1. BURUNG CENDERAWASIH
Burung-burung cendrawasih merupakan anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes. Mereka ditemukan di Indonesia timur, pulau-pulau selat Torres, Papua Nugini, dan Australia timur. Burung anggota keluarga ini dikenal karena bulu burung jantan pada banyak jenisnya, terutama bulu yang sangat memanjang dan rumit yang tumbuh dari paruh, sayap atau kepalanya. Ukuran burung cendrawasih mulai dari Cendrawasih Raja pada 50 gram dan 15 cm hingga Cendrawasih Paruh-sabit Hitam pada 110 cm dan Cendrawasih Manukod Jambul-bergulung pada 430 gram.
Burung cendrawasih yang paling terkenal adalah anggota genus Paradisaea, termasuk spesies tipenya, cendrawasih kuning besar, Paradisaea apoda. Jenis ini dideskripsikan dari spesimen yang dibawa ke Eropa dari ekpedisi dagang. Spesimen ini disiapkan oleh pedagang pribumi dengan membuang sayap dan kakinya agar dapat dijadikan hiasan. Hal ini tidak diketahui oleh para penjelajah dan menimbulkan kepercayaan bahwa burung ini tidak pernah mendarat namun tetap berada di udara karena bulu-bulunya. Inilah asal mula nama bird of paradise ('burung surga' oleh orang Inggris) dan nama jenis apoda - yang berarti 'tak berkaki'.
Banyak jenis mempunyai ritual ka-win yang rumit, dengan sistem ka-win jenis-jenis Paradisaea adalah burung-burung jantan berkumpul untuk bersaing memperlihatkan keelokannya pada burung betina agar dapat ka-win. Sementara jenis lain seperti jenis-jenis Cicinnurus dan Parotia memiliki tari perka-winan yang beraturan. Burung jantan pada jenis yang dimorfik seksual bersifat poligami. Banyak burung hibrida yang dideskripsikan sebagai jenis baru, dan beberapa spesies diragukan kevalidannya.
Jumlah telurnya agak kurang pasti. Pada jenis besar, mungkin hampir selalu satu telur. Jenis kecil dapat menghasilkan sebanyak 2-3 telur (Mackay 1990).
2. KOTEKA
koteka adalah : lambang atau logo dari pada orang papua, bahan dasarnya dari tumbuh-tumbuhan, nama dalam bahasa daerah suku dani disebut {horim. orang papua yang berada di pengunungan memakai koteka/horim.
Koteka, horim, atau zakar sarung secara tradisional dipakai oleh beberapa penduduk pria yang asli papua (sebagian besar highland) kelompok-kelompok new Guinea untuk menutupi kemaluan mereka. Mereka biasanya dibuat dari labu kering ke luar, walaupun lain spesies, seperti Nepenthes mirabilis, juga dipakai. Mereka dipegang di tempatnya di samping ikalan kecil serat yang disambungkan ke pangkalan koteka dan ditempatkan seputar kantung kemaluan. Ada putaran sekunder yang ditempatkan seputar dada atau perut dan lekat pada kumpulan utama koteka. Laki-laki pilih koteka mirip yang dipakai oleh laki-laki lain di kelompok kebudayaan mereka. Misalnya, laki-laki Yali mendahulukan panjang, tipis koteka, yang menolong mengangkat gelindingan rotan lipat ganda yang dipakai seputar pinggang mereka. Laki-laki dari daerah kabupaten jayawijaya distrik Tiom memakai labu ganda, yang diangkat dengan sehelai tarik kain, dan penggunaan angkasa di antara kedua labu karena memajukan barang kecil seperti uang dan tembakau.
Masyarakat papua new gunea dengan masyarakat papua barat yang berada di daerah pengunungan pada umumnya laki-laki memakai pakaian koteka (horim), kenapa masyarakat papua itu cenderung memakai koteka, soalnya orang papua itu sudah menjadi budaya untuk memakai dengan koteka, tidak pernah masyarakat papua itu merasa malu ketika memakai koteka (horim). masyarakat merasa nyaman memakai koteka dari pada memakai pakaian.
3. KASUARI
Ada yang sedikit berbeda dari unggas yang satu ini. Walaupun termasuk kelompok unggas, ternyata kasuari tidak bisa terbang layaknya unggas-uanggas yang lain. Kasuari hidup dengan memakan buah-buahan yang jatuh dari pohon dan buah yang bergelayut di dahan rendah. Selain itu, jamur, serangga, katak, ular, dan binatang kecil lainnya juga disukai kasuari.
Habitatnya juga unik. Dari sekian banyak daerah, Papua satu-satunya daerah tempat tumbuh hewan yang satu ini. Tepatnya di Pulau Yapen, Batanta dan Salawati, masih sekitar kawasan Papua. Biasanya Kasuari hidup di dataran rendah dan rawah.
Telor Kasuari
Kasuari mempunyai tinggi 1,5 sampai 1,8 meter. Beratnya 60 kilogram. Apabila kita bandingkan, kasuari betina lebih berat dari kasuari jantan. Warna tubuh kasuari betina juga lebih beragam dibandingkan kasuari jantan. Lari kasuari bisa mencapai 50 km perjam dan lompatannya bisa mencapai satu setengah meter. Selain itu kasuari juga pandai berenang.
Di bagian kepala kasuari terdapat tulang semacam mahkota sebagai ciri khas. Tulang ini berfungsi sebagai senjata pemotong ranting kala kasuari berjalan melintasi semak. Dan hanya Kasuari burung yang mempunyai senjata. Tapi jangan salah, hewan ini juga pemalu.
4. PAPEDA
Papeda atau bubur sagu, merupakan makanan pokok masyarakat Maluku dan Papua. Makanan ini terdapat di hampir semua daerah di Maluku dan Papua.
Papeda dibuat dari tepung sagu. Pembuatnya para penduduk di pedalaman Papua. Tepung sagu dibuat dengan cara menokok batang sagu. Pohon yang bagus untuk dibuat sagu adalah pohon yang berumur antara tiga hingga lima tahun.
Mula-mula pokok sagu dipotong. Lalu bonggolnya diperas hingga sari patinya keluar. Dari sari pati ini diperoleh tepung sagu murni yang siap diolah. Tepung sagu kemudian disimpan di dalam alat yang disebut tumang.
Papeda biasanya disantap bersama kuah kuning, yang terbuat dari ikan tongkol atau ikan mubara dan dibumbui kunyit dan jeruk nipis.
5. BUAH MATOA
Matoa (Pometia pinnata) adalah tanaman khas Papua, termasuk ke dalam famili Sapindaceae. Pohon matoa dapat tumbuh tinggi dan memiliki kayu yang cukup keras. Rasa buahnya adalah campuran antara rambutan, durian, dan kelengkeng. Buahnya berbentuk lonjong dan seukuran buah pinang (keluarga Palem), ketika muda berwarna hijau dan setelah matang berwarna hijau kekuningan.
Tumbuhan ini adalah flora identitas Provinsi Papua Barat.
Perkembangbiakan
Tanaman ini mudah diperbanyak/dikembangbiakkan melalui biji, dan cara lain seperti cangkok serta okulasi. Matoa tumbuh di daerah yang sejuk atau dengan kata lain lebih mudah tumbuh di daerah dataran tinggi, meskipun dapat pula tumbuh di dataran rendah.
Buah ini merupakan buah musiman yang berbuah pada bulan september - oktober. Rasa buah ini manis seperti buah rambuatan atau buah kelengkeng.
Pohon matoa tumbuh tinggi, dan kayu nya bisa untuk mebel atau kusen - kusen rumah.
Kalau ingin merasakan buah ini bisa langsung berkunjung ke Papua pada setiap bulan musim buah ini.
6. Tradisi Makan Pinang di Papua
Dilarang makan pinang. Stiker seperti itu sudah umum ditemukan di Bandara Sentani Jayapura, Papua. Larangan seperti itu diperlukan karena kegemaran saudara-saudara kita di Papua mengonsumsi pinang yang menghasilkan air ludah berwarna merah itu bisa membuat lingkungan Bandara Sentani menjadi sangat jorok.
Mereka yang makan pinang ditambah campuran lainnya, sama seperti orang makan sirih yang menghasilkan air ludah berwarna merah. Biasanya air ludah itu dimuntahkan begitu saja di jalan, atau di mana saja. Bisa dibayangkan kalau air ludah itu dibuang di terminal Bandara Sentani maka semua lantai akan berwarna merah, dinding-dinding juga berwarna merah akibat air ludah yang berwarna merah itu.
Jalan-jalan di sekitar terminal Bandara, atau di Kota Jayapura sendiri sebagian memang berwarna merah karena masyarakat dengan seenaknya membuang ludah di jalan atau tempat-tempat lainnya. Kesan jorok pasti terasa, dan kalau tahu penyebab warna merah itu adalah air ludah, maka kita akan hati-hati melangkah agar tidak menginjaknya.
Ada yang mengatakan, ludah berwarna merah itu tidak hanya dibuang di jalan, tapi kadang-kadang dengan sengaja dibuang ke bangunan yang baru dicat, atau lantai yang baru dibangun di sebuah bangunan baru. Yang bisa dilakukan hanyalah menempel stiker seperti larangan makan pinang itu. Dan itu pun rasanya belum tepat karena yang dilarang seharusnya membuang air ludah sembarangan, bukan tradisi makan pinang itu.
Kebiasaan membuang ludah hasil makan pinang itu sama seperti yang terjadi di Myanmar. Penduduk di sana juga terbiasa makan sirih yang dijual di pinggir jalan. Seperti merokok, setiap orang dapat membeli sirih untuk sekali makan. Karena itu, jangan heran di Myanmar jalan-jalan penuh dengan warna merah karena ludah berwarna merah dibuang sembarangan di jalan-jalan.
Kesan yang timbul mengunjungi Bandara Sentani memang sangat tidak nyaman. Semua toilet yang ada di Bandara itu dalam keadaan rusak, walau kata petugasnya sedang direnovasi. Toilet yang ada di terminal kedatangan, dan kebarangkatan semuanya tergenang air. Apalagi yang berada di luar terminal, semua toiletnya sedang ditutup karena alasan sedang dalam perbaikan. Kita khawatir genangan air yang ada di toilet itu selain air kencing dan air lainnya, pasti di dalamnya juga tercampur dengan air ludah yang berwarna merah dari pemakan pinang tersebut.
Dan lebih tidak menarik lagi di hampir semua Bandara di Papua, banyak anggota masyarakat yang bisa masuk sampai ke pinggir landasan tempat pesawat parkir, seperti di Bandara Sentani. Petugas memang berusaha untuk mencegah mereka masuk dan menghalau mereka untuk keluar dari daerah yang sebenarnya tertutup tersebut. Tapi mereka tetap tidak mau keluar dari lingkungan yang terbatas tersebut. Bagaimana faktor keselamatan penerbangan dengan adanya kelonggaran seperti itu.
Pemerintah memang telah berusaha memberikan yang terbaik bagi masyarakat, dan masyarakat juga sebenarnya harus menjaga dan memelihara apa yang telah dibangun oleh pemerintah tersebut. Kita juga harus menjaga kebersihan lingkungan kita, apalagi Papua merupakan salah satu tujuan wisatawan mancanegara, sehingga harus kita jaga kebersihannya dengan tidak membuang ludah sembarangan.
7. MUSAMUS
Rumah Semut begitu orang menyebutnya, padahal Musamus begitu sebutan penduduk lokal merupakan “istana” yang dibangun oleh koloni rayap. Menggunakan campuran dari rumput kering sebagai bahan utama dan liur sebagai semen untuk merekatkannya, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun istana rayap ini. Keistimewaan dari rumah rayap ini adah rancangan ventilasinya yang berupa lorong-lorong yang membantu melindungi dari air hujan, dan membantu melepas panas ke udara ketika musim panas tiba. Karena berbagai keistimawaan yang dipunyainya, maka tidak heran musamus dijadikan lambang daerah Kabupaten Merauke. Musamus ini hanya dapat ditemukan di beberapa tempat di dunia, dan untuk di Indonesia mungkin hanya ada di Merauke saja. Kita dapat menemukan Musamus di Taman Nasional Wasur dan di beberapa wilayah di Kabupaten Merauke.
8. Festival Budaya Lembah Baliem
A. Selayang Pandang
Lembah Baliem, yang terletak di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, merupakan salah satu kawasan yang memiliki daya tarik bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Satu hal yang membuat Lembah Baliem terkenal adalah diselenggarakannya Festival Budaya Lembah Baliem, atau yang lebih dikenal dengan nama Festival Lembah Baliem.
Dalam catatan harian Kompas (8/8/2007), Festival Lembah Baliem pertama kali digelar pada tahun 1989. Sebelum adanya festival ini, masyarakat di sekitar Lembah Baliem, yang terdiri dari Suku Dani, Suku Lani, dan Suku Yali, masih sering melakukan perang antarsuku. Bagi mereka, selain sudah menjadi tradisi turun temurun, perang juga memiliki makna yang dalam. Perang bukan sekadar ajang adu kekuatan antarsuku, namun juga merupakan lambang kesuburan dan kesejahteraan. Menurut kepercayaan mereka, jika tidak dilakukan perang, jangan harap panen dan ternak babi akan berhasil.
Untuk menghindari jatuhnya korban dan dendam yang berlarut, sejak dua puluh tahun silam pemerintah memberlakukan larangan atas perang antarsuku. Untuk mewadahi tradisi suku-suku di Papua ini, dibuatlah Festival Lembah Baliem oleh pemerintah, yang menyertakan pesta perang di dalamnya. Festival Lembah Baliem, berlangsung sekitar tiga hari dan diselenggarakan pada bulan Agustus. Salah satu alasan pesta ini diselenggarakan pada bulan tersebut adalah untuk memperingati hari raya kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada perkembangannya, tidak hanya ketiga suku penghuni Lembah Baliem saja yang mengikuti Festival Lembah Baliem, namun juga suku-suku lainnya yang tinggal di Kabupaten Jayawijaya dan sekitarnya. Kompas (8/8/2007) menyebutkan bahwa pada tahun 2007 terdapat sekitar 40 suku yang mengikuti festival ini. Masing-masing suku ini menggunakan pakaian tradisional, lengkap dengan lukisan di wajah. Di samping itu, mereka juga membawa senjata perang seperti tombak, parang, panah, dan juga pernak pernik perang lainnya.
B. Keistimewaan
Pada Festival Lembah Baliem, atraksi perang antarsuku dimulai dengan penentuan skenario pemicu perang. Pemicu perang ini dapat berupa penculikan warga, pembunuhan anak warga, maupun penyerbuan ladang yang baru dibuka. Adanya pemicu ini, menyebabkan suku lainnya harus ‘membalas dendam‘, sehingga penyerbuan pun dilakukan. Sementara, pihak lawan akan bertahan, sehingga pertempuran pun berlangsung dengan seru.
Uniknya, bahwa atraksi perang ini tidak menjadikan balas dendam atau permusuhan sebagai tema. Tema yang diusung justru ungkapan yang bernilai positif, yakni Yogotak Hubuluk Motog Hanorogo (harapan akan hari esok yang harus lebih baik dari hari ini).
Atraksi tari perang antarsuku ini memang menjadi atraksi utama dalam setiap penyelenggaraan Festival Lembah Baliem. Kendati demikian, banyak atraksi lain yang juga sangat menarik untuk ditonton para wisatawan, seperti pertunjukan Pikon atau alat musik tradisional. Lagu-lagu yang dimainkan dengan Pikon ini, biasanya mengisahkan tentang kehidupan manusia. Ada pula Karapan Babi yang juga menjadi salah satu atraksi menarik dan kerap menimbulkan keriuhan para pengunjung.
Selain atraksi-atraksi di atas, wisatawan juga dapat menyaksikan perlombaan memanah, melempar sege (melempar tongkat ke target yang telah ditentukan), puradan (permainan menggulirkan roda dari anyaman rotan), dan sikoko (permainan melempar pion ke sasaran yang telah ditentukan). Perlombaan-perlombaan tersebut, selain diikuti oleh para peserta dari berbagai suku di Kabupaten Jayawiya, juga dapat diikuti oleh para wisatawan yang hadir saat festival.
C. Lokasi
Festival Lembah Baliem dielenggarakan di Lembah Baliem, Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, Indonesia.
D. Akses
Untuk dapat sampai ke Lembah Baliem, pengunjung harus melewati bandara utama Provinsi Papua, yakni Bandara Sentani. Untuk mencapai Bandara Sentani, pengunjung dapat mengaksesnya dengan menggunakan maspakai penerbangan dari Jakarta, Surabaya, ataupun Manado. Setibanya di Bandara Sentani, pengunjung dapat meneruskan perjalanan dengan pesawat jenis Hercules ataupun Twin Otter menuju Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya.
E. Harga Tiket
Untuk menyaksikan festival ini, wisatawan tidak dipungut biaya apapun.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di sekitar Distrik Wamena, terdapat beberapa penginapan, bahkan di antaranya ada yang sudah berkelas internasional. Hal ini dikarenakan banyaknya turis mancanegara yang sangat tertarik menyaksikan Festival Lembah Baliem, serta menikmati keindahan alam Lembah Baliem sendiri.
9. Situs Gua Jepang Binsari di Biak
Obyek wisata ini bernama lengkap Situs Gua Jepang Binsari,merupakan bukti sejarah terjadinya Perang Dunia II yang terletak di desa Sumberker Kabupaten Biak Numfor dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat sekitar 3 km sebelah barat kota Biak.
O,ya selain itu masyarakat sekitar Gua Jepang ini juga menyebut gua jepang sebagai "Abiyau Binzar" yang berarti wanita tua karena menurut legenda, Gua Jepang ini pernah ditinggali oleh seorang wanita tua sebelum digunakan oleh tentara Jepang.
Berbeda dengan gua-gua Jepang pada umumnya, gua jepang yang ada di Biak ini merupakan gua alam yaitu gua yang terbentuk secara alami oleh proses Hidrologi Karst ( pembentukan lubang oleh aliran air dalam waktu yang sangat lama ). Gua yang memiliki panjang 3 km ini ditemukan oleh tentara Jepang pada tahun 1943. Di mana pintu gerbangnya sebagai tempat masuk tentara Jepang ini terletak di Pantai Parray Desa Parray berbeda dengan pintu masuk Gua Jepang sekarang yang berada didesa Sumberker. Gua alam ini kemudian difungsikan sebagai tempat perlindungan, pertahanan maupun gudang penyimpanan.
Pada bagian atas Gua Jepang ini terdapat lubang yang cukup besar sehingga membuat keadaan di dalam gua menjadi terang benderang oleh sinar matahari, konon ceritanya lubang tersebut akibat serangan udara pesawat US. Yup.... tepatnya pada tanggal 7 Juli 1944, pasukan US di bawah pimpinan Mc Arthur menyerang gua Jepang yang menjadi tempat persembunyian tentara Jepang. Selain menjatuhi bom, pasukan Amerika ini juga menjatuhkan berdrum-drum bahan bakar yang kemudian ditembaki dari udara. Hal tersebut membuat gua dipenuhi dengan api dan terjadi ledakan dahsyat berkali - kali. Saking dahsyatnya kebakaran tersebut berlangsung sampai berbulan-bulan. Dalam serangan tersebut 3.000 tentara Jepang terkubur dan tewas seketika. Dan untuk mencapai pintu masuk gua, kita harus menapaki anak tangga yang lumayan banyak banget..lumayan berkeringat dah..^_^
O,ya di kawasan obyek wisata Gua Jepang ini juga terdapat Museum yang berisi benda - benda bersejarah, peralatan dan perlengkapan perang tentara Jepang yang konon ditemukan di dalam Gua Jepang dan sekitarnya seperti peneng ( kalung dengan liontin yang terbuat dari logam biasanya berfungsi sebagai tanda pengenal ), helm, granat, pistol, dan masih banyak lagi deh. Situs Gua Jepang saat ini dikelola oleh Yayasan Binsari.
10. NOKEN
Dalam bahasa bahasa etnis Papua sekitar 250 suku bangsa menyebut noken menurut pemahaman dan pengertian mereka masing masing sesuai dengan alam serta lingkungan hidup mereka. Nama kantong atau noken boleh berbeda sesuia dengan suku masing-masing tapi pengunaannya dan manfaatnya pasti sama yaitu untuk menampung atau menyimpan hasil bumi seperti petatas, ubi dan keladi.
Bahkan ada beberapa suku di Papua yang menggunakan noken untuk menggendong bayi mereka dan juga anak-anak babi. Sebut saja misalnya masyarakat di kepulauan khusunya di Biak Numfor, noken dalam wos byak disebut Inokson. Sedangkan masyarakat Nabire khususnya mereka yang tinggal di Harlens mencakup Moor, Mambor, Hariti dan Ahe yang menyebut noken dalam bahasa Moor yaitu ”Aramuto”. Bagi orang Marind di Kabupaten mengenal noken dengan sebutan “Mahyan”. Lain halnya dengan orang Dani di Lembah Balien yang menamainya “Su”.
Karena sekarang ini noken sudah bukan lagi milik suku suku di Papua tetapi milik semua orang. Hingga tak heran kalau ada merek noken dari luar Papua dengan kualitas yang bagus dan kuat. Sehingga lama kelamaan nama noken pun seakan akan pudar.
Noken juga memiliki konsep biologi, geografi, teknologi, etnografi hingga filosofi yang terkait satu dengan lainnya. Biologi adalah serat yang diambil dari pohon untuk membuat noken dan juga daun tikar; Geografi mempunyai kekayaan Alam yang bisa dijadikan apa saja; Etnogarafi adalah ilmu yang mengatur suku bangsa, focus pada suatu benda atau kegiatan tentang kebudayaan; Filosifinya, ditransferkan kepada anak-anak muda supaya mempertahakan budaya nenek moyang.
Kanguru atau kangguru adalah hewan mamalia yang memiliki kantung (marsupialia). Hewan ini termasuk hewan khas Australia dan juga ada di sebagian wilayah Papua. Kata kanguru diambil dari bahasa Aborigin gangguru.
Ada tiga spesies kanguru:
* Kanguru Merah
Kanguru Merah adalah hewan marsupial terbesar yang masih hidup. Apabila berdiri tingginya dapat mencapai lebih dari 2 meter dan bobotnya mencapai 90 kg. Kanguru jenis ini biasanya bergerak dalam kelompok besar. Mereka tidur di kala siang yang hawanya paling panas. Apabila tidak ada air, mereka akan mencari kelembaban dari tumbuhan hijau. Mereka juga hanya akan berkembangbiak apabila ada hujan dan tumbuh tanaman baru.
* Kanguru Abu-abu Timur
Kanguru Abu-abu Timur dapat ditemukan di daerah subur Australia bagian timur.
* Kanguru Abu-abu Barat
Kanguru Abu-abu Barat dapat ditemukan di Australia bagian barat, Australia bagian selatan yang dekat dengan pantai dan basin Sungai Darling.Kanguru Abu-abu sangat banyak jumlahnya. Mereka hidup di hutan-hutan eukaliptus yang terbuka dan di daerah berumput. Mereka memakan rumput.
Kanguru Pohon. Kanguru jenis ini hidupnya di atas pohon. Pada siang hari mereka tidur di dahan-dahan pohon. Pada malam hari mereka makan daun dan buah. Kanguru Pohon bisa ditemukan di hutan hujan tropis yang padat di Australia bagian timur laut dan Papua. Beberapa kanguru Pohon adalah hewan yang dilindungi. Kebanyakan dari mereka hampir punah disebabkan oleh perusakan lingkungan.
Kanguru mempunyai dua kaki belakang yang kuat, telapak kakinya yang besar didesain untuk meloncat. Kanguru biasa melompat dengan kecepatan 20-25 km/jam. Tapi mereka bisa melompat hingga kecepatannya menjadi 70 km/jam. Harapan hidup kanguru sekitar 9-18 tahun. Walau terkadang ada kanguru yang bisa bertahan hidup hingga 28 tahun.
12. Khasiat Buah Merah
Mengapa buah merah akhir-akhir ini menjadi sangat terkenal? Tentu tidak lain karena buah merah merah ternyata mempunyai kemampuan untuk membantu mengobati banyak penyakit.
Jenis-jenis penyakit yang dapat diobati buah merah antara lain:
a. AIDS
Walaupun para ahli telah bertahun-tahun mencoba membuat obat untuk menyembuhkan AIDS tetap saja obatnya masih belum ditemukan. Mungkin Anda sendiri merasa tidak percaya mengenai khasiat buah merah yang satu ini. Namun khasiat buah merah untuk menyembuhkan AIDS sudah terbukti. Salah satu seorang yang terbebas dari cengkeraman kematian akibat AIDS adalah Agustina Sawery.
Agustina Sawery sempat menurun berat tubuhnya dari 50 kg menjadi 27 kg. Ia mengalami infeksi anus, gangguan fungsi hati, mulut bercendawan dan infeksi paru-paru. Nampaknya Agustina tinggal menunggu jam kematiannya. Maka dia datang kepada Drs I Made Budi MS.Saat itu Made sudah dikenal luas di Papua lantaran kerap mengobati penyakit seperti kanker dengan ekstrak buah merah. Kemudian Agustina diberikan ekstrak buah merah yang dikonsumsi tiga kali sehari.
Sejak mengkonsumsi buah merah keadaannya mulai membaik. Berat badannya yang sempat turun sampai menjadi 27 kg mulai meningkat menjadi 46 kg. Kulitnya yang semua busik menjadi mulus kembali. Rambutnya yang sempat rontok mulai tumbuh lagi. Agustina menjadi jauh lebih bugar.
Dikabarkan bahwa kemampuan buah merah menyembuhkan AIDS adalah karena buah merah mengandung tokoferol dan betakaroten yang sangat tinggi. Kedua kandungan ini berfungsi sebagai antioksidan dan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Tokoferol dan betakaroten akhirnya berkombinasi untuk memecah asam amino yang dibutuhkan oleh virus penyebab AIDS, HIV, sehingga virus tersebut tak dapat melangsungkan hidupnya.
b. Kanker dan Tumor
Khasiat lain buah merah adalah mengobati kanker dan tumor. Kanker dan tumor tak diragukan lagi merupakan salah satu penyebab kematian terbesar. Disebabkan oleh apa kanker dan tumor itu? Penyakit ini disebabkan oleh ketidakteraturan hormon dalam tubuh yang menyebabkan tumbuhnya daging di jaringan tubuh normal.
Buah merah dapat mengobati kanker karena kandungan tokoferolnya sangat tinggi, yaitu mencapai 11.000 ppm dan betakarotennya mencapai 7.000 ppm. Kedua senyawa ini berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta mencegah pembiakan sel-sel kanker.
c. Stroke dan Darah Tinggi
Stroke disebabkan oleh darah yang membeku dan penyempitan pembuluh darah. Salah satu penyebab penyakit ini adalah darah tinggi. Tekanan darah tinggi menyebabkan penggumpalan darah sehingga pembuluh darah menyempit, akibatnya supplai darah berkurang. Lebih dari itu, pembuluh darah bisa pecah. Penyakit ini, bila tidak menyebabkan kematian, dapat menyebabkan kelumpuhan anggota badan.
Darah tinggi sendiri disebabkan oleh kerja jantung yang memompa darah terlalu cepat. Hal ini salah satunya disebabkan oleh karena darah kekurangan oksigen atau oksigen yang terlalu kental.
Buah merah mengandung tokoferol yang dapat mengencerkan darah dan memperlancar sirkulasi darah sehingga kandungan oksigen dalam darah menjadi normal.
d. Asam Urat
Asam urat dsebabkan karena terganggunya fungsi lever sehingga lever memproduksi asam urat secara berlebihan. Asam urat akhirnya tertampung di dalam ginjal menjadi batu dan dibawa ke ujung-ujung jari tangan dan kaki serta mengumpul di sana.
Tokoferol dalam buah merah mengencerkan darah dan memperbaiki sistem kerja lever. Sistem kerja lever, setelah diperbaiki, memproduksi kadar asam urat yang normal.
e. Diabetes Mellitus (Kencing Manis)
Penyakit ini disebabkan karena kelenjar pankreas tidak mampu memproduksi insulin dalam jumlah yang memadai. Akibatnya, kandungan gula dalam darah meningkat.
Kandungan tokoferol dalam buah merah memperbaiki kerja pankreas sehingga fungsi pankreas menjadi normal kembali.
f. Osteoporosis
Disebabkan pengeroposan tulang, osteoporosis disebabkan oleh kekurangan kalsium. Penyakit ini umumnya menyerang mereka yang sudah berusia senja.
Buah merah kaya akan kalsium sehingga dapat mencegah dan mengobati osteoporosis. Dalam 100 gram buah merah segar terkandung 54.000 miligram kalsium.
g. Gangguan Mata
Kandungan betakaroten yang tinggi dalam buah merah dapat mengatasi banyak jenis penyakit mata yang disebabkan kekurangan vitamin A. Betakaroten diserap oleh tubuh dan diolah menjadi vitamin A.
h. Meningkatkan Kecerdasan
Kandungan omega 3 dan omega 6 dalam buah merah dapat merangsang daya kerja otak dan meningkatkan kecerdasan. Oleh karena itu buah merah cocok untuk dikonsumsi oleh anak-anak.
i. Meningkatkan Gairah dan Kesuburan
Buah merah, menurut mereka yang mengkonsumsinya, dapat membantu meningkatkan gairah seksual kaum pria. Efek pengobatan bervariasi, ada yang bereaksi setelah 15 menit meminumnya, ada juga yang setelah satu atau dua jam meminumnya.
Vitamin E dalam buah merah membantu meningkatkan produksi sperma. Selain itu, buah merah mengandung energi tinggi, yaitu 360 kalori.
Selain khasiat-khasiat yang telah disebutkan di atas, buah merah dikabarkan dapat juga mengobati penyakit lambung, wasir, gangguan pada paru-paru dan sebagainya.
Bagaimana proses kerja sari buah merah dalam tubuh?
Proses kerja buah merah yaitu, betakaroten yang tinggi bermanfat sebagai antioksidan yang mampu mem-blow-up perkembangan kanker atau menonaktifkan pertumbuhan kanker melalui proses metabolisme. Berbagai jurnal penelitian telah membuktikan bahwa betakaroten terbukti bermanfaat sebagai obat kanker. Drs. I Made Budi Msc. sudah menguji ke berbagai penyakit degeneratif lainnya seperti asam urat, kolesterol, jantung, dan darah tinggi. Semua penyakit tersebut tidak sukar dibasmi dengan sari buah merah. Dengan kata lain, betakaroten dan tokoferol ibarat pemadam kebakaran.
Betakaroten berfungsi memperlambat berlangsungnya flek pada arteri sehingga aliran darah ke jantung dan ke otak menjadi lancar tanpa hambatan. Interaksinya dengan protein meningkatkan produksi antibodi. Betakaroten meningkatkan jumlah sel-sel pembunuh alami dan memperbanyak aktifitas sel-sel T helpers dan limfosit. Bertambahnya sel-sel pembunuh alami menekan radikal bebas, senyawa karsinogen dan kehadiran sel kanker. Jika antioksidan tersedia setiap saat dalam darah maka sel-sel tubuh terlindungi dari kerusakan akibat radikal bebas. Peran buah merah sebagai antikarsinogen semakin lengkap dengan kehadiran tokoferol. Senyawa ini berperan dalam memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan mengurangi mobiditas dan mortalitas sel jaringan. Kolesterol dalam darah pun dinetralisir. Buah merah juga mengandung omega 3 dan omega 9 dalam dosis tinggi. Sebagai asam lemak tak jenuh, omega 3 dan omega 9 gampang dicerna dan diserap sehingga memperlancar proses metabolisme.
Sari buah merah meluruhkan LDl (kolesterol yang menyebabkan penyumbatan di pembuluh darah dan meningkatkan HDL (kolesterol yang memperlancar peredaran darah) sehingga terjadi keseimbangan kolesterol dalam darah. Lancarnya proses metabolisme sangat membantu proses penyembuhan penyakit. Sebab, tubuh mendapat asupan protein yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Bahkan, dengan membaiknya proses metabolisme akan sangat membantu hati meregenerasi sel-sel hati yang rusak akibat hepatitis.
13. Puncak Jayawijaya Dulunya Dasar Laut[
Bagi pendaki gunung, mendaki jajaran Pegunungan Jayawijaya adalah sebuah impian. Betapa tidak, pada salah satu puncak pegunungan itu terdapat titik tertinggi di Indonesia, yakni Carstensz Pyramide dengan ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Jangan heran jika pendaki gunung papan atas kelas dunia selalu berlomba untuk mendaki salah satu titik yang masuk dalam deretan tujuh puncak benua tersebut. Apalagi dengan keberadaan salju abadi yang selalu menyelimuti puncak itu, membuat hasrat kian menggebu untuk menggapainya.
Tetapi, siapa yang menyangka jika puncak bersalju itu dahulunya adalah bagian dari dasar lautan yang sangat dalam!.Pulau Papua mulai terbentuk pada 60 juta tahun yang lalu. Saat itu, pulau ini masih berada di dasar laut yang terbentuk oleh bebatuan sedimen. Pengendapan intensif yang berasal dari benua Australia dalam kurun waktu yang panjang menghasilkan daratan baru yang kini bernama Papua. Saat itu, Papua masih menyatu dengan Australia.
Keberadaan Pulau Papua saat ini, tidak bisa dilepaskan dari teori geologi yang menyebutkan bahwa dunia ini hanya memiliki sebuah benua yang bernama Pangea pada 250 juta tahun lalu. Pada kurun waktu 240 juta hingga 65 juta tahun yang lalu, benua Pangea pecah menjadi dua dengan membentuk benua Laurasia dan benua Eurasia, yang menjadi cikal bakal pembentukan benua dan pegunungan yang saat ini ada di seluruh dunia.
Pada kurun waktu itu juga, benua Eurasia yang berada di belahan bumi bagian selatan pecah kembali menjadi benua Gonwana yang di kemudian hari akan menjadi daratan Amerika Selatan, Afrika, India, dan Australia.
Saat itu, benua Australia dengan benua-benua yang lain dipisahkan oleh lautan. Di lautan bagian utara itulah batuan Pulau Papua mengendap yang menjadi bagian dari Australia akan muncul di kemudian hari. Pengendapan yang sangat intensif dari benua kanguru ini, akhirnya mengangkat sedimen batu ke atas permukaan laut. Tentu saja proses pengangkatan ini berdasarkan skala waktu geologi dengan kecepatan 2,5 km per juta tahun.
Proses ini masih ditambah oleh terjadinya tumbukan lempeng antara lempeng Indo-Pasifik dengan Indo-Australia di dasar laut. Tumbukan lempeng ini menghasilkan busur pulau, yang juga menjadi cikal bakal dari pulau dan pegunungan di Papua.
Akhirnya proses pengangkatan yang terus-menerus akibat sedimentasi dan disertai kejadian tektonik bawah laut, dalam kurun waktu jutaan tahun menghasilkan pegunungan tinggi seperti yang bisa dilihat saat ini.
Bukti bahwa Pulau Papua beserta pegunungan tingginya pernah menjadi bagian dari dasar laut yang dalam dapat dilihat dari fosil yang tertinggal di bebatuan Jayawijaya.
Meski berada di ketinggian 4.800 mdpl, fosil kerang laut, misalnya, dapat dilihat pada batuan gamping dan klastik yang terdapat di Pegunungan Jayawijaya. Karena itu, selain menjadi surganya para pendaki, Pegunungan Jayawijaya juga menjadi surganya para peneliti geologi dunia.
Sementara terpisahnya daratan Australia dengan Papua oleh lautan berawal dari berakhirnya zaman es yang terjadi pada 15.000 tahun yang lalu. Mencairnya es menjadi lautan pada akhirnya memisahkan daratan Papua dengan benua Australia.
Masih banyak rahasia bebatuan Jayawijaya yang belum tergali. Apalagi, umur Pulau Papua ini masih dikategorikan muda sehingga proses pengangkatan pulau masih terus berlangsung hingga saat ini. Ini juga alasan dari penyebutan Papua New Guinea bagi Pulau Papua, yang artinya adalah sebuah pulau yang masih baru.
Sementara keberadaan salju yang berada di beberapa puncak Jayawijaya, diyakininya akan berangsur hilang seperti yang dialami Gunung Kilimanjaro di Tanzania. Hilangnya satu-satunya salju yang dimiliki oleh pegunungan di Indonesia itu disebabkan oleh perubahan iklim secara global yang terjadi di daerah tropis.
14. Telaga Sarawandori, mutiara indah yang masih tersembunyi di Papua !!!
Telaga Sarawandori, bagaikan mutiara indah yang masih tersembunyi di Papua.
Pantai biru bercampur hijau
Keasriannya masih benar-benar asli, cantik tanpa dandanan prasarana apapun.
Lautan nan biru disambut dengan air tawar dari telaga.
Telaga Sarawandori merupakan perpaduan air laut dan air tawar.
Warna airnya kehijauan sangat bening
Wow perjalanan yang sungguh cantik...
Bagaikan di telaga dongeng ........
Rimbunnya hutan ditepi telaga ..... sejuk, jernih, asri.
Anak-anak di Sarawandori ....... bersahabat walau malu-malu..
Kejernihan airnya ........ mampu mengungkap semua yang ada di dalam telaga.
Bintang lautpun dengan mudah untuk dipungut.
Telaga Sarawandori, mutiara indah yang terletak 30 km dari kota Serui, Kabupaten Japen Waropen, Papua.
Indonesia memang luar biasa kekayaan alamnya. Anda tidak akan pernah membayangkan keindahan seperti apa yang dapat Anda nikmati bila menikmati telaga yang begitu bening dan mempesona seperti Telaga Sarawandori. Telaga berwarna biru dengan panorama yang sangat indah ini terletak di desa Sarawandori, sekitar 5 km dari kota Serui, ibukota kabupaten Yapen, Papua. Di sini dibangun sebuah objek wisata yang ramai dikunjungi oleh masyarakat kota Serui pada hari Minggu dan hari-hari libur lainnya. Selain sebagai objek wisata juga tersedia rumah-rumah untuk tempat istirahat melepas lelah sambil bermalam. Obyek wisata ini dikelola oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Yapen Waropen di Serui. Jauh dari keramaian dan masih amat alami, akan membuat liburan Anda tidak akan terlupakan.
Telaga Sarawandori memang menyimpan potensi wisata bahari yang menarik wisatawan, karena telaga ini benar-benar masih "perawan" bening dan berwarna biru. Pemerintah Kabupaten Yapen membangun pondok-pondok istirahat dimana para pengusaha membuka rumah makan, restoran, kafetaria hingga karaoke.
Telaga yang diapit dua tanjung di bagian Barat Kota Serui itu pernah menjadi tempat persembunyian kapal perang tentara sekutu pimpinan AS ketika perang dunia ke-II melawan Jepang dimana pasukan sekutu dibawah komando McArthur membumi-hanguskan Kota Hiroshima dan Nagasaki.
15. MUMI KHAS PAPUA
Kebanyakan orang di dunia mengidentikkan Mumi dengan Mesir karena sejarah Mumi para Firaun di Mesir. Namun demikian, sejarah panjang mumi ternyata ada juga dalam hidup orang Papua.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada akhir tahun 1980-an sampai awal tahun 1990-an, telah ditemukan tujuh mumi di Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yahukimo. Ketujuh Mumi tersebut berada di:
(a) Kecamatan Kurulu, utara Kota Wamena sebanyak sebanyak 3 mumi;
(b) Kecamatan Assologaima, barat Kota Wamena sebanyak 3 mumi,
(c) serta satu mumi di Kecamatan Kurima Kab. Yahokimo adalah satu-satunya mumi perempuan.
Dari ketujuh mumi tersebut, hanya mumi Werupak Elosak di Desa Aikima dan mumi Wimontok Mabel di Desa Yiwika – Kecamatan Kurulu – Kabupaten Jayawijaya yang sudah dikenal para wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang mengunjungi kabupaten Jayawijaya karena masyarakat pribumi membuka peluang kepada masyarakat di luar untuk menyaksikannya. Namun untuk melihat mumi-mumi tersebut, para wisatawan harus membayar.
Mumi Werupak Elosak(nama ketika masih hidup) berumur sekitar 230 tahun. Pakaian tradisional yang dikenakan, seperti koteka, masih utuh. Ia adalah panglima perang dan meninggal akibat luka tusukan sege (tombak). Lukanya pun masih terlihat jelas hingga kini. Jasad Werupak dijadikan mumi, selain untuk menghormati jasa semasa hidupnya, juga karena Werupak sendiri yang meminta. Ia ingin supaya mayatnya diawetkan.
Hal ini berbeda dengan mumi Wimontok Mabel. Ia adalah seorang kepala suku. Wimontok mempunyai arti perang terus. Karena semasa hidupnya ia kepala suku perang yang ahli strategi. Wimontok meninggal akibat usia tua dan memberi wasiat kepada keluarganya agar jasadnya diawetkan. Dari segi ukuran, mumi ini lebih kecil ketimbang Weropak. Namun, kondisinya masih lebih bagus.
Setiap lima tahun sekali diadakan upacara adat untuk melingkarkan semacam kalung di leher Wimontok. Upacara tersebut disertai pemotongan babi. Lalu lemak dari babi itu dioleskan ke seluruh tubuh mumi. Dari kalung tersebutlah perkiraan umur mumi didapat, yaitu sekitar 382 tahun.
Salah satu Mumi berusia 365 tahun di pedalaman Wamena yang masih bisa kita lihat langsung. Cukup dengan membayar sejumlah yang diminta, Mumi akan dikeluarkan. Tapi sayangnya, tindakan itu juga yang akan mempercepat proses kerusakan si Mumi.
Para mumi ini dibuat dengan menggelar upacara sakral. Dilanjutkan dengan pengasapan jenazah selama tiga bulan terus-menerus. Setelah menjadi mumi, perawatan selanjutnya ditangani kaum laki-laki saja. Karena menurut adat setempat, sentuhan wanita akan membuat mumi menjadi rusak serta mendatangkan malapetaka bagi wanita tersebut dan lingkungan sekitar. Mumi-mumi ini hanya diletakkan di dalam sebuah kotak kayu dan disimpan dalam pilamo, rumah adat khusus laki-laki.
Tidak semua mayat/jasad yang diperbolehkan menjadi atau dijadikan mumi. Hanya yang mempunyai jasa besar terhadap suku seperti kepala suku atau panglima perang yang secara adat diizinkan menjadi mumi.
Nilai ekonomi
Setiap wisatawan yang hendak melihat dikenai biaya 30.000 per orang dan yang hendak berfoto dengan mumi ini dikenai biaya Rp 20.000 sekali foto. Di pojok halaman, dekat dengan honai yang menjadi tempat mumi bersemayam ada kios kecil yang menjual suvenir.
16. HONAI - RUMAH TRADISIONAL PAPUA
Honai adalah rumah khas Papua. Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela yang bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai).
Rumah adat masyarakat wamena yaitu berbentuk lingkaran dengan penutup alang alang yang cukup tebal (> 10 cm). Rumah ini disebut "HONAI", Honai ini sering dijadikan simbol rumah adat khas Papua. Jika anda masuk kedalam Honai ini maka didalam cukup hangat dan gelap karena tidak terdapat jendela dan hanya ada satu pintu. Dimalam hari mereka menggunakan penerangan kayu bakar di dalam honai dengan menggali tanah didalammnya sebagai tungku, selain menerangi bara api juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak mengunakan dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari kebun atau ladang. Umumnya mereka mengganti jika sudah terlalu lama karena banyak terdapat kutu babi.
Dalam satu komplek perumahan dihuni satu keluarga dan terdapat beberapa Honai. Jumlah Honai menandakan jumlah istri yang ada, di sini banyak dijumpai laki-laki lebih dari satu istri terutama kepala suku atau Ondoafi.
17. Kayu Gaharu, Sang Pohon Dewa !!!
Lompatan gaya hidup telah terjadi. Mereka yang semula hidup dengan pola natura kini dihadapkan pada sebuah dunia dagang yang penuh hiruk pikuk. Aneka jenis barang yang tak pernah mereka temukan sebelumnya tiba-tiba hadir di depan mata. Beras dengan cepat menggantikan sagu, senapan angin mengganti panah, dan dayung tergantikan oleh perahu bermesin. Bahkan, barang-barang elektronik begitu mudah didapat, termasuk segala jenis barang yang sebelumnya hanya dinikmati masyarakat yang mengaku modern.
Gaharu benar-benar menjadi magnit. Hutan-hutan yang sebelumnya tak pernah diinjak manusia tak sejengkal pun lolos dari perhatian para pendatang. Awalnya, perburuan gaharu hanya dilakukan di wilayah pesisir Laut Arafuru seperti di Agats. Namun setelah delapan tahun, nafsu untuk memburu kayu ini telah merambah jauh ke pedalaman di sepanjang dataran rendah Asmat hingga ke lereng-lereng gunung di Wamena.
Gaharu sebenarnya adalah sebuah virus yang menginfeksi pohon-pohon jenis aquilaria yang hidup di dataran rendah dan rawa-rawa. Infeksi virus itulah yang kemudian membuat gubal pohon ini menjadi wangi dan diburu orang karena berharga mahal. Di wilayah Asmat satu kilogram kayu gaharu kualitas super bisa dihargai hingga Rp 8 juta. Sedangkan di wilayah lain seperti di Jawa harganya bisa melonjak hingga Rp 15 juta per kilogram. Perburuan kayu gaharu di Papua sebenarnya sudah dimulai sejak dimulai 1990 seiring punahnya kayu cendana di Nusatenggara dan semakin langkanya gaharu di Kalimantan.
KISAH perburuan gaharu di Papua dimulai sejak 1990 ketika sejumlah hutan gaharu di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumbawa (NTB) mulai punah. Pemburu dan pemodal mulai melirik Papua sebagai daerah sasaran perburuan gaharu.
Perburuan dimulai di hutan-hutan pedalaman Jayapura, kemudian beralih ke Mimika, terus sampai pedalaman Merauke yakni wilayah suku Asmat. Walau menghadapi berbagai kesulitan geografis namun pemburu ini mencarter helikopter untuk berburu gaharu di pedalaman Papua.
Di Mimika, tahun 2001 terjadi pembantaian tujuh pencari gaharu asal Sulawesi di Kali Kopi, Mimika oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pencarian gaharu diduga dibekingi oknum aparat keamanan, yang pada saat itu membangun pos komando khusus di Kali Kopi untuk memantau dan mengawasi keamanan para pencari gaharu.
Worl Wide fund for Nature (WWF) Bioregion Sahul, Papua melaporkan, pemburu gaharu saat ini menguasai sebagian Taman Nasional Laurentz. Mereka berhasil membujuk penduduk setempat kemudian masuk ke pedalaman Taman Nasional Laurentz, merusak hutan dan satwa di dalam taman itu.
Mereka tidak hanya mengambil gaharu, tetapi sekali jalan mereka juga mengambil burung cenderawasih, kasuari, rusa, dan kanguru serta tumbuh-tumbuhan tertentu. Para pemburu gaharu ini mendapat dukungan kuat dari pengumpul di kota. Mereka dibekali bahan makanan dan uang selama berburu di hutan, kata Direktur WWF Bioregion Sahul, Benya Mambay.
Informasi yang diterima seorang pemburu gaharu yang tidak bersedia disebut namanya, mereka mendapat senjata (pistol) dari aparat keamanan selama berburu gaharu di hutan Kali Kopi, Mimika. Tetapi syaratnya, hasil perburuan gaharu dan hewan lain yang ditemukan di hutan dibagi dengan anggota TNI itu.
Berburu gaharu di Papua penuh risiko dan tantangan. Kondisi geografis yang sulit ditempuh, berikut kehadiran OPM yang menguasai sebagian wilayah hutan rimba. Karena itu pemburu gaharu sering bekerja sama dengan aparat keamanan sehingga mendapat akses ke pedalaman.
MENGAPA gaharu begitu diminati
Tidak semua orang mengerti dan mengenal gaharu secara keseluruhan. Penduduk lokal pun tidak paham mengenai fungsi gaharu.
Kayu ini menjadi berarti bagi orang Papua ketika warga pendatang mulai ramai-ramai mencari dan memburu. Perburuan gaharu dimulai pada tahun 1990, namun orang Papua mulai menyadari fungsi hutan gaharu setelah tahun 1997, saat Gubernur Papua Jacob Pattipi resmi melepas ekspor kayu gaharu pertama dari Papua sebanyak 4,5 ton melalui PT Artha Group ke Singapura dan Cina.
Perusahaan itu, sejak saat itu dipercaya menjadi pengumpul gaharu. Namun, perusahaan tersebut tidak beroperasi lagi di Papua menyusul sejumlah anak buahnya disandera OPM di Kali Kopi, Mimika.
Gaharu adalah sejenis kayu yang menghasilkan gubal. Gubal ini jika dibakar mengeluarkan aroma wangi. Jenis pohon penghasil gubal ini, banyak ditemukan di hutan primer India, Burma, Malaysia, Indonesia, dan Filipina, 300-600 meter dari permukaan laut (dpl).
Kayu gaharu mudah rusak sehingga sangat jarang dipakai sebagai bahan bangunan. Kayu ini lebih banyak dimanfaatkan untuk dupa, dan upacara adat dan agama jika telah menghasilkan gubal. Selain itu juga bisa sebagai bahan kosmetik, obat reumatik, obat gosok, tonikum, penyembuh perut kembung, dan seterusnya. Dengan proses penyulingan, kayu ini dapat menghasilkan minyak asiri.
Kayu gaharu termasuk suku Tymelameaceae, marga Aquilaria. Jenisnya antara lain, Aquilaria malaccaensis, Aquilaria agallocha, Aqiliaria microcarpa, Gonystylus spp, dan Aquilaria sinensis. Jenis yang paling digemari pemburu gubal gaharu karena wanginya adalah Aquilaria malaccaensis. Di Papua lebih banyak didomininasi jenis Aquilaria microcarpa kecuali wilayah selatan Papua yakni Merauke, Timika, dan Fakfak lebih banyak jenis Aquilaria malaccaensis.
Semestinya pemburu gaharu sudah melalang buana di seluruh hutan rimba Papua. Tetapi kondisi geografis yang begitu sulit dijangkau, ditambah keamanan tidak stabil membuat pencari gaharu berhati-hati.
Di samping itu, panjangnya mata rantai dan biaya transportasi yang mahal dari perburuan hingga perdagangan antarpulau membuat tidak banyak orang terlibat dalam bisnis ini. Tetapi tidak sedikit yang berani mempertaruhkan dana puluhan bahkan ratusan juta rupiah untuk meraup untung yang bisa dipastikan tidak kecil pula.
Perburuan gaharu jenis Aquilaria malaccaensis dan sejenisnya begitu gencar karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Melalui proses alamiah kayu ini dapat menghasilkan gubal yang aromanya harum. Gubal gaharu adalah kayu gaharu yang mengalami pelapukan dan mengandung damar wangi (aromatic resin) sebagai akibat serangan jamur.
Kandungan damar wangi ini menyebabkan gubal gaharu menjadi komoditas ekspor demi kepentingan industri dan parfum, hio, setanggi (dupa), dan obat-obatan. Nilai ekonomi yang diperjualbelikan di kalangan masyarakat pemilik hak ulayat seperti di Agats, Etji, Atsj, dan Sawaerma Rp 7,5 juta - Rp 10 juta per kg untuk jenis super.
Sebagai komoditas ekspor sumbangan gubal gaharu untuk devisa negara termasuk tinggi. Tahun 1997, devisa negara yang dihasilkan Rp 270,82 milyar hanya dengan volume 309,8 ton.
Untuk mendapatkan gubal gaharu, pemburu mencari dan menebang pohon gaharu di hutan. Dalam proses ini sering tidak ditemukan gubal yang berharga, tetapi pohon telanjur ditebang. Akibatnya, hutan rusak dan jenis kayu langka ini pun mulai punah.
Penebangan pohon gaharu semakin tinggi akibat permintaan pasar akan gubal gaharu makin tinggi. Sementara produksi masih sangat tradisional, hanya mengandalkan penebangan pohon di hutan. Ini terjadi karena pengetahuan dan keterampilan pemburu atau masyarakat pemegang hak ulayat masih sangat rendah mengenai gaharu.
Kepunahan gaharu di sebagian wilayah Asia mendorong sidang Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) IX di Florida, November 1994 memutuskan pohon gaharu dimasukkan di dalam Appendix II. Artinya, penebangan kayu gaharu dan ekspor hasil ikutannya seperti gubal gaharu harus dibatasi.
Papua memiliki hutan yang begitu luas (3,5 kali luas Pulau Jawa) dengan penduduk 2,2 juta jiwa (2000). Tingkat kepadatan penduduk sekitar 5.500 per km2. Dengan demikian sangat sulit masyarakat melakukan kontrol dan pengawasan terhadap perburuan gaharu liar di hutan belantara Papua.
Apalagi, di tengah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan keterisolasian yang sedang menimpa masyarakat. Masyarakat mudah ditipu dan dibohongi.
Di Papua dalam aksinya para pemburu gaharu selalu membawa bahan kebutuhan pokok selama berkelana di hutan. Kepada masyarakat pemilik tanah adat, pencari gaharu menawari kebutuhan pokok seperti gula pasir, rokok, ikan kering, beras, dan seterusnya yang ditawari dengan kayu gaharu.
18. FESTIVAL DANAU SENTANI
Banyak orang lebih mengenal Suku Asmat dan lembah Baliem di Wamena yang menjadi tujuan wisata di Papua. Padahal Jayapura juga memiliki obyek wisata yang cukup banyak, seperti pemandangan alam di gunung Siklop yang menjadi paru-paru dunia sampai wisata sejarah berupa peninggalan perang dunia ke II. Tetapi jangan lupakan danau Sentani yang menyimpan banyak potensi dan kini dijadikan maskot pariwisata Papua .
Danau seluas 9.300 ha di ketinggian 75 meter dari permukaan laut ini memiliki panorama yang menakjubkan dengan perkampungan penduduk asli di sekitarnya. Terdapat 22 suku dengan bahasa dan tradisi yang berbeda. Seluruh kekayaan budaya inilah yang ditampilkan dalam Festival Danau Sentani yang sedang berlangsung sejak 19 hingga 21 Juni ini, dan dibuka oleh Menteri Pariwisata Jero Wacik.
Festival ini adalah festival seni pertama yang akan nantinya akan menjadi agenda pariwisata nasional tahunan di tanah Papua. Bahkan Jero Wacik telah mengarahkan agar itu semua foto promosi pariwisata nasional akan menampilkan Danau Sentani dengan keindahan alam dan budaya masyarakatnya yang amat memukau.
Pergelaran Budaya Festival Danau Sentani ini juga berfungsi menyemarakkan agenda pariwisata nasional Visit Indonesia Year (VIY) 2008. Festival ini juga ditujukan untuk menjadi pionir penyuguhan atraksi wisata danau di Indonesia. Itu sebabnya Menteri Pariwisata Jero Wacik mengundang setiap dinas pariwisata di daerah yang memiliki danau untuk hadir menyimak dan belajar dari kegiatan yang dilaksanakan untuk pertama kali ini.
Sementara itu bagi Bupati Jayapura Habel Suwae, pertunjukan akbar ini merupakan langkah awal untuk menjadikan Sentani, ibukota Kabupaten Jayapura, sebagai tempat tujuan utama wisata di Papua dan Indonesia tahun 2009.
Festival budaya adalah agenda pariwisata yang utama di Papua dan telah berlangsung beberapa kali. Festival Budaya yang pertama adalah Festival Lembah Baliem di Kabupaten Jayawijaya yang menampilkan tradisi masyarakat Pegunungan Tengah dan telah berusia sembilan tahun. Festival berikutnya adalah Festival Budaya Asmat. Festival Danau Sentani menjadi festival yang ketiga.
Sebanyak 1.200 penari dari 24 kampung yang ada di danau Sentani, masing-masing kampung diwakili 50 penari, terlibat dalam Festival Budaya Danau Sentani ini. Kampung-kampung itu di antaranya adalah kampung Yobe, Hompolo, Yahim, Ifale, Asei, Dondai, Yoboy, Ayapo, Yahim,Puay, Yoka, Yahim, Doyo, Babrongko, Hobong, Sere, Atamali, Kwadware, Rebali, Neta/Nendali, Yakonde, Waena, Putali, Sosiri, Doyo Baru. Beberapa Kampung Ondoafi di sekitar pesisiran danau akan menampilkan budaya yang unik ciptaan leluhur Ondoafi dan Ondofolo, berupa menari dan berperang di atas perahu.
Festival Danau Sentani ini sekaligus merupakan pelestarian nilai-nilai budaya yang menjadi kekayaan khas Sentani. Sementara itu ketua Panitia Festival Danau Sentani (FDS) Maurits Felle, menjelaskan, bentuk kesenian yang akan ditampilkan pada FDS ini seperti tradisional baik berupa tari, musik dan lagu dengan tampilan asli dan hidup dan berkembang secara alami, budaya yang telah dijaga dan dilestarikan masyarakat adat Sentani secara turun-temurun.
Tiga Acara Utama Dalam Tiga Hari
Ada tiga acara utama selama tiga hari penyelenggaraan festival. Dimulai dengan Menari Di Atas Perahu pada hari pertama yang diikuti sekitar 1040 peserta dari 26 kampung adat (ondoafi). Sedangkan pada hari kedua yaitu 20 Juni digelar acara Berperang Di Atas Perahu yang diikuti 600 orang dari 20 kampung adat, dan pada hari ketiga yaitu 21 Juni dilakukan Parade Budaya di atas perahu dan di darat.
Selain itu akan dilakukan upacara sakral masyarakat Sentani seperti penobatan Ondoafi.
Nampaknya inilah bukti dari komitmen pemerintah untuk menjadikan Jayapura sebagai kota budaya dan pariwisata. Festival ini telah dipromosikan hingga ke Berlin, sedangkan di tingkat nasional telah dipromosikan di Bali dan Jakarta.
19. Pegunungan Arfak dan Harta terpendamnya
EKOWISATA DI KEPALA BURUNG PULAU PAPUA: Pesona Alam dan Misteri Melegenda di Arfak
Pegunungan Arfak yang berada di ‘kepala-otak burung Papua’ adalah sebuah kawasan cagar alam dengan luas mencapai 68.325 hektar dengan ketinggian mencapai 2940 meter di atas permukaan laut. Cagar alam pegunungan Arfak berada di Kabupaten Manokwari, Propinsi Papua Barat. Membentang di antara Distrik Menyambouw Warmare, Ransiki, Anggi dan Oransbari. Wilayah ini hanya berjarak kira-kira 35 km dari kota Manokwari. Diperlukan 2 hari berjalan kaki untuk sampai di tempat itu. Saat ini, sudah bisa dicapai menggunakan kendaraan roda empat jenis off-road 4X4 atau ‘ranger’ (sebutan masyarakat setempat untuk jenis mobil ini) dengan tarif Rp. 80 ribu – Rp. 300 ribu per orang. Bisa juga dengan menggunakan pesawat terbang jenis twin otter dan cesna dengan waktu tempuh sekitar 25 menit dengan tariff Rp. 300 ribu per orang.
Cagar alam pegunungan Arfak masih menyimpan banyak misteri yang sampai kini belum terungkap, mulai dari kehidupan flora-fauna, termasuk ribuan jenis tumbuhan anggrek, legenda ikan Houn (sejenis belut) di dua danau yang diapit oleh sebuah “perbukitan firdaus” bernama bukit Kobrey. Dua danau itu adalah Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gita yang berada di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Kehidupan seputar goa-goa, termasuk goa yang kedalamannya mencapai 2000 meter juga masih menyimpan selaksa misteri.
Menurut informasi Yoris Wanggai, salah seorang tourist guide di Manokwari, sudah sekian banyak peneliti mancanegara mendatangi tempat-tempat ini namun tidak membawa hasil penelitian yang maksimal oleh karena keterbatasan waktu berkunjung. Umumnya, para para peneliti hanya memiliki waktu 1-2 minggu saja di pegunungan Arfak, dan itu jauh dari cukup untuk mengetahui misteri-misteri yang tersimpan rapi di Pegunungan Arfak itu. “Rasanya tidak cukup waktu. Jika kami di sini, terasa hanya sebentar. Kami tidak puas,” demikian salah satu kutipan pernyataan para wisatawan yang sampaikan Yoris saat berbincang dengan E-I ketika mengunjungi obyek wisata alam dua danau di bukit Kobrey, Agustus lalu.
Pegunungan Arfak ini adalah ekosistem yang mewakili tanah Papua oleh karena dihuni beberapa habitat yang dilindungi, seperti kehidupan berbagai jenis satwa seperti kupu-kupu sayap-burung (ornithoptera-sp) yang menjadi buruan kolektor kupu-kupu internasional. Kupu-kupu jenis ini oleh masyarakat suku Arfak sudah ditangkarkan. Salah satunya di kampung Iray, di dekat danau Anggi Giji. Kawasan ini dihuni pula oleh Cendrawasih Arfak (Astrapia-nigra). Berbagai jenis tumbuhan antara lain pohon Arwob atau dodonia fiscosa, tumbuhan khas pegunungan Arfak. Juga terdapat kayu Masohi yang rasanya pedas seperti permen menthol, berguna untuk penambah selera makan. Dan masih banyak kekayaan flora-fauna lagi yang menghuni wilayah ini.
Arfak Astrapia
From Wikipedia, the free encyclopedia
The Arfak Astrapia, Astrapia nigra is a large, approximately 76cm long, black bird of paradise with an iridescent purple, green and bronze plumage. The male has a very long broad tail, velvety black breast feathers and extremely complex head plumage. The female is a blackish brown with pale barring on its abdomen.
Levaillant of France described this bird as
L’Incomparable or Incomparable Bird of Paradise.
Dodonia Viscosa
Kayu Masohi yang rasanya pedas seperti permen menthol, berguna untuk penambah selera makan.
Menurut data pemerintah kabupaten Manokwari, pegunungan Arfak ini memiliki tidak kurang 110 jenis mamalia, 333 jenis burung, yang beberapa jenis merupakan endemik, pegunungan Arfak. Salah satunya adalah burung Namdur Polos (Bowerd Bird). Burung ini, oleh suku Arfak Moley dinamai burung Mbrecew, yang berarti pintar atau pandai berkicau, oleh karena bisa menirukan suara-suara lain dan bunyi apa saja. Burung ini juga mampu membuat sarang (bower) dari dedaunan, rumput kering, dan tangkai anggrek hutan, yang dibuat menyerupai rumah dan meletakkannya di atas pohon maupun di tanah.
Burung ini, oleh suku Arfak Moley dinamai burung Mbrecew, yang berarti pintar atau pandai berkicau, oleh karena bisa menirukan suara-suara lain dan bunyi apa saja. Burung ini juga mampu membuat sarang (bower) dari dedaunan, rumput kering, dan tangkai anggrek hutan, yang dibuat menyerupai rumah dan meletakkannya di atas pohon maupun di tanah.
Tidaklah heran jika sejumlah ahli yang pernah datang meneliti di kawasan ini menyatakan bahwa sejarah telah mencatat pegunungan Arfak punya arti penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan di masa mendatang dan sangat layak dijadikan perpustakan data genetik yang bisa diolah untuk aneka jenis obat dan ramuan tradisional. Data etno-botani menyebutkan cagar alam pegunungan Arfak juga kaya akan aneka jenis tumbuhan yang bisa diolah menjadi obat bius dan obat perangsang, namun sejauh ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Salah seorang mahasiswa peneliti S2 Botani IPB Bogor, Hengky Wambraw, ketika sempat bertemu dengan Penulis di hutan lindung Gunung Meja Manokwari, mengatakan kehidupan keanekragaman hayati di kawasan pegunungan Arfak menjadi incaran para peneliti biologi, botani, geologi, ekologi, tidak terkecuai peneliti serangga dan burung baik dari luar negeri maupun local. Mereka ingin sekali berkunjung ke sana. Hengky juga sempat menginformasikan kepada E-I untuk berhati-hati menyentuh tumbuhan liar saat berkunjung ke wilayah pegunungan “misterius” itu karena beberapa di antaranya ada yang mengandung racun, ada pula yang bisa dijadikan obat.
Suhu sekitar danau sangat dingin. Apalagi di bukit Kobrey yang bisa mencapai 6 derajat celsius. Oleh masyarakat suku Sough di kampung Iray, bercocok tanam hortikultura seperti kentang, wortel, daun bawang, seledri, berbagai jenis bunga antara lain Gladiol Anggi, Rhododenrum, merupakan pilihan tepat. Mereka belum mengenal pestisida. Tanaman tumbuh subur terhindar dari zat-zat kimia dan toxic yang berbahaya. Sayang sekali, hasil panen mereka masih sulit untuk dipasarkan keluar areal perkampungan mereka karena biaya pengangkutan yang tinggi, tidak menutupi ongkos pergi-pulang seperti ke Ransiki atau kota Manokwari. Mereka masih sangat berharap jika pedagang dari luar datang membeli hasil panen mereka.
Keunikan lain yang dapat dijumpai di pegunungan Arfak adalah kehidupan sosial masyarakat asli Mandacan yang terdiri dari beberapa suku seperti suku Meyakh, suku Sough, suku Hatam dengan beragam bahasa serta tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini. Di antaranya, seorang lelaki wajib berjalan di belakang perempuan baik anaknya maupun istrinya. Kita juga dapat menjumpai budaya Arfak yang berkenaan dengan prosesi ritual pengucapan syukur yang disimbolkan dengan tarian Magasa, sejenis tari ular. Biasanya, hampir setiap musim panen, perkimpoian atau menyambut tamu, tarian ini dipertunjukkan.
Rhododendron
Tarian Magasa
Gerakan berirama ini memang merupakan tarian khas dari masyarakat Arfak. Komunitas asli terbesar yang mendiami daerah Manokwari, Papua Barat. Tarian tersebut dinamakan Tari Magasa atau lazim disebut dengan Tari Ular.
Penyebutan ini disebabkan oleh gerak dan formasi tari yang menyerupai liukan ular mengikuti irama lagu yang dinyanyikan. Magasa atau Tari Ular digelar pada acara ulang tahun, perkimpoian, panen raya, penyambutan tamu dan acara-acara lain. Tari ini digelar secara kelompok oleh semua lapisan masyarakat baik tua maupun muda. Sedangkan alat musik yang digunakan hanyalah Tifa.
Rumah tradisional Arfak disebut Igkojei, yang oleh suku Sough disebut Tumisen, terkenal dengan tahan lama dan kokoh, karena tiang yang banyak terbuat dari jenis kayu bua yang tidak mudah patah meskipun hanya berdiameter 5-10 cm. Rumah Tumisen ini juga sering disebut rumah kaki seribu karena tiangnya yang banyak. Saat ini keaslian rumah Igkojei atau Tumisen sudah mulai langkah apalagi atap yang asli dari rumput ilalang rat-rata sudah diganti menggunakan seng.
Igkojei disebut juga rumah kaki seribu
Masih tersimpan banyak keunikan dan keindahan lainnya lagi yang bisa kita dapatkan di kawasan pegunungan Arfak. Sungguh, waktu 2-3 hari di sana adalah waktu yang begitu singkat.
Jika Anda peneliti atau mahasiswa, petualang, professional ataupun hobbies fotografi flora-fauna, ataupun Anda tergolong “wisatawan modern/minat khusus”, segera datang di Papua Barat. Jelajahi pegunungan Arfak, telusuri goa terdalam di dunia, berkeliling di dua danau Anggi dan buktikan kepada dunia bahwa Anda-pun turut serta berperan “menyelamatkan” hutan Papua.
Ditemukan 2.770 Jenis Anggrek di Cagar Alam Pegunungan Arfak
Kapanlagi.com - Para peneliti Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (Food And Agriculture Organization Of United Nations (FAO) yang melakukan survei di kabupaten Manokwari, Irian Jaya Barat menemukan 2.770 jenis anggrek di cagar alam pegunungan arfak.
Peneliti FAO berkebangsaan Belanda, Millar dalam laporannya kepada Pemkab Manokwari seperti dikutip ANTARA, selasa menyebutkan, 2.770 jenis anggrek itu berkualitas tinggi yang tumbuh subur di kawasan hutan pegunungan Arfak harus dilindungi dari upaya pemilikan oleh masyarakat secara tidak terkendali.
Menurut Millar berdasarkan hasil identifikasi anggrek tersebut terindah di dunia dan dapat dikomersialkan. Sementara jenis yang menarik dan paling indah yakni jenis, Flame Of Irian (Mucuna Novaeguinea) berwarna khas merah merona dan hitam.
Ia mengatakan, jenis tersebut merupakan spesies yang langka di dunia dan hanya bisa ditemukan di cagar alam pegunungan Arfak, Kabupaten Manokwari.
Para petualang dan ilmuwan kini mulai menjelajahi pegunungan Arfak di Kabupaten Manokwari, Irian Jaya. Mereka sedang bersemangat meneliti Lidah Api Irian (Flame of Irian--Mucuna novaeguinea) jenis bunga langka yang konon terindah di dunia.
Mereka menyigi jenis cendawan aneh (mycena) yang subur di hutan setempat. Cendawan itu dianggap aneh karena mengeluarkan cahaya berpendar di kegelapan malam, bagaikan nyala api.
Bunga asli Irian ini hanya bisa tumbuh subur di pegunungan Arfak, kata Miller A, peneliti berkebangsaan Belanda dalam laporannya kepada Pemda Irian Jaya. Digolongkan sebagai spesies berkualitas tinggi, seperti aneka jenis anggrek hutan lainnya.
20. Kepulauan Raja Ampat dan pesona alam bawah airnya
Coba ketik 'Raja Ampat' di search engine internet kamu, maka akan keluar begitu banyak link yang menjelasan/menerangkan/menggambarkan betapa indahnya dan agungnya karunia Tuhan buat alam Papua.
21. Kapak Batu, Mas k a w i n Wajib Suku Sentani
Pada suatu petang, kehebohan kecil terjadi di Danau Sentani. Teriakan khas orang Sentani--salah satu suku yang ada di Papua--di atas perahu yang menyanyikan lagu kemenangan menggema. Itu tanda bahwa perburuan yang dilakukan berhasil. Dan yang berhasil menjadi tangkapan mereka adalah seekor buaya yang cukup besar. Binatang yang hidup di dua alam ini berhasil ditangkap di pinggir danau yang terletak sekitar 30 kilometer dari arah barat Kota Jayapura itu
Ondoafie (penguasa) Pulau Asei, Nomansen Ongge, adalah orang yang paling gembira dengan keberhasilan perburuan kali ini. Sebab, sebagai kepala suku, Nomanse Ongge akan memperoleh bagian yang cukup besar dari hasil penjualan kulit dan daging buaya. Maklum, saat itu bapak tiga anak ini sedang membutuhkan duit untuk membeli maskimpoi berupa kapak batu bagi putranya.
Di Sentani, pernikahan bukanlah urusan yang mudah. Dalam prosesnya banyak negosiasi yang harus dilakukan. Tak hanya itu, duit untuk biaya pernikahan, terutama untuk maskimpoi, juga banyak dikeluarkan. Sedikitnya sekitar Rp 5 juta dikeluarkan hanya untuk membeli alat-alat perkimpoian yang mulai langka.
Perlengkapan perkimpoian, seperti kapak batu dan manik-manik sebagai maskimpoi harus ada. Sebab, jika persyaratan tersebut tak dipenuhi, sebuah pernikahan tak akan sah secara adat. Nah, hal ini yang sedang dialami putra Nomensen Ongge. Dia sudah menikah di gereja. Namun, dia belum bisa membawa pulang sang istri. Sebab, dia belum memberikan maskimpoi berupa 10 buah kapak batu dan manik-manik, sesuai permintaan keluarga besan.
Saat ini, keluarga Nomensen telah terkumpul sebanyak sembilan kapak batu. Namun, mereka harus menambah sedikitnya empat kapak batu lagi. Keempat kapak batu itu diperlukan sebagai cadangan kalau-kalau ada beberapa dari sepuluh kapak batu yang ditolak sang besan. Itulah sebabnya, Nomensen dan istri, serta seorang abuahouw (juru taksir kapak batu) sibuk mengunjungi sejumlah tetangga mereka untuk membeli kapak batu. Untungnya, Nomensen punya uang tambahan dari hasil penjualan kulit dan daging buaya. Dengan demikian, ia mampu mengeluarkan duit sebanyak Rp 600 ribu untuk membeli keempat kapak batu itu.
Pulau Asei adalah salah satu pulau yang terletak di tengah Danau Sentani yang termasuk kawasan Taman Nasional Gunung Cyclops. Danau Sentani yang letaknya tak jauh dari pusat Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua memiliki luas 9.630 hektare. Di danau inilah orang Sentani yang berjumlah sekitar lima ribu jiwa, termasuk yang tinggal di Pulau Asei, mencari makan. Ikan mujair, mas, dan gabus menjadi tangkapan mereka sehari-hari.
Bagi para wisatawan, Pulau Asei yang menjadi wilayah kekuasaan adat Nomensen Ongge dikenal sebagai salah satu desa di Sentani yang masih mempertahankan tradisi pembuatan lukisan kulit kayu kabouw. Di masa lampau, kulit kayu kabouw digunakan sebagai pakaian dan pembungkus mayat. Lukisan-lukisan di atasnya menceritakan soal mitologi kehidupan orang Sentani, nilai-nilai sakral tentang kematian, dan simbol-simbol kelompok kekerabatan atau marga.
Sayangnya, nilai sakral dan sosial kayu ini, kini sudah mulai luntur. Warga di sana sekadar membuat lukisan kayu untuk konsumsi para wisatawan. Namun, ada satu hal yang dari dulu hingga sekarang tak berubah, yaitu fungsi kulit kayu. Kulit kayu ini biasanya digunakan sebagai alas tempat menaruh kapak batu pada perundingan pembayaran maskimpoi. Nah, perundingan pembayaran maskimpoi inilah yang sedang terjadi di kediaman Nomensen.
Sesuai dengan jadwal yang telah disepakati, Nomensen telah mengabarkan kepada keluarga besan, keluarga Hengki Asabo Pepuhe, untuk merundingkan pembayaran maskimpoi. Sebanyak, 14 kapak batu telah Nomensen siapkan untuk dilihat aboahouw yang dikirim keluarga Hengki.
Dalam tradisi Sentani, abuahouw sebagai juru taksir dan kualitas kapak batu mempunyai kekuasaan penuh untuk menentukan maskimpoi mana yang bisa diterima. Dari sepuluh yang ditaruh Nomensen di atas kulit kayu kabouw, dua kapak batu ditolak. Nomensen kemudian segera menyodorkan penggantinya, hingga akhirnya disetujui abuahouw.
Setelah abuahouw selesai menaksir, lengkap sudahlah jumlah maskimpoi yang telah disepakati. Saat akan mengambil pengantin wanita, keluarga Nomensen harus menyerahkan sebanyak tiga buah kapak batu rela besar dan sepuluh kapak batu mofoli yang ukurannya lebih kecil kepada pihak besan.
Dua hari setelah kesepakatan itu, Nomensen memenuhi janjinya untuk segera membawa menantunya, Agustina, ke rumah. Maka, dikirimlah sepasang utusan untuk menjemput pengantin perempuan di rumah Hengki Pepuhe.
Melalui sebuah manik-manik yang menjadi bukti kepemilikan dari keluarga Ongge, kedua utusan meminta kepada ayah Agustina untuk melepaskan anak perempuannya. Dengan demikian dia bisa diperistri oleh putra Nomensen Ongge.
Saat Agustina akan dilepas, beberapa teman sebaya dan kerabat mengiringinya dengan sebuah lagu ratapan. Lagu yang disenandungkan itu menggambarkan kesedihan atas kepergian seorang teman. Sementara itu, sebuah perahu baru telah disiapkan di depan rumah Hendri Pepuhe. Perahu ini nantinya akan menjadi milik Agustina dan suami sebagai modal hidup mereka dalam berumah tangga.
Agustina akhirnya pergi dengan menggunakan perahu pemberian orang tuanya. Sementara itu, sang suami telah menunggu di seberang danau. Tak lama kemudian, Agustina tiba. Tak ada ritual yang rumit untuk menerima pengantin perempuan. Satu-satunya syarat adalah pengantin dan penyambut harus menggenakan busana dari kulit kayu kabouw.
Setelah acara penyambutan yang singkat dan sederhana itu selesai, Agustina kini resmi menjadi anggota keluarga Ondoafie Nomensen Ongge. Pesta akhirnya ditutup dengan tarian anak-anak muda yang menggambarkan kegembiraan atas pernikahan itu.
21. Manusia Penghuni Pohon dari Papua !
Nun jauh di pedalaman rimba Irian Jaya, di dataran rendah teluk sungai Brazza (?) di kaki pegunungan Jaya Wijaya hidup suku Korowai dan Kombai. Nyamuk dan ancaman perang antar suku menyebabkan mereka membangun rumah mereka di atas pohon. Bahkan sebagian dari mereka tinggal di rumah di atas pohon setinggi 40 m….
Suku Korowai dan Kombai tinggal di wilayah Indonesia dan sudah pasti mereka juga penduduk Indonesia. Namun sangat jarang ditemukan literatur mengenai mereka dalam bahasa Indonesia. Justru banyak peneliti asing yang mengunjungi mereka dan mempelajari kehidupan suku mereka yang unik.
Korowai adalah salah satu suku di Irian yang tidak memakai koteka. Kaum lelaki suku ini memasuk-paksa-kan penis mereka ke dalam kantong jakar (scrotum) dan pada ujungnya mereka balut ketat dengan sejenis daun. Sementara kaum perempuan hanya memakai rok pendek terbuat dari daun sgu. Sagu adalah makan utama mereka.
Sedangkan pria Suku Kombai menggunakan ‘koteka’ dari paruh burung besar. Senjata mereka adalah panah yang matanya terbuat dari tulang.
22. Ikan Hiu Gergaji, Hewan Langka Dunia Dari Danau Sentani
Penampilan hiu gergaji cukup mengerikan. Namun bukan berarti ia menjadi penguasa sungai. Fakta di lapangan menunjukkan populasi anggota famili Pristidae yang bernama Latin Pristis Microdon ini terus menyusut. Hiu gergaji juga populer dengan nama pari atau hiu sentani karena memang ada di Danau Sentani, Papua. Orang mancanegara menyebutnya Largetooth Jawfish yang berarti ikan hiu bergigi besar.
Ikan yang menyebar di Australia, India, Papua Nugini, Afrika Selatan dan Thailand ini tergolong penghuni air tawar dan menyukai daerah tropis. Biasanya mereka hidup di danau-danau besar, sungai besar atau rawa-rawa tertentu. Di Indonesia ikan hiu gergaji terdapat di Sungai Digul, Sungai Mahakam (Kalimantan), Sungai Siak dan Sungai Sepih.
hiu-gergaji.jpgMereka senang memangsa ikan-ikan berukuran sedang atau yang berbadan lebih kecil. Ukuran tubuh hiu gergaji sendiri lumayan besar, mampu mencapai 6,6 meter. Mulutnya yang diselimuti gerigi tajam cukup ampuh untuk melumpuhkan mangsanya dalam sekejap mata. Padahal menurut beberapa ahli, pandangan mata hiu gergaji tidak terlalu baik, bahkan cenderung buram. Mereka lebih mengandalkan daya penciumannya yang lumayan tajam.
Tubuhnya tergolong ramping dibandingkan dengan hiu sejenis. Ini menyebabkan mereka bisa berenang dengan kecepatan di atas rata-rata dan dengan mudah melesat mengejar mangsa. Tubuh hiu jenis ini berwarna hitam keabu-abuan. Bagian bawah tubuhnya berwarna lebih pucat atau keputih-putihan. Warna tubuhnya cukup beragam, tergantung di mana habitat mereka.
Ikan dengan bentuk moncong unik ini mulai sulit dijumpai. Karena itu ia masuk dalam daftar Red List, yakni daftar spesies yang dilindungi karena sudah terancam punah.Populasi ikan ini makin berkurang akibat kian kecilnya habitat hidup mereka seiring makin bertambahnya populasi manusia. Di samping itu, mereka kerap diburu oleh pa ra kolektor ikan secara tidak bertanggung jawab. Bahkan penduduk setempat masih sering menangkapnya karena dianggap sebagai predator ikan-ikan lain.
23. Bukit MacArthur
Bukit MacArthur berada di daerah Ifar Gunung, pada ketinggian 325 meter di atas permukaan laut. Dari atas bukit ini kita bisa melihat aktivitas bandara Sentani sekaligus menikmati pemandangan Danau Sentani dikelilingi pebukitan yang sangat indah. Terkadang kita bisa melihat pesawat yang terbang masuk atau keluar dari Bandara Sentani jika berkunjung di pagi hari.
Penduduk setempat biasa menyebutnya dengan nama Bukit Makatur. Berasal dari nama Jenderal Douglas MacArthur, Jenderal terkenal pada zaman Perang Dunia ke-2 yang membangun markas dan mengawasi pergerakan pasukannya baik di darat maupun udara dari atas bukit ini, ketika memimpin pasukan sekutu pada Perang Asia Pasifik Raya.
Di bukit ini juga terdapat situs Tugu MacArthur berupa monumen setinggi 3 meter. Pemerintah Indonesia membangun tugu ini untuk mengenang pendaratan pertama Pasukan Sekutu di Pantai Hamadi. Tugu itu bertuliskan "Here The Allied Forces Landed on April 22, 1944" (Di Sini Pasukan Sekutu Mendarat pada 22 April 1944). Selain itu juga terdapat Museum tempat kita bisa melihat foto-foto gambaran suasana perang Asia Pasifik Raya yang ternyata juga terjadi di tanah Papua.
Kini, markas Sang Jenderal dipakai sebagai markas Rindam XVII Cenderawasih dan menjadi salah satu situs yang dilindungi berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1992 tentang cagar budaya. Situs ini dikelola oleh Dinas Kebudayaan Propinsi Papua kendati berada di tengah kawasan militer. Untuk mencapai tempat ini tidaklah sulit. Cukup 45 menit berkendara dari kota Jayapura menuju Sentani atau15 menit dari Bandara Sentani, kita bisa berwisata sekaligus bernostalgia dalam waktu bersamaan.
24. TIFA
Tifa adalah alat musik yang berasal dari maluku dan papua, Tifa mirip seperti gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. tiap suku di maluku dan papuamemiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian perang, Tarian tradisional asmat,dan Tarian gatsi. rian ini biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting lainnya.
25. Tradisi Potong Jari khas papua
Apakah ungkapan kesedihan yang dipertunjukkan oleh seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Menangis, barang kali itu yang paling sering kita jumpai. Bagi umumnya masyarakat pengunungan tengah dan khususnya masyarakat Wamena ungkapan kesedihan akibat kehilangan salah satu anggota keluarga tidak hanya dengan menangis saja.
Biasanya mereka akan melumuri dirinya dengan lumpur untuk jangka waktu tertentu. Namun yang membuat budaya mereka berbeda dengan budaya kebanyakan suku di daerah lain adalah memotong jari mereka.
Hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh para Yakuza (kelompok orangasasi garis keras terkenal di Jepang) jika mereka telah melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi atau gagal dalam menjalankan misi mereka. Sebagai ungkapan penyesalannya, mereka wajib memotong salah satu jari mereka. Bagi masyarakat pengunungan tengah, pemotongan jari dilakukan apabila anggota keluarga terdekat seperti suami, istri, ayah, ibu, anak, kakak, atau adik meninggal dunia.
Pemotongan jari ini melambangkan kepedihan dan sakitnya bila kehilangan anggota keluarga yang dicintai. Ungkapan yang begitu mendalam, bahkan harus kehilangan anggota tubuh. Bagi masyarakat pegunungan tengah, keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Bagi masyarakat Balim Jayawijaya kebersamaan dalam sebuah keluarga memiliki nilai-nilai tersendiri.
pemotongan jari itu umumnya dilakukan oleh kaum ibu. Namun tidak menutup kemungkinan pemotongan jari dilakukan oleh anggota keluarga dari pihak orang tua laki-laki atau pun perempuan. Pemotongan jari tersebut dapat pula diartikan sebagai upaya untuk mencegah 'terulang kembali' malapetakayang telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yang berduka.
Seperti kisah seorang ibu asal Moni (sebuah suku di daerah Paniai), dia bercerita bahwa jari kelingkingnya digigit oleh ibunya ketika ia baru dilahirkan. Hal itu terpaksa dilakukan oleh sang ibu karena beberapa orang anakyang dilahirkan sebelumnya selalu meninggal dunia. Dengan memutuskan jari kelingking kanan anak baru saja ia lahirkan, sang ibu berharap agar kejadianyang menimpa anak-anak sebelumnya tidak terjadi pada sang bayi. Hal ini terdengar sangat eksrim, namun kenyataannya memang demikian, wanita asal Moni ini telah memberikan banyak cucu dan cicit kepada sang ibu.
Pemotongan jari dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang memotong jari dengan menggunakan alat tajam seperti pisau, parang, atau kapak. Cara lainnya adalah dengan mengikat jari dengan seutas tali beberapa waktu lamanya sehingga jaringanyang terikat menjadi mati kemudian dipotong.
Namun kini budaya 'potong jari' sudah ditinggalkan. sekarang jarang ditemui orang yang melakukannya beberapa dekade belakangan ini. Yang masih dapat kita jumpai saat ini adalah mereka yang pernah melakukannya tempo dulu. Hal ini disebabkan oleh karena pengaruh agama yang telah masuk hingga ke pelosok daerah di Papua.
26. Tradisi Barapen
Kalimat penggalan di atas adalah kalimat ajakan untuk mengikuti upacara barapen dalam dialek logat Papua yang artinya mari mengikuti acara barapen.
Upacara Barapen ini adalah sala satu budaya tertua di Papua yang diturunkan oleh nenek moyang turun-temurun. Upacaranya adalah membakan daging-dagingan (biasanya daging yang digunakan adalah daging babi), dan sayur-sayuran (singkong, petatas, dll) dan berbagai macam ketela pohon. Semua daging, sayur dan umbi-umbian untuk Barapen dibawa oleh seluruh sanak saudara. Jadi, tidak ada yang tidak ikut berpartisipasi dalam acara ini. Semuanya ambil bagian. Yang membuatnya berbeda adalah cara memasaknya. Yah secara umum biasanya saat kita ingin memasak daging atau sayur-sayuran maka kita lebih cenderung menggunakan kompor atau kayu bakar. Dalam upacara Barapen, semua daging, sayur dan umbi-umbian dimasak dengan cara ditindih dengan batu-batu yang sudah dibakar selama satu jam. Bisa dibayangkan betapa panasnya.
Seperti gambar di atas ini bisa teman-teman lihat bahwa semua batu dibakar dalam sebuah lubang tanah yang sengaja dibuat dengan ditindis oleh daun-daun pisang. Tujuan dari dilapisi dengan dain pisang ini adalah supaya setiap daging yang nanti akan dibarapen, lemak-lemaknya bisa diserap oleh daun-daun pisang dan sayuran lainnya. Saat batu dirasa sudah panas maka tumpukan batu itu kembali dibuka sebagian. lalu semua sayu-sayuran dimasukkan lalu ditengah-tengahnya ditaruhlah daging babi dan umbi-umbian. Kembali lagi ditutup dengan sayur dan lapisan terakhirnya ditutup dengan batu untuk menjaga suhunya tetap panas dan dapat memasak semua sayur dan daging yang telah dimasukkan.
Saat menunggu sayuran, daging dan umbi-umbian masak, semua orang yang ikut dalam upacara barapen akan bernyanyi dan menari bersama diiringin lagu-lagu daerah. Semua orang, entah yang paling tua hingga yang muda bersama-sama menari dan bersukaria mengelilingi tumpukan batu Barapen.Salah satu lagu daerah yang biasanya dinyanyikan:
"Woa mombrobarya
Naike irian supine mombronarya
Woa mombrobarya
naike supine mombrobarya..."
Penggalan lagu di atas menceritakan tentang semangat dan daya juang nenek moyang yang tidak lelah naik turun lembah saat mereka berburu. Lagu-lagu yang dinyanyikan secara garis besar selalu menceritakan tentang suka cita dan perjuangan.
Untuk hasil makanannya? Jangan kuatir. Dijamin kalau daging yang dibakar dan sayur-sayurannya enak untuk dinikmati. Daging yang tadinya masih mentah menjadi masak karena ditutupi oleh sayur-sayuran dan umbi-umbian. lemaknyapun sudah tidak ada karena saat dimasak, lemak daging telah terserap ke sayur-sayuran yang menutupinya.
Tidak jarang bila upacara ini sering digunakan menjadi objek pariwisata mancanegara yang datang ke Papua. Penulispun sering mengikuti upacara Barapen ini bila sedang berlibur ke kampung halaman di Papua. Baisanya upacara ini dilakukan pada saat kedukaan (saat ada ysanak saudara yang meninggal dan dibuat upacara syukuran), syukuran hasil panen kebun. dan syukuran suksesasnya dan kembalinya sanak saudara yang merantau. Upacara barapen ini akan banyak sekali ditemukan dalam setiap kegiatan syukuran. namun tergantung juga dengan pemilik acara. Apakah dananya mencukupi atau mereka ingin membuat acaranya sederhana saja.
Sebagai generasi penerus bangsa, penulis harapkan agar melalui tulisan ini banyak teman-teman yang tergerak untuk menulis tentang budayanya. Selain untuk menjadi pengetahuan umum, hal ini bisa penjadi salah satu cara pelestarian budaya daerah kita. Tidak lucu kan bila budaya-budaya yang unik seperti ini hilang dalam jangka waktu lima tahun ke depan karena kita, generasi penerus tidak mengindahkannya?
Jadi bila teman-teman berkunjung ke Papua, jangan lupa untuk menghadari acara Barapen. Dijamin seru! Ayo, berpartisipasi dalam melestarikan budaya indonesia!
27. Ritual Bakar Batu
Pekatnya kabut di Kanero, Distrik Bokoneri, Kabupaten Tolikara, Papua, pada pagi terusir hangatnya semangat pesta dan kepulan asap tungku pembakar batu. Ratusan orang berkumpul, menyiapkan pesta menyambut para tamu yang akan berkunjung ke wilayah tersebut.
Lubang digali, batu dibakar, babi dipanah. Ratusan lelaki berlarian berkeliling memanggul babi, ratusan lelaki dan perempuan lain berlarian membawa daun singkong, daun pakis, dan dedaunan lain. Para perempuan, sanak saudara, yang lama tak bersua melepas rindu dengan bersenda-gurau. Para gadis saling menggoda, sementara ibu-ibu mengupas ubi atau menjaga bayi mereka. Persiapan pesta yang riuh.
Bakar batu adalah cara khas masyarakat tradisional Papua memasak babi dengan batu yang dibakar dalam tungku perapian besar, biasanya berukuran 2 x 8 meter. Seluruh isi perut babi dikeluarkan, menyisakan daging dan lemak tebal yang menempel di kulit babi. Beberapa anak segera berebut usus babi yang biasa mereka tiup layaknya balon.
Dari tungku pembakaran, batu dipindahkan ke dalam galian yang dialasi dedaunan itu, kemudian ditutup dedaunan lagi. Daging dan lemak babi yang masih menempel di kulitnya dimasukkan ke dalam galian itu, ditimbun dengan daun singkong, umbi-umbian, dan dedaunan. Batu panas kembali diletakkan di atas ”adonan” itu dan galian pun ditutup rapat. Selepas itu, mereka tinggal menyambut tamu, sementara daging babi pun matang.
Bakar batu adalah salah satu acara adat terpenting di Papua, menyertai pesta kegembiraan menyambut kelahiran, merayakan kematian, atau mengumpulkan prajurit untuk berperang. Bakar batu juga jadi sarana memulihkan keharmonisan hidup manusia yang terganggu dendam peperangan atau kematian.
Prosesi itu juga bisa untuk menghimpun dukungan politik atau sekadar mengumpulkan massa menyambut pejabat dan petinggi negeri. Maka, tak jarang politisi di Papua berkampanye dengan menyelenggarakan bakar batu. Namun, keindahan sesungguhnya prosesi bakar batu adalah persaudaraan, kebersamaan, dan berbagi kebahagiaan.
Sumber: Kaskus