Jumat, 22 Oktober 2010

Candi - Candi yang Tersebar di Indonesia (3)

Candi Penataran

Candi Panataran adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu (Siwaitis) yang terletak di Jawa Timur, tepatnya di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar. Kompleks candi ini merupakan yang terbesar di Jawa Timur. Candi ini mulai dibangun dari kerajaan Kadiri dan dipergunakan sampai dengan kerajaan Majapahit. Candi Penataran ini melambangkan penataan pemerintahan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa Timur.


Candi Penataran dipercaya adalah candi Palah yang disebut dalam prasasti Palah, dibangun pada tahun 1194 oleh Raja Crnga (Grenggra) yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara Triwikramawataranindita Grengalancana Digwijayottungadewa yang memerintah kerajaan Kediri antara tahun 1190 – 1200, sebagai candi gunung untuk tempat upacara pemujaan agar dapat menetralisasi atau menghindar dari mara bahaya yang disebabkan oleh gunung Kelud yang sering meletus. Kitab Negarakretagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca menceritakan perjalanan Raja Hayam Wuruk, yang memerintah kerajaan Majapahit antara tahun 1350 – 1389, ke candi Palah untuk melakukan pemujaan kepada Hyang Acalapati yang berwujud Girindra (raja penguasa gunung).




Kesamaan nama Girindra yang disebut pada kitab Negarakretagama dengan nama Ken Arok yang bergelar Girindra atau Girinatha menimbulkan dugaan bahwa candi Penataran adalah tempat pendharmaan (perabuan) Ken Arok, walaupun kitab yang sama menyebutkan bahwa Ken Arok dicandikan di daerah Kagenengan di wilayah selatan kabupaten Malang. Girindra juga adalah nama salah satu wangsa yang diturunkan oleh Ken Arok selain wangsa Rajasa dan wangsa Warddhana. Sedangkan Hyang Acalapati adalah salah satu perwujudan dari Dewa Siwa, serupa dengan peneladanan (khodam) sifat-sifat Bathara Siwa yang konon dijalankan Ken Arok.



Seperti pada umumnya relief candi di Jawa Timur yang dipahat berdasarkan analogi romantika hidup tokoh yang didharmakan di tempat tersebut, relief Ramayana dengan tokoh Rama dan Shinta, dan relief Krisnayana dengan tokoh Krisna dan Rukmini, yang dipahatkan pada dinding candi Penataran dapat dikatakan mirip dengan kisah Ken Arok dan Ken Dedes. Ketokohan Ken Arok sendiri masih menjadi kontroversi antara karakter seorang bandit yang berambisi memperbaiki keturunan setelah mengerti arti cahaya yang terpancar dari gua garbha milik Ken Dedes yang dilihatnya dan kemudian membunuh Tunggul Ametung yang menjadi suami sang nareswari, dengan karakter seorang bangsawan yang mengemban amanat dari mpu Purwa yang merupakan ayahanda Ken Dedes sekaligus keturunan Raja Mpu Sindok untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Kanjuruhan yang ditaklukkan oleh kerajaan Kediri, dengan dukungan kalangan brahmana dari kedua kerajaan.



Alkisah seluruh mpu dari kerajaan Kediri berpindah ke wilayah Tumapel sebelum Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dan menjadi penyebab kekalahan Kediri dalam peperangan dengan Tumapel di wilayah Ganter pada tahun 1222. Dibunuhnya mpu Gandring yang tidak menyelesaikan keris pesanan Ken Arok pada waktunya konon juga berkaitan dengan para mpu yang mulai meninggalkan kerajaan Kediri sehingga menimbulkan kecurigaan Ken Arok bahwa Mpu Gandring berpihak pada Kediri. Keris tersebut kemudian diselesaikan oleh mpu yang lain dengan demikian indah sehingga menarik perhatian dan mudah dikenali ketika Kebo Ijo memamerkannya kepada semua orang, sebelum akhirnya keris tersebut digunakan Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung.


 
Candi Plaosan

Sebutan untuk kompleks percandian yang terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, kira-kira satu kilometer ke arah timur-laut dari Candi Sewu atau Candi Prambanan. Adanya kemuncak stupa, arca Buddha, serta candi-candi perwara (pendamping/kecil) yang berbentuk stupa menandakan bahwa candi-candi tersebut adalah candi Buddha. Kompleks ini dibangun pada abad ke-9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan pada zaman kerajaan Mataram Kuno.
Kompleks Candi Plaosan terdiri atas Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul.


Candi Plaosan Lor






Kompleks Candi Plaosan Lor memiliki dua candi utama. Candi yang terletak di sebelah kiri (di sebelah utara) dinamakan Candi Induk Utara dengan relief yang menggambarkan tokoh-tokoh wanita, dan candi yang terletak di sebelah kanan (selatan) dinamakan Candi Induk Selatan dengan relief menggambarkan tokoh-tokoh laki-laki. Di bagian utara kompleks terdapat masih selasar terbuka dengan beberapa arca buddhis. Kedua candi induk ini dikelilingi oleh 116 stupa perwara serta 50 buah candi perwara, juga parit buatan.
Pada masing-masing candi induk terdapat 6 patung/arca Dhyani Boddhisatwa. Walaupun candi ini adalah candi Buddha, tetapi gaya arsitekturnya merupakan perpaduan antara agama Buddha dan Hindu.


Candi Plaosan Kidul




Berbeda dari Candi Plaosan Lor, Candi Plaosan Kidul belum diketahui memiliki candi induk. Pada kompleks ini terdapat beberapa perwara berbentuk candi dan stupa. Sebagian di antara candi perwara telah dipugar.
 

Candi Sari





Terletak tak jauh dari candi Kalasan, kurang lebih sekitar. dibangun pada tahun 835 oleh wangsa Sanjaya. candi budha ini terdiri dari dua tingkat. ruangan di dalam candi sudah kosong sekarang, tidak terdapat patung lagi.
Candi Sambi Sari adalah candi Hindu (Shiwa) yang berada kira-kira 12 km di sebelah timur kota Yogyakarta ke arah kota Solo atau kira-kira 4 km sebelum kompleks candi Prambanan. Candi ini dibangun pada abad ke 9 pada masa pemerintahan raja Rakai Garung di zaman kerajaan Mataram Kuno.
Posisi candi Sambi Sari terletak 6,5 meter di bawah tanah, kemungkinan besar karena tertimbun lahar dari gunung Merapi yang meletus secara besar-besaran pada awal abad 11 (circa tahun 1006). Hal ini terlihat dari banyaknya batu material volkanik di sekitar candi.
Dengan dikelilingi oleh tembok candi yang asli dengan ukuran 50 m x 48 m, kompleks ini mempunyai candi utama didampingi oleh 3 candi perwara (lebih kecil). Di dalam candi ini terdapat patung Durga (di sebelah utara), patung Ganesha (sebelah timur), patung Agastya (sebelah selatan), dan di sebelah barat terdapat 2 patung dewa penjaga pintu: Mahakala dan Nadisywara. Di dalam candi utama terdapat patung Lingga dan Yoni dengan ukuran cukup besar. Pada saat penggalian, benda-benda bersejarah, di antaranya beberapa tembikar, perhiasan, cermin logam serta prasasti lempengan emas juga ditemukan.
Candi ini ditemukan pada tahun 1966 oleh seorang petani di desa Sambi Sari yang diabadikan menjadi nama candi tersebut, dan dipugar pada tahun 1986 oleh Dinas Purbakala.
 
Candi Kalasan







Candi Kalasan atau Candi Tara dibangun sekitar akhir abad ke 8 M atau awal abad ke 9 M diatas bangunan candi kuno. Sebuah prasasti kuno yang dibuat pada tahun 778 M atas perintah Raka i Panangkaran dan ditemukan tidak jauh dari candi dan memberikan penjelasan bahwa candi dibangun untuk menghormati Bodhisattva wanita, Tara. Pada awalnya, hanya ditemukan satu candi pada situs yaitu candi Kalasan, tetapi setelah digali lebih dalam maka ditemukan lebih banyak lagi bangunan bangunan pendukung di sekitar candi. Candi ini memiliki tinggi 6 meter dan 52 stupa

Prasasti ini juga menyatakan bahwan candi ini dibuat oleh dua raja secara bersama-sama yaitu raja dari Wangsa Syailendra dan raja dari Mataram Hindu yang tidak diketahui namanya di jaman Wangsa Syailendra.

Candi yang berada kira-kira 2 km di sebelah barat dari candi Prambanan, yaitu di sisi jalan raya antara Yogyakarta dan Solo ini dikategorikan sebagai candi umat Buddha. Meskipun belum diketahui dewa apa yang dijadikan simbol sebagai patung di ruang utama candi, tetapi patung ini mempunyai tinggi lebih dari 6 meter dan terbuat dari perunggu.

Selain candi Kalasan dan bangunan - bangunan pendukung lainnya ada juga tiga buah candi kecil di luar bangunan candi utama, berbentuk stupa.
 
 
Candi Merak





Terletak kira-kira 15 km dari Prambanan, 7 km sebelah utara Klaten. Candi ini terletak di tengah-tengah perkampungan. Banyak ditemukan arca Ganesha dan Durga Mahisashuramandini.


Candi Morangan




Candi Morangan adalah candi Hindu yang berada di dusun Morangan, kelurahan Sindumartani, kecamatan Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, dan berada sangat dekat dengan sungai Gendol (100 meter sebelah barat) dan paling utara mendekati gunung Merapi. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 dan ke-10 di saat zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu sezaman dengan pembuatan candi-candi Hindu, seperti Candi Prambanan, dan lain-lain.
Pada saat ditemukan pada tahun 1982, candi ini terpendam 6,5 meter di bawah tanah. Walaupun sampai sekarang belum sepenuhnya selesai dipugar, kompleks reruntuhan candi ini mempunyai 2 buah bangunan candi: candi induk dan candi perwara. Pada kompleks candi Morangan ini juga ditemukan arca yoni dan patung resi serta sejumlah arca lain di dalam relung-relung candi.


Candi Kedulan






Candi Kedulan adalah candi Hindu yang berada tidak jauh dari Candi Sambi Sari, yaitu di dusun Kedulan, kelurahan Tirtomartani, kecamatan Kalasan, Yogyakarta. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Seperti halnya dengan candi Sambi Sari, candi ini terletak 3 sampai 7 meter di bawah tanah, kemungkinan besar karena tertimbun lahar dari gunung Merapi yang meletus secara besar-besaran pada awal abad ke-11 (kira-kira tahun 1006). Karena jenis tanah yang berada di sekitar candi terdiri dari 13 lapisan yang berbeda, maka kemungkinan besar bahwa candi ini tertimbun lahar dalam beberapa kali letusan (13 kali).
Jenis arsitektur dari candi ini terlihat mirip seperti gaya candi Sambi Sari dan candi Ijo. Candi yang mempunyai hiasan berupa relief mulut kala (raksasa) dengan taring bawah ini pertama kali ditemukan di tengah sawah pada tahun 1993 oleh para pencari pasir yang mengeduk pasir untuk bahan bangunan. Pada tahun 2003 di lokasi penggalian tersebut, ditemukan 2 buah prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta mengenai pembebasan pajak tanah di desa Pananggaran dan Parhyangan, untuk pembuatan bendungan dan irigasi, serta pendirian bangunan suci bernama Tiwaharyyan di zaman kerajaan Mataram Kuno.


Gua Sentono





Terletak 10 km sebelah selatan Kompleks Candi Ratu Boko. Sedikit seklai informasi tentang gua ini. Ada yang bisa bantu?


Candi Payak



Sepertinya situs ini adalah bekas pemandian.


Candi Gampingan




Candi Gampingan adalah candi Buddha yang berada di dusun Gampingan, kelurahan Sitimulyo, kecamatan Piyungan, kabupaten Bantul, yaitu di sebelah selatan kota Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 di saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada saat ditemukan pada tahun 1995 oleh pembuat batu bata, candi ini terpendam di bawah tanah. Walaupun sampai sekarang belum sepenuhnya selesai dipugar, kompleks reruntuhan candi ini mempunyai tujuh buah bangunan candi yang tidak utuh, dengan bangunan utama berukuran kira-kira 5 m x 5 m dan tinggi 1,2 meter.
Pada saat ditemukan, dalam candi ini terdapat tiga buah arca Dhyani Buddha Vairocana yang terbuat dari perunggu, dua buah arca Jambhala dan Candralokesvara dari batu andesit, benda-benda dari emas, dan beberapa benda-benda keramik. Pada bagian kaki dari candi Gampingan ini terdapat relief binatang katak dan unggas (burung pelatuk, burung gagak, dan ayam jantan). Dengan adanya arca Jambhala dan Dhyani Buddha Vairocana, maka diperkirakan candi Gampingan merupakan tempat pemujaan agama Buddha aliran Mahayana.

 
Candi Belahan

Saya baca di Gunung Penanggungan terdapat ratusan Candi



Secara administrasi Pegunungan Penanggungan masuk ke dalam wilayah Kabupaten Mojokerto. Pegunungan tersebut meliputi Gunung Penanggungan (tinggi 1659 m) dan bukit bukit-bukit sekitarnya yaitu, Bukit Bekel (1238 m), Gajah Mungkur (1084 m), Sarah Klopo (1235 m), dan Kemuncup (1238 m).

Tinggalan purbakala yang terdapat di gunung penanggungan sangatlah banyak. Menurut van Romondt yang pernah melakukan penelitian pada tahun 1951 tinggalan purbakala yang terdapat di gunung Penanggungan sekitar 81 buah yang tersebar di lereng gunung penanggungan. Tinggalan purbakala yang ada di gunung penanggungan secara umum berbentuk punden berundak dengan altar pemujaan di bagian paling belakang, selain itu terdapat juga beberapa gua atau ceruk yang digunakan sebagai pertapaan dan artefak-artefak lain yang berkaitan dengan bangunan suci tersebut. Inventarisasi lebih lanjut dilakukan oleh DITLINBINJARAH pada tahun 1990/1991 yang berhasil mencatat sebanyak 51 buah.

