Harga durian di sini memang sangat murah. Saudara dari Jakarta sampai terheran-heran. “Di Jakarta, durian sebesar ini harganya 50 ribu, nih,” katanya sambil membelah durian yang baru dibelinya dengan harga 15 ribu.
Setelah tahun lalu tidak bisa panen karena erupsi
Merapi, warga lereng Merapi panen durian lagi. Menjelang fajar, warga
dan pedagang pengepul sudah berduyun-duyun di Pasar Kembang Kemalang
untuk bertransaksi buah berduri ini. Harga buah di sini jauh lebih murah
karena langsung dibeli dari petani.
Akan tetapi jika ingin mengalami sensasi memetik
buah dari pohonnya dan menyantap di pedesaan, Anda bisa mengunjungi desa
Kanoman. Di sini hampir tiap jengkal tanah ditanami pohon durian.
Begitu masuk desa, Anda akan menyaksikan buah-buah durian yan
bergelantungan di atas pohon. Ada yang menggelayut di puncak pohon yang
tinggi, namun ada pula yang terjuntai hanya setinggi manusia.
Ada bermacam-macam buah durian yang dihasilkan di
desa ini, seperti durian petruk dan durian montong. Akan tetapi yang
paling terkenal adalah durian mentega. Ciri-cirinya daging berwarna
kuning emas seperti mentega dan ada nuansa rasa pahit karena mengandung
alkohol.
Durian mentega
Anak kecil pun suka
Untuk menuju lokasi, Anda harus membawa kendaraan
sendiri karena sedikit sekali angkutan umum yang melayani wilayah ini.
Dari jalan Solo-Jogja, mula-mula Anda menuju pabrik gula
Gondangwinangun. Pada lampu merah, Anda berbelok ke arah Merapi bergerak
ke arah kecamatan Karangnongko. Sesampai simpang empat kantor camat,
ambil arah ke Jiwan (lihat papan penunjuk). Sekitar 1 km, Anda sudah
akan melihat pohon-pohon durian yang berbuah. Jangan berharap akan
menemukan semacam sentra buah yang dibangun secara khusus. Yang ada
adalah beberapa rumah yang menjadi tempat pengepul buah durian setoran
dari tetangga sekitarnya. Cari saja rumah yang menumpuk buah durian di
depan rumahnya.
Setidaknya kami menemukan 4 rumah yang menjadi pengepul.
Pertama, rumah ibu Narti. Begitu masuk desa Kanoman, Anda akan melihat
papan penunjuk yang ditulis di atas kertas kardus. Tulisannya berbunyi,
“Rumah Durian Ibu Narti.” Ikuti saja arahnya. Satunya lagi rumah di
sebelah utara rumah bu Narti. Saya lupa menanyakan namanya. Pemiliknya
adalah seorang nenek. Kami sengaja memilih membeli durian di sini karena
pembeli di rumah bu Narti sudah banyak. Biasanya kalau pembeli
berjubel, pedagang enggan menurunkan harga duriannya. Sedangkan dua
rumah pengepul lainnya ada di sebelah utara gereja di Gemampir.
Meski harganya sudah murah, Anda masih boleh
menawar. Biasanya, jika Anda membeli durian dalam jumlah banyak,
penduduk bersedia menurunkan harganya. Tips lain, jika tawar-menawar
sudah buntu, maka Anda dapat meminta durian yang lebih kecil sebagai
bonusnya. Selain itu, Anda juga bisa meminta rambutan ace sebagai
tambahan bonus. Selain durian, desa ini juga menghasilkan buah rambutan.
Namun karena lebih berminat menjual durian yang harganya jauh lebih
tinggi, maka mereka menawarkan buah rambutan itu kepada siapa saja
secara gratis. Misalnya waktu kami menanyakan arah ke penduduk desa,
sebelum pergi dia menawarkan buah rambutan yang ranum-ranum secara
gratis. Kami boleh memetik sepuasnya secara prodeo. Itu sebabnya jangan
lupa membawa tas plastik untuk mewadahi rambutan ace. Kami membawa 3
kantong plastik rambutan ace.
Buah durian ditali supaya tidak jatuh ke tanah
Panen raya durian ini dapat menjadi penghibur bagi
petani setelah tahun lalu mereka tidak bisa panen karena bunga-bunga
durian rontok diterpa abu vulkanik. Untuk setiap kebun yang dimiliki
warga, mereka bisa memanen ratusan butir durian. Jika setiap durian
dijual sekitar 15 ribu, maka mereka bisa mendapat penghasilan sekitar
1,5-3 juta. Namun untuk pengepul keuntungannya lebih besar lagi. Nenek
penjual durian yang kami kunjungi memperkirakan bisa mendapatkan uang
sekitar 20 juta dari musim panen kali ini.
Silakan petik sendiri
Pemerintah kabupaten Klaten semestinya menangkap peluang
ini dan membuat program terpadu untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Selama ini, banyak warga di dusun Merapi yang memilih menyewakan
lahan mereka sebagai lokas penambangan pasir. Akibatnya, banyak
laha-lahan di sekitar puncak Merapi yang menjadi rusak karena dibiarkan
begitu saja oleh penyewa karena pasirnya sudah habis. Mereka tidak
melakukan reklamasi lahan. Akibatnya, wilayah ini rawan longsor. Selain
itu pasokan air di kota Klaten akan terancam habis karena tidak ada lagi
pohon-pohon yang menangkap air di lereng Merapi.
Bersama dengan relawan kemanusiaan, kami sudah menanam
sekitar 5000 bibit pohon duren dan puluhan ribu bibit pohon buah lain
pada lahan bekas reklamasi. Kami berharap anak cucu kami masih tetap
bisa menikmati panen raya durian seperti kami saat ini.
Simbah pengepul durian
Purnawan Kristanto
http://ekonomi.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar