Jumat, 07 Januari 2011

Gayus Tak Mungkin Jalan Sendiri


Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengunggah foto paspor Sony Laksono (kiri), Rabu (5/1/2011). Sosok Sony Laksono mirip dengan sosok Gayus mengenakan wig dan kacamata (foto kiri) yang tertangkap kamera wartawan saat menonton pertandingan tenis di Bali.


Mulai terkuaknya jejak "pelesir" terdakwa kasus dugaan mafia pajak, Gayus Tambunan, memunculkan sejumlah spekulasi baru. Setelah berhasil meninggalkan tahanan dan duduk santai menyaksikan pertandingan tenis di Bali, kali ini mantan pegawai Ditjen Pajak itu diduga bepergian ke sejumlah negara yaitu Singapura, Kuala Lumpur, dan Macau.


Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan, berhasil lolosnya Gayus ke luar negeri mengindikasikan banyak pihak yang membantunya meninggalkan Tanah Air.

Terakhir, Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengunggah paspor atas nama Sony Laksono dengan wajah mirip Gayus.

"Tidak mungkin Gayus berjalan sendiri. Dia tidak punya akses banyak untuk keluar, apalagi sampai ke luar negeri. Banyak pihak yang membantunya," kata Zainal kepada Kompas.com, Rabu (5/1/2011).

Lolosnya Gayus ke luar negeri, menurutnya, menunjukkan masih lemahnya sistem di keimigrasian sehingga masih bisa dibobol. Menurut keterangan pihak keimigrasian, paspor Gayus sudah dibekukan sejak dia terlibat kasus hukum.

"Spektrum kasus Gayus luas sekali. Ada kasus baru skandal di imigrasi yang bisa mengeluarkan paspor. Ini menjadi sebuah kasus baru," ujarnya.

Dalam penanganan kasus Gayus, polisi juga harus menyentuh pihak-pihak lain yang diindikasi terlibat dalam pusaran kasus tersebut. Selama ini, Zainal menilai, polisi hanya berkutat pada Gayus.

"Badannya saja yang dikerjai, yaitu Gayus sendiri, kakinya tidak. Ada indikasi jaksa nakal, pejabat LP nakal. Hal itu seharusnya ditindaklanjuti. Kasus ini membuktikan kasus Gayus sudah menginjak semua lini, yang herannya tidak dikerjakan. Gayus itu seksinya di banyak lini yaitu uangnya dan posisinya yang paham banyak pihak terlibat sehingga banyak pihak membuka akses untuk apa yang dia butuhkan," ujarnya.

Sumber: kompas.com

Gayus, dalam Pusaran Politik Elit


The image “http://indonesiacompanynews.files.wordpress.com/2010/11/gayus_bali_gayus.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.

“Gayus, dalam pusaran politik tingkat tinggi,” itulah kira-kira kalimat dari petikan hasil wawancara dengan salah seorang aktivis, ketua Badan Presidium Setara Institute, Hendardi yang dimuat dalam salah satu surat kabar nasional. Memang demikianlah opini yang selama beberapa hari ke belakang menjadi hot topic di berbagai media massa, cetak dan elektronik, nasional maupun lokal, bahkan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD tak sungkan untuk berbicara pada media dengan mengatakan “sterilkan kasus Gayus dari kepentingan politik”. Tidak hanya itu, Mahfud menyarankan agar kasus Gayus ini diambil alih oleh KPK. Hal tersebut mencuat setelah ada isu yang kemudian berkembang pascaterungkapnya pelesiran Gayus HP Tambunan ke Bali, adalah pertemuannya dengan Abu Rizal Bakrie. Ini artinya disadari atau tidak, arus politik sudah mulai mengombang-ambingkan kasus hukum ini.

Tidak hanya di sana, tiga perusahaan dimana sebagian sahamnya dimiliki oleh grup Bakrie pun kembali diusik. Kabar yang beredar, ketiga perusahaan itu pernah menggunakan jasa Gayus sebagai upaya pengurangan jumlah nominal beban pajak. Kapasitasnya sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, Ical pun angkat bicara. Ical mulai mengendus adanya permainan politik dibalik kasus Gayus ini. Bagi penulis, sesungguhnya genderang “perang” politik sudah ditabuh, dan para elit politik sudah mulai bermanuver di depan publik.

Sesungguhnya rentetan kasus hukum yang syarat nuansa politik sebagai bagian “pertarungan” antara kubu yang ingin mempertahankan kekuasaan dengan kubu yang ingin merebut kekuasaan bahkan ada kubu yang hanya ingin sekedar mengambil jalan akomodatif dari sebuah kekuasaan, sudah dimulai ketika kasus Bank Century mencuat. “Mainan” politik dalam kasus ini terasa kental sekali. Dalam kasus Century, Golkar yang mempunyai kekuatan cukup dominan di DPR seolah memegang kendali arah politik di DPR, Pansus Century terus bergulir, opsi yang menegaskan kucuran dana bailout Bank Century mengandung unsur tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang menjadi opsi pilihan,  hingga terpilihnya Ical sebagai ketua Sekretariat bersama gabungan partai koalisi, kasus tersebut hingga kini seolah lenyap ditelan berbagai kepentingan. Sejak saat itu, Golkar semakin percaya diri untuk bermanuver. Dalam pidato hari jadi Golkar, di depan SBY Ical mengatakan, “Walau langit tetap biru, padi sudah mulai menguning”. Sebuah isyarat politik, sebagai unjuk kekuatan bahwa Golkar sedang membangun kekuatan, merapatkan barisan untuk siap merebut kekuasaan. Inilah babak baru pertarungan elit politik.



Relasi Hukum dan Kekuasaan

Hukum dan kekuasaan bagai dua sisi mata uang, hukum sebagai instrumen kekusaaan sebagai penopang dalam mengelola negara, sebagai legitimasi dalam melaksanakan aturan dan kebijakan dan sebagai sanksi atas penyalahgunaan dan tindak pelanggaran. Bila di ibaratkan sebagai dua sisi mata uang, hukum harus berada di atas kekuasaan. Tetapi ketika logika politik sudah mulai memutarkan uang, keadaan bisa berbalik, kekuasaanlah yang akan mengangkangi hukum. Dalam kasus Gayus ini, kecenderungan tarikan politik menjadi perhatian berbagai pihak, tarikan kedalam permainan dua kekuatan politik akan mengkonotasikan hukum sebagai sebuah instrumen kepentingan, bukan sebuah instrumen positif yang mengikat.

Berangkat dari konsep teoritis yang dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles, mengenai kecenderungan sebuah negara demokratis yang akan berubah menjadi sebuah negara oligarki dimana ada beberapa kelompok yang melakukan monopoli terhadap sumber-sumber dalam ranah kekuasaan. Salah satunya hukum, maka dalam kasus Century dan Gayus ini, sejauh mana monopoli kasus tersebut akan  mempengaruhi proses demokratisasi bangsa ini. penguasaan sumber-sumber hukum ini menyangkut seluruh perangkat yang ada dalam sistem hukum tersebut. Artinya kepolisian, kejaksaan dan KPK tidak lepas dari penguasaan yang dimaksud.

Menurut Manan (2005: 107), hukum sendiri sebenarnya adalah kekuasaan dan hukum merupakan salah satu sumber dari kekuasaan. Tetapi menurut Satjipto Rahardjo (2000:337) hukum bisa dikendalikan oleh kekuasaan sehinggga akan menjadi tipe totalitarian (totalitarian law), dimana, pertama, ketentuan dan azas hukum hanya berdiri sebagai pajangan karena lebih menentukan putusan dibelakangnya. Kedua, otensitas hukum hampir tidak ada. Hukum tidak mencerminkan perintah-perintah hukum dari dalam atau beradasarkan logika hukum (ototelik) melainkan diperintah dari kekuatan di luar hukum (heteroik), dan ketiga, pemerintah totaliter. Tatanan tersebut memang blue print dari tatanan hukum yang sebenarnya, sedangkan tatanan yang tertulis hanyalah hukum bayangan.


Melembagakan Hukum dalam Logika Politik

Ketika logika politik secara perlahan mengintimidasi integritas dan supremasi hukum, maka bangunan lembaga hukum yang selama ini dibangun, termasuk individu-individu para penegak hukum dalam institusi kepolisian, kejaksaan bahkan KPK mau tidak mau harus tunduk pada kekuatan politik yang notabenenya datang di luar hukum. Bila fenomena ini terus menerus terjadi, objektivitas hukum di negara ini akan dipertanyakan, bangunan hukum akan rapuh karena kuatnya arus kekuatan kekuasaan, para penegak hukum menjadi tidak berdaya, dan ini akan menumbuhkan sikap ewuh pakewuh bahkan ketakutan bagi para penegak hukum, dan lembaga hukum akan menggunakan logika politik dalam menegakan hukum.

Ini akan berbahaya bila sikap-sikap seperti itu menjadi budaya para penegak hukum. Keberadaan Satgas Mafia Hukum bentukan presiden juga perlu dipertanyakan legalitas hukum pembentukannya, apakah sesuai dengan korelasi sistem hukum kita, sejauh mana kewenangannya? Ini akan menjadi tumpang tindih dengan kewenangan lembaga hukum lainnya seperti KPK, apalagi resistensi akan terjadi dalam tubuh Satgas manakala hanya presiden yang menjadi subjek pertanggungjawaban satgas dalam setiap kewenangannya.

Jika menurut Manan hukum adalah kekuasaan dan kekuasaan adalah salah satu sumber hukum, ini diartikan bahwa kekuasaan mempunyai otoritas dalam “mengintervensi” hukum, manakala hukum itu sudah tidak lagi mencerminkan rasa keadilan masyarakat. SBY seringkali menyatakan bahwa dirinya tidak berhak mengintervensi hukum, tetapi justru pernyataan seperti itu meluncur dari mulut SBY manakala rakyat menantikan ketegasan SBY dalam mengambil sikap terkait kasus Susno Duadji dan kasus Bibit-Chandra.



Penutup


Ketika bangunan politik bangsa ini sudah memanfaatkan hukum sebagai kendaraan dalam mencapai tujuan, maka proses demokratisasi ini telah tercemar dan elit memberikan pendidikan politik yang buruk pada generasi selanjutnya. Kasus Gayus memang tidak sesederhana kasus-kasus hukum lain, sama halnya dengan kasus Century yang begitu banyak melibatkan para elit bagai sebuah pecahan-pecahan puzzle, yang bila disusun akan menguak tabir dan selubung gelap dibelakangnya. Orang kemudian menyimpulkan pertarungan dua kekuatan politik besar (Demokrat dan Golkar) adalah pertarungan hukum, hukum dengan logika politik.

Untuk menjauhkan kasus Gayus ini kedalam lembah gelap politik, dibutuhkan para penegak hukum yang betul-betul berani bertindak objektif tanpa bayang-bayang rasa ewuh pakewuh terhadap penguasa. Kalaupun ingin membongkar pengemplangan pajak yang diduga dilakukan oleh tiga perusahaan milik grup bakrie, atau penyidikan dan pembuktian isu pertemuan Gayus dengan Ical, maka itu harus dilakukan dengan indikator hukum yang bersifat positif yang dianggap paling sahih, buka karena kepentingan siapapun. Satu lagi pendapat Mahfud MD yang perlu digaris bawahi, bahwa bukan hal yang baru jika penegakan hukum di tanah air sangat kental pengaruhnya dengan kekuatan politik.

Oleh:Rino Sundawa Putra
Penulis adalah dosen Fisip Unsil

Sumber: radartasikmalaya.com

Rahasia Senyum Muhammad SAW


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ketika Anda membuka lembaran sirah kehidupan Muhammad saw., Anda tidak akan pernah berhenti kagum melihat kemuliaan dan kebesaran pribadi beliau saw. Sisi kebesaran itu terlihat dari sikap seimbang dan selaras dalam setiap perilakunya, sikap beliau dalam menggunakan segala sarana untuk meluluhkan kalbu setiap orang dalam setiap kesempatan.

Sarana paling besar yang dilakukan Muhammad saw. dalam dakwah dan perilaku beliau adalah, gerakan yang tidak membutuhkan biaya besar, tidak membutuhkan energi berlimpah, meluncur dari bibir untuk selanjutnya masuk ke relung kalbu yang sangat dalam.

Jangan Anda tanyakan efektifitasnya dalam mempengaruhi akal pikiran, menghilangkan kesedihan, membersihkan jiwa, menghancurkan tembok pengalang di antara anak manusia!. Itulah ketulusan yang mengalir dari dua bibir yang bersih, itulah senyuman!

Itulah senyuman yang direkam Al Qur’an tentang kisah Nabi Sulaiman as, ketika Ia berkata kepada seekor semut,

“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. An Naml:19

Senyuman itulah yang senantiasa keluar dari bibir mulia Muhammad saw., dalam setiap perilakunya. Beliau tersenyum ketika bertemu dengan sahabatnya. Saat beliau menahan amarah atau ketika beliau berada di majelis peradilan sekalipun.

Diriwayatkan dari Jabir dalam sahih Bukhari dan Muslim, berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah saw tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.”

Suatu ketika Muhammad saw. didatangi seorang Arab Badui, dengan serta merta ia berlaku kasar dengan menarik selendang Muhammad saw., sehingga leher beliau membekas merah. Orang Badui itu bersuara keras, “Wahai Muhammad, perintahkan sahabatmu memberikan harta dari Baitul Maal! Muhammad saw. menoleh kepadanya seraya tersenyum. Kemudian beliau menyuruh sahabatnya memberi harta dari baitul maal kepadanya.”

Ketika beliau memberi hukuman keras terhadap orang-orang yang terlambat dan tidak ikut serta dalam perang Tabuk, beliau masih tersenyum mendengarkan alasan mereka.
Ka’ab ra. berkata setelah mengungkapkan alasan orang-orang munafik dan sumpah palsu mereka:

“Saya mendatangi Muhammad saw., ketika saya mengucapkan salam kepadanya, beliau tersenyum, senyuman orang yang marah. Kemudian beliau berkata, “Kemari. Maka saya mendekati beliau dan duduk di depan beliau.”

Suatu ketika Muhammad saw. melintasi masjid yang di dalamnya ada beberapa sahabat yang sedang membicarakan masalah-masalah jahiliyah terdahulu, beliau lewat dan tersenyum kepada mereka.

Beliau tersenyum dari bibir yang lembut, mulia nan suci, sampai akhir detik-detik hayat beliau.
Anas bin Malik berkata diriwayatkan dalam sahih Bukhari dan Muslim, “Ketika kaum muslimin berada dalam shalat fajar, di hari Senin, sedangkan Abu Bakar menjadi imam mereka, ketika itu mereka dikejutkan oleh Muhammad saw. yang membuka hijab kamar Aisyah. Beliau melihat kaum muslimin sedang dalam shaf shalat, kemudian beliau tersenyum kepada mereka!”

Sehingga tidak mengherankan beliau mampu meluluhkan kalbu sahabat-shabatnya, istri-istrinya dan setiap orang yang berjumpa dengannya!
 

Menyentuh Hati

Muhammad saw. telah meluluhkan hati siapa saja dengan senyuman. Beliau mampu “menyihir” hati dengan senyuman. Beliau menumbuhkan harapan dengan senyuman. Beliau mampu menghilangkan sikap keras hati dengan senyuman. Dan beliau saw. mensunnahkan dan memerintahkan umatnya agar menghiasi diri dengan akhlak mulia ini. Bahkan beliau menjadikan senyuman sebagai lahan berlomba dalam kebaikan. Rasulullah saw. bersabda,
“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” At Tirmidzi dalam sahihnya.

Meskipun sudah sangat jelas dan gamblang petunjuk Nabi dan praktek beliau langsung ini, namun Anda masih banyak melihat sebagaian manusia masih berlaku keras terhadap anggota keluarganya, tehadap rumah tangganya dengan tidak menebar senyuman dari bibirnya dan dari ketulusan hatinya.

Anda merasakan bahwa sebagian manusia -karena bersikap cemberut dan muka masam- mengira bahwa giginya bagian dari aurat yang harus ditutupi! Di mana mereka di depan petunjuk Nabi yang agung ini! Sungguh jauh mereka dari contoh Nabi muhammad saw.!

Ya, kadang Anda melewati jam-jam Anda dengan dirundung duka, atau disibukkan beragam pekerjaan, akan tetapi Anda selalu bermuka masam, cemberut dan menahan senyuman yang merupakan sedekah, maka demi Allah, ini adalah perilaku keras hati, yang semestinya tidak terjadi. Wal iyadzubillah.
 

Pengaruh Senyum

Sebagian manusia ketika berbicara tentang senyuman, mengaitkan dengan pengaruh psikologis terhadap orang yang tersenyum. Mengkaitkannya boleh-boleh saja, yang oleh kebanyakan orang boleh jadi sepakat akan hal itu. Namun, seorang muslim memandang hal ini dengan kaca mata lain, yaitu kaca mata ibadah, bahwa tersenyum adalah bagian dari mencontoh Nabi saw. yang disunnahkan dan bernilai ibadah.

Para pakar dari kalangan muslim maupun non muslim melihat seuntai senyuman sangat besar pengaruhnya.

Dale Carnegie dalam bukunya yang terkenal, “Bagaimana Anda Mendapatkan Teman dan Mempengaruhi Manusia” menceritakan:

“Wajah merupakan cermin yang tepat bagi perasaan hati seseorang. Wajah yang ceria, penuh senyuman alami, senyum tulus adalah sebaik-baik sarana memperoleh teman dan kerja sama dengan pihak lain. Senyum lebih berharga dibanding sebuah pemberian yang dihadiahkan seorang pria. Dan lebih menarik dari lipstik dan bedak yang menempel di wajah seorang wanita. Senyum bukti cinta tulus dan persahabatan yang murni.”

Ia melanjutkan, “Saya minta setiap mahasiswa saya untuk tersenyum kepada orang tertentu sekali setiap pekannya. Salah seorang mahasiswa datang bertemu dengan pedagang, ia berkata kepadanya, “Saya pilih tersenyum kepada istriku, ia tidak tau sama sekali perihal ini. Hasilnya adalah saya menemukan kebahagiaan baru yang sebelumnya tidak saya rasakan sepanjang akhir tahun-tahun ini. Yang demikian menjadikan saya senang tersenyum setiap kali bertemu dengan orang. Setiap orang membalas penghormatan kepada saya dan bersegera melaksanakan khidmat -pelayanan- kepada saya. Karena itu saya merasakan hidup lebih ceria dan lebih mudah.”

Kegembiraan meluap ketika Carnegie menambahkan, “Ingatlah, bahwa senyum tidak membutuhkan biaya sedikitpun, bahkan membawa dampak yang luar biasa. Tidak akan menjadi miskin orang yang memberinya, justeru akan menambah kaya bagi orang yang mendapatkannya. Senyum juga tidak memerlukan waktu yang bertele-tele, namun membekas kekal dalam ingatan sampai akhir hayat. Tidak ada seorang fakir yang tidak memilikinya, dan tidak ada seorang kaya pun yang tidak membutuhkannya.”

Betapa kita sangat membutuhkan sosialisasi dan penyadaran petunjuk Nabi yang mulia ini kepada umat. Dengan niat taqarrub ilallah -pendekatan diri kepada Allah swt.- lewat senyuman, dimulai dari diri kita, rumah kita, bersama istri-istri kita, anak-anak kita, teman sekantor kita. Dan kita tidak pernah merasa rugi sedikit pun! Bahkan kita akan rugi, rugi dunia dan agama, ketika kita menahan senyuman, menahan sedekah ini, dengan selalu bermuka masam dan cemberut dalam kehidupan.

Pengalaman membuktikan bahwa dampak positif dan efektif dari senyuman, yaitu senyuman menjadi pendahuluan ketika hendak meluruskan orang yang keliru, dan menjadi muqaddimah ketika mengingkari yang munkar.

Orang yang selalu cemberut tidak menyengsarakan kecuali dirinya sendiri. Bermuka masam berarti mengharamkan menikmati dunia ini. Dan bagi siapa saja yang mau menebar senyum, selamanya ia akan senang dan gembira. Allahu a’lam
 

Bebasnya Pejabat yang Terseret Kasus Gayus


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Dalam pledoinya dihadapan majelis hakim PN Jakarta Selatan Senin (3/1/2011) yang bertajuk "Indonesia Bersih....Polisi dan Jaksa Risih...Saya Tersisih...", ia mengungkapkan sejumlah hal. Menurut Gayus banyak orang tak bersalah justru diproses secara hukum. Sementara orang yang seharusnya bertanggungjawab tak diproses. Ia pun menyebut sejumlah nama.

1. Brigjend Edmond Ilyas, mantan Kepala Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Dalam kasus korupsi dan pencucian uang 2009, Gayus diperiksa Edmon.

Saat itu, menurut Gayus, awalnya ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan seorang konsultan pajak bernama Roberto Santonius. Namun, belakangan, status Roberto berubah menjadi saksi saja. "Perubahan saksi Roberto Santonius dari tersangka menjadi saksi adalah peran Edmon Ilyas," kata Gayus.

2. Komisaris Besar Pambudi Pamungkas, mantan Kepala Unit Pencucian Uang di Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Menurut Gayus, Pambudilah yang memberikan izin melakukan pemeriksaan di luar Bareskrim yakni di hotel Manhattan, Jakarta.

Pambudi lah yang memerintahkan dan mengizinkan penyidik Komisaris M Arafat Ernani dan AKP Sri Sumartini melakukan pemeriksaan tak lazim itu. Gayus mengaku mengucurkan Rp 5 miliar khusus untuk aparat polisi saat itu.

3. Cirus Sinaga. Jaksa yang tenar karena menjebloskan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, ini sering disebut Pak Tua. Ia adalah Ketua tim Jaksa Peneliti kasus Gayus 2009 lalu.

Dalam sidang sebelumnya, Gayus pernah menyatakan Cirus merupakan teman baik Haposan, mantan pengacaranya. Otak-atik kasus ini pernah dibicarakan Haposan, Arafat dan Cirus di Hotel Sultan. Konspirasi inilah yang kemudian memunculkan ide penambahan pasal penggelapan dalam berkas Gayus. Pasal ini diperlukan agar kasus Gayus bisa ditangani Cirus.

4. Fadil Regan, anggota tim jaksa peneliti kasus Gayus. Selain ikut merancang konspirasi di Hotel Sultan, Fadil, kata Gayus, memerintahkan penyidik menambah pasal 372 dalam berkas Gayus. Menurut kesaksian AKP Sri Sumartini, Fadillah yang menelponnya dan kemudian memberikan perintah penambahan pasal itu.

Bertambah dan terus bertambah bukti kebobrokan peradilan Indonesia. Akankah Masyarakat Masih mempercayai hukuman yang berasal dari Manusia. Ia membuat hukumnya dan melanggarnya sendiri ? Berbahagialah orang yang percaya hukum Tuhan. Karena tak seorangpun berani merubah dari aslinya apalagi melanggarnya.

Perlukah Indonesia diganti Dengan Hukum Tuhan Itu? Jawabannya hanya ada 2 :
1. Tidak perlu, jika masyarakat masih ingin melihat makin hebatnya Kriminalitas
2. Sangat perlu sekali, Ini adalah analisa orang yang bukan cuma berakal, tetapi benar benar menggunakan akalnya.
 

Sumber: situslakalaka.blogspot.com

Gayus Bongkar 6 Kebobrokan di Instansi Pajak



Terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan membeberkan 6 modus kebobrokan di instansi pajak. Sayangnya keterangan Gayus rupanya tidak digubris oleh tim penyidik independent.

“Timbul tanda tanya besar di pikiran saya, apakah tidak diexposenya mafia pajak yang sebenarnya terjadi di ditjen pajak ataupun pajak, apa karena ditjen pajak memang bersih atau ada settingan supaya melokalisir perkara saya saja yang diproses? atau polri tak mampu bekerja profesional dan maksimal untuk ungkap mafia pajak sebenarnya?” kata Gayus dalam pembacaan pledoi di PN Jaksel, Senin (3/1/2011).


Sebelumnya, lanjut Gayus, enam modus itu sudah pernah dibeberkannya kepada penyidik tim independen, namun tidak ada tanggapan.

Enam modus itu antara lain, yaitu:

Pertama, adanya negosiasi di tingkat pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak sehingga surat ketetapan pajak (SKP) tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik SKP kurang bayar maupun SKP lebih bayar.

 

Kedua, negosiasi di tingkat penyidikan pajak. Saat mengungkap penyidikan faktur pajak fiktif, pengguna faktur pajak fiktif ditakut-takuti, yakni bahwa statusnya akan diubah dari saksi menjadi tersangka.

“Ujung-ujungnya adalah uang sehingga status pengguna faktur pajak fiktif itu tetap sebagai saksi,” ucapnya.

 

Ketiga, lanjut Gayus, penyelewengan fiskal luar negeri dengan berbagai macam modus di bandara-bandara yang melayani penerbangan internasional sebelum berlakunya UU KUP pada 1 Januari 2008. Dalam UU itu,
seseorang yang bepergian ke luar negeri diwajibkan membayar fiskal sebesar Rp 2.500.000.

 

Keempat, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak yang mengakibatkan permohonan tidak selesai diurus hingga jatuh tempo selama 12 bulan sesuai Pasal 26 Ayat (1) UU No 16/2000. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 bulan, setelah keberatan pajak diterima, harus memberi keputusan, berapa rupiah pun nilai keberatan yang diminta.

 

Kelima, penggunaan perusahaan di luar negeri, khususnya Belanda, dimana terdapat celah hukum pembayaraan bunga kepada perusahaan Belanda. Bila bunga tersebut lebih dari dua tahun, maka dikenai PPh Pasal 26 nol persen. Di sini terdapat potensi penggelapan pajak PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 26 atas biaya bunga.

“Potensi kerugian dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah,” papar Gayus.

 

Keenam, lanjut dia, kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT tahunan. Hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan penjualan saham antar perusahaan yang diduga masih satu grup.

 

Diduga tidak ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual beli saham itu tidak mencerminkan nilai saham yang sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli itu, wajib pajak tidak membayar PPh Pasal 25. 

Sumber: kabarnet.wordpress.com

Korporasi & Birokrasi Berkolusi, Rampok Uang Rakyat!!

Seluruh harta kekayaan negara dan segala potensi alamnya, seharusnya dikuasai negara untuk dipergunakan demi kemakmuran rakyat yang seluas-luasnya. Demikian amanat konstitusi kita. Namun ternyata api jauh dari panggang.

 

 

 

Sumber daya alam (SDA) dirampok habis-habisan, BUMN diprivatisasi, dan hasilnya rakyat cuma bisa gigit jari. Pertanyaan selanjutnya, di mana peran konstitusi sebagai aturan main bernegara?

Menyoroti hal ini, Ketua Umum PB HMI Muhammad Chozin menilai, semua kebobrokan ini terjadi akibat para pengelola negara berselingkuh dengan para pemilik kapital untuk membangun kesepakatan yang banyak merugikan rakyat.

Idealnya, menurut Chozin, negara seharusnya mengurus rakyat yang masih mengalami keterpurukan ekonomi, bukan melayani para pemilik kapital yang memang sudah mapan.

“Para pemimpin kita masih bermental inlander. Lebih suka melayani para investor asing daripada mengurusi ekonomi rakyatnya,” ungkapnya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Forum Intelegensia Bebas, KAU, dan WALHI dengan tajuk “Mencermati Langkah Kapolri, Kejagung, dan KPK Era SBY Saat Ini” di gedung WALHI, Jakarta (2/12/2010).

Sementara itu, Sukman dari Hikmah Budhi, menilai semua ketimpangan sosial, korupsi, dan berbagai ketidakadilan di republik ini bermuara pada ketidaktegasan Presiden SBY selaku pucuk pimpinan tertinggi negeri ini.

“Semuanya ini bersumber dari istana yang tak punya konsistensi dan ketegasan untuk mengembalikan pengelolaan negara sesuai dengan amanat konstitusi,” ungkapnya. [HMINEWS]

Sumber: kabarnet.wordpress.com

Kepada Gayus Hukum Bersujud

Seluruh keperkasaan dan kewibawaan hukum Republik Indonesia mulai hari ini harus memaklumatkan kepada dunia bahwa hukum telah mati. Mati karena dipaksa bersujud dan menyembah kepada superman mahaperkasa bernama Gayus Tambunan.

 

Kebangkrutan hukum harus diumumkan karena dalam pekan ini terungkap kejadian superaneh di Indonesia. Di Bojonegoro, Jawa Timur, seorang terpidana dengan mudah membayar seluruh otoritas penegak hukum untuk menggantikannya masuk bui. Tidak ada negara di dunia yang begitu bangkrut sistem hukumnya untuk membiarkan hal itu terjadi kecuali Indonesia.

Lalu, Gayus Tambunan lagi. Setelah menghebohkan karena sebagai tersangka yang ditahan dan sedang diadili bisa leluasa ke Bali menonton pertandingan tenis November lalu, Gayus berulah lagi.

Kali ini dia membuktikan uang bisa membeli segalanya. Para pejabat sibuk menyelidiki informasi bahwa Gayus melenggang ke Makau dan Kuala Lumpur pada September.

Dengan mengubah namanya menjadi Sony Laksono, semua yang diinginkannya terlaksana. Paspor atas nama Sony, tapi berwajah Gayus, terbit dengan mudah.

Gayus ke Makau dan joki napi di LP Bojonegoro adalah puncak dari sebuah gunung besar bernama moral hazard. Uang telah mampu menghancurkan integritas dan martabat institusi maupun pemimpin penegakan hukum di negeri ini.

Di Bojonegoro, Kasiyem yang harus menjalani penjara tujuh bulan melumpuhkan integritas penegak hukum dengan amat murah, Rp10 juta. Bila dengan ongkos semurah itu Kasiyem bisa memperoleh sembah sujud hukum, bagaimana hukum tidak bertekuk lutut kepada mereka yang beruang banyak dan juga berkuasa?
Seorang Gayus yang pegawai rendah di Ditjen Pajak bisa melumpuhkan larangan hukum dengan amat gampang, lalu bagaimana dengan orang di negeri ini yang berpangkat lebih tinggi daripada Gayus dan memiliki kekuasaan lebih hebat daripadanya?

Kepada Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo kami bertanya, apakah masih ada kebanggaan menjadi Kapolri ketika hukum telah bersujud di hadapan Gayus dengan kuasa uangnya?

Kepada Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar kita juga bertanya, apakah masih bangga berbicara kepada publik tentang pembenahan sistem dan pemberantasan mafia? Dengan hukum yang berhamba sempurna terhadap uang, masihkah Jaksa Agung Basrief Arief bangga dengan posisi sekarang?

Dan, kita berseru kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, apakah Bapak masih bangga dengan perang terhadap korupsi yang Bapak pimpin sendiri? Apakah Bapak Presiden yakin bahwa para anak buah, terutama Kapolri, Jaksa Agung, dan Menkum dan HAM masih patuh terhadap arah perjuangan perang terhadap korupsi?

 

Jangan-jangan benar kata Gayus dalam pleidoinya bahwa yang berkepentingan dengan Indonesia bersih hanyalah SBY, kepolisian dan kejaksaan tidak!

Rakyat sekarang frustrasi dengan penegakan hukum karena antara kata dan perbuatan para pemimpin seperti langit dan bumi. Negara dengan seluruh keperkasaan sudah dipaksa bersujud kepada mafia hukum.

Sumber: kabarnet.wordpress.com

Betapa Bobroknya Moralitas Aparat Penegak Hukum di Republik Ini


Gayus Tambunan seperti sosok sakti. Terdakwa kasus mafia pajak itu berhasil mengakali hampir semua lini aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, kehakiman, bahkan aparat imigrasi.
 
”Ini menunjukkan begitu bobroknya moralitas aparat penegak hukum di republik ini.Tidak tanggungtanggung, sejumlah oknum di lembaga hukum yang ada bisa dimanfaatkan oleh Gayus Tambunan,” kata Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), Hasril Hertanto kepada Seputar Indonesia(SINDO) kemarin. Sepak terjang Gayus dalam urusan mengakali aparat penegak hukum cukup panjang.Gayus mendapatkan berkas rencana tuntutan (rentut) jaksa penuntut umum Kejari Tangerang dengan tuntutan pidana satu tahun dalam kasus pencucian uang dan penggelapan.

Untuk mendapatkan rentut itu, Gayus mengaku memberikan uang ke jaksa lewat pengacaranya Haposan Hutagalung sebesar Rp5 miliar. Gayus juga diduga menyuap Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang Muhtadi Asnun. Gayus menyuap beberapa penyidik Bareskrim Mabes Polri agar rumah mewahnya di Kepala Gading tidak disita. Begitu juga agar uangnya di rekening bank tidak diblokir. Gayus juga menyuap Kepala Rutan Mako Brimob dan delapan anak buahnya agar bisa keluar tahanan.

Gayus diduga mengakali petugas Imigrasi untuk mendapatkan paspor atas nama Sony Laksono, lantas pelesir ke luar negeri. Hasril mengatakan, penanganan kasus Gayus tidak boleh main-main karena melibatkan banyak pihak, tidak hanya penegak hukum.” Kasus Gayus ini dampaknya luar biasa bagi proses penegakan hukum di negeri ini,” ungkapnya.

Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo kemarin mengakui Gayus Tambunan tidak berada di sel tahanan Mako Brimob,Kelapa Dua, Depok, pada 24 September 2010 atau saat orang mirip Gayus diperkirakan pergi ke Macau.

Timur mengatakan, pihaknya sudah melakukan penyelidikan internal untuk mengecek keberadaan Gayus pada 24 September lalu.Ketidakberadaan Gayus di sel itu semakin menguatkan dugaan bahwa terdakwa mafia pajak itu memang pergi ke Macau pada 24-26 Septembers eperti yang dituturkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Patrialis Akbar,Selasa (4/12). Patrialis mengatakan, dalam catatan Imigrasi, seseorang yang sangat mirip Gayus pergi ke Macau pada 24-26 September 2010 dengan menggunakan paspor bernama Sony Laksono.

Selain ke Macau, Gayus juga diperkirakan pergi ke Kuala Lumpur pada 30 September. ”Saat Gayus ke Bali, hasil pemeriksaan anggota itu ada beberapa kali dia diizinkan di luar prosedur. Salah satunya pada 24 September. Dari situlah yang memang bisa kita lakukan penyelidikan lebih lanjut,” kata Timur, sebelum menghadiri rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden,Jakarta. Sementara itu, menurut Patrialis, tim yang dibentuknya untuk menginvestigasi kepergian Gayus ke luar negeri sudah mendatangi Kantor Imigrasi yang mengeluarkan paspor Sony Laksono.

Tim juga sudah mendatangi Kantor Imigrasi Bandara Soekarno- Hatta (Soetta) serta ke kediaman Gayus dan Margareta (nama awal yang dipakai dalam paspor Sony). Patrialis memastikan mereka yang bersalah akan mendapat hukuman sesuai tindakan yang dilakukan. ”Kalau memang ada tindakan kriminal bahkan tidak hanya dipecat, tetapi justru tindakan kriminal itu bisa dilanjutkan,”ucapnya.

Menteri Koordinator Politik, Hukum,dan Keamanan Djoko Suyanto mengungkapkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mendapat laporan mengenai dugaan kaburnya Gayus ke Macau dan Kuala Lumpur.Djoko juga mengatakan, penyelidikan kaburnya Gayus akan dilakukan secara serius, termasuk dengan menelusuri agenda Gayus di luar negeri. ”Ya, itu (respons Presiden) tadi, seperti yang saya sampaikan, usut sampai tuntas. Kalau ada yang bertindak di luar aturan yang ada, yaditindak,” tutur Djoko.

Mental Bobrok

Peneliti hukum Indonesian Corruption Watch (ICW), Donald Fariz mengatakan, Gayus menggunakan kekuatan uang (power of money) untuk mengabulkan segala keinginan yang diharapkan. Namun, pada titik yang sama menunjukkan bobroknya mental aparat penegak hukum di republik ini. ”Pelesiran Gayus jilid kedua ini merupakan efek domino yang timbul akibat sikap kepolisian yang tidak serius membongkar skandal mafia tersebut. Ini semua akibat dari kebobrokan moral penegak hukum yang bisa dibeli dengan rupiah,” ungkapnya. Dia beranggapan, sepanjang aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan lembaga lain tidak serius dalam menangani perkara mafia hukum, terutama perkara Gayus, akan banyak persoalan muncul di kemudian hari.Dia mencontohkan kasus Gayus, di mana kepolisian tidak serius menangani perkara ini sehingga banyak timbul persoalan.

”Sepanjang kepolisian masih ingin menangani kasus ini, hampir dipastikan akan banyak kejanggalan yang akan muncul di kemudian hari,” kata dia. Menyerahkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata dia,menjadi opsi yang paling rasional untuk dilakukan sebab hanya lembaga inilah yang dipandang belum terkontaminasi dengan hal-hal seperti yang terjadi di lembaga penegak hukum lainnya.

”KPK kan lembaga baru yang masih komitmen dalam pemberantasan korupsi. Lembaga ini masih bisa diandalkan menangani perkara Gayus,” tandasnya. Donald juga meminta agar seluruh harta kekayaan yang dimiliki Gayus ditelusuri ulang dan kemudian dibekukan. Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edy menyesalkan tindakan oknum penegak hukum yang seperti mem-back up Gayus. ”Penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum dengan menghukum yang bersalah justru kongkalikong membantu terdakwa,” kata dia.

Anak Bangsa Terkejut

Bersamaan dengan merebaknya kasus pelesiran ke luar negeri, kemarin Gayus menjalani sidang lanjutan kasus mafia hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam sidang tersebut,Jaksa penuntut umum (JPU) dalam repliknya menyatakan tidak ada hal yang dapat meringankan terdakwa Gayus Tambunan. ”Kembali saudara terdakwa Gayus membuat kita semua anak bangsa dibuat terkejut dan mengelus dada.
Dalam statusnya sebagai tahanan, terdakwa Gayus dengan gagah dan bangganya mengaku dapat melenggang berlibur ke Pulau Bali bersama keluarganya sekadar untuk refreshing menyaksikan pertandingan tenis kelas dunia,” ujar JPU Kurtandi dalam repliknya. Sementara itu, Gayus hanya tersenyum simpul saat didesak apakah memang benar dirinya pergi ke Macau dan Kuala Lumpur. Senyum simpul Gayus terus berlanjut hingga dirinya dibawa masuk ke mobil tahanan.
Sebelum sidang, Gayus sempat berkata bahwa pemunculan kasus dirinya pergi ke luar negeri rekayasa pihak tertentu. ”Ini setting dari pihak tertentu, menjelang saya membacakan nota keberatan atas tuntutan jaksa.Mereka tahu bahwa pleidoi saya sangat keras, dan terlihat media mudah disetir,”ujar Gayus. Ditanya apakah pihak kepolisian yang melakukan setting tersebut, Gayus mengatakan, tidak. ”Enggak. Enggak. Saya enggak bilang gitu,” ucap Gayus.
Sementara itu, kepemilikan paspor Gayus yang disebutkan telah dikeluarkan Kantor Imigrasi Jakarta Timur berbuntut panjang. Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM memeriksa sejumlah pejabat kantor di Jalan Raya Bekasi Timur tersebut kemarin. Kedatangan dua petugas Itjen Kemenkumhan sekitar pukul 15.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB ini diduga menindaklanjuti pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang menjelaskan paspor Gayus atas nama Sony Laksono dikeluarkan Kantor Imigrasi Jakarta Timur.

Menurut sebagian besar pengurus jasa paspor atau calo yang ditemui di lokasi, tidaklah mungkin seseorang secara fisik tidak hadir di kantor keimigrasian apabila ingin mengurus paspor. Seorang pemohon paspor harus hadir di Kantor Imigrasi untuk pengambilan foto wajah, sidik jari, dan proses wawancara.

”Wawancara bisa saja enggak usah datang. Kalau foto dan sidik jari, setahu saya, tidak bisa diwakilkan,” ungkap Fores, 33, pria asli Sumatera Utara ini.Pengurus jasa paspor lainnya yang mengaku bernama Bolon menambahkan, dalam keadaan tertentu bisa saja pemohon tidak hadir, namun alasannya harus karena sakit keras.

Sumber: kabarnet.wordpress.com

Hebat Sekali Si Gayus!!!



GAYUS Tambunan memang luar biasa. Kehebatan terdakwa kasus mafia pajak itu sepertinya tak habis-habis. Terakhir, ia kembali mendapat perlakuan istimewa di depan hukum, yaitu kepolisian hanya menjerat Gayus dengan pasal gratifikasi, bukan penyuapan.

Gratifikasi dan penyuapan dua hal yang sangat berbeda. Dalam pasal gratifikasi, seseorang hanya dapat dihukum maksimal 3 tahun penjara. Dalam banyak perkara gratifikasi, si pemberi bahkan sering lolos dari jeratan hukum.

Sedangkan dalam pasal suap, pemberi dan penerima tidak lolos dari jeratan hukum. Selain itu, hukumannya bisa mencapai seumur hidup.

Kasus Gayus tentu saja bukan sekadar gratifikasi. Itu adalah penyuapan yang sudah diakuinya di depan majelis hakim. Bahkan, Gayus sudah menyebut dengan terang benderang nama-nama perusahaan yang telah menyuapnya.

‎​Bukan itu saja. Ia pun menyerahkan data dan dokumen perusahaan-perusahaan yang memakai jasanya kepada polisi.

Akan tetapi, semua pengakuan Gayus di ruang sidang yang terbuka untuk umum itu, sama sekali tidak membuat polisi terpacu untuk menegakkan kebenaran. Sebaliknya, polisi malah dengan gagah perkasa bersikap pengakuan Gayus di pengadilan itu bukan fakta hukum. Polisi tetap berkilah bahwa penyidik sudah menanyakan asal-usul harta Rp100 miliar kepada Gayus, namun yang bersangkutan mengaku lupa.

Tentu saja arugumentasi polisi itu dicari-cari, karena sekali lagi, Gayus sudah menyerahkan seluruh data dan dokumen kepada penyidik. Dan pembelanya, dengan reputasi yang menjulang, Adnan Buyung Nasution, pun telah bersuara keras dan kencang agar perusahaan-perusahaan yang menyuap Gayus itu diperiksa.
Namun polisi tetap mengabaikan ihwal penyuapan, dan memberi keistimewaan kepada Gayus dengan gratifikasi.

Hebat nian si Gayus ini. Luar biasa prestasinya. Ia menyikat uang pajak yang seharusnya masuk ke kas negara. Ia bisa mengatur pasal yang menjerat dirinya. Ia bisa berleha-leha ke luar tahanan hingga ke Bali. Ia pun berhasil membuat polisi ingkar janji untuk menggelar perkara bersama KPK, Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Dan sekarang, ia mendapat keistimewaan pasal gratifikasi.

Publik sesungguhnya tidak percaya polisi menangani kasus Gayus. Itulah sebabnya publik mendesak agar KPK mengambil alih kasus Gayus. Akan tetapi, tak kurang Presiden SBY sendiri yang langsung menolaknya itu dengan mengatakan kasus Gayus tetap ditangani polisi.

Berdasarkan semua fakta itu, apa lagi yang bisa kita katakan kepada Ibu Pertiwi, selain hebat, hebat sekali si Gayus ini…

Sumber: tommyutama.wordpress.com

(Kasus Gayus): Kemana Nuranimu Pejabat?

http://tommyutama.files.wordpress.com/2010/12/sdgsgsgsdg.jpeg


Dulu Guru mengajarkan:” Perhatikan masalah penting”. Penting antara lain salah satunya masalah yang menjadi sorotan masyarakat atau bersekala Nasional. Masalah seperti ini harus ditangani dengan prioritas utama. Artinya penanganannya harus segera mungkin, teliti/korek, tidak menimbulkan masalah baru dan lain-lain langkah penyelesaian masalah sesuai ilmu dan standar prosedur.

Kasus “Gayus Tambunan”, diawali tuduhan kasus money laundry, penggelapan pajak yang barang buktinya Milyaran rupiah. Kasus ini adem ayem; Gayus dibebaskan Pengadilan,barang bukti dikembalikan kepada seorang tampaknya berhak. Namun penanganannya yang penuh menabrak rambu-rambu hukum.  Seandainya Susno Duaji  tidak berteriak, masalah ini selesai.  Cara penyelesaian seperti ini akan menjadi pola penanganan kasus serupa atau akan dijadikan model canggih perselingkuhan .  Untunglah Susno Duaji berteriak lantang, dan apa yang diteriakkan benar adanya. Kasus berkembang menjadi melebar kemana-mana.  Sehingga terungkaplah berbagai kelakuan Gayus berkaitan masalah pajak yang memanfaatkan kelemahan hukum perpajakan. Jagat hukum Indonesia menjadi gaduh. Berbagai langkah ditempuh untuk menmbenahi masalah pajak dan penanganan kasus “Gayus”. Penanganan masalah sepertinya berjalan bagus sesuai standar prosedur. Gayus diproses ulang dan ditahan. Mafia hukum ditangkap dan diadili. Pembenahan aturan hukum peradilan pajak. Mantan pejabat pajak ditangkap/menyerahkan diri lalu diproses hukum. Petugas Polri yang menyalahi standar prosedur dicopot jabatannya, diproses hukum dan dijatuhi hukuman. Hakim yang membebaskan Gayus diproses dan di hukum. Jaksa juga diproses, meskipun belum sederastis penanganan di Kepolisian dan di Pengadilan.

Sementara Gayus menunggu proses sidang pengadilan ,tiba-tiba  dunia hukum Indonesia di hebohkan berita  ; Orang mirip Gayus jalan-jalan dan menonton pertandingan tennis  di Bali.  Kelakuan Gayus ini untung saja ada wartawan yang jeli dan memiliki semangat profesional yang tinggi sehingga dunia massmedia diramaikan lagi masalah Gayus.  Dunia hukumpun gempar, bagaimana mungkin Gayus yang ditahan di tempat penahanan khusus dan dijaga oleh petugas khusus yang dikenal memiliki disiplin yang tinggi bisa dipengaruhi Gayus.

Disinilah kehebatan Gayus, kejeliannya melihat peluang dan  adanya kelemahan pejabat, maka dengan kekuatan uangnya dimainkan sandiwara baru. Pejabat kepala rutan Brimob Polri kena imbasnya , dicopot dari jabatan dan diproses. Terungkap adanya aliran dana Gayus kekantong pejabat dan petugas. Pejabat terlena oleh uang, terbius sehingga lupa dan lalai bagaimana menangani masalah penting. Gayus merupakan tahanan dengan penanganan prioritas utama. Standar prosedurnya juga pasti  berbeda dengan tahanan biasa.

Namun pejabat melalaikan semua itu. Pejabat dan petugas dengan label khusus, memiliki disiplin yang ter uji saja bisa terpengaruh, bagaimana dengan petugas yang standarnya biasa-biasa saja? Nalar logika pastilah akan berkesimpulan” lebih parah lagi”. Kepercayaan telah dilunturkan. Akhirnya Gayus dipindah penahanannya ke Lembaga Pemasyarakatan.

Masyarakat masih tidak puas cara-cara penanganan kasus Gayus berkaitan masalah perpajakan.  Masyarakat meminta KPK mengambil alih penanganan kasusnya. Namun tidak juga bersambut keinginan masyarakat untuk membongkar lebih dalam lagi masalah penyimpangan pajak yang merugikan negara. Belum ada lagi perkembangan pengungkapan pelaku-pelaku baru yang terlibat korupsi/pengemplang pajak yang terkait dengan aliran dana ke Gayus yang sampai ratusan millyar. Masyarakat harus cukup puas dengan penjelasan yang disamapaikan ke  masyarakat :” Masih dalam penyelidikan.” Dunia hukum dihebohkan lagi.

Tiba-tiba masyarakat digemparkan  adanya berita terkait dengan Gayus untuk sekian kalinya. Masalah ini mencuat kepermukaan karena ada keberanian penulis rubik pembaca Kompas tanggal 2 Januari 2011  yang menuturkan dengan yakin telah  melihat seseorang  yang diduga Gayus bersamanya dalam satu  pesawat Air Asia menuju Singapura pada tanggal 30 September 2010. Lagi-lagi kasus terungkap karena ada yang berani mengungkap, coba kalau tidak ada yang berani, kasus akan terkubur sampai hancur tidak menimbulkan bau lagi.Terungkap orang yang dimaksud menggunakan paspor dengan nama “Sony Laksono”.  Sebuah nama yang sama digunakan Gayus ketika ketahuan pelesir ke Bali.  Pakar Telematika Roy Suryo dengan keahliannya menilai dengan yakin foto “Sony Laksono” pada paspor yang diduga digunakan Gayus adalah “Jelas 100 % asli foto Gayus”. Jika nanti terungkap itu benar Gayus, maka terjadi lagi kiprah Gayus memainkan keahliannya menerabas aturan.  Bagaimana tidak,  semua paspor foto pemiliknya mana ada yang pake kacamata,namun  ini dengan gaya pakai wig dan kacamata untuk dokumen resmi dilakoni Gayus . Di Bandara bisa lolos dengan mudah, petugas tidak mempermasalahkan paspor dengan foto lain dari yang lain. Memang hebat Gayus.

Terungkap satu-satu pejabat yang masih mau dan berani mempertaruhkan kredibelitasnya dipengaruhi oleh apa lagi kalau tidak oleh uang.  Atau mungkin ada kekuatan lain ikut mengatur yang takut masalahnya terungkap terkait masalah Gayus?  Kemungkinan itu tetap saja masih  terbuka sampai kasus Gayus terungkap tuntas tanpa meninggalkan kesangsian-kesangsian lain. Setelah institusi Pajak, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan kini Imigrasi  terimbas kasus Gayus. Institusi mana lagi menysul?  Borok-borok yang selama ini terbau masyarakat namun tidak berwujut,  sekarang terlihat dengan transparan benar ada borok itu. Kapan dan nunggu apa lagi agar semua borok-borok terbau masyarakat dibersihkan . Apakah menunggu ada yang harus berteriak lagi ?

Sekarang mungkin suatu momentum  yang pas  Prsesiden harus turun tangan memimpin langsung kasus  Gayus ini , atau seluruh kasus diambil oper KPK.  Sekarang waktunya juga para pejabat jangan sampai lagi nuraninya tergadai hanya gara-gara uang. Jangan lagi penanganan kasus dijadikan peluang untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok dengan mengorbankan suara hati nurani yang selalu berbicara kebenaran dan keadilan.  Jangan lagi pemilahan pekerjaan berdasarkan ada bonus atau tidak. Tidak ada bonus , nanti dulu. Sebaliknya ada bonus meskipun melanggar aturan dikerjakan juga. Harapan rakyat dan kepercayaan rakyat masih ada. Apa jadinya kalau rakyat sudah hilang kepercayaan dan harapannya.

Aria8
Sumber: kompasiana.com

RI Dipermainkan Seorang Gayus

(joko luwarso/matanews)


Luar biasa! Hampir 11 bulan Indonesia dikalangkabuti oleh seorang Gayus sehingga citra hukum negeri ini yang dibangun puluhan tahun, ambruk sampai ke titik nadir. Leluasanya Gayus ke Singapura dan Macau dalam status tahanan, kian memperjelas bahwa sendi negara ini masih bisa dibeli oleh siapa pun yang berduit.

Pengamat Hukum Internasional Universitas Sumatera Utara Suhaidi mengatakan, jika benar Gayus HP Tambunan pergi ke Singapura dan Macau dengan menggunakan paspor asli tapi palsu, ini menunjukkan penegakan hukum di Indonesia sangat lemah dan memprihatinkan.

“Tindakan Gayus itu juga telah mencoreng muka Indonesia di mata dunia, dan ini sangat memalukan,” kata guru besar FH USU itu di Medan, Rabu 5 Desember 2010.

Dugaan Gayus berada di luar negeri itu, menurut dia, akan berdampak pada semua sektor. Sehingga pemerintah perlu segera melakukan pembenahan yang lebih serius terhadap institusi hukum di tanah air.
Gayus mulai meramaikan jagat hukum Indonesia setelah berhasil ditangkap Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di Singapura, akhir Maret 2010.

Ia ditangkap karena diduga menjadi mafia pajak beromset ratusan miliar rupiah dan mafia hukum dengan membeli keadilan lewat kekuatan uang panasnya. Sejak itu, berbagai aksi lanjutannya di dalam dan luar penjara seperti terus mengobok-ngobok lemahnya pondasi hukum negeri ini.

Gayus bukan hanya sekadar mampu menyeret orang-orang besar yang membuka boroknya dan pernah menguras duit panasnya ke penjara. Ia juga membeli para polisi yang menjaga Rutan Mako Brimob untuk bebas keluar masuk tahanan. Termasuk untuk bepergian ke luar negeri dan Bali.

Selama 11 bulan itu pula, nyaris tiada hari tanpa isu panas dari Gayus tentang bobroknya hukum dan aparat yang menjalankan penegakannya.

Suhaidi mengatakan kehebatan Gayus dalam membuat kalang kabut Indonesia selama 11 bulan pasti tidak berdiri sendiri. “Jelas ada orang berduit lain yang berada di belakangnya,” ungkapnya
Suhaidi berharap, pemerintah harus bekerja ekstra keras untuk menata kembali institusi hukum yang masih banyak masalah dan gampang dibeli dengan uang receh orang-orang yang tidak menginginkan Indonesia tertib.

Sumber: matanews.com

Kasus Gayus Jadi Potret Hancurnya Hukum di Pemerintahan SBY




Sudah tak terhitung, berapa kali Gayus Tambunan mempermalukan para penegak hukum di negeri ini. Kelakuan pegawai Ditjen Pajak ini pun menjadi potret hancurnya hukum di pemerintahan Presiden SBY.

"Gayus adalah potret kebobrokan hukum negeri kita di bawah kepemimpinan Yudhoyono," ujar aktivis Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Masardi kepada detikcom, Jumat (7/1/2011).

Mantan juru bicara Presiden Gus Dur ini mengatakan, lewat aksi Gayus, publik bisa dengan gamblang melihat bagaimana sebenarnya sistem administrasi dan kontrol keuangan negara kita. Dengan konspirasi yang solid dan terukur, Gayus bisa menjebol brankas negara dengan sangat mudah.

Jika ingin melihat bagaimana sistem penegakkan hukum di Indonesia, publik tinggal melihat saja penanganan Gayus. Setelah mengeruk uang rakyat, Gayus memang tertangkap. Namun hukum di Indonesia, lanjut Adhie, tetap saja tidak bisa menjerat dirinya.

Tiga penegak hukum, polisi, jaksa dan hakim ternyata mampu dirangkai menjadi boneka oleh Gayus. Melalui kucuran uang, Gayus dengan mudah mengatur hukum Indonesia.

"Dengan keleluasaan Gayus keluyuran ke luar negeri, padahal dia adalah tahanan, menambah kesempurnaan kerusakan hukum karena melibatkan petugas imigrasi," tandasnya.

Selama ditahan di Rutan Brimob, Gayus dengan leluasa keluar masuk sel dengan membayar biaya tertentu. Praktek haram ini baru berakhir setelah penyamarannya ke Bali terbongkar. Saat ini Gayus dipindahkan ke LP Cipinang sedangkan eks Kepala Rutan Brimob Kompol Iwan menjadi pesakitan di Mabes Polri.

Dan kini aksi seseorang yang diduga mirip dengan Gayus kembali ramai dibicarakan. Sony Laksono, orang yang sangat mirip dengan Gayus, diketahui pernah terbang ke Macau dan Kuala Lumpur menggunakan paspor palsu.

Sumber: detiknews.com