Jumat, 25 Februari 2011

Penanganan Kasus Mafia Hukum dan Pajak yang Ublekutekusekumek




Perlakuan berbeda terhadap kasus Teroris dan Mafia Hukum serta Mafia Pajak nampak terlihat dari penanganan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penegak hukum, terutama Polri. Sampai saat ini, lembaga dan aparat kepolisian masih menjadi sorotan publik dan cenderung belum memperoleh simpatik masyarakat luas, hal ini ditunjukkan oleh kinerja Polri yang masih tebang pilih. Kalau kita simak lebih jauh, nampak sekali kepolisian sangat serius melakukan pemberantasan terorisme, berusaha melakukan penanganan sampai pada akar-akarnya (salut dah), bahkan sampai dengan cara tembak ditempat, walaupun masih banyak salah tangkap dan salah tembak.

Beberapa kali konferensi pers pun digelar Mabes Polri untuk menjelaskan secara detail seluk beluk dari kasus terorisme ini. Polri pun tak segan-segan untuk menunjukkan gambar-gambar orang yang diduga sebagai teroris, atau yang diduga terkait jaringan terorisme, bahkan aliran hubungan antara satu dengan yang lainnya pun dijelaskan secara detail, tak ada yang ditutup-tutupi, begitu gamblang dan transparan. Sungguh, perlakuan ini agak bertolak belakang dengan cara penanganan kasus mafia hukum dan mafia pajak. Apakah pernah pihak Mabes Polri melakukan konferensi pers terkait dengan struktur dan jaringan mafia hukum serta mafia pajak ?   

Penanganan terhadap mafia hukum dan mafia pajak, nampak begitu berbeli-belit, cenderung untuk ditutup-tutupi, kalaupun ada penjelasan dari aparat kepolisian hanya sebatas wawancara yang sifatnya terbatas dan hanya sepotong-sepotong, tidak se-transparan kasus terorisme, misalnya kasus Gayus keluar tahanan, yang diributkan Bali-nya, bukan persoalan substansial yang jauh lebih dahsyat dari sekedar nonton Tenis di Bali. Fenomena ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan dan kejanggalan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberantasan mafia hukum dan mafia pajak masih tetap setengah hati dan menimbulkan distorsi fungsi penegakan hukum. 

Lantas, kapan Polri hendak mereformasi lembaganya secara komprehensif, apa kabar pak Kapolri ?  Apakah Komisi-III DPR RI tak pernah mengevaluasi kinerja Polri dan lembaga penegak hukum lainnya ? Apakah agenda dewan cuman Raker(jo) doang ? Kemudian, bagaimana pula dengan Presiden RI dengan team evaluatornya ?  Tahukah anda, sampai sejauh mana kinerja Polri saat ini ? Padahal dari 15 program aksi prioritas KIB-II, di urutan pertama adalah ; "Pemberantasan mafia hukum di semua lembaga negara dan penegakan hukum, seperti makelar kasus, suap menyuap, pemerasan, jual beli perkara, mengancam saksi, pungutan tidak semestinya dan sebagainya yang bertentangan dengan rasa keadilan dan kepastian hukum".

Harlan Eryandi
Sumber: politikana.com

Mafia Pajak Jauh Maha Dahsyat daripada Kasus Century



Kasus mafia pajak jauh lebih dahsyat ketimbang kasus Bank Century. Setiap tahun Indonesia merugi hingga Rp 360 triliun dalam kasus penyelewengan pajak.

"Dari 11 persen yang harusnya diterima Indonesia dari pemasukan pajak, yang ada hanya sekitar 6 persen. Atau bisa dikatakan setiap tahunnya Indonesia kehilangan sekitar Rp 360 triliun," ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Didin S Damanhuri.

Hal itu disampaikan Didin dalam Talk Show Perspektif Indonesia yang bertajuk 'Memberantas Mafia Pajak', di preesroom DPD RI, Senayan, Jumat (25/2/2011).

Menurutnya dari dana yang hilang itu, paling besar kembali ke perusahaan wajib
pajak dan sisanya ke para politisi dan terakhir ke para konsultan pajak.

"Saya contohkan dari Rp 1 triliun yang harusnya dibayar perusahaan wajib pajak, hanya Rp 300 miliar yang dibayarkan ke Dirjen Pajak. Sementara Rp 500 miliar dikembalikan ke perusahaan dan Rp 200 miliar sisanya diberikan ke konsultan pajak sebagai fee karena berhasil menekan biaya pajak perusahaan," imbuhnya.

Sehingga menurutnya wajar saja bila kasus mafia pajak terungkap maka negara ini tergoyang karena mafia pajak melibatkan banyak para pejabat tinggi negara dan telah dilakukan sejak lama. Untuk itulah menurut pria berkaca mata ini, kasus mafia pajak jauh maha dahsyat ketimbang kasus century.

"Saya akademisi yang terlepas hak angket bisa dilencengkan secara politis atau tidak. Tapi saya setuju dengan hak angket karena bisa lebih memudahkan pemetaan siapa saja yang berpotensi menyelewengkan pajak," tuturnya.

Sumber: www.detiknews.com

48 Ribu Tenaga Ahli Indonesia Dimanfaatkan Negara Lain

habibie












Sebanyak 48 ribu tenaga ahli berbagai bidang dari S2 (master) hingga S3 (doktor) yang dipersiapkan pemerintah sejak zaman Soeharto oleh Menristek Prof Dr BJ Habibie waktu itu, tidak diketahui lagi keberadaannya. Saat ini, sebagian besar mereka bekerja di beberapa negara Eropa dan Amerika.

“15 Tahun lalu, sebanyak 48 ribu insinyur berbagai bidang seperti ahli penerbangan, kapal laut, dan bidang science lainnya yang kita sekolahkan ke luar negeri itu pada kemana? Tidak banyak yang diketahui sekarang ini,” kata Habibie saat menyampaikan orasi budaya di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di kawasan Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY, Sabtu (5/2/2011).

Menurutnya, sebagian besar dari mereka yang pernah disekolahkan ke luar negeri oleh pemerintah Indonesia, saat ini banyak yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga ahli bidang pesawat terbang, perkapalan, dan industri strategis lainnya.

“Kita yang menyekolahkan mereka lima belas tahun lalu, tapi negara lain yang panen. Mereka banyak yang bekerja sebagai tenaga ahli di Eropa, Amerika, bahkan di Brazil,” kata mantan presiden ketiga Indonesia itu.

Habibie hadir dalam acara pembukaan rangkaian acara Milad 30 tahun UMY itu menyampaikan orasinya mengenai strategi pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam persaingan global.

Menurutnya, Indonesia sebagai benua maritim dengan segala kekayaannya itu mempunyai potensi sama dengan negara seperti Amerika atau pun Eropa.

Dia mengatakan untuk membangun peradaban Indonesia masa depan harus ada sinergi antara kebudayaan, agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu yang harus dipersiapkan sebagai landasan yang kuat adalah pendidikan agar sumber daya manusianya menjadi berkualitas.

“Saya berkeyakinan dengan SDM berkualitas yang menguasai Iptek bersama iman dan takwa itu akan menjadikan Indonesia unggul. Tidak ada alasan lagi untuk menjadikan Indonesia unggul,” katanya.

Suami Ainun Habibie itu kemudian mencontohkan saat Indonesia mampu menciptakan pesawat terbang N250 - Gatotkaca. Pesawat itu merupakan 100 persen buatan putra-putri Indonesia, namun ternyata masih banyak orang yang meragukannya.

“Ini bukti nyata Indonesia memiliki kualitas SDM yang unggul. Tapi kemana lagi setelah itu. Dari 48 ribu tenaga ahli kita kemudian berkurang jadi 16 ribu. Sekarang yang ahli dirgantara kurang dari 3 ribu. Bila terus turun hingga nol ini memprihatinkan,” pungkas dia.

Pada akhir acara, Habibie yang mengenakan kemeja batik warna coklat itu sempat bernyanyi bersama dengan anggota paduan suara mahasiswa UMY. Dia menyanyikan lagu kenangan “Sepasang Mata Bola”.

Jangan kamu tanyakan apa yang akan kamu dapatkan dari negeri ini, tapi tanyakan apa yang telah kamu perbuat untuk negeri ini. 

Cyber Sabili



Sumber: cybersabili.co.id

Diam Aremania Mengundang Tanya

 
Fans setia Arema, Aremania saat duel melawan Persija - Koran SI (Arie Yudhistira)

Ketika hampir semua supporter di Indonesia menyuarakan perubahan di tubuh PSSI dengan menghadang pencalonan kembali Ketua Umum PSSI Nurdin Halid, belum ada suara lantang dari salah satu komunitas supporter terbesar, yakni Aremania.

Sejauh ini suara supporter Arema itu hilang entah ke mana. Padahal, biasanya untuk urusan sepakbola di tanah air, supporter berwarna biru itu getol melakukan dukungan. Termasuk setiap kali tim nasional (timnas) Indonesia bertanding.

Diam Aremania tersebut mendapat sindiran dari Ketua Umum Persema Malang Peni Suparto. Walikota Malang yang memimpin Persema berbelok ke Liga Primer Indonesia (LPI) ini mempertanyakan suara Aremania yang sama sekali belum terdengar.

“Ke mana Aremania, kok tidak terdengar suaranya,” tanya Peni. Pria ini heran dengan ketenangan Aremania dalam menyuarakan revolusi di tubuh PSSI. Bahkan ketika semua supporter bergerak ke Jakarta untuk melakukan aksi di Senayan, Aremania tetap tenang.

Dia sekaligus menyesalkan sepinya aksi dari salah satu komunitas supporter terbesar di Indonesia itu. Peni tak habis pikir dengan sikap diam Aremania, padahal dulunya Arema FC juga sering mendapat perlakuan tak adil dari PSSI sekaligus mengaku sebagai supporter pelopor revolusi sepakbola Indonesia.

Aremania sudah merasa mapan dengan kondisi yang ada? Peni enggan memberikan tudingan. Ia hanya berharap Aremania ikut peduli dengan kondisi persepakbolaan yang membutuhkan perubahan dan bisa diawali dengan penghapusan rezim Nurdin Halid.

Soal Nurdin sendiri, Peni menilai tak ada prestasi layak yang bisa mengamankan kursinya. Selama kepemimpinan Nurdin, sepakbola Indonesia banyak mengalami kemerosotan. Paling jelas adalah kualitas liga yang berimbas pada prestasi timnas.

Namun Peni tetap bersikap fair. Artinya, Nurdin Halid boleh tetap menduduki posisinya sekarang jika dibuktikan dengan prestasi. Sayang selama kepemimpinan dua periode, tidak ada prestasi yang pantas dibanggakan. “jadi memang saatnya ada perubahan,” cetusnya.

Supporter Persema sendiri turut ke Jakarta untuk melakukan aksi revolusi sepakbola Indonesia. Rombongan yang terdiri dari puluhan supporter dikawal langsung media officer Persema Asmuri dan bergabung dengan supporter lain yang lebih dulu ada di Jakarta.

Dari Bojonegoro, ratusan supporter Persibo Bojonegoro Boromania melakukan aksi demi di Bojonegoro. Mereka menuntut Nurdin Halid tidak mencalonkan lagi sebagai Ketua Umum PSSI sekaligus perbaikan dalam sistem persepakbolaan Indonesia.

“Tuntutan kami adalah revolusi PSSI dan Nurdin Halid mundur dari Ketua Umum. Itu sudah harga mati,” tutur Ketua Harian Boromania Jasmo Priyanto. Ia yakin perbaikan sepakbola Indonesia hanya bisa dilakukan dengan perubahan kepengurusan di tubuh PSSI.

Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi di Jakarta. Setelah melakukan aksi di Senayan dan kembali ke Bojonegoro, mereka kembali melakukan aksi di Mess Persibo sekaligus di jalan-jalan protokol Bojonegoro. 



Koran SI

Sumber: www.okezone.com

Revolusi PSSI (5)



Budiarto Shambazy: Dosa Nurdin Halid Sudah Lengkap

Ribuan suporter sepakbola dari sejumlah klub terus berdatangan untuk menduduki kantor Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di komplek stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Mereka menuntut Nurdin mundur dan tidak mencalonkan diri lagi sebagai Ketua Umum PSSI.

Aksi yang dinamai 'Revolusi Merah Putih' ini terjadi setelah Tim Seleksi Calon Ketua Umum PSSI hanya Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie dan mencoret dua nama kandidat, yaitu Arifin Panigoro dan George Toisutta.

Pengamat sepakbola Budiarto Shambazy menilai aksi pendudukan tersebut wajar dan boleh saja dilakukan. Aksi tersebut merupakan gerakan sosial yang dilakukan masyarakat atas akumulasi kekecawaan selama ini. Walau begitu, aksi ini diharapkan tidak mengarah pada suatu tindak anarkis dan kekerasan, apalagi memunculkan demo tandingan yang akan mengakibatkan benturan horizontal di antara supporter sepakbola dan masyarakat.

Gagasan revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid dari Ketua Umum PSSI, menurut Budiarto, sudah waktunya dilakukan. Mantan terpidana kasus korupsi impor gula dan pengadaan minyak goreng itu memiliki setumpuk dosa besar sehingga tidak layak lagi diperbolehkan memimpin PSSI. Setumpuk dosa Nurdin di antaranya adalah selama dua perieode kepemimpinannya PSSI tidak punya prestasi, banyak terjadi korupsi, suap, main skor, kompetisi yang kacau an kejahatan penelikungan aturan FIFA untuk kepentingan diri sendiri.

Berikut petikan wawancara detikcom dengan pengamat sepakbola Budiarto Shambazy, yang juga wartawan senior Kompas ini:

Bagaimana tanggapan anda atas gerakan revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid?

Sebetulnya boleh-boleh saja ada gerakan seperti ini. Gerakan atau movement ini dilakukan oleh masyarakat yang konsen terhadap sepakbola kita. Ingat, mereka melakukan tindakan yang agak ‘anarkis’ seperti ini, karena memang saluran-saluran lain sudah tidak mempan. Ini yang seharusnya diwaspadai oleh kita semua.

Gerakan ini sebenarnya sama yang terjadi di negara-negara Timur Tengah. Tidak bisa lewat pemerintah, tidak bisa lewat parlemen, tidak bisa lewat Menteri Pemuda dan Olahraga, tidak bisa lewat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat. Jadi sudah terlalu lama bertele-tele, sekurang-kurangnya sejak Kongres Sepakbola Nasional (KSN) bulan Maret tahun lalu di Malang, Jawa Timur. Jadi ini sudah merupakan penumpukan akumulasi kekesalan dan kemuakan masyarakat, karena Nurdin Halid tidak mau turun-turun, dan malah tetap mau mencalonkan diri lagi.

Kebetulan ini harus diakui sebagian massa diorganisir oleh pihak yang berkepentingan untuk menggulingkan Nurdin Halid. Jadi memakai politik kekuasaan. Saya masih bisa mentoleransi itu, artinya jangan sampai peyelesaian dari reformasi sepakbola yang selama ini tidak mempan dengan cara apa pun, jangan pakai duit lagi. Jadi apa yang dilakukan oleh lawan-lawan Nurdin Halid ini sebetulnya ingin reformasi sepakbola yang bersih dan tidak ada embel-embel duit. Tapi, lalu dikecewakan dan dipermalukan lagi dengan dicoretnya Arifin Panigoro dan George Toisutta dari pencalonan Ketua Umum PSSI.

Jadi ini sudah gerakan sosial atau social movement, ini elemennya banyak. Kalau ada yang mendompleng itu pasti. Tapi yang orisinil yang berniat untuk memperbaiki reformasi sepakbola banyak juga, ini campuran juga. Saya khawatir, nanti ini justru jadi anarkisme.

Kenapa Nurdin Halid begitu ngotot memimpin PSSI? Apa dia mendapatkan keuntungan ekonomis atau politis selama ini?

Saya lebih melihat ini sebetulnya lebih politis. Seperti kita tahu, memang tarik menarik antar kekuatan politik atau dua kekuatan politik yang mendominasi panggung politik kita, suka atau tidak suka sebuah fakta. Satu pihak ada kekuatan Partai Golkar, karena waktu itu sudah dipolitisasi oleh pernyataan Nurdin Halid bahwa ‘Sukses PSSI, Sukses Golkar’. Karena dia sudah menganggap bahwa PSSI adalah Golkar, otomatis muncul perlawanan dari yang bukan Golkar.

Ini yang menyebabkan adanya pertarungan antara dua kekuatan antara Golkar dan kekuatan yang bukan Golkar. Begitukan, simple saja. Saya tidak mau menuduh siapa lawannya Golkar, tapi sementara ini paling tidak ada unsur pemerintah. Di situ bisa dilihat keterlibatan Goerge Toissuta sebagai pejabat pemerintah, ada Andi Mallarangeng sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, ada Rita Wibowo sebagai Ketua KONI Pusat. Ini kan lagi-lagi sejak KSN di Malang tahun lalu.

Kepentingan politik itu menurut saya lebih kental daripada kepentingan bisnis atau ekonomi. Ini yang sayangnya sudah menyimpang dari tujuan semula, yaitu tujuan yang ingin memajukan sepakbola menjadi pertikaian politik. Makanya saya ingin mengimbau temen-temen media untuk hati-hati jangan terserat pertarungan politik ini. Kita harus tetap mengontrol dengan jurnalisme yang hati-hati, karena pertempuran politik ini sudah dikhatwairkan anarkis dan mulai kasar. Menurut saya ini sudah jeleklah.

Faktor utama atau dosa apa yang paling mendasari masyarakat ingin revolusi menggulingkan Nurdin Halid?

Pertama, sebenarnya Nurdin Halid kan sudah dua periode dikasih kesempatan memimpin PSSI, tapi gagal total, tidak menyumbangkan satu medali pun. Prestasinya jauh terpuruk dibandingkan waktu ketua umum sebelumnya. Misalnya Kardono berhasil  menyumbangkan satu medali emas saat SEA Games tahun 1987, Azwar Anas menyumbangkan satu medali emas di SEA Games juga. Nah, Agum Gumelar tidak berprestasi, tapi dia berjiwa besar tidak mau mencalonkan diri lagi. Tapi Nurdin Halid sudah dua periode tidak ada satu medali pun yang diperoleh Timnas PSSI.

Kedua, selama ini dalam Kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) semakin terpuruk. Baik secara kualitas, banyak suap, banyak yang ngatur skor, banyak wasit tidak becus, banyak kerusuhan. Ini sudah berulang-ulang, artinya dosanya sudah lengkap atau sudah tidak boleh mencalonkan diri.

Kalau soal penyimpangan pengadopsian Statuta FIFA ke Statuta PSSI?

Itu sebenarnya tidak menjadi persoalan. Kalau ngomongin soal dosa, dosa itu tidak ada prestasi dan kacaunya kompetisi. Hanya saja untuk bertahan, dia melakukan dosa ketiga. Yang paling berat dosanya itu mengubah Statuta FIFA yang dalam bahasa Inggris jelas dikatakan bahwa seorang calon Ketua Umum tidak boleh terlibat tindak pidana dan sudah divonis menjadi narapidana. Tapi ini ditelikung dan diubah, seolah-olah tidak sedang dalam proses atau pengadilan tindak pidana.

Jadi dosa ini paling berat dengan menelikung aturan atau Statuta FIFA. Dan itu bukan hanya dilakukan dalam Statuta FIFA, tapi banyak statuta lain yang banyak dia plintar-plintir. Misalnya, soal Liga Primair Indonesia (LPI) itu illegal karena tidak di bawah naungan PSSI. Itu tidak ada ceritanya itu harus di bawah naungan PSSI, semua warga negara membuat kompetisi bebas-bebas saja. Memang perlu memberitahu ke PSSI untuk membuat kompetisi, selesai di situ.

Begitu juga soal rekruitmen pemain Tim Nasional, misalnya Irfan Bachdim dan Jeffrey Kurniawan. Tidak boleh ada pemain yang tidak di bawah klub naungan PSSI masuk Timnas. Sementara dia sendiri memanggil-manggil pemain muda untuk seleksi Timnas SEA Games, itu memanggil pemain dari klub-klub di Eropa dan Uruguay, yang bukan di bawah naungan PSSI, jadi ini tidak konsisten, kan beda dengan Bachdim dan Jeffrey.

Apakah aksi revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid akan efektif atau tidak?

Selama tidak anarkis, saya kira akan efektif. Sampai pendudukan PSSI saya kira efektif dan ampuh. Yang saya khawatir, jangan sampai ini menjadi konflik politik dan membenturkan massa secara horizontal, saya tidak setuju. Aparat kepolisian harus tegas, jangan sampai bentrok fisik.

Kalau menduduki kantor PSSI ini masih oke, karena ini gerakan sosial, saya setuju ini diduduki, hanya saja saya khawatir ada yang mengerahkan massa tandingan. Ingat tidak waktu kita dirugikan wasit asing, PSSI kan mengerahkan demonstran ke hotel. Kan pernah juga dalam rangka membela Nurdin Halid, mereka mengerahkan massa di Bundaran HI. Itu yang saya khawatir.

Bagaimana soal pencoretan Arifin Panigoro dan George Toisutta oleh Tim Seleksi Ketum PSSI?

Ini tentuya ada alasan atau agenda tersembunyi dari pencoretan dalam verifikasi kedua tokoh ini. Dalam hal ini PSSI, khususnya Nurdin Halid ingin tidak ada lawan yang memadai, kalau bisa dia bisa dipilih secara aklamasi kalau ada namanya dan nama Nirwan Bakrie sebagai orang dalam. Rupanya lagi-lagi mereka, Syarif Bastaman mengunakan klausul seolah-olah dalam Statuta FIFA bahwa calon Ketum itu adalah orang yang pernah mengurus sepakbola selama lima tahun.

Sebenarnya syarat ini sudah dipenuhi oleh Pak George Toisutta dan Arifin Panigoro, yang aktif mengurus sepakbola. Tiba-tiba, klausul itu ditelikung lagi bahwa seolah-olah harus sebagai pernah pengurus, official atau petugas teknis klub yang berada di bawah naungan PSSI. Makanya Goergoe Toisutta memenuhi persyaratan dengan melampirkan jabatannya sebagai pengurus Persatuan Sepakbola Angkatan Darat (PSAD). Tapi Tim Seleksi bilang bahwa PSAD bukan di bawah naungan PSSI, makanya dicoret, Arifin juga sama.

Lalu datang lagi formulir yang ditandatangani Pemprov Jawa Barat bahwa Goergo Toisutta merupakan pengurus Persatuan Sepakbola Bara Siliwangi yang berada di bawah naungan PSSI. Hal ini tentunya membuat bingung PSSI dan Tim Seleksi. PSSI lagi-lagi menjegal pencalonan Goerge Toisutta denga cara menurut Statuta FIFA bahwa pejabat tidak boleh jadi calon Ketum PSSI. Ini yang mungkin bisa diakal-akalin oleh mereka, apalagi George Toisutta saat ini sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Padahal di banyak negara yang namanya ketua asosiasi atau federasi banyak yang pejabat. Bahkan ada politisi di persatuan sepakbola di sejumlah negara, seperti di Korea dan Jepang. Memang ini terus dicari-cari cara agar tujuannya agar Arifin dan George tidak masuk. Ini yang lagi dicoba PSSI dan itu mereka nekat. Apapun caranya kedua orang ini tidak masuk.

Nurdin Halid sebenarnya masih mengantungi 81 suara, nah apa bahayanya bila George Toisutta dan Arifin Panigoro lolos?

Kalau menurut saya, karena desakan atau gempuran reformasi sepakbola sudah sedemikian kencang. Kan ini ada 103 keanggotaan PSSI, sekarang tinggal 100. Kann100 yang punya hak suara ini, karena adanya desakan reformasi sepakbola dari semua kalangan, akhirnya akan berubah haluan. Ini sudah terjadi, kalau kita lihat di beberapa anggota yang memiliki hak suara melakukan pembangkangan dan pengkhianatan, ini sudah banyak.

Banyak klub yang sudah sebel sama Nurdin Halid, beda kepada Nirwan Bakrie yang dianggap tidak terlalu bermasalah. Mereka menilai ya udah kalau begini beralih tidak mendukung Nurdin. Banyak pilihan banyak, bisa Nirwan atau Goerge Toisutta. Tinggal dua ini yang bakal dijagokan untuk bertanding dalam pemilihan di kongres nanti.

Ada yang menilai masuknya Arifin dan Goerge merupakan bagian dari intervensi pemerintah?

Ini menarik. Begini, soal intervensi memang dilarang oleh FIFA, karena ini intervensi politik. Asosiasi itu harus bersih dari politik, kenyataanya sejak KSN sebetulnya intervensi pemerintah secara politik sudah terjadi. Jadi itu suatu realitas politik yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dan, lihat sejak KSN itu FIFA tidak pernah berbicara sama sekali soal intervensi politik pemerintah Indonesia di PSSI.

Ini artinya FIFA sudah mulai melihat bahwa ada masalah serius sepakbola di Indonesia. Jadi mereka ini sudah wait and see. Ingat, mereka ini juga adalah organisasi besar yang tidak berani ikut campur pada urusan dalam negeri negara orang, seperti Indonesia. Jadi mereka tahu diri lah, selain itu FIFA selama ini juga disorot dunia. FIFA disorot saat Nigeria dari  tersingkir pada babak penyisihan Piala Dunia 2010, Presiden Nigeria marah dan ketua umum organisasi sepakbolanya dipecat. Lalu FIFA marah dan mengatakan itu suatu intervensi.

Akhirnya sang presiden mundur dan membatalkan keputusannya karena takut terkena ban atau dilarang ikut kompetisi, artinya Timnasnya tidak bisa bermain di luar negeri apalagi Piala Dunia. Tapi lihat apa yang dilakukan FIFA terhadap Arab Saudi, saat Timnasnya gagal di Piala Asia, Raja Arab Saudi marah dan memecat Ketua Umum Organisasi Sepakbolanya. FIFA bungkam seribu bahasa tidak berani menegur Raja Arab Saudi, karena selama ini sering menerima banyak sumbangan.

Jadi FIFA sendiri diskriminatif dan tidak konsisten terhadap negara tertentu. Untuk negara tertentu berani, tapi negara kuat seperti Arab Saudi yang kaya tidak berani, karena duit Arab Saudi gila-gilaan masuk ke FIFA. Jangan lupa Presiden FIFA Joseph  S Blatter tahun ini mau habis masa jabatannya bulan Juni 2011 ini. Sekarang mulai kampanye dan muncul nama calon Presiden FIFA seperti Michael Bassini dari Eropa dan Presiden Asian Football Confederation (AFC) Mohamed bin Hammam. Dalam kampanye Presiden AFC menyatakan akan mencalonkan Presiden FIFA sekarang, karena Presiden FIFA sekarang dinilai tidak becus dan terlibat korupsi juga.

Ini terjadi dalam pencalonan tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia 2018 dan 2022 nanti. Kan Inggris kalah, karena ternyata ada yang beli suara. Jadi ada tiga orang yang ketahuan disogok oleh Rusia, sehingga Rusia terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 nanti. Susah sekarang mau memberantas korupsi dan intervensi politik, ternyata FIFA juga tidak bersih. Jadi FIFA kurang dihargai sekarang ini. Jadi FIFA jangan dianggap Tuhan.

Jadi FIFA tidak bakal menjatuhkan sanksi ke Indonesia?

Wait and See, tidak berani mereka mengambil tindakan drastis. Walaupun, katakanlah itu terjadi juga, katakanlah FIFA melihat intervensi pemerintah Indonesia ke PSSI. Nggak apa-apa kok di-ban atau PSSI dilarang, memang tidak ada prestasi dan malah menghemat dana. Lebih baik kita konsentrasi di dalam negeri untuk melakukan pembinaan, fasilitas, kompetisi, pembinaan pemain pemula dibenahi dan diperbaiki dahulu.

Saya kira itu sebenarnya bisa dinegosiasi, misalnya PSSI di-ban gara-gara pemerintah ikut campur. Baru setelah Nurdin Halid tersingkir, ada ketua umum baru berunding lagi dengan FIFA. Kan di sana ada mekanisme banding juga di FIFA. Ban itu bisa dicabut setelah kondisi stabil lagi. Jadi jangan anggap FIFA sebagai Tuhan, PSSI sendiri yang anggap Tuhan, sementara aturan FIFA sendiri ditelikung sendiri oleh PSSI.

Bagaimana soal ancaman boikot pada Timnas atau Kompetisi ISL atau LSI?

Itu tidak efektif saya kira, karena apa? Siapa dulu yang mau boikot siapa dulu, apa penonton? Tidak mungkin penonton memboikot, karena sepakbola itu juga hiburan, pastinya penonton berbondong-bondong ke stadion melihat pertandingan klub sepakbola kesayangannya. Jadi sebaiknya jangan boikot pertandingan, itu tidak bagus.

Selain itu ini kan juga sumber penghasilan dari berbagai pihak. Pemain harus digaji, aparat pertandingan harus dibiayai, lalu ada kontrak-kontrak bisnis komersial yang harus dipatuhi. Sponsor kalau pertandingan tidak jalan pasti akan marah, lalu langsung sponsorship akan dipotong misalnya Rp 100 juta per pertandingan. Lalu di sini hak siar dengan stasiun televisi seperti kontrak ANTV dengan ISL Rp 100 miliar untuk 10 tahun. Kalau tidak ada pertandingan rugi, karena keburu teken kontrak dengan pengiklan. Jadi jangan diboikot, nggak bagus dan nggak bijaksana.

M. Rizal





Sumber: www.detik.com

Revolusi PSSI (4)




Ribuan Orang Satu Tujuan, Gulingkan Nurdin 

Ribuan terus berdatangan silih berganti ke kantor Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Meski beda klub bola, mungkin beda daerah atau agama, tujuan mereka sama. Tujuannya hanya satu menggulingkan Nurdin Halid yang tidak mau mundur dari ketua umum PSSI.

Aksi ribuan orang itu dimulai sejak Rabu (23/2/2011) kemarin dan akan terus berlangsung hingga Nurdin terguling. Kantor PSSI di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta itu akan diduduki para suporter bola. Demi menuntut Nurdin mundur, para pecinta bola rela meninggalkan kerjanya sementara, berdesak-desakan ke Jakarta dan berpanas-panas ria. Aksi untuk menggulingkan Nurdin ini bak demo untuk melengserkan presiden saja.

"Kita, para suporter seluruh Indonesia sudah satu kata untuk menduduki Senayan sampai Nurdin Halid terguling, sampai kapan pun kita akan lakukan," tegas Ita Sitti Nasyiah, Koordinator Suporter Persebaya 1927 kepada detikcom.

Selama aksi massa suporter sepakbola ini berlangsung tidak satupun pengurus PSSI yang berani menemui massa untuk dialog atau sekadar negosiasi. Maka pada demo hari pertama saja, suporter berhasil menggembok pagar dan pintu kantor, serta membentangkan spanduk raksasa di muka halaman kantor tersebut.

Aksi seruan ‘Revolusi PSSI Harga Mati’ untuk menggulingkan Nurdin tidak hanya terjadi di Jakarta. Tapi sejumlah suporter dan masyarakat sepakbola di beberapa daerah lainnya juga melakukan aksi dan seruan serupa. Lihat saja aksi sejumlah suporter sepakbola atau bobotoh the Viking di Bandung, Barisan Suporter Persijap Sejati (Banaspati)  di Jepara. Singa Mania di Palembang, Kalteng Mania di Palangkaraya.

Aksi dilengkapi dengan sejumlah poster, pamflet dan spanduk  yang terus menghujat Nurdin Halid sampai membakar gambar atau fotonya. Belum lagi aksi masyarakat pecinta sepakbola, seperti  Aliansi Pecinta Sepakbola Indonesia (APSI) di Solo, Aliansi Pecinta Sepakbola Makassar (Acikola) di Makassar. Sementara  sebagian besar para suporter di Pulau Jawa ini mengirimkan beberapa perwakilannya ke Jakarta secara bergelombang.

Tak hanya aksi unjuk rasa turun ke jalan, sebagian suporter dan pengurus PSSI di daerah pun mengancam akan membuat PSSI Tandingan, bila Nurdin Halid juga tidak mau mundur dari pencalonan.

Gencarnya gerakan yang dinamai Revolusi Merah Putij ini dipicu Tim Seleksi Calon Ketua Umum PSSI yang dianggap diskriminatif yang mencoret nama Arifin Panigoro, penggagas Liga Primair Indonesia (LPI) dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta dari tahap verifikasi. Dengan tidak lolosnya Toisutta dan Panigoro, seperti menutup harapan reformasi PSSI bisa dilakukan dengan cara baik-baik lewat kongres.

"Itulah ketika aspirasi masyarakat tersumbat, hal yang kemudian gerakan massa yang kemudian seperti dalam ‘teori umum’ terjadi dimana-mana. Saya kira ini penting dilakukan oleh suporter supaya memastikan suara mereka didengar tidak hanya masyarakat sepakbola Indonesia, tapi sepakbola dunia,” kata pengamat sepakbola Kusnaeni.

Gerakan Revolusi PSSI diharapkan bisa membuka mata Federation International Football Association (FIFA) dan Asia Football Confedertion (AFC) untuk melihat pendapat masyarakat sepakbola di Indonesia atas kepemimpinan Nurdin Halid di PSSI. "Ini yang mungkin selama ini tidak pernah didengar oleh FIFA dan AFC. Ungkapan suporter harini mungkin akan membuat FIFA dan AFC mau melihat kenyataan yang ada, yang lebih obyektif. Tidak hanya satu sumber, hanya dari sumber PSSI sendiri,” jelas CEO PT Bandung Indonesia Goalsports itu.

Koordinator Pendukung Arifin Panigoro dari Persebaya 1927, Saleh Mukadar pun sependapat revolusi jalanan terpaksa ditempuh karena suksesi lewat cara kongres tertutup. Masyarakat sepakbola, lanjut Saleh, selama ini berharap adanya perubahan di tubuh PSSI, dengan perubahan pengurusnya. Salah satu harapannya dengan munculnya Arifin Panigoro dan George Tosiutta dalam bursa pencalonan. Sayangnya, nama kedua tokoh ini dicoret dalam verifikasi tim seleksi sehingga masyarakat kesal. "Jadi wajar saja masyarakat turun ke jalan untuk menggulingkan Nurdin Halid," tandasnya lagi.

Saleh yakin, aksi massa suporter sepakbola ini akan berhasil menggulingkan Nurdin Halid. Keyakinannya itu menengok kasus penggulingan Presiden Tunisia Zine el Abidine Ben Ali dan Presiden Mesir Hosni Mubarak, serta upaya penggulingan pemimpin di negara Timur Tengah lainnya serta negara lainnya. "Sekuat apapun dia memimpin negara, di dunia mana, kalau rakyat sudah bergerak pasti bisa digulingkan, apalagi ini hanya memimpin sebuah organisasi, itu pasti akan jatuh," ujar Saleh penuh semangat.

Dengan optimisme bisa menggulingkan Nurdin, beribu cara akan ditempuh para pecinta bola. Misalnya ada yang dengan cara mengirimkan suporter ke Jakarta seperti dilakukan Suporter Persebaya 1927 dan Bonek Anti Nurdin.

Koordinator Suporter Persebaya 1927 Ita Sitti Nasyiah mengaku sudah mengirimkan ratusan suporter Bonek maupun pribadi-pribadi untuk berangkat ke Jakarta secara bergiliran. Tidak hanya bonek, sejumlah suporter dari klub sepakbola dari Malang, Madiun, Bojonegoro dan Pasuruan dan hampir semua daerah di Jatim mengirimkan orang ke Jakarta, termasuk dari Madura.

Selain suporter, sejumlah ormas, LSM bahkan partai politik pun turut berminat terlibat Revolusi Merah Putih ini. Namun Ita menolak keterlibatan parpol untuk menjaga kemurnian gerakan penggulingan Nurdin. "Kita tolak, karena kita khawatir ada agenda lain yang akan mereka bawa, dompleng. Sebagian besar orang dari sejumlah elemen ini ada yang berangkat dengan dana sendiri," ungkap Koordinator Suporter Persebaya 1927 itu.

Dana untuk pengiriman para suporter Bonek sendiri diperoleh dari sumbangan sejumlah pengusaha dan masyarakat yang tidak bisa datang ke Jakarta. Bahkan, banyak pengurus PSSI Jawa Timur dan Koni Jawa Timur yang memberikan bantuan. Bagi suporter Bonek yang berangkat ini diberikan subsidi membeli tiket ke Jakarta.

Koordinator Bonek Anti Nurdin, Evril Yudha mengaku ingin menggulingkan Nurdin karena malu PSSI dipimpin mantan napi. "Ini sudah bukan rahasia lagi bahwa dia itu mantan narapidana, di semua aturan organisasi semua cabang olahraga disebutkan bahwa mantan narapidana itu tidak boleh jadi ketua umum pengurus organisasi," kata Evril.

Alasan Evril kedua, olahraga sepekbola di masa kepemimpinan Nurdin Halid dua periode tidak pernah ada prestasinya, bahkan cenderung menurun terus. Dan alasan yang ketiga dan itu dinilai merusak PSSI adalah ketika Nurdin Halid mempolitisasi organisasi sepakbola dengan partai politiknya, Partai Golkar. “Oleh karena itu kita minta PSSI yang ada saat ini dibekukan, dan lakukan pembaharuan di tubuh PSSI, ganti semua. Kita aksi sampai Nurdin turun," tegasnya.

Evril juga mengatakan selain turun ke jalan untuk melakukan pendudukan kantor PSSI Pusat dan aksi unjuk rasa lain. Untuk menggulingkan Nurdin Halid sudah dilakukan upaya-upaya lainnya seperti pernah mengirimkan Surat Laporan ke FIFA. "Surat itu langsung diantar perwakilan Bonek yang langsung untuk menyerahkannya ke Presiden FIFA Joseph Bletter dan sejumlah pihak di Jakarta, namun upaya itu tak pernah ditanggapi oleh FIFA, begitu juga saat KSN di Malang," ungkapnya.

Selain itu juga ada aksi penggalangan uang dari para suporter sepakbola untuk biaya pemberangkatan ke Kongres PSSI di Bali pada bulan Maret mendatang. "Kita akan datangi Kongres PSSI di Bali, kalau aksi kita menduduki PSSI di GBK ini tidak ada tanggapan positif atau tidak ada kemajuan yang signifikan. Makanya kita ngumpulin uang agar bisa berangkat semua. Atau gimana caranya agar Kongres PSSI itu dipindahkan ke Jakarta tidak di Bali,” kata Koordinator Supoter Sepakbola Jakmania, Larico.

Banyak upaya yang dilakukan masyarakat sepakbola Indonesia untuk memajukan sepakbola, termasuk mereformasi total PSSI. Misalnya di beberapa daerah sejumlah masyarakat yang kecewa dengan kepemimpinan Nurdin Halid malah akan membuat PSSI
Tandingan. Sebut saja para pecinta sepakbola di Jawa Timur yang mendeklarasikan PSSI Tandingan di Surabaya.

"Kita sengaja memulai dari sini (Jawa Timur) sebagai embrio menuju sepakbola yang lebih baik atas puncak kekesalan dan keprihatinan atas kepengurusan serta kemunduran sepakbola di negeri ini di bawah kepemimpinan Nurdin," kata salah satu Presidium Pecinta Sepakbola Jatim, Tri Prakoso kepada wartawan di sela-sela deklarasi PSSI tadingan di kantor Pengprov PSSI Jatim Jalan Raya Kertajaya 155, Rabu (23/2/2011) kemarin.

Bahkan menurut Tri, pihaknya membuka pendaftaran bagi masyarakat yang ingin mengadakan perubahan sepakbola dengan mendaftarkan sebagai pengurus maupun Ketua Umum PSSI. Dari informasi yang dihimpun, PSSI Tandingan juga dideklarasikan di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, NTB dan Lampung.

Selain melakukan aksi turun ke jalan dan menduduki kantor PSSI, serta membuat PSSI tandingan. Sebagian masyarakat pecinta sepakbola juga mengancam akan melakukan pemboikotan sejumlah pertandingan Timnas PSSI dan Liga Super Indonesia. "Soal ancaman boikot pertandingan itu baru memboikot pertandingan Timas PSSI saja karena ini yang langsung di bawah asuhan PSSI. Kalau pertandingan LSI belum. Pokoknya ini semua kita lakukan karena Tim Seleksi dan Verifikasi pencalonan Ketua Umum PSSI dikriminatif dan tidak demokratis," tegas Larico lagi.

Namun untuk ancaman pemboikotan pertandingan Timnas dan LSI, sejumlah pengamat justru menyatakan hal itu tidak perlu dilakukan. Alasannya, sepakbola adalah sebuah olahraga hiburan yang justru tidak akan menjadi hiburan lagi bila tidak ada penontonya.  Bahkan akan merugikan semuanya, seperti pemain, petugas lapangan, pelatih yang harus mencari nafkah, bahkansampai kontrak bisnis komersil yang tentunya akan berdampak merugikan semuanya.

"Saya kira itu tidak efektif, karena apa? Siapa dulu yang mau boikot siapa dulu, apa penonton? Tidak mungkin penonton memboikot, karena sepakbola itu juga hiburan, pastinya penonton berbondong-bondong ke stadion melihat pertandingan klub sepakbola kesayangannya. Jadi sebaiknya jangan boikot pertandingan," ungkap pengamat sepakbola Budiarto Shambazy.

M. Rizal 

Sumber: www.detik.news.com



Revolusi PSSI (3)



Sudah Untung Segunung, Nurdin Bisa Disantet Kalau Tak Mau Mundur

Nurdin Halid kini seperti menjadi musuh bersama pecinta sepakbola. Dia dihujat, dimaki-maki, didemo, fotonya diinjak-injak juga dibakar. Pendek kata publik pecinta sudah tidak menginginkan Nurdin Halid lagi. Nurdin harus segera menyingkir dari PSSI karena dinilai sudah gagal total dan memiliki dosa yang lengkap.

Tapi Nurdin tidak peduli. Saat kantor PSSI diduduki ribuan suporter yang menginginkan dia tidak lagi memimpin PSSI, Nurdin menyepi di kampung halaman. Meski digempur sana-sini mantan terpidana korupsi minyak goreng dan gula itu tetap tidak mau mundur. Ia menghalalkan segala cara agar tetap bercokol di PSSI.

Mengapa Nurdin ngotot tidak mau lengser dari PSSI? Apa keuntungan yang diperoleh Nurdin sehingga tidak mau melepaskan jabatan yang sudah dua kali digenggamnya itu?

Beberapa kolega Nurdin di PSSI yang ditemui detikcom mengatakan, mereka hanya bisa pasrah dengan sikap ngotot Nurdin. Soalnya mereka sudah berulangkali memberi pandangan tapi Nurdin tetap ngotot dengan sikapnya. "Dia bilang akan menghadapi sendiri desakan mundur terhadap dirinya," jelas salah satu pengurus PSSI yang enggan disebutkan namanya.

Desakan mundur Nurdin sebenarnya sudah terjadi sejak Agustus 2007, saat ia divonis dua tahun penjara akibat tindak pidana korupsi pengadaan minyak goreng. Saat itu Jusuf Kalla, yang menjabat sebagai Wakil Presiden, Ketua KONI,dan bahkan FIFA sempat menekan Nurdin untuk mundur. FIFA bahkan mengancam untuk menjatuhkan sanksi kepada PSSI jika tidak diselenggarakan pemilihan ulang ketua umum.

Akan tetapi Nurdin tetap saja tidak mau mundur. Dia tetap menjalankan PSSI dari balik jeruji penjara. Mengapa Nurdin bisa sengotot itu? Sumber detikcom di PSSI mengatakan, sikap Nurdin tersebut lantaran ada dukungan dari Nirwan Bakrie, adik kandung Aburizal Bakrie, yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PSSI. "Nirwan waktu itu bilang kasihan Nurdin. Dia sudah tidak punya kerjaan lagi. Kita  sebaiknya membantu teman yang lagi kesusahan," jelas sumber tersebut menirukan ucapan Nirwan.

Sosok Nirwan di PSSI memang sangat dihormati. Pasalnya, sejak tahun 1980-an keluarga Bakrie telah banyak membantu keuangan PSSI yang kembang kempis. Jangan heran kalau pernyataan Nirwan itu seakan menjadi perintah bagi seluruh pengurus PSSI untuk tetap mempertahankan Nurdin.

Nirwan yang merupakan pemilik Klub Pelita Jaya, masih menurut sumber tersebut, sangat membutuhkan sosok Nurdin. Lantaran pria kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, itu, dianggap sanggup bekerja 24 jam dalam mengurus PSSI.

Karena interesnya terhadap Nurdin, sampai-sampai Nirwan tidak mempedulikan omongan orang-orang di luar maupun di lingkungan PSSI terhadap Nurdin. Begitu juga dengan tudingan prestasi PSSI remuk saat dipegang Nurdin.

Namun menurut Apung Widadi peneliti ICW yang tergabung dalam Save Our Soccer, kiprah Nurdin di PSSI bukan sekadar dia tidak punya pekerjaan lain. Sebab dengan menjabat Ketua Umum PSSI, Nurdin bisa memperoleh banyak uang.

Menurut Apung, untuk tahun 2011 saja, PSSI dapat dana Rp 90 miliar dari APBN, dari FIFA itu US$ 300 ribu (pembagian keuntungan penyelenggaraan Piala Dunia 2010, lalu sponsorship Rp 45 miliar. "Selama ini kan PSSI tidak pernah transparan dalam mempertanggungjawabkan anggaran sehingga mudah untuk Nurdin mengkorupsinya," ujar Apung.

Mantan pengurus PSSI zaman Agum Gumelar yang kini menjadi pengamat sepakbola, Tondo Widodo mengamini Nurdin mendapatkan keuntungan materi yang besar sehingga tidak mau lengser. "Uang PSSI itu kan sangat besar, miliaran, dari APBN, FIFA, sponsorship yang masuk kan sangat besar. Kita semua pasti tahu siapa yang berkecimpung dalam gula pasti tangannnya kecipratan gula," urai Tondo.

Tondo menilai ada masalah besar yang membuat Nurdin tidak akan pernah rela melepas jabatannya. Masalah tersebut yaitu perjudian. Sudah bukan rahasia lagi selama ini bila kompetisi atau liga di bawah PSSI bisa diatur siapa pemenangnya. "Ada sesuatu yang besar di belakang ini yang sangat menguntungkan barangkali itu judi atau apa," kata mantan pengurus PSSI itu.

Selain masalah uang, Nurdin emoh digulingkan juga demi keuntungan politik. Kubu Nurdin telah menyelewengkan PSSI dari alat perjuangan bangsa menjadi alat perjuangan partai. Massa bola sangat besar jadi tidak heran bila dijadikan rebutan parpol. Dengan tetap menggenggam PSSI, Nurdin pun untung secara politik. "Nurdin telah membuktikan selama ini dia loyal terhadap atasan di partai. Kemana-mana dia mengatakan keberhasilan Timnas adalah keberhasilan Golkar. Dia ngotot karena dia ingin PSSI
akan tetap seperti itu, menjadi alat partai," ujar Tondo.

Sayangnya keuntungan besar yang dinikmati Nurdin tidak diimbangi prestasi yang besar. Sebaliknya Nurdin justru memiliki setumpuk dosa sehingga sudah selayaknya ditumbangkan. Selain mantan narapidana, berdasarkan catatan ICW, Nurdin terkait sejumlah kasus korupsi lainnya. Nurdin dinilai terkait suap pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI), Oktober 2010 lalu. Dalam kasus DGS BI nama Nurdin disebut dalam kesaksian Hamka Yandhu di Pengadilan Tipikor. Hamka saat itu menyebut Nurdin menerima uang sekitar Rp 500 juta dalam kasus ini.

Selain itu juga kasus korupsi dana (APBD) Samarinda untuk klub Persisam  juga diduga menyeret Nurdin. Dia dituding ikut menikmati uang hasil korupsi dari terpidana 1 tahun mantan GM Persisam Putra Samarinda, Aidil Fitri.

Keterlibatan Nurdin dan Presiden Direktur PT Liga Indonesia Andi Darussalam dibeberkan Ketua Majelis Hakim yang menyidang Aidil, Parulian Lumbantoruan, di Pengadilan Negeri Samarinda. Hakim menyebut Nurdin dan Andi masuk dalam 35 daftar pembayaran fiktif yang dilakukan Aidil dengan total pembayaran Rp 1,78 miliar.

Aidil sendiri divonis 1 tahun penjara lantaran terbukti korupsi Rp 1,78 miliar dana APBD Samarinda tahun anggaran 2007/2008. Hakim menyebutkan dana miliaran rupiah itu, antara lain mengalir ke Nurdin Rp 100 juta dan Andi Rp 80 juta.

Dengan dua kasus tersebut Nurdin menjadi daftar incaran KPK. Bisa-bisa Nurdin kembali masuk penjara bila KPK sudah menetapkannya sebagai tersangka. "KPK akan memeriksa Nurdin sebelum kongres digelar,"

Sementara bagi pengamat sepakbola Budiarto Shambazy, dosa Nurdin Halid sudah lengkap. Dosa pertama, sebenarnya Nurdin Halid kan sudah dua periode dikasih kesempatan memimpin PSSI, tapi gagal total. PSSI di bawah Nurdin tidak menyumbangkan satu medali pun. Prestasinya jauh terpuruk dibandingkan waktu ketua umum sebelumnya. Misalnya Kardono berhasil menyumbangkan satu medali emas saat SEA Games tahun 1987, Azwar Anas menyumbangkan satu medali emas di SEA Games juga. Nah, Agum Gumelar tidak berprestasi, tapi dia berjiwa besar tidak mau mencalonkan diri lagi. Tapi Nurdin Halid sudah dua periode tidak ada satu medali pun yang diperoleh Timnas PSSI.

Dosa kedua, selama ini dalam Kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) semakin terpuruk. Baik secara kualitas, banyak suap, banyak yang ngatur skor, banyak wasit tidak becus, banyak kerusuhan. "Artinya dosanya sudah lengkap atau sudah tidak boleh mencalonkan diri lagi," ungkap Budiarto.

Dengan dosa demikian lengkap, sikap ngotot pengurus PSSI untuk mempertahan Nurdin membuat masyarakat kesal. Publik tahu bahwa upaya normal saja tidak akan bisa menggusur Nurdin dari PSSI. Sebab para pengurus terlihat semakin merapatkan barisan. Kini yang bisa dilakukan para penggemar sepakbola hanya memberikan tekanan berupa aksi demo dan lewat media massa. "Cara ini bisa berhasil bisa tidak. Tapi kita main kuat-kuatan stamina saja. Sampai kapan anak-anak itu akan kuat," jelas Tondo Widodo.

Bila cara ini tidak berhasil, Tondo berharap, Arifin dan Goerge Toisutta bisa lolos. Sehingga akan ada persaingan di kongres PSSI 26 Maret mendatang. "Santet saja kalau nggak ada cara lain lagi," pungkas Tondo yang lantas tertawa.

Deden Gunawan

Sumber: www.detiknews.com

Revolusi PSSI (2)




Misteri Terjegalnya Panigoro-Toisutta dan Rp 1 Miliar Per Suara 

Dalam dunia bola di Indonesia, Arifin Panigoro dikenal sebagai ikon perlawanan. Sementara George Toisutta sebagai ikon pembaruan. Namun kedua tokoh tersebut tidak lolos dalam verifikasi calon Ketua Umum PSSI 2011-2015. Yang lolos, Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie.

Para pecinta bola pun meradang. Mereka turun ke jalan melakukan revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid dari kursi ketua umum PSSI yang dinamai Revolusi Merah Putih. Ribuan suporter dari berbagai daerah berdatangan ke Jakarta untuk menduduki kantor PSSI dengan tujuan satu, menurunkan Nurdin Halid.

Seperti revolusi di Timur Tengah, gerakan revolusi PSSI ini juga menjalar ke semua daerah di Indonesia. Tidak hanya di Jakarta, gerakan menggulingkan Nurdin ini juga digelar di Solo, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Makassar dan semua kota besar lainnya di tanah air.

Revolusi dilakukan lantaran upaya suksesi secara baik-baik kandas di tengah jalan. Pasalnya, Arifin Panigoro dan George Toisutta yang digadang-gadang bisa mengambil alih kepengurusan PSSI terjegal untuk tanding memperebutkan Ketua Umum PSSI.Tim verifikasi mengklaim keduanya tersandung syarat yang tertuang di statuta PSSI dan statuta FIFA.

Ketua tim verifikasi calon Ketua Umum PSSI 2011-2015, Syarif Bastaman mengatakan, Panigoro hanya memenuhi 3 dari 4 persyaratan minimal yang harus dipenuhi jika ingin maju sebagai calon ketua umum PSSI. 3 syarat tersebut adalah minimal berusia 30 tahun, harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal pada saat kongres dan telah memenuhi persyaratan berdomisili di wilayah Indonesia.

Satu syarat yang tidak dipenuhi yakni Panigoro dinilai belum berpartisipasi aktif dalam kegiatan sepakbola sekurang-sekurangnya 5 tahun. Kegiatan sepakbola yang dimaksud adalah segala macam kompetisi yang berada di bawah naungan PSSI atau menjadi anggota PSSI.

Latar belakang Panigoro sebagai pendiri Liga Medco U-15 rupanya tidak jadi pertimbangan karena bentuknya hanya sponsorship. Jadi Liga Medco tidak dianggap sebagai kompetisi yang dikelola PSSI. Sandungan lainnya, Panigoro tidak lolos verifikasi lantaran dirinya terlibat dalam pembentukan Liga Primer Indonesia (LPI) yang dianggap ilegal oleh FIFA.

Sementara Toisutta, yang merupakan Ketua Pengurus Persatuan Sepakbola TNI Angkatan Darat (PSAD), tidak lolos karena aktivitasnya tidak tercatat di PSSI. "PSAD memang berada di bawah naungan Persija. Tapi yang tercatat dalam organisasi di
bawah PSSI hanya Persija. PSAD tidak," kilah Syarif Bastaman, yang juga anggota Komisi VII DPR dari PDIP itu.

Murnikah alasan pencoretan Panigoro dan Toisutta? Alasan yang disampaikan Syarif Bastaman dinilai hanya alasan yang dicari-cari alias akal-akalan belaka. Yang terjadi sebenarnya, dua tokoh itu sengaja dijegal. Nurdin Halid dan kroninya tidak  menginginkan lawan tanding yang kuat yang bisa mengacaukan skenario yang sudah dirancang.

Soal adanya skenario ini dipaparkan pengamat sepakbola yang pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Organisasi PSSI era Agum Gumelar, Tondo Widodo dan pengamat sepakbola Budiarto Shambazy. Skenario itu bertujuan agar PSSI tetap berada dalam cengkeraman Nurdin dan kroninya. Skenario pertama, untuk memuluskan langkah Nurdin menjadi penguasa PSSI untuk yang ketigakalinya. Panigoro dan Toisutta bisa berbahaya bila lolos verifikasi maka dicarilah segala cara untuk menjegalnya.

"Nurdin bisa saja bilang telah didukung 81 suara. Tapi dia tidak yakin dengan klaim dukungan 81 suara itu. Sehingga dia merasa harus mengalahkan George Toisutta dan Arifin Panigoro dengan cara-cara tidak semestinya," terang Tondo.

Jumah pemegang hak suara dalam kongres totalnya 108, yang terdiri dari Pengurus PSSI tingkat provinsi serta kub-klub di bawah PSSI. Namun dari jumlah tersebut yang berlaku hanya 100 suara. Sebab 5 suara yang berasal dari asosiasi pelatih, pemain, official, futsal, dan sepakbola wanita, belum terbentuk. Sementara 3 suara dari klub dihapuskan, yakni Persema, Persibo, dan PSM.

Dari pemegang hak suara, selain Nurdin yang meraih dukungan 81 suara, Arifin punya dukungan 1 suara, George Toisutta dapat dukungan 12 suara, sementara Nirwan Bakrie memperoleh 2 suara dukungan.

Meski suara dukungan bagi George dan Arifin jumlahnya tidak seberapa, tapi menurut Tondo, cukup membuat Nurdin was-was. Soalnya Panigoro merupakan simbol perlawanan, sementara George simbol pembaruan. "Nurdin bisa tidak tidur semingguan untuk memikirkan cara-cara untuk mengalahkan kedua tokoh ini. Apalagi resistensi terhadap Nurdin di mata masyarakat tingi sekali," jelasnya.

Dugaan adanya upaya menjegal Panigoro salah satunya yakni dengan raibnya berkas pencalonannya sebagai bakal calon ketua umum PSSI dari Pengurus Provinsi PSSI Jambi dan Nusa Tenggara Barat. Selain itu aturan PSSI yang menyebutkan ukuran 5 tahun aktif di sepakbola dipersempit harus 5 tahun menjadi pengurus PSSI.

Skenario kedua adalah untuk memuluskan langkah Nirwan Bakrie. Adik Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie itu saat ini menjadi wakil ketua umum PSSI, sementara resistensi terhadap Nurdin sangat tinggi. Bila Nirwan harus melawan Toisutta atau Panigoro, peluang Nirwan untuk menang menjadi tipis. Padahal kelompok Nurdin punya kepentingan tongkat estafet kepengurusan tidak jatuh kemana-mana agar posisi mereka tetap aman.

"Dia ingin tetap kepentingan dia di PSSI tetap dijaga sehingga dia mendorong Nirwan jadi ketua. Kalau cuma dua orang itu, Nurdin dan Nirwan, kongres hasilnya akan aklamasi toh?" kata Tondo.


Rp 1 Miliar Per Suara

Saleh Mukadar, Koordinator Pendukung Arifin Panigoro menilai skenario Nurdin cs sudah disiapkan sejak lama. Persiapan itu dimulai saat kelompok Nurdin membuat Statuta PSSI yang tidak memberikan peluang kepada orang lain untuk masuk, kecuali kelompok mereka sendiri.

"Ini kan karena memang sudah disiapkan lama oleh Nurdin Halid sejak empat tahun lalu. Ini merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan Nurdin Halid cs," kata Saleh.

Budiarto Shambazy menganggap Syarif Bastaman sengaja memelintir klausul Statuta FIFA bahwa calon Ketum itu adalah orang yang pernah mengurus sepakbola selama lima tahun. Sebenarnya syarat ini sudah dipenuhi Toisutta dan Panigoro, yang aktif mengurus sepakbola. Tapi tiba-tiba, klausul itu ditelikung. Dan ketika penelikungan itu tidak berhasil kubu Nurdin kembali mengeluarkan jurus baru dengan menyatakan Statuta FIFA bahwa pejabat tidak boleh jadi calon Ketum PSSI.

"Ini yang mungkin bisa diakal-akalin oleh mereka, apalagi George Toisutta saat ini sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Padahal di banyak negara yang namanya ketua asosiasi atau federasi banyak yang pejabat. Bahkan ada politisi di persatuan sepakbola di sejumlah negara, seperti di Korea dan Jepang. Memang ini terus dicari-cari cara agar tujuannya agar Arifin dan George tidak masuk. Ini yang lagi dicoba PSSI dan itu mereka nekat. Apapun caranya kedua orang ini tidak masuk," papar Budiarto.

Sementara kubu Nurdin justru menuduh ada skenario terselubung dengan tampilnya Toisutta dan Panigoro. Sejumlah pengurus PSSI sejauh ini menganggap munculnya Arifin dan George bukan sebatas urusan bal-balan belaka. Ini masalah gengsi politik dan kelompok. "Masuk Arifin adalah pesanan kelomok politik tertentu. Lihat saja Menpora ikut-ikutan urusan PSSI," ujar salah seorang pengurus PSSI yang enggan disebutkan namanya.

Nah saat ini nasib Toisutta dan Panigoro tergantung pada Komisi Banding Komite Pemilihan yang diketuai pakar komunikasi politik Prof Dr Tjipta Lesmana. Kemungkinan besar, hasil banding akan meloloskan kedua tokoh tersebut. Namun bila ini terjadi tentu Nurdin dan kroni tidak akan tinggal diam. Mereka telah menyiapkan cara kotor lainnya untuk menjegal tokoh yang menjadi simbol perlawanan dan simbol pembaruan tersebut.

"Cara kotor yang akan ditempuh Nurdin itu money politics. Kalau money politics ini sudah sangat mengganggu Toisutta dan Panigoro, mereka pasti akan lebih fight. Apa caranya saya tidak tahu," urai Tondo.

Tondo tidak berharap money politics menjadi solusi untuk menggulingkan Nurdin Halid karena cara tersebut sangat tidak sehat. Dalam perang money politics tersebut, bisa saja harga satu suara sangat melambung hingga mencapai Rp 1 miliar per suara.

"Bisa-bisa satu suara dibayar Rp 1 miliar. Wah ini sudah kayak pegadaian. Ini akan sangat tidak sehat. Menurut saya sebaiknya Nurdin Halid mundur saja lah daripada money politics seperti itu," harap Tondo yang juga mantan pengurus PSSI itu.

M. Rizal, Deden Gunawan 

Sumber: www.detiknews.com

Revolusi PSSI(1)



Logika Publik Vs Logika Nirwan dan Ical 

Kekalahan Tim Nasional U-23 atas Turkmenistan, Rabu (23/2/2011) malam, menambah daftar panjang betapa tidak mudah untuk meningkatkan pretasi sepak bola Indonesia. Harapan yang dibebankan kepada pelatih Alfred Riedl -- setelah lumayan sukses membawa Timnas masuk final Piala AFF -- menjadi kempis kembali. Jika bermain di kandang saja kalah, bagaimana bila main tandang nanti.

Tapi dalam sepakbola Indonesia, prestasi Timnas bukanlah ukuran keberhasilan bagi para pengurus asiosiasi. Nurdin Halid yang telah dua periode memimpin PSSI tanpa prestasi apapun, tetap saja dijagokan untuk melanjutkan kekuasaan. Bersama Nirwan Bakrie, dia menjadi dua calon ketua umum baru yang akan dipilih oleh Kongres PSSI bulan depan.

Baik Nurdin maupun Nirwan adalah sosok lama yang bercokol di PSSI. Jika Nurdin sering tampil ke depan karena posisinya sebagai ketua umum, maka Nirwan berada di balik layar sepak terjang PSSI. Berbagai posisi pernah dipegang Nirwan selama Nurdin menjadi ketua umum. Namun sudah menjadi rahasia orang-orang PSSI, dalam banyak hal Nirwan lebih menentukan.

Bisa dimengerti, karena dari tangan Nirwan-lah, PSSI banyak ditopang pembiayaan. Sudah miliaran rupiah yang digelontorkan adik Aburizal Bakrie tersebut untuk membantu PSSI. Sebab, PSSI yang menggelar kompetisi hingar-bingar dalam delapan tahun terakhir, ternyata tidak mendapatkan pemasukan yang cukup untuk menutup semua program dan kegiatannya.

Peran penting Nirwan dan keluarga Bakrie itulah yang menyebabkan banyak spekulasi, bahwa sesungguhnya maju tidaknya Nurdin Halid menjadi calon ketua umum PSSI itu tergantung pada Nirwan. Jika Nirwan minta berhenti, Nurdin pasti menuruti. Sebaliknya, jika Nirwan menginginkan Nurdin tampil lagi, maka segala cara akan dilakukan Nurdin untuk mencapainya.

Tentu keinginan Nirwan tersebut juga termasuk keinginan Aburizal alias Ical. Sebab sumber dana yang digelontorkan ke PSSI oleh Nirwan tentu saja berasal dari keuntungan Grup Bakrie, di mana Ical punya peran penting. Selain itu, sebagai ketua umum Partai Golkar, Ical memiliki hubungan politik yang kuat dengan Nurdin, sebab Nurdin adalah anak buahnya di DPP Partai Golkar.

Jika memang benar demikian, pertanyaannya mengapa Nirwan dan Ical membiarkan, atau setidaknya tidak mencegah Nurdin tampil kembali memimpin PSSI? Apakah Nirwan dan Ical sudah menutup mata terhadap kenyataan bahwa Nurdin saat ini tidak disukai publik, tidak hanya terbatas pada komunitas sepak bola tetapi juga warga masyarakat lainnya?

Logika publik memang sering tidak sejalan dengan logika politik. Sebab banyak fakta yang tersembunyi di balik hubungan-hubungan politik, yang tidak diketahui publik. Logika publik menyatakan, oleh karena selama dua periode Nurdin memimpin PSSI, prestasi Timnas jeblok terus, maka jika Nirwan dan Ical terus mempertahankan Nurdin, maka hal ini tidak hanya berpengaruh buruk pada citra keluarga Bakrie dan Grup Bakrie, tetapi juga Partai Golkar.

Atau, logika publik menyatakan, bahwa mempertahankan Nurdin yang sempat jadi terpidana kasus korupsi, sama dengan mempertahankan koruptor. Padahal saat ini masyarakat sedang bersemangat memberatas korupsi. Bukankah hal ini sama dengan menempatkan keluarga Bakrie, Grup Bakrie dan Partai Golkar sebagai pelindung koruptor? Apakah Nirwan dan Ical tidak risau dengan pandangan demikian?

Sekali lagi logika publik itu belum tentu sejalan dengan pemikiran Nirwan dan Ical, sebab publik tidak banyak mengetahui hubungan-hubungan antara Nurdin dengan Nirwan dan Ical. Yang publik tahu adalah Nurdin gagal memimpin PSSI dalam dua periode, Nurdin adalah mantan terpidana kasus korupsi, dan Nurdin disebut-sebut menerima suap dari para pengurus PSSI daerah. Tapi Nirwan dan Ical berkeras mempertahankannya.

Didik Supriyanto 

Sumber: www.detiknews.com

Nurdin dan Politisasi PSSI



Repotnya menggeser Nurdin. Ketua umum mulai zaman baheula sampai ‘baheuli’ itu tak lengser-lengser. Zaman indah memimpin. Masuk penjara ‘menggerakkan’ dari bui. Dan sekarang ‘diobrak-obrak’ pun tetap kukuh tak mau diganti.

Rekam jejak sang ketum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) itu nabrak banyak persoalan. Dari sisi Undang-Undang terbilang menyimpang. Dan dari sisi etika serta moral, selayaknya tidak perlu ‘diteriaki’ harus sudah undur diri. Ini belum kalau dipertalikan dengan gengsi sebuah organisasi.

Tapi itulah yang terjadi. Nurdin tetap memimpin. Berkali-kali pertemuan yang digelar PSSI tetap mengukuhkannya. Akhirnya tidak cuma pribadi Nurdin yang dianggap ‘ndablek’, tetapi juga institusi sepak bola ini.

Aib itu (ketidaksukaan yang dipelihara), kian jauh berkembang. Setelah gelaran piala Suzuki AFF yang finalnya mempertemukan Indonesia dan Malaysia, Nurdin dengan gagah bilang, bahwa sukses itu berkat Partai Golkar. Ini implisit ‘diamini’ Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang tidak menyangkalnya.

Akibat itu, aib ini bak bola salju. Tebaran tidak sekadar di pribadi Nurdin dan PSSI, tetapi juga merambat pada Partai Beringin. Dan spekulasi yang berkembang pun membulat, Nurdin ‘ngotot’ di PSSI dan kuat menjaga posisinya karena didukung Partai Golkar. Partai ini pun otomatis dicap sebagai ‘pendorong’ sikap ndablek.

Sekarang ini, ya atau ya, semua orang akan bilang keruwetan PSSI akibat Nurdin yang didukung Partai Golkar. Itu pangkal pengurusnya disindir tak mau minggir. Dicibir dianggap ekstra pudding. Digebrak, penggebraknya balik dituding. Malah prestasi minor pun bukan alasan untuk cabut sebagai ketum.

Terlalu lama memang PSSI diurus orang itu-itu saja. Saking lamanya sampai ada yang berasumsi PSSI itu sudah ‘dinotariskan’ menjadi badan usaha. Usaha yang diurus pengurus. Sahamnya dipegang pengurus. Dibagi-bagi pengurus. Dividen dinikmati bareng-bareng. Dan ‘pasti’ untung karena ‘dibiayai’ pemerintah. Nurdin Halid adalah pemegang saham mayoritas.

Kalau benar begitu, maka dia tak akan bisa diganti. Kata dalang, kopat-kapito koyok ulo tapak angin. Jungkir balik kayak ular sakti di udara, tak bakalan Nurdin bisa digeser. Sebab PSSI itu ‘perusahaan pribadi’. Mau diapakan saja tergantung yang punya, yaitu Nurdin Halid dan kawan-kawan.

Patut diduga seperti itu karena sulitnya untuk merombak tatanan yang sudah tak disukai di mana-mana ini. Dari pertemuan ke pertemuan ‘disetting’ agar pengurus tetap yang ada, dan itu mencolok sejauh dari laporan yang disampaikan media.

Dan mendekati kongres PSSI hari-hari ini, tim verifikasi ternyata ‘sejalan’ dengan Nurdin Halid. George Toisutta dan Arifin Panigoro dinyatakan tidak lolos. Mereka bukan ‘orang bola’, dan kalaulah orang bola, belum memenuhi syarat ‘umur’.

Dari empat calon ketua umum PSSI itu hanya dua yang lolos. Selain Nurdin Halid, satu lagi adalah Nirwan Bakrie. Memang betul yang terakhir ini pecinta bola dan sebagai wakil Nurdin di PSSI. Namun karena ucapan Nurdin ‘meng-Golkar-kan’ PSSI dan kebetulan Nirwan adalah adik Ical Ketum Partai Golkar, maka sinyal rakyat tepat sasaran.  Aburizal Bakrie, dan tentu, Partai Golkar ada di belakang ‘kekisruhan’ institusi sepak bola ini.

Di detik-detik terakhir ini, Menpora Andi Mallarangeng mulai bicara atas nama pemerintah. Dia menyoal tidak lolosnya George Toisutta dan Arifin Panigoro. Untuk itu Andi mendesak komisi banding mengubah hasil verifikasi. Adakah ini akan berhasil menggeser Nurdin Halid?

Rasanya Nurdin akan tergeser. Tapi lengsernya Nurdin sebagai Ketum PSSI nanti akan membawa luka. Kebesaran Partai Golkar ikut ternodai. Biarpun agak sedikit terobati jika Nirwan yang sibuk itu jadi dan mengakomodasi George Toisutta. Apa benar begitu?

PSSI memang bukan partai politik. Bagi yang berpolitik di sini butuh kemasan untuk mengesankan fair-play. ‘Mempolitisirnya’ juga perlu kecanggihan, agar rekayasa tidak tampil telanjang sebagai ‘cara menguasai’, tapi hadir sebagai ‘strategi’ mens sana in corpore sano.  Hanya sayang, kemampuan terakhir ini sekarang mulai hilang dari Partai Golkar.

Djoko Suud Sukahar Budayawan, tinggal di Jakarta

Sumber: detiknews.com

Pengamat: Nurdin Halid Bebal!

Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid.

Pengamat sepak bola Ari Junaedi berpendapat, Nurdin Halid seharusnya merespons aspirasi suporter sepak bola Indonesia yang menuntut dirinya lengser dari Ketua Umum PSSI.
Dalam tiga hari terakhir, gelombang protes anti-Nurdin semakin kuat disuarakan di daerah-daerah di Indonesia. Sekelompok orang yang menamakan diri suporter Indonesia bahkan menduduki dan menyegel kantor PSSI di Senayan Jakarta. Namun, desakan yang besar tersebut tidak membuat Nurdin lengser.
"Sudah jelas rakyat muak, bahkan suporter membakar foto dan membuat kuburan. Mengapa nurani dari orang yang bernama Nurdin Halid ini masih bebal dan memakai kacamata kuda?" ungkap Ari kepada Kompas.com, Jumat (24/2/2011).

Ari menilai tidak ada cara lain bagi Nurdin selain mengundurkan diri secara terhormat. "Jangan lagi tetap bersikukuh menyebut tidak mencalonkan diri. Jika nuraninya masih sehat dan nalarnya masih jalan, saya yakin dalam waktu dekat Nurdin Halid akan legowo meninggalkan kursi ketua umum," kata pengamat komunikasi politik dari Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Imbas dari ketidakberesan persebakbolaan Indonesia itu, kata Ari, tampak pada kekalahan timnas U-23 oleh Turkmenistan di ajang Pra-Olimpiade 2012. "Mengapa Irfan Bachdim, Kim Kurniawan, dan Andik Vermansyah gagal membela timnas U-23? Itukan akibat egoisme PSSI di bawah rezim Nurdin Halid," tegas Ari.

Pada pertandingan di Stadion Jakabaring, Palembang, Rabu (23/2/2011) malam, Yongki Aribowo dipaksa mengakui keunggulan Turkmenistan dengan skor akhir 1-3.

Sumber: bola.kompas.com

Inilah Peraturan yang Bisa Jegal Nurdin

Ketua Umum PSSI Nurdin Halid.


Langkah Nurdin Halid sebagai kandidat ketua umum PSSI periode 2011-2015 kemungkinan besar bakal terganjal. Pasalnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng meminta Komite Pemilihan meninjau kembali hasil verifikasi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komite Pemilihan hanya meloloskan Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie. Tak ayal, keputusan Komite Pemilihan meloloskan Nurdin menuai reaksi. Sejumlah kalangan menilai Nurdin tidak layak lolos sebagai kandidat karena pria asal Makassar itu pernah menjadi terpidana selama dua tahun dalam kasus korupsi dana pendistribusian minyak goreng Bulog Rp 169,71 milar tahun 2007.

Mengacu Stuta FIFA Pasal 32 Ayat (4) tertulis, "The members of the Executive Comittee...must not have been previously found guilty of criminal offence." Artinya, anggota Komite Eksekutif tidak boleh pernah dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal.

Dalam jumpa pers di Kantor Menpora, Senin (21/2/2011), Andi menjelaskan, selain dalam Statuta FIFA, Pasal 68 (b) AFC Diciplinary Code dan Peraturan Pemerintah No 16/2007 Pasal 123 Ayat (2) menyebutkan bahwa ketua umum induk organisasi cabang olahraga tidak boleh tersangkut pidana. Pasal 68 (b) AFC Diciplinary Code tertulis, "... ensure that no-one is involved in the management of clubs or the Member Association itself who is under prosecution for action unworthy of such a position (especially doping, corruption, forgery, etc.) or who has been convicted of a criminal offence in the past five years", yang dalam terjemahan bahasa Indonesianya adalah "... memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang terkait dengan manajemen dari klub atau Anggota Asosiasi tersebut yang berada dalam penuntutan terkait kasus (doping, korupsi, dan penipuan, dll) atau pernah dinyatakan bersalah di dalam tindak pidana dalam lima tahun terakhir."

Sementara UU-SKN Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan Pasal 123 Ayat (2) menyebutkan bahwa "Dalam hal ketua umum induk organisasi cabang olahraga atau induk organisasi olahraga fungsional berhalangan tetap dan/atau menjalani pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, ketua umum induk organisasi wajib diganti melalui forum tertinggi organisasi sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga."

"PSSI telah nyata-nyata tidak menjalankan ketentuan tersebut. Karena itu, dengan ini pemerintah mengingatkan agar dalam kongres empat tahunan PSSI ini ketentuan ini dilaksanakan dengan meninjau ulang ketentuan tentang persyaratan dan penetapan calon ketua umum PSSI. Kami mendesak PSSI segera melakukan koreksi-koreksi dalam penyelenggaraan kongres empat tahunan ini sesuai dengan catatan-catatan yang telah disampaikan, sehingga kongres empat tahunan PSSI yang akan datang benar-benar dilaksanakan sesuai dengan semangat dan rekomendasi KSN, peraturan perundang-undangan, serta ketentuan organisasi olahraga yang berlaku," paparnya.

"Catatan-catatan ini merupakan peringatan kepada PSSI untuk ditindaklanjuti. Bagaimanapun PSSI tetaplah entitas olahraga Indonesia. Selama masih ada huruf I pada PSSI (Indonesia), maka PSSI juga tunduk pada peraturan perundang-undangan serta ketentuan organisasi olahraga yang berlaku di negeri ini," tutur Andi.

Sumber: bola.kompas.com

Jual Ayam Demi Revolusi PSSI

Peserta aksi yang tergabung dalam Aliansi Suporter Indonesia dan Save Our Soccer membubuhkan tanda tangan untuk menuntut Nurdin Halid turun, saat berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (20/2/2011). Aksi ini merupakan bentuk protes atas lolosnya kembalinya Nurdin Halid sebagai kandidat Ketua Umum PSSI bersama dengan Nirwan Bakrie. Nurdin dan Nirwan berhasil lolos verifikasi dan menyingkirkan George Toisutta dan Arifin Panigoro yang juga sempat menjadi kandidat. 
 
 
Ratusan pendukung Persibo Bojonegoro, yang biasa disebut Boromania, menggelar unjuk rasa di depan Kantor PSSI di Kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (22/2/2011).

Boromania datang dengan membawa beberapa spanduk dan genderang yang menyuarakan revolusi PSSI. Salah satu spanduk yang mereka usung bertuliskan "Nurdin CS Mundur Itu Baru Berjiwa Besar".

"Revolusi PSSI. Yang utama adalah Nurdin harus mundur karena Nurdin selama tujuh tahun memimpin PSSI tidak memiliki prestasi apa-apa. PSSI di bawah Nurdin merupakan sarang mafia," kata Sekretaris Jenderal Boromania Arif Bondet.

Boromania juga menegaskan, aksi mereka murni kepedulian terhadap sepak bola nasional. "Kami murni peduli sepak bola nasional. Ada teman-teman yang sampai jual ayam, BPKB, dan kambing," ujar Ketua Harian Boromania Prianto Jasmo.

Menurut Prianto, suporter-suporter daerah seperti Bonek, Ngalamania, Snex, dan Aremania akan datang ke Senayan. Hingga berita ini diturunkan, Boromania masih bertahan di depan Kantor PSSI.

Sumber: bola.kompas.com

DPR Dukung Revolusi PSSI

 
 
Nurdin Halid Tak Bawa Kemajuan, DPR Dukung Revolusi PSSI  
 
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah segera menertibkan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) seperti tuntutan rakyat. DPR menilai Ketua Umum PSSI Nurdin Halid telah gagal memajukan persepakbolaan Indonesia.

"Apa yang dilakukan Menpora dalam membenahi PSSI sebenarnya sudah cukup baik. Harapannya ini tidak hanya disampaikan kepada publik berupa statement tetapi benar-benar memperbaiki PSSI," ujar Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, kepada detikcom, Jumat (25/2/2011).

Pram mendukung penuh pergantian pengurus PSSI. Menurut Pram, masa kepemimpinan Nurdin Halid di PSSI tidak membawa kemajuan bagi prestasi persepakbolaan Indonesia.

"Kita dalam periode kepengurusan PSSI di bawah Nurdin Halid juga tidak banyak mengalami kemajuan. Padahal kegairahan masyarakat dalam sepakbola sangat besar," kritik Pram.

Pram berharap semua pihak lapang dada demi kemajuan PSSI. Sebab PSSI sudah menjadi kebanggaan tersendiri bagi generasi muda Indonesia.

"Tanpa bermaksud memihak calon siapa pun, berikanlah kepada siapa saja untuk berkompetisi menjadikan PSSI lebih baik. Demokratisasi di PSSI harus dilakukan," saran Pram.

Pram meyakini FIFA tidak akan memberikan sanksi jika dilakukan reformasi di PSSI. Kalau Nurdin Halid tidak membuka diri terhadap reformasi di PSSI, DPR siap mendukung pemerintah mengambil kebijakan apa pun.

"Pemerintah harus tegas. Apa pun PSSI itu bagian dari persepakbolaan Indonesia dan membawa nama Indonesia. Jadi pemerintah harus menertibkan dan DPR siap mendukung penuh," tandasnya.

Sumber: www.detiknews.com