Gunung penanggungan merupakan salah satu gunung suci, dalam kitab negarakertagama disebut dengan pawitra. Bentuk peninggalan yang berupa struktur bangunan bertingkat yang banyak dijumpai di wilayah gunung penanggungan adalah punden berundak. Punden-punden tersebut dibangun tersebar di lereng barat puncak Penanggungan, di lembah antara puncak Penanggungan dan bukit Bekel, di bukit Bekel dan bukit Gajah Mungkur. Punden berundak tersebut umumnya berorientasi kearah puncak Penanggungan atau puncak bukit lainnya. Hal ini membuktikan bahwa anggapan tentang daerah suci tidaklah terpusat pada puncak penanggungan saja, tetapi seluruh gunung itu dan lingkungannya pun dianggap suci hingga punden-punden berundak sembarang didirikan di berbagai tempat dan selalu berada dilereng atau tempat-tempat yang mendekati puncak Penanggungan atau puncak-puncak bukit lainnya (Agus Aris, 1990 : 75).


Situs Candi Ratu Boko


Ratu Boko adalah situs purbakala yang merupakan komplek sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari komplek Candi Prambanan, 18km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50km barat daya Kota Surakarta. Luas keseluruhan komplek adalah sekitar 25ha.
Situs ini diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja).
Nama "Ratu Boko" sendiri didasarkan dari legenda masyarakat setempat. Ratu Boko (harafiah berarti "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang (yang diberikan menjadi nama candi utama pada komplek Candi Prambanan).


pintu utama


aula pembesar kerajaan


candi kecil keluarga kerajaan


petirtaan/pemandian bagi permaisuri dan termasuk keputren


ceruk buat bermeditasi tampak di kejauhan


krematorium/tempat pembakaran layon


candi Prambanan terlihat dari kejauhan

Situs Ratu Boko pertama kali dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko. Bukit ini sendiri merupakan cabang dari sistem Pegunungan Sewu, yang membentang dari selatan Yogyakarta hingga daerah Tulungagung. Seratus tahun kemudian baru dilakukan penelitian yang dipimpin oleh FDK Bosch, yang dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko. Dari sinilah disimpulkan bahwa reruntuhan itu merupakan sisa-sisa keraton.
Prasasti yang dikeluarkan oleh Rakai Panangkaran (746-784M) menyebut suatu kawasan wihara di atas bukit yang dinamakan Abhyagiri Wihara ("wihara di bukit yang damai"). Tampaknya, komplek itu kemudian diubah menjadi keraton bagi raja bawahan (vazal) yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni.
Di dalam kompleks ini terdapat bekas gapura, ruang Paseban, kolam, Pendopo, Pringgitan, keputren, dan dua ceruk gua untuk bermeditasi. 


Candi Banyunibo



Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.

Keadaan dari candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.


Candi Watu Gudhig




adalah nama sebuah candi yang dibangun pada sekitar abad ke-9, terletak sekitar 4 km sebelah barat daya Candi Prambanan. Tepatnya di pinggir sebelah timur sungai Opak atau sebelah barat jalan raya Prambanan dengan Piyungan (sebelah timur kota Yogyakarta). Nama Watu Gudhig adalah nama yang diberikan oleh penduduk setempat karena batu-batu candi (umpak batu) ditumbuhi lumut dan warnanya berbintik-bintik seperti penyakit kulit (gudhig). Masih belum diketahui pasti nama asli dari candi ini.


Candi Abang



adalah candi Hindu yang berada tidak jauh dari Candi Banyunibo dan Candi Barong, yaitu di dusun CandiAbang, kelurahan Jogotirto, kecamatan Berbah, Sleman, Yogyakarta, tidak jauh dari bandara Adisucipto. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 dan ke-10 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi yang berbentuk seperti piramid ini dinamakan Candi Abang karena terbuat dari batubata yang berwarna merah (abang dalam bahasa Jawa), dan diperkirakan mempunyai umur yang lebih muda dari candi-candi Hindu lainnya.

Bentuk candi ini berupa segi empat dengan ukuran 36 m x 34 meter, sekarang banyak ditumbuhi rerumputan sehingga dari jauh nampak mirip seperti gundukan tanah atau bukit kecil. Pada waktu pertama kali ditemukan, dalam candi ini terdapat arca dan alas yoni lambang dewa Siwa berbentuk segidelapan (tidak berbentuk segi empat, seperti biasanya) dengan sisi berukuran 15 cm. Beberapa orang menganggap Candi Abang merupakan tempat penyimpanan harta karun pada zaman dahulu kala, oleh karena itu sering dirusak dan digali oleh orang tidak bertanggung jawab (pada bulan November 2002, misalnya) yang mencari harta peninggalan sejarah dan barang berharga.

Sumber: diengindahputra.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails