Emha Ainun Nadjib lahir di Jombang, 27 Mei 1953, anak ke-4 dari 15 bersaudara, pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Sebelum itu ‘diusir’ dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena ‘demo’ melawan Dept. Keamanan pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindah ke Yogya dan lumayan bisa tamat SMA Muhammadiyah I.
Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro Yogya antara 1970-1975 ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat mempengaruhi perjalanan Emha.
Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halimd HD, networker kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan mengasilkan reportoar serta pementasan drama:
· Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan Raja Soeharto),
· Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
· Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
· Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
· Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta bersama 35.000 penonton di alun-alun madiun),
· Lautan Jilbab ( 1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
· Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
· Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, Duta Dari Masa Depan, dll.
Menerbitkan 16 buku puisi :
· “M” Frustasi (1976),
· Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
· Sajak-Sajak Cinta (1978),
· Nyanyian Gelandangan (1982),
· 99 Untuk Tuhanku (1983),
· Suluk Pesisiran (1989),· Lautan Jilbab (1989),
· Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),
· Cahaya Maha Cahaya (1991),
· Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
· Abacadabra (1994),
· Syair Amaul Husna (1994), dll.
Buku-buku eseinya tak kurang dari 30 antara lain :
· Dari Pojok Sejarah (1985),
· Sastra Yang Membebaskan (1985)
· Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
· Markesot Bertutur (1993),
· Markesot Bertutur Lagi (1994),
· Opini Plesetan (1996),
· Gerakan Punakawan (1994),
· Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
· Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
· Slilit Sang Kiai (1991),
· Sudrun Gugat (1994),
· Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
· Bola- Bola Kultural (1996),
· Budaya Tanding (1995),
· Titik Nadir Demokrasi (1995),
· Tuhanpun Berpuasa (1996),
· Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997)
· Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997)
· Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
· 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
· Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998)
· Kiai Kocar Kacir (1998)
· Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998)
· Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999)
· Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
· Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
· Menelusuri Titik Keimanan (2001),· Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
· Segitiga Cinta (2001),
· “Kitab Ketentraman” (2001),
· “Trilogi Kumpulan Puisi” (2001),
· “Tahajjud Cinta” (2003),
· “Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun” (2003), dll.
Ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan multi-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi, yang berintikan upaya penumbuhan potensialitas rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padang Bulan di sejumlah kota, ia juga diminta berkeliling ke berbagai wilayah seluruh nusantara, rata-rata 10-15 kali perbulan bersama Musik Kiai Kanjeng, dan ia sendiri rata-rata 40-50 acara yang massa yang umumnya outdoor, dengan berbagai strata dan segmen masyarakat. Mengumpulkan semua golongan, aliran, kelompok, agama, berdasar kegembiraan menikmati kebersamaan kemanusiaan.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi problem masyarakat.
Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro Yogya antara 1970-1975 ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat mempengaruhi perjalanan Emha.
Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halimd HD, networker kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan mengasilkan reportoar serta pementasan drama:
· Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan Raja Soeharto),
· Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
· Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
· Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
· Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta bersama 35.000 penonton di alun-alun madiun),
· Lautan Jilbab ( 1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
· Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
· Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, Duta Dari Masa Depan, dll.
Menerbitkan 16 buku puisi :
· “M” Frustasi (1976),
· Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
· Sajak-Sajak Cinta (1978),
· Nyanyian Gelandangan (1982),
· 99 Untuk Tuhanku (1983),
· Suluk Pesisiran (1989),· Lautan Jilbab (1989),
· Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),
· Cahaya Maha Cahaya (1991),
· Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
· Abacadabra (1994),
· Syair Amaul Husna (1994), dll.
Buku-buku eseinya tak kurang dari 30 antara lain :
· Dari Pojok Sejarah (1985),
· Sastra Yang Membebaskan (1985)
· Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
· Markesot Bertutur (1993),
· Markesot Bertutur Lagi (1994),
· Opini Plesetan (1996),
· Gerakan Punakawan (1994),
· Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
· Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
· Slilit Sang Kiai (1991),
· Sudrun Gugat (1994),
· Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
· Bola- Bola Kultural (1996),
· Budaya Tanding (1995),
· Titik Nadir Demokrasi (1995),
· Tuhanpun Berpuasa (1996),
· Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997)
· Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997)
· Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
· 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
· Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998)
· Kiai Kocar Kacir (1998)
· Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998)
· Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999)
· Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
· Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
· Menelusuri Titik Keimanan (2001),· Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
· Segitiga Cinta (2001),
· “Kitab Ketentraman” (2001),
· “Trilogi Kumpulan Puisi” (2001),
· “Tahajjud Cinta” (2003),
· “Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun” (2003), dll.
Ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan multi-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi, yang berintikan upaya penumbuhan potensialitas rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padang Bulan di sejumlah kota, ia juga diminta berkeliling ke berbagai wilayah seluruh nusantara, rata-rata 10-15 kali perbulan bersama Musik Kiai Kanjeng, dan ia sendiri rata-rata 40-50 acara yang massa yang umumnya outdoor, dengan berbagai strata dan segmen masyarakat. Mengumpulkan semua golongan, aliran, kelompok, agama, berdasar kegembiraan menikmati kebersamaan kemanusiaan.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi problem masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar