arifin Panigoro dikenal sebagai ikon perlawanan. Sementara George Toisutta sebagai ikon pembaruan. Namun kedua tokoh tersebut tidak lolos dalam verifikasi calon Ketua Umum PSSI 2011-2015. Yang lolos, Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie.

Para pecinta bola pun meradang. Mereka turun ke jalan melakukan revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid dari kursi ketua umum PSSI yang dinamai Revolusi Merah Putih. Ribuan suporter dari berbagai daerah berdatangan ke Jakarta untuk menduduki kantor PSSI dengan tujuan satu, menurunkan Nurdin Halid.

Seperti revolusi di Timur Tengah, gerakan revolusi PSSI ini juga menjalar ke semua daerah di Indonesia. Tidak hanya di Jakarta, gerakan menggulingkan Nurdin ini juga digelar di Solo, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Makassar dan semua kota besar lainnya di tanah air.

Revolusi dilakukan lantaran upaya suksesi secara baik-baik kandas di tengah jalan. Pasalnya, Arifin Panigoro dan George Toisutta yang digadang-gadang bisa mengambil alih kepengurusan PSSI terjegal untuk tanding memperebutkan Ketua Umum PSSI.Tim verifikasi mengklaim keduanya tersandung syarat yang tertuang di statuta PSSI dan statuta FIFA.

Ketua tim verifikasi calon Ketua Umum PSSI 2011-2015, Syarif Bastaman mengatakan, Panigoro hanya memenuhi 3 dari 4 persyaratan minimal yang harus dipenuhi jika ingin maju sebagai calon ketua umum PSSI. 3 syarat tersebut adalah minimal berusia 30 tahun, harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal pada saat kongres dan telah memenuhi persyaratan berdomisili di wilayah Indonesia.

Satu syarat yang tidak dipenuhi yakni Panigoro dinilai belum berpartisipasi aktif dalam kegiatan sepakbola sekurang-sekurangnya 5 tahun. Kegiatan sepakbola yang dimaksud adalah segala macam kompetisi yang berada di bawah naungan PSSI atau menjadi anggota PSSI.

Latar belakang Panigoro sebagai pendiri Liga Medco U-15 rupanya tidak jadi pertimbangan karena bentuknya hanya sponsorship. Jadi Liga Medco tidak dianggap sebagai kompetisi yang dikelola PSSI. Sandungan lainnya, Panigoro tidak lolos verifikasi lantaran dirinya terlibat dalam pembentukan Liga Primer Indonesia (LPI) yang dianggap ilegal oleh FIFA.

Sementara Toisutta, yang merupakan Ketua Pengurus Persatuan Sepakbola TNI Angkatan Darat (PSAD), tidak lolos karena aktivitasnya tidak tercatat di PSSI. "PSAD memang berada di bawah naungan Persija. Tapi yang tercatat dalam organisasi di
bawah PSSI hanya Persija. PSAD tidak," kilah Syarif Bastaman, yang juga anggota Komisi VII DPR dari PDIP itu.

Murnikah alasan pencoretan Panigoro dan Toisutta? Alasan yang disampaikan Syarif Bastaman dinilai hanya alasan yang dicari-cari alias akal-akalan belaka. Yang terjadi sebenarnya, dua tokoh itu sengaja dijegal. Nurdin Halid dan kroninya tidak  menginginkan lawan tanding yang kuat yang bisa mengacaukan skenario yang sudah dirancang.

Soal adanya skenario ini dipaparkan pengamat sepakbola yang pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Organisasi PSSI era Agum Gumelar, Tondo Widodo dan pengamat sepakbola Budiarto Shambazy. Skenario itu bertujuan agar PSSI tetap berada dalam cengkeraman Nurdin dan kroninya. Skenario pertama, untuk memuluskan langkah Nurdin menjadi penguasa PSSI untuk yang ketigakalinya. Panigoro dan Toisutta bisa berbahaya bila lolos verifikasi maka dicarilah segala cara untuk menjegalnya.

"Nurdin bisa saja bilang telah didukung 81 suara. Tapi dia tidak yakin dengan klaim dukungan 81 suara itu. Sehingga dia merasa harus mengalahkan George Toisutta dan Arifin Panigoro dengan cara-cara tidak semestinya," terang Tondo.

Jumah pemegang hak suara dalam kongres totalnya 108, yang terdiri dari Pengurus PSSI tingkat provinsi serta kub-klub di bawah PSSI. Namun dari jumlah tersebut yang berlaku hanya 100 suara. Sebab 5 suara yang berasal dari asosiasi pelatih, pemain, official, futsal, dan sepakbola wanita, belum terbentuk. Sementara 3 suara dari klub dihapuskan, yakni Persema, Persibo, dan PSM.

Dari pemegang hak suara, selain Nurdin yang meraih dukungan 81 suara, Arifin punya dukungan 1 suara, George Toisutta dapat dukungan 12 suara, sementara Nirwan Bakrie memperoleh 2 suara dukungan.

Meski suara dukungan bagi George dan Arifin jumlahnya tidak seberapa, tapi menurut Tondo, cukup membuat Nurdin was-was. Soalnya Panigoro merupakan simbol perlawanan, sementara George simbol pembaruan. "Nurdin bisa tidak tidur semingguan untuk memikirkan cara-cara untuk mengalahkan kedua tokoh ini. Apalagi resistensi terhadap Nurdin di mata masyarakat tingi sekali," jelasnya.

Dugaan adanya upaya menjegal Panigoro salah satunya yakni dengan raibnya berkas pencalonannya sebagai bakal calon ketua umum PSSI dari Pengurus Provinsi PSSI Jambi dan Nusa Tenggara Barat. Selain itu aturan PSSI yang menyebutkan ukuran 5 tahun aktif di sepakbola dipersempit harus 5 tahun menjadi pengurus PSSI.

Skenario kedua adalah untuk memuluskan langkah Nirwan Bakrie. Adik Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie itu saat ini menjadi wakil ketua umum PSSI, sementara resistensi terhadap Nurdin sangat tinggi. Bila Nirwan harus melawan Toisutta atau Panigoro, peluang Nirwan untuk menang menjadi tipis. Padahal kelompok Nurdin punya kepentingan tongkat estafet kepengurusan tidak jatuh kemana-mana agar posisi mereka tetap aman.

"Dia ingin tetap kepentingan dia di PSSI tetap dijaga sehingga dia mendorong Nirwan jadi ketua. Kalau cuma dua orang itu, Nurdin dan Nirwan, kongres hasilnya akan aklamasi toh?" kata Tondo.


Rp 1 Miliar Per Suara

Saleh Mukadar, Koordinator Pendukung Arifin Panigoro menilai skenario Nurdin cs sudah disiapkan sejak lama. Persiapan itu dimulai saat kelompok Nurdin membuat Statuta PSSI yang tidak memberikan peluang kepada orang lain untuk masuk, kecuali kelompok mereka sendiri.

"Ini kan karena memang sudah disiapkan lama oleh Nurdin Halid sejak empat tahun lalu. Ini merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan Nurdin Halid cs," kata Saleh.

Budiarto Shambazy menganggap Syarif Bastaman sengaja memelintir klausul Statuta FIFA bahwa calon Ketum itu adalah orang yang pernah mengurus sepakbola selama lima tahun. Sebenarnya syarat ini sudah dipenuhi Toisutta dan Panigoro, yang aktif mengurus sepakbola. Tapi tiba-tiba, klausul itu ditelikung. Dan ketika penelikungan itu tidak berhasil kubu Nurdin kembali mengeluarkan jurus baru dengan menyatakan Statuta FIFA bahwa pejabat tidak boleh jadi calon Ketum PSSI.

"Ini yang mungkin bisa diakal-akalin oleh mereka, apalagi George Toisutta saat ini sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Padahal di banyak negara yang namanya ketua asosiasi atau federasi banyak yang pejabat. Bahkan ada politisi di persatuan sepakbola di sejumlah negara, seperti di Korea dan Jepang. Memang ini terus dicari-cari cara agar tujuannya agar Arifin dan George tidak masuk. Ini yang lagi dicoba PSSI dan itu mereka nekat. Apapun caranya kedua orang ini tidak masuk," papar Budiarto.

Sementara kubu Nurdin justru menuduh ada skenario terselubung dengan tampilnya Toisutta dan Panigoro. Sejumlah pengurus PSSI sejauh ini menganggap munculnya Arifin dan George bukan sebatas urusan bal-balan belaka. Ini masalah gengsi politik dan kelompok. "Masuk Arifin adalah pesanan kelomok politik tertentu. Lihat saja Menpora ikut-ikutan urusan PSSI," ujar salah seorang pengurus PSSI yang enggan disebutkan namanya.

Nah saat ini nasib Toisutta dan Panigoro tergantung pada Komisi Banding Komite Pemilihan yang diketuai pakar komunikasi politik Prof Dr Tjipta Lesmana. Kemungkinan besar, hasil banding akan meloloskan kedua tokoh tersebut. Namun bila ini terjadi tentu Nurdin dan kroni tidak akan tinggal diam. Mereka telah menyiapkan cara kotor lainnya untuk menjegal tokoh yang menjadi simbol perlawanan dan simbol pembaruan tersebut.

"Cara kotor yang akan ditempuh Nurdin itu money politics. Kalau money politics ini sudah sangat mengganggu Toisutta dan Panigoro, mereka pasti akan lebih fight. Apa caranya saya tidak tahu," urai Tondo.

Tondo tidak berharap money politics menjadi solusi untuk menggulingkan Nurdin Halid karena cara tersebut sangat tidak sehat. Dalam perang money politics tersebut, bisa saja harga satu suara sangat melambung hingga mencapai Rp 1 miliar per suara.

"Bisa-bisa satu suara dibayar Rp 1 miliar. Wah ini sudah kayak pegadaian. Ini akan sangat tidak sehat. Menurut saya sebaiknya Nurdin Halid mundur saja lah daripada money politics seperti itu," harap Tondo yang juga mantan pengurus PSSI itu.

M. Rizal, Deden Gunawan 

Sumber: www.detiknews.com

Revolusi PSSI(1)



Logika Publik Vs Logika Nirwan dan Ical 

Kekalahan Tim Nasional U-23 atas Turkmenistan, Rabu (23/2/2011) malam, menambah daftar panjang betapa tidak mudah untuk meningkatkan pretasi sepak bola Indonesia. Harapan yang dibebankan kepada pelatih Alfred Riedl -- setelah lumayan sukses membawa Timnas masuk final Piala AFF -- menjadi kempis kembali. Jika bermain di kandang saja kalah, bagaimana bila main tandang nanti.

Tapi dalam sepakbola Indonesia, prestasi Timnas bukanlah ukuran keberhasilan bagi para pengurus asiosiasi. Nurdin Halid yang telah dua periode memimpin PSSI tanpa prestasi apapun, tetap saja dijagokan untuk melanjutkan kekuasaan. Bersama Nirwan Bakrie, dia menjadi dua calon ketua umum baru yang akan dipilih oleh Kongres PSSI bulan depan.

Baik Nurdin maupun Nirwan adalah sosok lama yang bercokol di PSSI. Jika Nurdin sering tampil ke depan karena posisinya sebagai ketua umum, maka Nirwan berada di balik layar sepak terjang PSSI. Berbagai posisi pernah dipegang Nirwan selama Nurdin menjadi ketua umum. Namun sudah menjadi rahasia orang-orang PSSI, dalam banyak hal Nirwan lebih menentukan.

Bisa dimengerti, karena dari tangan Nirwan-lah, PSSI banyak ditopang pembiayaan. Sudah miliaran rupiah yang digelontorkan adik Aburizal Bakrie tersebut untuk membantu PSSI. Sebab, PSSI yang menggelar kompetisi hingar-bingar dalam delapan tahun terakhir, ternyata tidak mendapatkan pemasukan yang cukup untuk menutup semua program dan kegiatannya.

Peran penting Nirwan dan keluarga Bakrie itulah yang menyebabkan banyak spekulasi, bahwa sesungguhnya maju tidaknya Nurdin Halid menjadi calon ketua umum PSSI itu tergantung pada Nirwan. Jika Nirwan minta berhenti, Nurdin pasti menuruti. Sebaliknya, jika Nirwan menginginkan Nurdin tampil lagi, maka segala cara akan dilakukan Nurdin untuk mencapainya.

Tentu keinginan Nirwan tersebut juga termasuk keinginan Aburizal alias Ical. Sebab sumber dana yang digelontorkan ke PSSI oleh Nirwan tentu saja berasal dari keuntungan Grup Bakrie, di mana Ical punya peran penting. Selain itu, sebagai ketua umum Partai Golkar, Ical memiliki hubungan politik yang kuat dengan Nurdin, sebab Nurdin adalah anak buahnya di DPP Partai Golkar.

Jika memang benar demikian, pertanyaannya mengapa Nirwan dan Ical membiarkan, atau setidaknya tidak mencegah Nurdin tampil kembali memimpin PSSI? Apakah Nirwan dan Ical sudah menutup mata terhadap kenyataan bahwa Nurdin saat ini tidak disukai publik, tidak hanya terbatas pada komunitas sepak bola tetapi juga warga masyarakat lainnya?

Logika publik memang sering tidak sejalan dengan logika politik. Sebab banyak fakta yang tersembunyi di balik hubungan-hubungan politik, yang tidak diketahui publik. Logika publik menyatakan, oleh karena selama dua periode Nurdin memimpin PSSI, prestasi Timnas jeblok terus, maka jika Nirwan dan Ical terus mempertahankan Nurdin, maka hal ini tidak hanya berpengaruh buruk pada citra keluarga Bakrie dan Grup Bakrie, tetapi juga Partai Golkar.

Atau, logika publik menyatakan, bahwa mempertahankan Nurdin yang sempat jadi terpidana kasus korupsi, sama dengan mempertahankan koruptor. Padahal saat ini masyarakat sedang bersemangat memberatas korupsi. Bukankah hal ini sama dengan menempatkan keluarga Bakrie, Grup Bakrie dan Partai Golkar sebagai pelindung koruptor? Apakah Nirwan dan Ical tidak risau dengan pandangan demikian?

Sekali lagi logika publik itu belum tentu sejalan dengan pemikiran Nirwan dan Ical, sebab publik tidak banyak mengetahui hubungan-hubungan antara Nurdin dengan Nirwan dan Ical. Yang publik tahu adalah Nurdin gagal memimpin PSSI dalam dua periode, Nurdin adalah mantan terpidana kasus korupsi, dan Nurdin disebut-sebut menerima suap dari para pengurus PSSI daerah. Tapi Nirwan dan Ical berkeras mempertahankannya.

Didik Supriyanto 

Sumber: www.detiknews.com

Nurdin dan Politisasi PSSI



Repotnya menggeser Nurdin. Ketua umum mulai zaman baheula sampai ‘baheuli’ itu tak lengser-lengser. Zaman indah memimpin. Masuk penjara ‘menggerakkan’ dari bui. Dan sekarang ‘diobrak-obrak’ pun tetap kukuh tak mau diganti.

Rekam jejak sang ketum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) itu nabrak banyak persoalan. Dari sisi Undang-Undang terbilang menyimpang. Dan dari sisi etika serta moral, selayaknya tidak perlu ‘diteriaki’ harus sudah undur diri. Ini belum kalau dipertalikan dengan gengsi sebuah organisasi.

Tapi itulah yang terjadi. Nurdin tetap memimpin. Berkali-kali pertemuan yang digelar PSSI tetap mengukuhkannya. Akhirnya tidak cuma pribadi Nurdin yang dianggap ‘ndablek’, tetapi juga institusi sepak bola ini.

Aib itu (ketidaksukaan yang dipelihara), kian jauh berkembang. Setelah gelaran piala Suzuki AFF yang finalnya mempertemukan Indonesia dan Malaysia, Nurdin dengan gagah bilang, bahwa sukses itu berkat Partai Golkar. Ini implisit ‘diamini’ Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang tidak menyangkalnya.

Akibat itu, aib ini bak bola salju. Tebaran tidak sekadar di pribadi Nurdin dan PSSI, tetapi juga merambat pada Partai Beringin. Dan spekulasi yang berkembang pun membulat, Nurdin ‘ngotot’ di PSSI dan kuat menjaga posisinya karena didukung Partai Golkar. Partai ini pun otomatis dicap sebagai ‘pendorong’ sikap ndablek.

Sekarang ini, ya atau ya, semua orang akan bilang keruwetan PSSI akibat Nurdin yang didukung Partai Golkar. Itu pangkal pengurusnya disindir tak mau minggir. Dicibir dianggap ekstra pudding. Digebrak, penggebraknya balik dituding. Malah prestasi minor pun bukan alasan untuk cabut sebagai ketum.

Terlalu lama memang PSSI diurus orang itu-itu saja. Saking lamanya sampai ada yang berasumsi PSSI itu sudah ‘dinotariskan’ menjadi badan usaha. Usaha yang diurus pengurus. Sahamnya dipegang pengurus. Dibagi-bagi pengurus. Dividen dinikmati bareng-bareng. Dan ‘pasti’ untung karena ‘dibiayai’ pemerintah. Nurdin Halid adalah pemegang saham mayoritas.

Kalau benar begitu, maka dia tak akan bisa diganti. Kata dalang, kopat-kapito koyok ulo tapak angin. Jungkir balik kayak ular sakti di udara, tak bakalan Nurdin bisa digeser. Sebab PSSI itu ‘perusahaan pribadi’. Mau diapakan saja tergantung yang punya, yaitu Nurdin Halid dan kawan-kawan.

Patut diduga seperti itu karena sulitnya untuk merombak tatanan yang sudah tak disukai di mana-mana ini. Dari pertemuan ke pertemuan ‘disetting’ agar pengurus tetap yang ada, dan itu mencolok sejauh dari laporan yang disampaikan media.

Dan mendekati kongres PSSI hari-hari ini, tim verifikasi ternyata ‘sejalan’ dengan Nurdin Halid. George Toisutta dan Arifin Panigoro dinyatakan tidak lolos. Mereka bukan ‘orang bola’, dan kalaulah orang bola, belum memenuhi syarat ‘umur’.

Dari empat calon ketua umum PSSI itu hanya dua yang lolos. Selain Nurdin Halid, satu lagi adalah Nirwan Bakrie. Memang betul yang terakhir ini pecinta bola dan sebagai wakil Nurdin di PSSI. Namun karena ucapan Nurdin ‘meng-Golkar-kan’ PSSI dan kebetulan Nirwan adalah adik Ical Ketum Partai Golkar, maka sinyal rakyat tepat sasaran.  Aburizal Bakrie, dan tentu, Partai Golkar ada di belakang ‘kekisruhan’ institusi sepak bola ini.

Di detik-detik terakhir ini, Menpora Andi Mallarangeng mulai bicara atas nama pemerintah. Dia menyoal tidak lolosnya George Toisutta dan Arifin Panigoro. Untuk itu Andi mendesak komisi banding mengubah hasil verifikasi. Adakah ini akan berhasil menggeser Nurdin Halid?

Rasanya Nurdin akan tergeser. Tapi lengsernya Nurdin sebagai Ketum PSSI nanti akan membawa luka. Kebesaran Partai Golkar ikut ternodai. Biarpun agak sedikit terobati jika Nirwan yang sibuk itu jadi dan mengakomodasi George Toisutta. Apa benar begitu?

PSSI memang bukan partai politik. Bagi yang berpolitik di sini butuh kemasan untuk mengesankan fair-play. ‘Mempolitisirnya’ juga perlu kecanggihan, agar rekayasa tidak tampil telanjang sebagai ‘cara menguasai’, tapi hadir sebagai ‘strategi’ mens sana in corpore sano.  Hanya sayang, kemampuan terakhir ini sekarang mulai hilang dari Partai Golkar.

Djoko Suud Sukahar Budayawan, tinggal di Jakarta

Sumber: detiknews.com

Pengamat: Nurdin Halid Bebal!

Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid.

Pengamat sepak bola Ari Junaedi berpendapat, Nurdin Halid seharusnya merespons aspirasi suporter sepak bola Indonesia yang menuntut dirinya lengser dari Ketua Umum PSSI.
Dalam tiga hari terakhir, gelombang protes anti-Nurdin semakin kuat disuarakan di daerah-daerah di Indonesia. Sekelompok orang yang menamakan diri suporter Indonesia bahkan menduduki dan menyegel kantor PSSI di Senayan Jakarta. Namun, desakan yang besar tersebut tidak membuat Nurdin lengser.
"Sudah jelas rakyat muak, bahkan suporter membakar foto dan membuat kuburan. Mengapa nurani dari orang yang bernama Nurdin Halid ini masih bebal dan memakai kacamata kuda?" ungkap Ari kepada Kompas.com, Jumat (24/2/2011).

Ari menilai tidak ada cara lain bagi Nurdin selain mengundurkan diri secara terhormat. "Jangan lagi tetap bersikukuh menyebut tidak mencalonkan diri. Jika nuraninya masih sehat dan nalarnya masih jalan, saya yakin dalam waktu dekat Nurdin Halid akan legowo meninggalkan kursi ketua umum," kata pengamat komunikasi politik dari Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Imbas dari ketidakberesan persebakbolaan Indonesia itu, kata Ari, tampak pada kekalahan timnas U-23 oleh Turkmenistan di ajang Pra-Olimpiade 2012. "Mengapa Irfan Bachdim, Kim Kurniawan, dan Andik Vermansyah gagal membela timnas U-23? Itukan akibat egoisme PSSI di bawah rezim Nurdin Halid," tegas Ari.

Pada pertandingan di Stadion Jakabaring, Palembang, Rabu (23/2/2011) malam, Yongki Aribowo dipaksa mengakui keunggulan Turkmenistan dengan skor akhir 1-3.

Sumber: bola.kompas.com

Inilah Peraturan yang Bisa Jegal Nurdin

Ketua Umum PSSI Nurdin Halid.


Langkah Nurdin Halid sebagai kandidat ketua umum PSSI periode 2011-2015 kemungkinan besar bakal terganjal. Pasalnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng meminta Komite Pemilihan meninjau kembali hasil verifikasi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komite Pemilihan hanya meloloskan Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie. Tak ayal, keputusan Komite Pemilihan meloloskan Nurdin menuai reaksi. Sejumlah kalangan menilai Nurdin tidak layak lolos sebagai kandidat karena pria asal Makassar itu pernah menjadi terpidana selama dua tahun dalam kasus korupsi dana pendistribusian minyak goreng Bulog Rp 169,71 milar tahun 2007.

Mengacu Stuta FIFA Pasal 32 Ayat (4) tertulis, "The members of the Executive Comittee...must not have been previously found guilty of criminal offence." Artinya, anggota Komite Eksekutif tidak boleh pernah dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal.

Dalam jumpa pers di Kantor Menpora, Senin (21/2/2011), Andi menjelaskan, selain dalam Statuta FIFA, Pasal 68 (b) AFC Diciplinary Code dan Peraturan Pemerintah No 16/2007 Pasal 123 Ayat (2) menyebutkan bahwa ketua umum induk organisasi cabang olahraga tidak boleh tersangkut pidana. Pasal 68 (b) AFC Diciplinary Code tertulis, "... ensure that no-one is involved in the management of clubs or the Member Association itself who is under prosecution for action unworthy of such a position (especially doping, corruption, forgery, etc.) or who has been convicted of a criminal offence in the past five years", yang dalam terjemahan bahasa Indonesianya adalah "... memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang terkait dengan manajemen dari klub atau Anggota Asosiasi tersebut yang berada dalam penuntutan terkait kasus (doping, korupsi, dan penipuan, dll) atau pernah dinyatakan bersalah di dalam tindak pidana dalam lima tahun terakhir."

Sementara UU-SKN Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan Pasal 123 Ayat (2) menyebutkan bahwa "Dalam hal ketua umum induk organisasi cabang olahraga atau induk organisasi olahraga fungsional berhalangan tetap dan/atau menjalani pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, ketua umum induk organisasi wajib diganti melalui forum tertinggi organisasi sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga."

"PSSI telah nyata-nyata tidak menjalankan ketentuan tersebut. Karena itu, dengan ini pemerintah mengingatkan agar dalam kongres empat tahunan PSSI ini ketentuan ini dilaksanakan dengan meninjau ulang ketentuan tentang persyaratan dan penetapan calon ketua umum PSSI. Kami mendesak PSSI segera melakukan koreksi-koreksi dalam penyelenggaraan kongres empat tahunan ini sesuai dengan catatan-catatan yang telah disampaikan, sehingga kongres empat tahunan PSSI yang akan datang benar-benar dilaksanakan sesuai dengan semangat dan rekomendasi KSN, peraturan perundang-undangan, serta ketentuan organisasi olahraga yang berlaku," paparnya.

"Catatan-catatan ini merupakan peringatan kepada PSSI untuk ditindaklanjuti. Bagaimanapun PSSI tetaplah entitas olahraga Indonesia. Selama masih ada huruf I pada PSSI (Indonesia), maka PSSI juga tunduk pada peraturan perundang-undangan serta ketentuan organisasi olahraga yang berlaku di negeri ini," tutur Andi.

Sumber: bola.kompas.com

Jual Ayam Demi Revolusi PSSI

Peserta aksi yang tergabung dalam Aliansi Suporter Indonesia dan Save Our Soccer membubuhkan tanda tangan untuk menuntut Nurdin Halid turun, saat berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (20/2/2011). Aksi ini merupakan bentuk protes atas lolosnya kembalinya Nurdin Halid sebagai kandidat Ketua Umum PSSI bersama dengan Nirwan Bakrie. Nurdin dan Nirwan berhasil lolos verifikasi dan menyingkirkan George Toisutta dan Arifin Panigoro yang juga sempat menjadi kandidat. 
 
 
Ratusan pendukung Persibo Bojonegoro, yang biasa disebut Boromania, menggelar unjuk rasa di depan Kantor PSSI di Kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (22/2/2011).

Boromania datang dengan membawa beberapa spanduk dan genderang yang menyuarakan revolusi PSSI. Salah satu spanduk yang mereka usung bertuliskan "Nurdin CS Mundur Itu Baru Berjiwa Besar".

"Revolusi PSSI. Yang utama adalah Nurdin harus mundur karena Nurdin selama tujuh tahun memimpin PSSI tidak memiliki prestasi apa-apa. PSSI di bawah Nurdin merupakan sarang mafia," kata Sekretaris Jenderal Boromania Arif Bondet.

Boromania juga menegaskan, aksi mereka murni kepedulian terhadap sepak bola nasional. "Kami murni peduli sepak bola nasional. Ada teman-teman yang sampai jual ayam, BPKB, dan kambing," ujar Ketua Harian Boromania Prianto Jasmo.

Menurut Prianto, suporter-suporter daerah seperti Bonek, Ngalamania, Snex, dan Aremania akan datang ke Senayan. Hingga berita ini diturunkan, Boromania masih bertahan di depan Kantor PSSI.

Sumber: bola.kompas.com

DPR Dukung Revolusi PSSI

 
 
Nurdin Halid Tak Bawa Kemajuan, DPR Dukung Revolusi PSSI  
 
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah segera menertibkan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) seperti tuntutan rakyat. DPR menilai Ketua Umum PSSI Nurdin Halid telah gagal memajukan persepakbolaan Indonesia.

"Apa yang dilakukan Menpora dalam membenahi PSSI sebenarnya sudah cukup baik. Harapannya ini tidak hanya disampaikan kepada publik berupa statement tetapi benar-benar memperbaiki PSSI," ujar Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, kepada detikcom, Jumat (25/2/2011).

Pram mendukung penuh pergantian pengurus PSSI. Menurut Pram, masa kepemimpinan Nurdin Halid di PSSI tidak membawa kemajuan bagi prestasi persepakbolaan Indonesia.

"Kita dalam periode kepengurusan PSSI di bawah Nurdin Halid juga tidak banyak mengalami kemajuan. Padahal kegairahan masyarakat dalam sepakbola sangat besar," kritik Pram.

Pram berharap semua pihak lapang dada demi kemajuan PSSI. Sebab PSSI sudah menjadi kebanggaan tersendiri bagi generasi muda Indonesia.

"Tanpa bermaksud memihak calon siapa pun, berikanlah kepada siapa saja untuk berkompetisi menjadikan PSSI lebih baik. Demokratisasi di PSSI harus dilakukan," saran Pram.

Pram meyakini FIFA tidak akan memberikan sanksi jika dilakukan reformasi di PSSI. Kalau Nurdin Halid tidak membuka diri terhadap reformasi di PSSI, DPR siap mendukung pemerintah mengambil kebijakan apa pun.

"Pemerintah harus tegas. Apa pun PSSI itu bagian dari persepakbolaan Indonesia dan membawa nama Indonesia. Jadi pemerintah harus menertibkan dan DPR siap mendukung penuh," tandasnya.

Sumber: www.detiknews.com

Jumat, 18 Februari 2011

Minum Teh Bareng Taliban

Selama tiga tahun, Deedee Derksen, wartawati merangkap koresponden koran Belanda de Volkskrant, melaporkan situasi di Afghanistan. Pengalamannya ia tuangkan dalam buku Thee met de Taliban (Minum Teh Bersama Taliban). Menurutnya, sudah tiba saatnya mengubah persepsi negatif seputar Taliban.

Jadi, buku Anda bertajuk Minum Teh Bersama Taliban, Meliput Perang untuk Pemula?” tanya seorang penyiar radio.
Betul,” jawab Deedee.

Anda benar-benar ngeteh bersama Taliban?”
Ya!”

Bagaimana kesan Anda?”
Mula-mula, saya berharap bertemu monster atau iblis. Tapi…

Lho, bukankah mereka itu makhluk biadab. Merajam perempuan dan memenggal kepala musuh.”

Demikian reaksi kebanyakan orang awam ketika mendengar Taliban. Taliban memasang bom di bahu jalan, mengiris batang hidung lawan mereka, dan melempari perempuan dengan batu. Gambaran itu ada benarnya. Mereka melarang wanita berperan di kegiatan sehari-hari dan tak segan mencincang tubuh lawannya. Setidaknya, sebagian besar media Barat menulis hal-hal itu. Taliban identik dengan sumber malapetaka, ancaman stabilitas, dan bukti buruknya pemerintahan Afghanistan. Padahal, pemerintah Afghanistan dibentuk melalui campur tangan negara-negara Barat. Mudah menuding London, Washington, Canberra, atau Den Haag. Yang lebih pelik adalah meluruskan persepsi salah kaprah itu.

Mulai 2008, Deedee ditugaskan di Kabul, Afghanistan. “Kesempatan langka buat saya. Pembaca bisa mendengar suara lain dan bukan cuma konferensi pers jubir pasukan perdamaian di sana. Saya pun dapat melihat konflik dari dua sisi dan bertatap muka langsung dengan pejuang Taliban,” ungkapnya. Mula-mula, Deedee hanya memperoleh secuil informasi dari pasukan internasional yang bertugas di sana. Mereka menyamakan kelompok Taliban dengan makhluk ruang angkasa yang harus segera ditendang ke planet asalnya. Deedee pun punya bayangan, Taliban adalah pejuang yang bergerak diam-diam di desa-desa terpencil dan memiliki kekuatan misterius.
Jujur saja. Saya melihat Taliban sebagai musuh,” ujar Deedee. Bagi Taliban pun, Deedee adalah mata-mata berbahaya. “Anda tak takut?” hardik seorang komandanTaliban melalui telepon. Deedee cuma bisa menghela nafas bersama penerjemah dan pemandunya. Seusai wawancara, mereka melaju di Toyota Corolla berplat nomor 3191 KBL. Mereka berpacu dengan nyawa. Ban mobil mereka berderit di Logar, sebuah propinsi tak jauh dari Kabul. Semua pejuang Taliban tahu nomor mobil mereka. “Kami baik-baik saja,” pungkas Deedee dalam logat Dari, bahasa resmi di Afghanistan. “Jantung kami berdegup kencang dan saya hanya bisa melihat bayangan melalui burka yang saya kenakan. Kami khawatir dicegat anggota Taliban memegang laras kalashnikov. Ingin bersorak rasanya ketika kami selamat tiba Kabul,” lanjut Deedee.

Beberapa bulan kemudian, penerjemah yang sama disewa oleh jurnalis New YorkTimes, David Rohde. Ia disandera oleh seorang panglima Taliban. Untung, Juni 2009 ia berhasil melarikan diri setelah tujuh bulan disekap. Rohde bukan wartawan pertama dan terakhir yang diculik oleh Taliban. Ada 12 jurnalis harus kehilangan nyawa sewaktu ditugaskan di Afghanistan, sebagian akibat serangan terorganisir. Martin Bell, jurnalis surat kabar Inggris The Guardian, 2008 silam pernah menulis, “Dulu, para koresponden perang tak sengaja terseret konflik. Sekarang, mereka justru jadi sasaran penculikan dan eksekusi.” Akibatnya, makin banyak kuli tinta media cetak maupun televisi hengkang dari green zone wilayah perang.

Namun, ada yang bersikeras meliput ditemani militer atau embedded. Setiap wartawan yang bertugas di Afghanistan biasanya sudah paham dan bisa menyiasati bahaya ini, kendati tetap sulit membuat laporan obyektif. Data-data mereka kerap didapat dari kolonel misi perdamaian, petugas palang merah, diplomat kawakan, dan penduduk ‘lokal’ yang lama bermukim di luar negeri. Taliban tetap tak tersentuh, outsiders, dan terkesan barbar.

Saya belum lupa lari tergopoh-gopoh ditemani serdadu Amerika menuju helikopter di perbatasan Pakistan sambil merunduk. Peluru bisa berdesing kapan saja,” kenang Deedee. “Haji Matin dan pengikutnya sudah mengintai kami di balik bukit,” sambung Deedee. Sebetulnya, Haji Matin bukan simpatisan Taliban. Ia adalah penganut aliran Islam Wahabi. Haji Matin berang dengan tentara Amerika karena membom rumahnya. Ia, sehari-hari adalah tukang kayu, diadu domba oleh rekan dagangnya dan seenaknya dicap teroris.

Lambat laun, Deedee makin banyak mendengar keluh kesah dan jeritan rakyat Afghanistan. Pandangannya terhadap misi ISAF (International Security Assistance Forces) pun berubah. Mereka menyerang rumah penduduk tak berdosa. Bisa ditebak, rakyat miskin pun lebih simpati ke Taliban yang melindungi mereka. Selain itu, pemerintah setempat juga senang menjarah dan tak menabukan korupsi. Deedee bertemu dengan pejabat-pejabat di sekitar Kandahar, Wardak, Helmand, dan Ghazni – deretan propinsi yang kerap disebut sebagai sarang Taliban. Sudah menjadi rahasia umum, aparat pemerintahan Afghanistan bersekongkol pula dan terlibat perdagangan narkoba.

Kadang, baku tembak antar geng tak dapat dihindari dan seringkali mereka berdalih sedang membasmi Taliban. Sebetulnya, Taliban sudah setuju gencatan senjata pada 2001 lalu dan menunggu perkembangan pemerintahan baru pimpinan Hamid Karzai. Sayang, seorang komandan Taliban ditembak mati dan digantung di tengah alun-alun kota Tarin Kowt. Insiden tersebut membuat situasi di Uruzgan memanas lagi dan kabinet Karzai mendukung pembantaian itu. Kendati pelaku-pelaku peristiwa tersebut – Jan Mohammad dan Matiullah – dicopot jabatannya, mereka tetap memegang peran dalam penunjukan kepala desa, gubernur, dan korps polisi – serta memiliki satuan tentara sipil.

Menurut Deedee, Taliban menyebar ideologi untuk menarik simpati. Mereka gusar dengan tentara bayangan pengikut-pengikut Karzai. Negara-negara pengemban misi ISAF pun punya serdadu-serdadu lokal ‘favorit’. Mereka seringkali mengawal tentara ISAF berpatroli. “Ini bertentangan dengan tujuan misi perdamaian ISAF dan sama saja dengan penyalahgunaan wewenang,” sergah Deedee. Ia menghubungi dan berbicara lewat telepon dengan jubir Taliban dan mewawancarai komandan Taliban. Deedee paham propaganda Taliban. Ironisnya, banyak pengikut Taliban yang tak tahu-menahu soal itu. Deedee pun berhasil minum teh dengan salah satu gembong Taliban, pembuat rompi bom bunuh diri sekaligus pejuang ‘sejati’ Taliban yang sudah 25 tahun bergerilya.

Ia menguraikan, “Acara minum teh itu sangat buru-buru dan terkesan simbolis. Tanpa sorotan diplomat Barat, pekerja organisasi kemanusiaan, militer, dan pers. Namun, itu semua membuka mata saya mengenai akar masalah di Afghanistan. Memang, Taliban punya pasukan berani mati dan pengikut hardliners mereka makin membatasi peran perempuan di kehidupan sehari-hari.
“Tapi, jangan lupa, ekstrimis pun duduk di kursi pemerintahan dan menyetir rakyat berkat kasak-kusuk Barat.”

Isa Alïmusa

Sumber dan ilustrasi: Harian de Volkskrant “Theedrinken met de Taliban” (12-10-2010)

kolomkita.detik.com

Kita Miskin Karena Miskin



Arab Saudi stop Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Kabar itu mengejutkan. Sebab dari warta itu terbayang membludaknya pengangguran, tambahnya penduduk miskin. Kriminalitas, bunuh diri, serta aksi terorisme pun punya peluang berbiak. Kapan negara mampu memberi lapangan kerja bagi saudara-saudara kita itu?

Terus terang kabar itu menyesakkan dada sebagian pencari kerja dari Jawa. Sebab sejuta TKI pengadu nasib di Arab Saudi yang terombang-ambing dalam keresahan itu memang mayoritas berasal dari pulau ini. Balik pulang tidak jelas mau kerja apa. Tetap bertahan nasibnya tergantung di ranting rapuh. Kendati Arab Saudi secara resmi menyebut itu bukan kebijakan pemerintah.

Dalam pandangan klasik, orang Jawa itu nrimo ing pandum. Menerima apa yang diberikan Gusti Allah. Mereka tahan menderita, tenang dihimpit kemiskinan, dan tabah dalam ketidak-berdayaan. Pameo mangan ora mangan asal kumpul. Makan tidak makan asal kumpul pas sebagai atribut.

Namun puluhan tahun lalu saat masih hidup di desa saya dibuat tertegun dengan para tetangga saya. Semua lelaki bertaburan meninggalkan kampung. Mereka ada yang ke Malaysia, Arab Saudi, bahkan tidak sedikit yang ke Amerika Serikat. Desa tinggal dihuni anak-anak, para istri, dan perangkat desa.

Keterkejutan itu memunculkan kejutan puluhan tahun berikutnya. Rumah reyot dari bambu hilang dari pandangan, berganti rumah tembok full keramik. Isi rumah dipenuhi perabot mewah . Dan mobil atau motor tidak sulit ditemukan parkir di depan rumah.
Kemakmuran itu, terus terang, berkat nekad sebagai tenaga kerja di negara lain. Disebut nekad, karena mereka tidak mengerti apa itu paspor, apalagi visa. Yang di Malaysia jadi buruan polisi dan 'dipermurah' tenaganya oleh para tekong. Yang di Amerika 'dirawat negara' karena alasan sama, itu adalah tetangga saya. Termasuk Amrozi almarhum. Tapi begitu, saat pulang dia masih punya sisa uang yang cukup lumayan.

Sekarang, mereka banyak yang sudah punya izin tinggal. Ada yang menjadi warga negara setempat, punya usaha, dan berpenghasilan tak terbayangkan seandainya tetap hidup di desa. Wargaku, tetanggaku, yang tek-iyek (asli) Lamongan itu kini kalau pulang ke desa adalah klangenan. Nostalgia melihat potret kemiskinan masa lalu. Keguyuban memang cermin hidup di pedesaan. Pertemanan dan kekeluargaan lekat satu sama lain. Kalaulah mereka kemudian kabur meninggalkan kampung halaman pun rela menjadi warga negara di luar Indonesia, itu karena terpaksa. Dia dipaksa keadaan. Daerah Lamongan yang terbanyak menjadi TKI juga karena alasan sama.

Daerah ini sangat miskin. Kemiskinan itu tergambar dalam rangkaian kata 'rendeng gak iso ndodok, ketigo gak iso cewok'. Musim hujan tidak bisa duduk karena dimana-mana banjir. Dan musim panas tidak ada air, bahkan hanya sekadar untuk cebok. Ini penyulut revolusi 'tak penting kumpul, yang penting bisa makan' menjadi ikon. Pemerintah dari tahun ke tahun selalu bilang ekonomi membaik dan kemiskinan menurun. Angka yang 'debatable' itu selalu dijadikan indikator kesuksesan. Tapi coba lihat asal uang yang masuk untuk membiayai negara ini (APBN). Dari sana  tampak, rasanya pemerintah gagal memberi pekerjaan dan salah menjalankan roda kebijakan.

Mungkin ekonomi membaik, tetapi ekonomi siapa? Mungkin kemiskinan turun, itu jika terus digenjot 'ekspor orang miskin' berlipat-lipat ke berbagai negara di dunia tanpa perlindungan, tanpa perduli kesakitan dan nistanya sebuah negara. Untuk itu saya tabik pada para TKI, legal atau ilegal. Sebab mereka lebih punya inisiatif dibanding negara yang belum punya inisiatif untuk memberi pekerjaan, apalagi kesejahteraan bagi rakyatnya.

Biarlah pemerintah terus asyik dengan kebijakan pro growth, pertumbuhan yang menciptakan konglomerasi dan membuang rakyat miskin penghuni mayoritas negeri ini. Sebab seperti kata Ragnar Nurkse, teoritikus kemiskinan itu, sebuah negara itu miskin, karena dia memang miskin. Miskin harta, miskin otak, dan miskin ide. Adakah benar kita miskin?
 
Djoko Suud Sukahar 
Pemerhati budaya, tinggal di Jakarta.

Sumber: detik.com

Muhammadiyah: Ungkap Aktor Intelektual di Balik Antonius Richmond

Muhammadiyah Jawa Tengah mendesak pemerintah untuk mengungkap siapa yang berperan 'dibalik' Antonius Richmond Bawengan, pelaku penistaan agama yang terjadi di Temanggung. Pasalnya, jika pemerintah --dalam hal ini aparat penegak hukum-- tak bisa mengungkap aktor intelektual kasus penistaan agama ini, kalangan Muhammadiyah mencemaskan persoalan yang sama masih akan terjadi di kemudian hari.

"Siapa yang ada dibelakang Antonius Richmond ini juga harus diungkap. Kalau pemerintah tidak tegas kasus- kasus penistaan bisa terus berlanjut," ungkap Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, KH Drs Musman Tholib MAg, di Semarang, Jumat (18/2).

Menyikapi aksi amuk massa yang dipicu oleh ketidakpuasan terhadap proses persidangan penistaan agama di PN Temanggung ini, Musman menyayangkan sikap pemerintah yang hanya fokus pada penanganan dampak akibat terjadinya kerusuhan. Sementara 'wilayah' penyebab kerusuhan ini sama sekali tidak ditangani dengan baik. Padahal pemicu terjadinya kerusuhan ini sangat sensitif bagi isu kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama.

Ia juga menjelaskan, kasus penistaan serupa pernah terjadi di Kabupaten Kudus pada tahun 80-an. Peristiwa ini bahkan dialaminya sendiri saat masih menjadi ulama di wilayah Desa Prambatan, Kecamatan Kaliwungu.Motifnya juga sama, mendatangi rumah- rumah warga sambil mengedarkan selebaran penistaan agama yang dilakukan oleh seorang oknum anggota TNI. Hanya saja persoalannya tak sampai melebar seperti di Temanggung.

Musman --yang didampingi sejumlah pengurus Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah-- juga yakin, Antonius tidak sendirian dalam melakukan tindakan penistaan agama di Temanggung. Di belakangnya masih ada pengikut lain dan motif besar yang siap menjadi 'bom waktu'.Sehingga pihaknya berkesimpulan kalau pemerintah tak konsisten dalam mengambil tindakan terhadap pelaku penyebar buku penistaan agama berikut pengikutnya, akan berdampak pada persatuan dan kesatuan bangsa.

Selain itu juga rentan merusak kerukunan --baik sesama maupun antara-- umat beragama yang telah terbina dengan baik serta sewaktu- waktu juga bisa menjadi 'bom waktu' bagi stabilitas nasional.Oleh karena itu, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah meminta pemerintah menindak tegas penulis serta para pengikut penyebar penistaan agama Islam di Kabupaten Temanggung ini.

Selain itu juga menindak tegas mereka yang terbukti secara hukum menjadi pelaku tindak kerusuhan. "Termasuk juga berani menindak tegas organisasi atau sekte yang mengajarkan penistaan terhadap agama Islam," tegas Musman.

Suber: www.republika.co.id

Kamis, 17 Februari 2011

Siapa JIL?

 


Tgk. H. Helmi, S.HI
BAB I
PENDAHULUAN

Dari satu sisi, beragamnya aliran dan kelompok dalam kancah pemikiran islam itu, menunjukkan bahwa umat Islam adalah umat yang kaya dengan corak pemikiran. Ini berarti umat Islam adalah umat yang dinamis, bukan umat yang statis dan bodoh yang tidak pernah mau berfikir.

Namun dari semua aliran dan kelompok yang mewarnai perkembangan umat Islam itu, tidak sedikit juga yang mengundang terjadinya konflik dan membawa kontroversi dalam umat, khususnya kelompok-kelompok yang mengusung ide-ide yang berbeda jauh dari apa yang dianut oleh kebanyakan ummat islam, baik muslim secara umum, maupun dalam wilayah tertentu.

Untuk wilayah Indonesia khususnya, pada pertengahan tahun 2001 muncul sekelompok anak-anak muda yang membawa semboyan sebagai kelompok “islam yang membebaskan”. Kelompok tersebut kemudian menamakan organisasi mereka dengan sebutan “Jaringan Islam Liberal”, yang disingkat dengan kata JIL. Kehadiran JIL saat itu cukup menyita perhatian masyarakat khususnya ummat islam, sehingga melahirkan pro dan kontra mengenai keberadaan dan eksistensinya. Hal ini tidak terlepas dari gagasan-gagasan mereka yang dianggap begitu berani melawan arus pemikiran ummat islam secara umum.

Berdasarkan uraian diatas, maka yang ingin dibahas dalam makalah ini adalah apa latar belakang lahirnya Jaringan Islam Liberal, bagaimana AD/ART mereka, realitas perkembangannya, serta prediksi perkembangan mereka.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Lahirnya Jaringan Islam Liberal

Istilah Islam Liberal disusun dari dua kata, yaitu Islam dan liberal. Islam maksudnya adalah agama Islam, yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad saw. Dan Liberal artinya adalah kebebasan. Setelah dua kata ini disusun, kata liberal berfungsi sebagai keterangan terhadap Islam, sehingga  secara singkat bisa dikatakan islam yang liberal atau bebas. Gerakan Islam liberal, sebagaimana ditulis oleh tokohnya bertujuan untuk membebaskan (liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan.

Dalam konteks global, Islam liberal muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan yang mereka anggap sebagai permurnian, kembali kepada al-Qur`an dan sunnah. Pada saat itu muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762 M), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi’ah. Aqa Muhammad Baqir Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.

Ide ini terus bergulir. Rifa’ah Rafi’ al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam. Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1890) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris.

Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis. Ia menggagas tafsir al-qur`an model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat modern.

Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur`an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur`an adalah ideal moralnya, karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan.

Adapun dalam konteks regional Indonesia, wacana meliberalkan islam pertama kali dipelopori oleh Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago), dan Harun Nasution (lulusan Mc Gill University Kanada), disamping terdapat juga tokoh-tokoh lain saat itu, seperti Djohan Efendi, dan Ahmad Wahib. Nurcholis Madjis telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun 1970-an.

Pada saat itu, Nurcholis Madjid telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: “Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh diatas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini, dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama”. Nurcholis mempromosikan gagasan-gagasanya ke masyarakat kelas menengah ke atas lewat Paramadinanya.

Sedangkan Harun Nasution berhasil mempengaruhi institusi perguruan tinggi islam, setelah pada tahun 1973, bukunya Islam ditinjau dari Berbagai Aspek ditetapkan sebagai buku utama mahasiswa IAIN se-Indonesia. Buku yang diterbitkan pertama kali tahun 1974 itu, dijadikan bahan bacaan pokok untuk mata kuliah “Pengantar Ilmu Agama Islam”, melalui rapat kerja Rektor IAIN se-Indonesia di Ciumbuluit Bandung tahun 1973.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Nurcholis Madjid dan Harun Nasution merupakan “pioner” pertama dalam melahirkan faham Islam Liberal di Indonesia, karena melalui keduanyalah wacana meliberalkan islam dikenal di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, ide-ide Nurcholis dan Harun selanjutnya dikembangkan oleh kader-kader godokan keduanya, sehingga pada akhir tahun 1990 muncullah sekelompok anak muda yang menamakan diri kelompok “Islam Liberal” yang mencoba memberikan respon terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul pada akhir abad ke- 20. latar belakang kemunculan gerakan ini adalah untuk menolak gerakan islam garis keras, dan menurut mereka untuk menampilkan islam dengan wajah baru.

Kondisi inilah yang kemudian mendorong beberapa aktivis muda untuk melakukan berbagai diskusi di Jalan Utan Kayu 68 H Jakarta Timur. Kemudian dengan merujuk kepada tempat itulah maka beberapa tokoh muda Islam mendirikan Komunitas Islam Utan Kayu yang merupakan cikal bakal berdirinya JIL. Beberapa nama yang terlibat  untuk membentuk Komunitas Utan Kayu itu dan kemudian mendirikan JIL antara lain Ulil Abshar-Abdalla, Nong Darol Mahmada, Burhanuddin, Ihsan Ali Fauzi, Hamid Basyaib, Taufiq Adnan Amal, Saiful Mujani, dan Luthfi Assaukanie.

Beberapa tema yang menjadi bahan diskusi di antara aktivis tersebut antara lain: maraknya kekerasan atas nama agama, gencarnya tuntutan penerapan syariat Islam, serta tidak adanya gerakan pembaruan pemikiran Islam yang sebelumnya dirintis oleh Nurcholish Madjid dan Harun Nasution.

Selanjutnya secara lebih nyata para anak-anak muda tersebut mendirikan sebuah “jaringan” kelompok diskusi pada tanggal 8 Maret 2001, yang tujuannya adalah untuk kepentingan pencerahan dan pembebasan pemikiran Islam Indonesia. Usahanya dilakukan dengan membangun milis (Islamliberal@yahoo.com).
Sejak saat itulah mereka menamakan diri dengan sebutan Jaringan Islam Liberal. Kegiatan utama kelompok ini adalah berdiskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan Islam, Negara, dan isu-isu kemasyarakatan. Menurut hasil diskusi yang dirilis pada tanggal 1 Maret 2002, Jaringan Islam Liberal (JIL) mengklaim telah berhasil menghadirkan 200 orang anggota diskusi yang berasal dari kalangan para penulis, intelektual dan para pengamat politik.

Pengelolaan JIL ini dipimpin oleh beberapa pemikir muda seperti Luthfi Assyaukani (Universitas Paramadina), Ulil Abshar Abdala (Lakpesdam NU), dan Ahmad Sahal (Jurnal Kalam). Untuk memusatkan organisasi, para pemimipin JIL mendirikan markas yang terletak di jalan Utan kayu Jakarta, serta menetapkan Ulil Abshar Abdala sebagai kordinator.

Bila dilihat dari latar belakang sejarah lahirnya diatas, maka JIL didirikan antara lain karena kondisi sosial keagamaan pasca Orde Baru yang menurut para pendiri JIL dirasakan seakan islam menampilkan wajah yang tidak ramah. Publik saat itu diwarnai dengan pemahaman masalah sosial keagamaan yang radikal dan anti-pluralisme. Tentu saja analisis ini terlepas dari ideologi yang mempengaruhi pemikiran-pemikiran para pendiri JIL dan latar belakang pendidikan mereka.


B. AD/ART Jaringan Islam Liberal

Setelah menelusuri dari beberapa sumber yang membahas tentang Jaringan Islam Liberal, penulis tidak menemukan satupun sumber yang secara tegas memuat tentang anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang dianut kelompok JIL. Namun dalam website resmi milik JIL yaitu www.islamlib.com/id/, dicantumkan beberapa landasan sebagai pijakan kelompok JIL.  Menurut pemahaman penulis, mungkin saja landasan tersebut merupakan AD/ART bagi mereka.

Dalam websitenya disebutkan bahwa Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut:

a. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).


b. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.
Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religio-etik Qur’an dan Sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal.


c. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.
Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.

d. Memihak pada yang minoritas dan tertindas.
Islam Liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan praktek ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas di sini dipahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, jender, budaya, politik, dan ekonomi.

e. Meyakini kebebasan beragama.
Islam Liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak membenarkan penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.

f. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.
Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang negara agama (teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus.

Dalam situs tersebut mereka mengemukakan juga alasan penamaan kelompok mereka dengan JIL sebagai berikut:
Nama “Islam liberal” menggambarkan prinsip-prinsip yang kami anut, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. “Liberal” di sini bermakna dua: kebebasan dan pembebasan. Kami percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Kami memilih satu jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu “liberal”. Untuk mewujudkan Islam Liberal, kami membentuk Jaringan Islam Liberal (JIL). Tujuan utama kami adalah menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya kepada masyarakat. Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik. JIL adalah wadah yang longgar untuk siapapun yang memiliki aspirasi dan kepedulian terhadap gagasan Islam Liberal.

Lebih lanjut, terdapat tiga misi yang diemban oleh JIL, yaitu: Pertama, mengembangkan penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka anut, serta menyebarkannya kepada seluas mungkin khalayak. Kedua, mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan konservatisme. Kami yakin, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran dan gerakan Islam yang sehat. Ketiga, mengupayakan terciptanya struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi.

Untuk memuluskan misinya, JIL melakukan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk turut memberikan kontribusi dalam meredakan maraknya fundamentalisme keagamaan di Indonesia sekaligus membuka pemahaman publik terhadap pemahaman keagamaan yang pluralis dan demokratis. Secara khusus, kegiatan-kegiatan JIL ditujukan untuk:
  1. Menciptakan intellectual discourses tentang isu-isu keagamaan yang pluralis dan demokratis serta berperspektif gender;
  2. Membentuk intllectual community yang bersifat organik dan responsif serta berkemauan keras untuk memperjuangkan nilai-nilai keagamaan yang suportif terhadap pemantapan konsolidasi demokrasi di Indonesia;
  3. Menggulirkan intellectual networking yang secara aktif melibatkan jaringan kampus, Lembaga Swadaya Masyarakat, media massa dan lain-lain untuk menolak fasisme atas nama agama.
Ditempat lain, Ulil Abshar Abdala selaku kordinator JIL menyebutkan, ada tiga kaedah yang hendak dilakukan oleh JIL, yaitu: pertama, membuka ruang diskusi, meningkatkan daya kritis masyarakat dan memberikan alternatif pandangan yang berbeda. Kedua, ingin merangsang penerbitan buku yang bagus dan riset-riset. Ketiga, dalam jangka panjang ingin membangun semacam lembaga pendidikan yang sesuai dengan visi JIL mengenai islam.

Adapun mengenai tujuan, mereka merumuskannya ke dalam empat hal, yaitu: pertama, memperkokoh landasan demokratisasi lewat penanaman nilai-nilai pluralisme, inklusivisme, dan humanisme. Kedua, membangun kehidupan keberagaman yang berdasarkan pada penghormatan atas perbedaan. Ketiga, mendukung dan menyebarkan gagasan keagamaan (utamanya: islam) yang pluralis, terbuka, dan humanis. Keempat, mencegah agar pandangan-pandangan keagamaan yang militan dan pro kekerasan tidak menguasai wacana publik.

Bila diteliti lebih jauh, sebenarnya wacana-wacana dan konsep-konsep yang dikumandangkan oleh para aktivis JIL, telah pernah dikembangkan sebelumnya  oleh kalangan orientalis barat dan misionaris kristen dalam proses sekularisasi dan liberalisasi islam. Atas dasar ini, maka sekilas sudah terlihat persamaan gagasan antara orientalis barat dengan apa yang sedang diusung JIL. Hal ini menimbulkan kecurigaan tentang misi yang sedang diperjuangkan JIL, apakah misi tersebut murni untuk merubah wajah islam, atau misi ini hanya sebuah pesanan.

Apalagi tokoh-tokoh yang sering dibanggakan oleh JIL adalah orang-orang yang telah mencatat sejarah hitam dalam islam dengan menjadi perpanjangan tangan dari kaum orientalis dalam upaya menggeroti islam dari dalam. Oleh karena itu sangat wajar bila mayoritas muslim Indonesia menyambut gerakan JIL dengan sikap yang kontra.


C. Realitas Perkembangan Jaringan Islam Liberal

Islam Liberal berkembang melalui media massa. Surat kabar utama yang menjadi corong pemikiran Islam Liberal adalah Jawa Pos yang terbit di Surabaya, Tempo di Jakarta, dan Radio Kantor Berita 68 H, Utan Kayu Jakarta. Melalui media tersebut disebarkan gagasan-gagasan dan penafsiran liberal. Disamping itu mereka juga gencar memuat ide-ide mereka melalui artikel-artikel yang disajikan kepada publik. Diantara artikel-artikel yang dianggap sangat kontroversi adalah tulisan Ulil Abshar Abdala selaku kordinator JIL, ia menulis di media massa mengenai beberapa hal yang tergolong mendobrak tradisi beragama ummat islam saat itu. antara lain: menyegarkan kembali pemahaman islam, tidak ada hukum Tuhan di dunia ini, Nabi Muhammad adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis, dan lain-lain 

Pernah suatu ketika, pemikiran dan gerakan ini menuai protes bahkan ancaman kekerasan dari lawan-lawan mereka. Bahkan masyarakat sekitar Utan Kayu pernah juga menuntut Radio dan komunitas JIL untuk pindah dari lingkungan tersebut. Karya-karya yang dicurigai sebagai representasi pemikiran liberal Islam dibicarakan dan dikutuk oleh lawan-lawannya, terutama melalui khutbah dan pengajian. Buku seperti Fiqih Lintas Agama (Tim Penulis Paramadina), Menjadi Muslim Liberal (Ulil Abshar-Abdalla) Counter-Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (Musda Mulia dkk), Indahnya Perkawinan Antar Jenis (Jurnal IAIN Walisongo) dan banyak lagi artikel tentang Islam yang mengikuti arus utama pemikiran liberal.

Ketegangan antara yang pro dan kontra JIL, memuncak setelah keluarnya Fatwa MUI tentang haramnya Liberalisme, Sekularisme dan Pluralisme pada tahun 2005. Ketegangan sedikit menurun setelah salah seorang kontributor dan sekaligus kordinator JIL, Ulil Abshar Abdalla pergi ke luar negeri, belajar ke Amerika Serikat.

Ide-ide yang dikemukakan kelompok JIL pada dasarnya berpijak pada AD/ART yang mereka anut. Tetapi dalam realitasnya, saat mereka menyampaikan ide-ide tersebut terkadang telah menampilkan suatu sikap ekstrim yang menurut mereka sendiri harus dihilangkan dari wacana publik. Karena mereka secara membabi buta menyerang habis-habisan apa yang telah dianut oleh ummat islam. Sampai saat ini sudah sangat banyak gagasan yang  dimunculkan JIL ke publik. Dalam uraian berikut ini, penulis hanya akan mengemukakan beberapa hal saja diantaranya,  yaitu  masalah-masalah yang sangat menyentuh tentang dasar-dasar agama, dan masalah yang telah sepakati ummat islam. Antara lain:

1.    Semua Agama Sama.
Menurut JIL, Islam tidak beda dengan agama kufur dan syirik manapun,  semuanya masuk surga. Semua orang beragama adalah mukmin, oleh karena itu semua bersaudara dan halal saling menikahi. Meyakini Islam satu-satunya agama yang benar tidak boleh. Oleh karena itu dakwah islamiyah pun tidak boleh. Wajib diganti dengan dialog, tukar menukar pengalaman dan kerja sama dalam bidang sosial keagamaan. Mereka disini cenderung mengartikan islam bukan nama sebuah agama, tetapi islam dalam pengertian etimologi yaitu tunduk dan patuh.

Karena ideologi ini, para tokoh JIL meyakini tentang kebebasan beragama. Menurut mereka, urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak membenarkan penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan. Karena ini pula mereka menghalalkan pernikahan antar agama, sesorang muslim baik laki-laki maupun perempuan boleh saja menikah dengan non muslim.

Bila diteliti terhadap ide yang dilontarkan kelompok JIL diatas, jelas sekali terlihat bahwa sebenarnya ide tersebut tidak layak keluar dari mulut seorang muslim. Paham ini sebenarnya merupakan warisan pemikiran Harvey Cox, seorang pemikir barat yang menggagas paham sekularisme. Gagasan sekularisasi yang dipopulerkan Cox mendapat sambutan hangat dari para pemikir kristen lainnya, seperti Robert N.bellah yang sebelumnya telah terpengaruh dengan gagasan marxist.

Dengan mantapnya konsep sekularisme, seseorang manusia tidak mengakui lagi kebenaran islam yang mutlak. Mereka akan menolak semua konsep-konsep islam yang bersifat pasti (Qath’i) karena semua hal dianggap relatif. Makna kebenaran bagi mereka adalah segala yang berlaku dalam masyarakat, dan bukan yang dikonsepkan dalam al-Qur’an.

Bagi seseorang muslim, islam sebagai satu-satunya agama yang benar merupakan suatu keyakinan yang sudah final. Meskipun agama-agama samawi semuanya mentauhidkan Allah, namun dengan kedatangan Risalah Nabi Muhammad SAW, semua agama samawi dibatalkan pemberlakuannya, serta pemeluknya diwajibkan mengikuti ajaran yang dibawa Nabi Muhammad.

Jika memang semua agama itu sama, lantas mengapa dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa satu-satunya agama yang diterima Allah hanyalah islam (Q.S.2:19). Mengapa Nabi Muhammad diperintahkan memerangi orang-orang yang tidak mau memeluk islam, dan mengapa Allah memberi ancaman neraka kepada mereka yang tidak mau menganut islam?.

Dalam hadits yang bersumber dari Umar bin Khathab, suatu hari ketika Rasulullah sedang berkumpul dengan para sahabatnya, lalu  Jibril datang dan bertanya pada Rasulullah tentang islam, iman, dan ihsan. Rasullah menjawab tentang islam dengan  sabdanya yang berbunyi:

الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتى الزكاة...(رواه مسلم)

Artinya: Islam adalah bahwa engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad merupakan utusan Allah, dan kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat…(H.R.Muslim).

Dalam hadits lain yang bersumber dai Ibnu Umar Rasulullah bersabda:

أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله...(رواه البخارى ومسلم)

Artinya: Saya diperintahkan memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad merupakan utusan Allah…(H.R.Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits pertama, secara tegas Rasulullah mengatakan bahwa baru dinamakan islam seseorang mesti mengucap dua kalimat syahadat. Ini tentu bukan islam dengan diikutkan kepada dua orang tua.

Dengan demikian, orang yang tidak mengucap dua syahadat seperti Yahudi dan Nasrani tidak termasuk muslim. Sedangkan hadits kedua menegaskan bahwa Rasullah diperintahkan untuk memerangi orang-orang yang tidak mau mengucap syahadat. Jika orang yang tidak mengucap syahadat dianggap benar oleh JIL, lalu mengapa mereka harus diperangi. Dua hadits ini sudah cukup tegas menjelaskan mengenai siapa muslim sesungguhnya, islam satunya-satunya agama yang benar, dan islam tidak sama dengan agama yang lain. Oleh karena itu pula, dengan sebab salah/batalnya gagasan dasar JIL tentang ini, maka semua masalah yang dikemukakan mereka dengan berpijak kepada dasar diatas secara otomatis juga salah/batal.

2.    Al-Qur’an Adalah Produk Budaya, Bukan Kitab Suci.
Menurut JIL, sejarah al-Qur’an hingga menjadi “kitab suci” dan “autentik” perlu dilacak kembali. Untuk tujuan itu, mereka menawarkan dekontruksi sebagai sebuah strategi terbaik. Karena strategi ini akan membongkar dan menggerogoti sumber-sumber muslim tradisionil yang meyakini kesucian kitab al-Qur’an. Menurut mereka, Mushaf Usmani sebenarnya hanyalah hasil sosial dan budaya masyarakat. Mereka juga menyalahkan metodologi ulama dahulu yang mengontrol kebenaran wahyu dengan menggunakan analisis grammar dan yang berhubungan dengan bahasa.
Menurut para aktivis JIL al-Qur’an adalah teks, dan cara terbaik dalam menggali teks adalah pendekatan hermeneutika. Dengan pendekatan hermeneutika kita dapat mengetahui bukan makna literal saja dari al-Qur’an, tetapi juga semua makna al-Qur’an dari berbagai aspek.
Bila diperhatikan sekilas memang tawaran JIL disini termasuk tawaran yang dapat menebar pesona dalam konteks ilmiah. Karena bersifat kritis. Tetapi secara tanpa sadar, para Liberalis dalam hal ini telah mengadopsi pemikiran-pemikiran orientalis yang berupaya memahami al-qur’an dengan pendekatan konflik dan menganggap al-Qur’an itu bukan wahyu. Karena pendekatan hermeneutika merupakan metode yang digunakan oleh para intelektual barat dalam memahami bibel, dimana saat memahaminya seseorang harus berangkat dari keragu-raguan.
Agenda untuk meragukan keabsahan dan keotentikan al-Qur’an sebagai wahyu Allah memang telah lama digarap secara serius oleh kalangan orientalis dan missionaris kristen. Hal itu misalnya dapat dilihat dalam buku karya Samuel M. Zwemmer yang berjudul Islam: A Challenge to Faith, yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1970. Ironisnya, upaya untuk meragukan al-Qur’an juga muncul dikalangan aktivis JIL, meskipun dengan cara yang lebih halus dari apa yang dilakukan oleh Zwemmer.  Artinya, dengan menerapkan pendekatan hermeneutika berarti seseorang tidak meyakini lagi kebenaran al-Qur’an.
Sebenarnya mengkaji Al-Quran sebagai teks dengan konteks bukanlah sesuatu cara yang terlalu baru. Apalagi istilah hermeneutika pun mempunyai banyak makna. Ada makna pada tataran filosofis, dan ada makna pada tataran sosiologis dan historis. Sesungguhnya, ulama tafsir klasik pun telah menggunakan kajian Asbabun Nuzul yang memberi konteks dari turun¬nya sesuatu ayat. yang dikhawatirkan dalam pendekatan hermeneutika terhadap al-Qur’an ialah sang penafsir akan menerapkan metode kajian bibel untuk al-Qur’an, dan memalingkan arti teks Al-Quran dengan dalih hermeneutika. Padahal terdapat perbedaan sangat kontras antara status teks Al-Quran yang selamanya orisinal sebagai wahyu Tuhan, dan teks bibel yang ditulis oleh orang-orang yang hidup beberapa lama setelah Nabi Isa.

Awalnya, para Teolog Yahudi dan Kristen mempertanyakan apakah bibel itu kalam Tuhan atau produk manusia?. Ini karena banyaknya versi bibel dengan pengarang yang berbeda, dan saling bertentangan. Ketika hermeneutika dipakai dalam menafsirkan al-Qur’an, persoalannya menjadi lain. Sebab, setidaknya ada tiga persoalan besar ketika hermeneutika diterapkan pada teks al-Qur’an. Hal ini terjadi karena adanya spirit yang inheren dalam hermeneutika itu sendiri.

Tiga hal tersebut ialah: pertama, hermeneutika menghendaki sikap yang kritis. Kedua, hermeneutika cenderung memandang teks sebagai produk manusia, dan mengabaikan sifat transedentalnya. Ketiga, hermeneutika sangat plural, karenannya kebenaran tafsir sangat relatif.

Dari uraian diatas, bila dilihat dari sejarah lahir dan metodenya, pendekatan hermeneutika sangat tidak tepat dibawa dalam memahami al-qur’an, karena kebenaran al-qur’an tidak boleh diragukan. Sisi inilah yang membedakan al-qur’an dan bibel, sebab bibel wajar saja diragukan keabsahannya karena kandungan isinya saling kontradiksi akibat ulah pendeta-pendeta nasrani yang merubah-rubah isinya yang dilatarbelakangi oleh sikap dengki terhadap kenabian Muhammad.

Dalam memahami al-Qur’an, kelompok JIL juga  mengajak ummat islam untuk meninggalkan kitab-kitab tafsir klasik. Bila diteliti, ajakan tersebut adalah pertanda kerancuan berpikir yang sangat jelas, karena komunikasi dengan pemikiran para mufasir klasik itu sangat diperlukan justeru antara lain untuk memahami konteksnya, dan memahami konteks masyarakat mereka. Dan pemahaman konteks itu adalah anjuran dari hermeneutika.    Jadi, kalau kitab-kitab klasik tidak diperlukan lagi, sebenarnya bertentangan dengan anjuran penggunaan hermeneutika itu sendiri.

Dari berbagai kerancuan yang terdapat dalam gagasan JIL tentang metode memahami al-Qur’an dengan pendekatan hermeneutika, dan meninggalkan tafsir-tafsir lama, menimbulkan berbagai pertanyaan, siapa sebenarnya mereka, dan apa motif dibalik gerakan mereka?. jangan-jangan kampanye aktivis JIL yang semakin berani dan terbuka ini merupakan pesanan orientalis dan missionaris. Karena sudah jelas metode yang mereka tawar diadopsi dari orientalis dan missionaris. Dan karenanya wajar saja ada fatwa tentang kemurtadan orang-orang JIL karena meragukan kebenaran al-Quran.

Selanjutnya bila dilihat dari ungkapan mereka yang saling bertentangan satu sama lainnya, maka tidak salah kalau sebagian orang mengklaim bahwa sebenarnya orang-orang JIL itu tidak mengerti dengan apa yang mereka ucapkan. Atas dasar ini, sangatlah disayangkan sikap sebagian intelektual muslim sekarang ini yang membela dan memuji JIL sebagai kelompok pembaharu islam.

3.    Nabi Muhammad SAW Tokoh Historis Yang Perlu Dikritisi
Menurut tokoh-tokoh JIL, Nabi Muhammad adalah tokoh sejarah yang perlu dikaji secara kritis, sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang banyak kekurangannya.  Komentar diatas merupakan salah satu bentuk penghinaan terhadap Rasulullah yang dilontarkan oleh JIL.

Bila ditelusuri lebih jauh, penghinaan terhadap Rasulullah sudah pernah terjadi semenjak masa Rasulullah sendiri ketika beliau membawa misi tauhid kepada orang-orang kafir. Saat itu penghinaan sering dilontarkan oleh kelompok Munafik dan Musyrik. Kemudian penghinaan terhadap Rasulullah terus dilakukan oleh para kafir sampai pada abad moderen ini, sampai-sampai dengan cara membuat karikatur dan dimuat dalam media massa. Jadi, sejak dulu sampai kini biasanya ejekan-ejekan terhadap Rasulullah selalu dilakukan oleh kafir.
Sebagai contoh, beberapa tahun lalu seorang orientalis kristen yang bernama Robert Morey menulis buku yang diberi judul Islamic Invasion. Dalam buku ini, sebagaimana dikutip Hartono Ahmad Jaiz, Robert menyerang dan menghina Rasulullah secara habis-habisan, sampai ia mengatakan dalam bukunya “kalau kita perhatikan kehidupan Muhammad, kita akan menemukan bahwa dia merupakan manusia biasa yang juga bergelimang dengan dosa seperti halnya dengan kita semua. Dia berbohong, menipu, dipenuhi nafsu birahi, mengingkari janji, membunuh, dan lain-lain”.

Yang aneh disini adalah orang kafir yang sudah jelas-jelas menghina Rasulullah SAW justeru didukung oleh tokoh yang mengaku muslim dan memimpin perguruan tinggi ialam saat itu. Azymardi Azra (salah seorang tokoh JIL) yang saat itu memimpin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memberi kata pengantar pada terjemahan buku tersebut yang dalam judul indonesianya “Islam Di Hujat”. Buku yang sekeji ini menghina Rasulullah, bahkan oleh diwajibkan oleh Azymardi Azra untuk dibaca  oleh semua ummat islam.

Ummat islam meyakini bahwa Rasulullah adalah seorang yang terpilahara dari dosa sekecil apapun dan dari kesalahan (ma’shum). Apa yang diucap dan dilakukan beliau semua bersumber dari wahyu, sebagaimana yang ditegaskan dalam al-Qur’an tepatnya dalam surat al-najm ayat 3-4. salah satu unsur iman adalah beriman kepada Rasul dan dengan ajaran yang dibawa Rasul. Rasul memang manusia, tetapi kepadanya diberikan sifat-sifat ketinggian dan mukjizat. Mukjizat itu berfungsi membenarkan kerasulannya. Maka orang yang tidak meyakini kebenaran Rasul dan ma’shum nya, maka orang ini dianggap belum beriaman dengan rasul. Tidak beriman dengan Rasul berarti belum memenuhi unsur keimanan. Orang yang tidak memenuhi unsur keimanan berarti masih berada diluar islam. Jadi bila dilihat dari sisi ini, maka orang yang meyakini seperti yang dilontarkan tokoh JIL berarti orang yang tidak beriman.

Dari uraian diatas semakin tampak bahwa JIL menyuarakan dalam islam apa saja yang telah disuarakan oleh kafir terhadap islam. Ini makin memperjelas siapa sebenarnya JIL, dan sepertinya mereka merupakan corong para orientalis untuk mengobok-obok islam dari dalam.

4. Menolak Syari’at Islam
Menurut kelompok JIL, sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Luthfi as-syaukani (dosen universitas Paramadina), bahwa syari’at islam itu sebenarnya tidak ada. Syariat islam hanya karangan orang-orang yang datang belakangan yang memiliki idealisme yang berlebihan terhadap islam. Semua hukum yang diterapkan oleh sebuah masyarakat pada dasarnya adalah hukum positif, termasuk yang diberlakukan oleh Nabi. Kalaupun sumber konstitusinya berasal dari al-Qur’an, hal ini karena Muhammad adalah seorang Rasul dan tidak memiliki sumber konstitusi yang lebih baik dari al-Qur’an saat itu.
Pada dasarnya penolakan terhadap syari’at islam merupakan isu yang diangkat oleh kalangan orientalis dengan dalih pelanggaran HAM. Hal ini pernah terangkat dalam satu diskusi antar agama yang diadakan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat itu, Prof. Olaf Schumann dari Universitas hamburg Jerman yang sekaligus seorang pendeta gereja luteran menyatakan, bahwa penerapan syari’at islam dalam suatu negara islam merupakan ketidakadilan terhadap pemeluk agama lain, dan ini bertentangan dengan konsep pluralisme dan humanisme.

Selanjutnya penolakan terhadap syari’at islam sangat gencar dikampanyekan oleh para aktivis JIL. Menurut mereka, penerapan syariat oleh negara berarti melanggar prinsip netralitas negara yang harus menjaga prinsip-prinsip non-diskriminasi dan equality (kesamaan) di antara seluruh warga negara. JIL bersikeras memisahkan agama dari negara. Karena negara dalam pandangan mereka, harus netral dari pengaruh agama apa pun. Sementara, agama harus tetap dipertahankan dalam wilayah privat.
Apa yang mereka katakan ini sebenarnya hanya membuka kedok mereka yang sama sekali buta terhadap Islam. Mereka mengatasnamakan Islam (dengan embel-embel liberal) namun tidak tahu apa itu Islam dan bagaimana sejarah Islam. Karena apa yang mereka khawatirkan, sama sekali tidak terbukti. Sebab, sebagai agama dan negara, Islam sangat menjunjung tinggi asas egaliter dan menjaga prinsip-prinsip non-diskriminasi. Islam tidak pernah pilih kasih dalam menegakkan keadilan dan menerapkan hukumnya. Semua warga negara sama di mata hukum, baik itu muslim ataupun non-muslim.

Menolak penerapan syariat Islam berarti sama saja dengan menganggap agama ini tidak lengkap dan sempurna. Selain itu, upaya memisahkan agama dari negara yang mereka usung sungguh berbahaya, karena ujung-ujungnya adalah ingin memisahkan agama dari kehidupan manusia. Inilah yang sejatinya merupakan proyek sekularisme. Alasan penolakan mereka hanya dibuat-buat, diputar-putar, dan apologis, agar terkesan ilmiah.

Dari uraian diatas, jelas bahwa ide penolakan syari’at islam merupakan warisan yang diambil JIL dari kalangan yang selalu dipujinya, yaitu orientalis barat. Sebab, dalam ummat islam, ketakutan pada Islam ini sejatinya tidak akan muncul kecuali dari mereka yang sudah terlanjur cinta pada peradaban Barat. Atau, bisa jadi mereka yang sudah diasuh dan lama menyusu kepada Barat. Apa yang dinilai oleh Barat baik, dia juga katakan baik, dan sebaliknya.

5. Penghalalan Yang haram, dan Pengharaman yang halal.
Menurut tokoh-tokoh JIL, semua masalah yang ada dalam islam tetap terbuka ruang untuk ijtihad ulang, meskipun masalah tersebut telah disepakati oleh semua ummat islam sejak zaman dahulu. Reijtihad menurut mereka tidak terbatas pada masalah-masalah hukum amali saja, tetapi juga berlaku pada masalah-masalah ketuhanan yang sudah berstatus qath’i.

Karena pijakan ini, para tokoh JIL tidak segan-segan untuk menetapkan kehalalan suatu kasus, sekalipun sudah disepakati ummat islam tentang keharamannya. Begitu juga mereka mengharamkan suatu kasus, kendatipun ummat islam meyepakati kehalalannya. Seperti poligami yang dihalalkan dalam islam, tetapi menurut JIL hukumnya adalah haram. Sementara perkawinan muslim dengan non muslim yang telah diharamkan, namun JIL menghalalkannya.

Tidak berhenti disitu, malah para tokoh JIL juga menghalalkan perkawinan sesama jenis (homosex/lesbian). Seperti Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, guru besar di UIN Jakarta, Menurutnya, homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. Menurut Musdah, para sarjana Muslim moderat berpendapat, bahwa tidak ada alasan untuk menolak homoseksual. Dan bahwasanya pengecaman terhadap homoseksual atau homoseksualitas oleh kalangan ulama arus utama dan kalangan Muslim lainnya hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Menurut Musdah Mulia, intisari ajaran Islam adalah memanusiakan manusia dan menghormati kedaulatannya. Lebih jauh ia katakan, bahwa homoseksualitas adalah berasal dari Tuhan, dan karena itu harus diakui sebagai hal yang alamiah. Ia memuat tulisannya ini dalam Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008) Islam 'recognizes homosexuality' (Islam mengakui homoseksualitas).  Saat berita itu dimuat,  semua tokoh-tokoh JIL memuji keberanian Musdah.

Gerakan legalisasi homoseksual yang dilakukan oleh kaum liberal di Indonesia sebenarnya sudah melampaui batas. Bagi umat Islam, hal seperti ini merupakan sesuatu yang tidak terpikirkan (“unthought”). Bagaimana mungkin, dari kampus berlabel Islam justru muncul dosen dan mahasiswa yang berani menghalalkan homoseksual, suatu tindakan bejat yang selama ribuan tahun dikutuk oleh agama. Saat itu semua tokoh-tokoh JIL memuji keberanian Musdah.

Bagi kaum Yahudi dan Kristen liberal, hal seperti itu sudah dianggap biasa. Mereka juga menyatakan, bahwa apa yang mereka lakukan adalah sejalan dengan ajaran Bibel. Mereka pun menuduh kaum Yahudi dan Kristen lain sebagai “ortodoks”, “konservatif” dan sejenisnya, karena tidak mau mengakui dan mengesahkan praktik homoseksual.

Bagi ummat islam secara umum, hukum tentang homosexual bukan lah suatu hukum yang samar-samar (khafi), tetapi sudah jelas keharamannya. Bahkan sebelum islam datang, karena praktik homosexual merupakan perbuatan yang dikutuk. Al-Quran sudah memberikan gambaran jelas bagaimana terkutuknya kaum Nabi Luth yang merupakan pelaku homoseksual ini: “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (QS Al-A'raf:80-84).
Karena sering mengemukakan gagasa-gagasan yang aneh dan menjadi corong orientalis, para tokoh-tokoh JIL sering mendapat penghargaan dari pihak-pihak dunia barat. pada Hari Perempuan Dunia tanggal 8 Maret 2007, Musdah Mulia menerima penghargaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice di kantor kementerian luar negeri Amerika Serikat (AS), Washington. Ia dianggap sukses menyuarakan, membela dan mengembalikan hak perempuan di mata agama dengan cara melakukan 'pembaruan hukum Islam' – termasuk – undang-undang perkawinan. Selanjutnya pada 27 Nopember 2009 lalu, ia kembali meraih anugerah International Prize of The Women of The Year 2009, di Italia, setelah menyisihkan 36 finalis dari 27 negara.

Dari beberapa contoh permasalahan yang digagas dan diperjuangkan JIL sebagaimana uraian diatas, terlihat jelas tidak satupun yang terlepas dari hubungannya dengan apa yang dikampanyekan oleh kalangan orientalis dan missionaris kristen. Isu semua agama sama, kebebasan beragama, al-Qur’an produk budaya, penghinaan terhadap Rasulullah, penolakan syari’at islam, sampai perkawinan sesama jenis, merupakan tema-tema yang sejak dulu diperjuangkan dengan gigih oleh kalangan orientalis dan missionaris kristen, dan secara terus-menerus ditanamkan dalam pemikiran generasi muda islam. Tujannya tak lain untuk menjauhkan generasi islam dari pemahaman agama yang sebenaranya.

Dari berbagai data yang berhasil dihimpun mengenai sepak terjang JIL, setelah dianalisis dapat di ajukan beberapa hasil temuan sebagai berikut: Pertama, kelompok JIL merupakan perpanjangan tangan orientalis dan missionaris kristen untuk merusak islam dari dalam, dan memecah belahkan ummat islam, sebab kalangan barat sangat takut jika ummat islam bersatu. Sejak berakhirnya perang salib, pihak Barat senantiasa menyimpan rasa takut pada agama yang satu ini.

Karena, dalam keyakinan mereka, Islam ini adalah agama yang menyimpan potensi dahsyat, mampu menggerakkan umatnya untuk melawan apa saja. Ini tidak pernah ada pada ajaran agama lain. Apalagi, kemajuan teknologi persenjataan modern tidak terlalu ampuh untuk menaklukkan umat Islam. Hal ini dipahami betul oleh kalangan Barat. Oleh karena itu, mereka benar-benar mewaspadai Islam, khususnya umat Islam yang tampak berpegang pada ajarannya.  Dengan adanya JIL, para orientalis dan missionaris tidak terlalu sibuk lagi mempengaruhi pemikiran generasi islam. Karena tugas ini sudak diemban oleh generasi sendiri.
Temuan ini didukung oleh realitas perkembangan JIL sendiri, karena dana yang dapatkan untuk tugas ini bersumber dari beberapa LSM barat. Salah satunya ialah Asian foundation, salah satu LSM Amerika yang bergerak dalam bidang demokrasi, sekularisasi, dan pluralisme agama.  Ulil Abshar Abdala selaku kordinator JIL terus terang mengakui bahwa Setiap tahun mereka mendapatkan sekitar Rp 1,4 milyar dari Asian foundation. Belum lagi dana dari LSM lainnya seperti TAF, Ulil menyebutkan dana yang paling besar bersumber dari TAF, dengan tanpa menyebutkan angka pasti.

Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo yang merupakan Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, secara lantang mengatakan bahwa: “yang dilakukan JIL saat ini adalah menjual islam demi memburu dolar”.

Dengan demikian, jelaslah bahwa JIL adalah kelompok anak-anak muda yang menjual islam kepada orientalis demi kepentingan materi. Dan mereka merupakan corong orientalis untuk mengkampanyekan kehancuran islam.

Kedua, JIL merupakan kader-kader didikan barat, atau didikan dari mereka yang menjadi kader barat. Maka gagasan mereka tidak akan pernah terlepas dari paradigma barat dalam memandang islam. Ini terbukti dengan melihat kepada latar belakang pendidikan para tokoh-tokoh JIL. mulai dari Nucholis Madjid, Harun Nasution, sampai tokoh-tokoh muda sekarang semuanya orang-orang yang telah telah melalui proses cuci otak yang dilakukan Yahudi, Nasrani, dan orientalis yang menjadi guru mereka.

Barat sudah lama membaca mentalitas orang-orang Timur yang terkagum-kagum pada Barat. Belajar ke Barat melahirkan kebanggaan tersendiri dalam kejiwaan orang-orang Timur. Hal ini dimanfaatkan orientalis dengan berkedok ilmiah dan penelitian. Sehingga, dengan mudah mereka mendoktrin peneliti-peneliti muda yang belajar di universitas-universitas mereka dengan paham dan idiologi mereka. Mahasiswa yang tadinya masih memiliki keteguhan dan kebanggaan pada Islam digoyahkan keyakinannya, dibuat menjadi ragu, dan akhirnya menisbikan segala idiologi. Prinsip-prinsip yang mereka tanamkan biasanya berkedok penelitian dan kejujuran ilmiah.

Pengetahuan para tokoh JIL tentang Al-Qur’an, hadits, serta kitab-kitab klasik, dominannya pada kulit luar saja. Tetapi mau mengarungi samudera yang luas itu. Akhirnya, merekalah yang tenggelam dalam lautan hawa nafsu dan keangkuhan. Maka, terjadilah seperti apa yang kita lihat sekarang ini, suara-suara bebas yang sudah tidak lagi mengenal rambu-rambu itu menyerang Islam. Inilah akibat dari mempelajari islam dari kafir.
Ketiga, JIL merupakan kelompok yang sangat minim pengetahuannya tentang seluk-beluk islam dan sumbernya, tetapi mereka berlagak seperti orang yang telah mencapi tingkat mujtahid. Ini terlihat dari kerangka berpikir metodologis yang mereka gunakan. Dalam mengemukakan berbagai gagasan kontroversialnya, JIL tidak memiliki landasan teori yang sistematis dan argumentasi yang kuat. Pemikiran mereka lebih banyak berupa kutipan-kutipan ide-ide yang dicomot dari sana-sini, dan terkesan hanya sebagai pemikiran asal-asalan belaka (plagiator), yang tergantung musim dan waktu.

Akibatnya antara ucapan mereka sebelumnya sering kontradiksi dengan apa yang mereka kemukakan sesudahnya. Dan mereka sering terlihat tidak mengerti terhadap apa yang mereka kemukakan. Sebagi contoh, JIL juga mengumandangkan kebebasan dengan slogannya yang rancu, “Menuju Islam yang Membebaskan.” Apa yang mereka maksud dengan kebebasan di sini dan membebaskan dari apa juga tidak jelas. Karena mereka hanya mau bebas sendiri dan tidak memberi kebebasan kepada kelompok lain. Mereka membebaskan orang Kristen menyebarkan agamanya dengan cara-cara yang licik, bahkan tidak jarang memaksakan agamanya kepada orang lain yang sudah beragama. Mereka sama sekali tidak pernah peduli dengan maraknya Kristenisasi di mana-mana yang sangat meresahkan umat Islam.

Sementara ketika ada sekelompok umat Islam yang ingin menjalankan ajaran agamanya secara kaffah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, justru mereka gerah. JIL merasa kepanasan terhadap orang Islam yang dianggap ‘bertingkah.’ Lalu, mereka pun tidak memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk mengekspresikan keislamannya, baik dalam sikap maupun pemikiran. Dan kemudian, JIL memvonis orang-orang Islam seperti ini sebagai fundamentalis, militan, radikal, garis keras, dan sebagainya. Oleh karena itu, fatwa murtad dan sesat-menyesatkan yang ditetapkan kepada tokoh-tokoh JIL, rasanya sangat pantas dan tidak berlebihan.


D. Prediksi Perkembangan Jaringan Islam Liberal

Saat ini, para tokoh JIL di Indonesia menjadi orang-orang yang memegang peranan penting hampir dalam semua aspek, mereka tersebar dalam beberapa instansi penting termasuk instansi pemerintahan. Namun yang dominan kegiatan mereka adalah dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan tingkat perguruan tinggi. Dalam ranah perguruan tinggi islam tercatat sejumlah nama-nama yang kini menduduki jabatan-jabatan tinggi, seperti Rektor, pembantu Rektor, dekan, dan dosen. Disamping itu, diantara mereka terdapat juga tokoh yang masih aktif dalam jabatan publik di departemen-departeman pemerintahan, politisi, lembaga survei, dan lain-lain.

Berangkat dari realitas ini, maka menimbulkan prediksi bahwa pemikiran-pemikiran kontroversial JIL akan terus mewarnai dinamika permasalahan ummat islam khususnya di indonesia. Sejarah membuktikan, sebelum Nurcholis Madjid dan Harun Nasution berhasil mempengaruhi institusi perguruan tinggi islam, maka di IAIN saat itu tidak terdapat pemikiran-pemikiran yang dapat merusak islam. Tetapi setelah kedua tokoh ini eksis dan mendapat sambutan, langsung saja cara pandang orientalis terhadap islam begitu menggejala dan menguat di IAIN Indonesia, yang saat itu khususnya IAIN Jakarta.

Keduanya saat ini memang sudah mati, tetapi pemikiran-pemikiran keduanya masih tetap hidup dan diyakini oleh sebagian para pendidik IAIN dan mahasiswanya. Sebagai bukti, pada 27 September 2004 di Fakultas Ushuluddin IAIN Bandung menyeruak sebuah kasus ajaib. Hari itu di adakan acara ta’aruf mahasiswa baru. Banyak mahasiswa terbelalak oleh aksi sebagian mahasiswa Bandung. Sejak mahasiswa baru memasuki ruangan Fakultas ini dan menaiki panggung, seorang mahasiswa yang menjadi pembawa acara untuk fakultas itu, memulai dengan perkataan “selamat bergabung di area bebas tuhan”.

Lain lagi dengan mahasiswa jurusan sosiologi agama yang menyambut yuniornya dengan ungkapan “kami tidak ingin punya tuhan yang takut pada akal manusia”. Tetapi ini tidak begitu menggelikan bila dibandingkan dengan sikap seorang mahasiswa jurusan Aqidah dan Filsafat, yang sambil mengepalkan tangannya ia berteriak, “kita berzikir bersama anjing hu akbar”.  Realitas lainnya, saat ini tidak hanya di UIN dan IAIN pulau jawa saja terdapat pemikiran liberal, tetapi virus liberal juga sudah merambah ke seluruh IAIN di Indonesia, tidak terkecuali IAIN Ar-Raniri Banda Aceh.

Berangkat dari sejarah dan realita diatas, sekali lagi dapatlah diprediksi bahwa pemikiran liberal akan semakin tumbuh khususnya di perguruan tinggi islam bila institusi ini semakin berkiblat kepada pendidikan barat. Oleh karena itu, para ulama, cendikiawan, pejabat, serta tokoh masyarakat perlu mengambil langkah-langkah tertentu untuk menghadapi tantangan besar ini. Karena masalah ini menyangkut dengan hal-hal yang sangat menyentuh dasar-dasar agama.



BAB III
KESIMPULAN

Dari berbagai uraian diatas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:
  1. Agenda-agenda JIL tak bisa dilepaskan dari imperalisme Barat atas Dunia Islam. Ide-ide yang diusung JIL pun sebenarnya palsu, karena yang ditawarkan adalah kapitalisme, bukan Islam. Agar laku, lalu diberi label Islam. Islam hanya sekedar simbol, bukan substansi ide JIL. Jadi JIL telah menghunus dua pisau yang akan segera ditusukkan ke tubuh umat Islam, yaitu pisau politis dan pisau ideologis. Semua itu untuk menikam umat, agar umat Islam kehabisan darah lalu bertaqlid buta kepada JIL dengan menganut peradaban Barat. Dan mereka sebenarnya merupakan agen-agen yahudi dan Nasrani untuk merusak islam dari dalam demi memburu materi.
  2. JIL telah mengaburkan konsep Tauhid melalui upaya liberalisasi dalam bidang akidah, liberalisasi dalam bidang pemahaman al-Qur’an, dan liberalisasi dalam bidang syari’at dan akhlak.
  3. Kelemahan-kelemahan pokok pemikiran JIL karena tidak punya landasan/dalil yang benar, tidak punya paradigma ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan, tidak mengakui realita yang tampak nyata, tidak mengakui sejarah yang valid, dan tidak punya rujukan yang bisa dipertanggung jawabkan.
  4. JIL kelompok berbahaya bagi kelangsungan islam, kebanyakan mereka merupakan intelektual murtad karena tidak percaya kepada al-Qur’an, menghina Rasulullah, dan menghalalkan yang telah diharamkan secara ijma’.
 

DAFTAR PUSTAKA

Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal; Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya, Cet I, Jakarta: Gema Insani, 2002

Adian Husaini, Hegemoni kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, cet I, Jakarta: Gema Insani Press, 2006

Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal, Cet I, Jakarta: Gema Insani Press, 2003

Ahmad ibn syeikh Hijazi, al-Majalis al-Saniyah fi Kalam ‘ala al-Arba’in al-Nawawiyah, Semarang: Usaha Keluarga, 1994

Charles Kurzman, Liberal Islam: A Sourcebook, Judul Indonesia: Wacana Islam Liberal; Pemikiran Islam Kontemporer Tentang Isu-isu Global, (Terjm: Bahrul Ulum dkk), Jakarta: Paramadina, 2001

Daud Rasyid, Pembaruan Islam dan Orientalisme dalam Sorotan, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002

Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN, Cet I, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005

Hartono Ahmad Jaiz, Menangkal Bahaya JIL dan FLA, Cet I, Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2004

Herry Nurdi, Belajar Islam dari Yahudi, Cet I, Jakarta: Cakrawala Publising, 2006

http://antijil.multiply.com/journal/item/2/JIL_Menjual_Islam_Demi_Dolar

http://islamlib.com/id/halaman/tentang-jil/

http://embassyofindonesia.it/prof-siti-musdah-mulia-raih-penghargaan-woman-of-the-year-dari-italia/

http://osdir.com/ml/culture.region.indonesia.ppi-india/2005-03/msg00357.html

http://www.arrahmah.com/index.php/news/read/1722/prof-uin-jakarta-halalkan-homoseksual

http://www.asiafoundation.org/program/

Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Wajah Baru Islam di Indonesia, Cet I, Jogyakarta: UII Press, 2004

M. Atho Mudzhar, Makalah; Gerakan Islam Liberal di Indonesia, disampaikan dalam Seminar Internasional Tajdid Pemikiran Islam, dengan  tema: “Menyatukan Khazanah Pemikiran Umat Islam di Era Globalisai dan Liberalisasi,” yang diselenggarakan atas kerjasama Yayasan Dakwah Islam Malaysia-Indonesia (YADMI), dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, pada tanggal 21 Oktober 2009.



Sumber: al-aziziyah.com