Terkadang saya tidak dapat memahami orang Jawa. Kenapa harus mendirikan kuil untuk masyarakat umum di kawah gunung berapi. Atau di lerengnya.
Tapi dengan berada di tempat tersebut, saya dapat mengerti logika para arsitek tersebut yang hidup di jaman kuno: tidak ada yang menandingi keindahan alamnya:
Sekali lagi, seperti halnya dengan plato Dieng, posting ini juga berhubungan dengan rangkaian cerita mengenai gunung berapi, dan berhubungan juga dengan cerita mengenai kerajaan-kerajaan Jawa yang sering berpindah-pindah. Sehingga posting akan dibuat begini: akan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama mengenai gunung berapi (yang mana juga terbagi menjadi dua bagian – tidak muat kalau hanya satu bagian).
Sebenarnya, komplek Gedung Songo sendiri berada di atas gunung berapi – yaitu gunung Unggaran yang telah lama tertidur dengan ketinggian 3.428 m. (kurang lebih 50 Km sebelah timur Dieng – jika ditarik garis lurus. Dan mungkin sekitar enam jam berkendaraan, Anda akan segera mengerti kenapa)
Seperti inilah gunung Unggaran jika dilihat dari Semarang:
Saat selepas fajar adalah waktu paling baik untuk mengunjungi tempat ini. Pada saat itu cuaca masih jernih…
…dan “gunung-gunung berapi” berdiri dengan diselimuti awan seperti sedang memakai topi, awan juga menyelimuti gunung Sindoro (3.135 m, sebelah kanan Dieng):
Jika datang lebih siang, ubun-ubun kepala rasanya terbakar oleh sinar matahari…
atau awan yang muncul akan menutupi sebagian tubuh gunung-gunung itu:
Inilah hikayat tentang dua gunung yang berdiri bersandingan, Sindoro dan Sumbing (3.371m)
Pada saat yang sama kita juga dapat mengagumi barisan gunung yang lebih kecil yang menyuruk dan berbaris dibawahnya yang dihiasi dengan berlapis-lapis kabut dan awan…
…ditaburi dengan cahaya matahari pagi…
…dan dihiasi dengan candanya bersama awan dan dedaunan cemara:
Dan dari kejauhan nampak satu lagi gunung berapi yang sudah lama tertidur – yang terletak tidak jauh dari Jepara dan Kudus (yang akan saya ceritakan nanti) gunung Muria (saya tidak terlalu yakin, tapi sangat mirip):
Kata orang gunung berapi dapat menjadi pedoman arah. Tapi, aku pikir, hanya jika tidak lebih dari tiga. Kalau lebih dari tiga, maka kita jadi perpedoman pada sekumpulan gunung berapi. Seperti inilah:
Gunung-gunung yang sama nampak berbeda jika dilihat dari sisi yang berbeda. Dan ini dilihat dari atas…
Pada posting terdahulu pernah diceritakan mengenai gunung-gunung yang ada disekitar gunung Unggaran tempat beradanya Gedung Songo. Tapi pemandangan yang paling mengagumkan ada di kumpulan gunung yang sudah terkenal ini.
Yang tidak tinggi (tampak, puncaknya terkikis karena letusan pada jaman pra sejarah) - gunung Telomoyo
Gunung tertinggi – Merbabu (3.142 m)
Dari balik punggungnya terlihat puncak gunung Merapi (2.911 m. ; cerita lebih lanjut lihat disini).
Gunung Merapi juga, tapi dari atas:
Seperti inilah dua sejoli (Merapi dan Merbabu) terlihat dari sisi lain – dari daerah sekitar Borobudur:
Dan seperti ini terlihat dari Borobudur di saat fajar (tentang Borobudur lihat disini http://m-tsyganov.livejournal.com/46653.html) :
Kita balik lagi ke Gedung Songo: agak kepinggir - Andong
Sumber: jktmike.livejournal.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar