Minggu, 19 Juni 2011

Pantai Siung, Pesona Baru Yogyakarta

Oleh Olenka Priyadarsani

Pantai Siung adalah salah satu pantai di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Meski termasuk yang paling baru dikenal, pantai ini telah menjadi andalan wilayah tersebut. Belum lama ini, saya mengunjungi pantai itu dan menyadari potensi wisata yang dimilikinya.

Siung terletak di Kecamatan Tepus, sekitar 70 km dari Yogya. Berbeda dengan pantai-pantai yang telah lebih dahulu dikenal seperti Parangtritis, Siung termasuk pendek. Pantai ini terletak di cekungan yang panjangnya hanya sekitar 300-400 m. Namun justru di sinilah letak keistimewaannya.

Pantai pendek ini dikelilingi oleh karang-karang besar berwarna kehitaman, yang sebagian besar ditumbuhi vegetasi dan lumut hijau. Paduan laut biru jernih dan karang kehijauan menambah keindahan panorama tempat ini.


Pantai Siung. Foto: Puput Aryanto

Siung bukanlah pantai yang paling ideal untuk berenang karena menghadap langsung ke Samudera Hindia. Topografi pantai yang berkarang dan berbatu serta ombak yang besar pun menyulitkan Anda untuk berenang. Tak heran pemerintah setempat memasang tanda larangan berenang. Namun, tentu Anda masih bisa bermain-main air di pinggir pantai.

Keistimewaan lain dari pantai ini adalah masih banyaknya pepohonan di pinggir pantai. Anda tinggal menyewa tikar dari penduduk sekitar dan berteduh di bawah pohon-pohon itu.

Selain cocok sebagai tempat melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, Siung sangat sesuai bagi Anda yang memiliki hobi fotografi. Pantai yang pendek dan dibatasi karang-karang justru merupakan objek foto yang sangat menarik.

Bila tidak keberatan mengeluarkan keringat, Anda dapat mengikuti jalan setapak di sisi kiri pantai untuk mencapai puncak tebing. Sekitar 10-15 menit dibutuhkan hingga sampai ke puncak. Dari sana, akan terlihat keseluruhan pantai dan karang-karang besar di sisi kiri dan kanan. Juga terlihat Pantai Wediombo yang berada di sisi sebelah timur Siung.

Selain menjadi objek wisata dan foto yang menarik, daerah di sekeliling Pantai Siung juga sering dijadikan tempat latihan panjat tebing. Mahasiswa pencinta alam di Yogya — dan bahkan luar kota — sering berlatih di sini, memanfaatkan tebing-tebing dengan ukuran bervariasi dan jalur yang beragam.

Karena baru dikenal beberapa tahun belakangan ini, Siung belum banyak dikunjungi wisatawan. Air lautnya masih jernih, karang-karangnya pun masih bebas dari tangan-tangan jahil manusia.

Penduduk setempat telah membangun warung, toilet dan mushola di pantai ini. Berbeda dengan tempat wisata kebanyakan, harga-harga di pantai ini masih tergolong normal sehingga pantai ini dapat menjadi opsi jalan-jalan murah bagi Anda.

Bila perut mulai melilit, Anda dapat mendatangi salah satu warung yang berjajar di pinggir pantai. Biasanya mereka menyediakan mi instan, nasi dan lauk, serta es kelapa muda. Anda juga dapat meminta penjaga warung untuk memasakkan ikan yang baru ditangkap nelayan.

Sayangnya, di daerah ini banyak nelayan menangkapi bayi hiu padahal hewan itu adalah salah satu spesies yang dilindungi.

Menuju Siung


Dengan kendaraan pribadi dari Yogya, Anda tinggal menuju ke Jalan Wonosari. Dari Yogya hingga ke Wonosari, ibukota Gunungkidul, dibutuhkan waktu sekitar 1-1,5 jam perjalanan. Hati-hati terhadap jalan yang menanjak dan berliku.

Sampai di Wonosari, Anda tinggal mengikuti jalan ke arah Pantai Baron hingga persimpangan yang menuju ke Pantai Siung. Total waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Siung sekitar 2-2,5 jam tergantung moda transportasi dan kecepatan kendaraan Anda.

Bila Anda memilih kendaraan umum, Anda harus naik bis ke terminal Wonosari. Di sana Anda harus berganti dengan minibus arah Tepus atau Jepitu. Di perhentian terakhir Anda harus menyewa ojek.

Karena jalur transportasi umum masih kurang memadai, cara ini tidak disarankan. Anda yang berasal dari luar kota lebih baik menyewa motor/mobil di Yogya, dan menempuh perjalanan sendiri hingga lokasi yang dituju.

Jangan khawatir, seperti hampir keseluruhan wilayah Yogyakarta, akses jalan hingga ke tempat-tempat terpencil – termasuk Siung dan pantai-pantai di sekitarnya – adalah jalan aspal halus. 

Dengan kendaraan pribadi, Anda juga akan lebih mudah untuk mengunjungi pantai-pantai lain di wilayah itu, antara lain Sundak, Krakal, Wediombo dan Sadeng. Mari kita ke Yogya!

Harga tiket (pungutan resmi)
Orang   Rp 1000
Mobil    Rp 1500
Motor   Rp 1000

Parkir
Mobil    Rp 5000
Motor   Rp 2000


Sumber: id.travel.yahoo.com

Selamat PRT diakui oleh ILO sebagai Profesi/Tenaga Kerja

Selamat…
Doc. ILO
Doc. ILO


Akhirnya, perjuangan teman-teman Pekerja Rumah Tangga mendapat tanggapan positif dari Organisasi Buruh Internasional (ILO). ILO pada ulang tahun ke 100 memberi Kado Istimewa kepada Pekerja Rumah Tangga dengan diterimanya serangkaian standar internasional yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi puluhan juta Pekerja Rumah Tangga atau Domestic Worker.

Konferensi ILO yang bertepatan 100 tahun ILO mengakui dan menerima Pekerja Rumah Tangga sebagai Profesi atau Tenaga Kerja yang memiliki status seperti Tenaga Kerja lainnya.

Delegasi Konferensi ILO menerima secara bulat Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 mengenai Pekerja Rumah Tangga. Konvensi merupakan perjanjian internasional yang mengikat negara-negara anggota yang meratifikasinya. Sedangkan Rekomendasi memberikan panduan yang lebih rinci tentang bagaimana menerapkan Konvensi.


Indonesia 

Dengan disepakatinya Konvensi 189 dan Rekomendasi 201 tentang Pekerja Rumah Tangga, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama Kementerian Luar Negeri perlu merespon dengan segera untuk meratifikasi-nya. Dengan diratifikasi KOnvensi 189 dan Rekomendasi 201 menunjukkan Pemerintah Indonesia sangat peduli kepada 1,2 juta Pekerja Rumah Tangga.


Belajar dari Filipina

Beda dengan PRT Indonesia, PRT Filipina mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari Pemerintahnya sejak tahun 1993. Hal ini ditandai dengan diberikannya Social Security System atau Sistem Jaminan Sosial untuk Pekerja Rumah Tangga. Di Filipina, setiap PRT telah memiliki SSS yang memberikan jaminan tenaga kerja bagi PRT. Jaminan sosial ini dibayar oleh Majikan yang menggunakan Jasa PRT. Untuk memudahkan pengumpulan jaminan tersebut, Pemerintah memperbanyak Kantor Pengumpulan Jaminan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Intinya, setiap ada tenaga kerja Filipina di suatu tempat, pasti ditempat tersebut dijumpai Tempat Pemungutan Jaminan.

Untuk meningkatkan kualitas PRT, hampir setiap Paroki membuka pelayanan kursus PRT di Gereja. Para PRT mendapatkan pelatihan mengurus rumah tangga, menjahit, pelajaran anak sekolah, dan bahasa Inggris. Kursus yang dikelola oleh para Suster membuahkan hasil dengan diakuinya PRT Filipina baik di dalam Negeri maupun di Luar Negeri.

Bagaimana di Indonesia? Dengan diakuinya PRT sebagai Profesi, semoga Pengelola Masjid, Gereja, Pura, dan tempat rumah ibadah lain mengikuti apa yang dilakukan oleh Gereja di Filipina. Para tokoh agama tidak hanya mendorong umatnya untuk bersyukur, namun turut serta mempersiapkan kualitas umatnya untuk bekerja, khususnya Pekerja Rumah Tangga.

Karena SBY hadir sebagai Narasumber pada Konferensi ILO di Genewa, sudah selayaknya Indonesia merupakan Negera Pertama di Dunia yang mengakui dan menerima secara utuh Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi ILO 201.

Dixie240803

Sumber: kompasiana.com

Poligami, Budaya Arab Atau Ajaran Islam?

Sekelompok wanita muslim mendeklarasikan  Klub Taat Suami,  menurut Gina Puspita pembentukan klub ini dinilai perlu, guna mengembalikan cara berfikir kaum hawa yang belakangan cenderung meninggalkan ajaran Islam. Perkumpulan para istri yang notabene dipoligami suaminya itu, sengaja dibentuk untuk memberikan pemahaman pentingnya menjadi istri sholehah bagi seorang muslimah. Ajaran Islam yang menghimbau wanita menyadari fitrahnya sebagai makmum (pengikut) dalam sebuah rumah tangga semakin tergeser dengan cara pikir di luar norma islam yang dipandang modern, adalah rugi bagi wanita yang tidak bisa bersikap sholehah sebagaimana yang dianjurkan dalam agama Islam.

Selanjutnya , tidak hanya sebatas melakukan ritual keagamaan secara istiqomah (konsisten), tetapi juga mengikuti jejak langkah (sunnah) Rasul. “Salah satunya, harus ikhlas menghadapi suami yang mempunyai keinginan menikah lebih dari satu atau poligami,” katanya. Gina mengibaratkan istri sebagai seorang penumpang dalam sebuah kendaraan, penumpang (istri) sudah selayaknya patuh kepada sopir sepanjang tidak mengancam jiwanya agar tujuan penumpang itu tercapai.

Itulah cuplikan berita yang saya baca hari ini yang dilansir berberapa media, sebuah peristiwa yang menarik yang mungkin bertentangan dengan pandangan kesetaraan gender yang belakangan ini banyak diperjuangkan kaum wanita. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah para pria dapat memperlakukan istrinya secara adil ?. Apakah benar wanita rela diduakan ?.  Terlepas dari pandangan agama yang sudah umum kita dengar sebagai alasan lelaki berpoligami, yang terpikir oleh saya adalah capek !. Capek mondar mandir, capek harus melaksanakan kewajiban, capek mengongkosi dan lebih dari itu persoalan muncul pada anak keturunan dimana akan timbul pandangan anak warga kelas satu atau kelas dua kalau sang ayah tidak mampu merukunkan antar istri-istrinya.

Jika kita mempelajari sejarah perkembangan ajaran Islam yang berkembang dari lingkungan bangsa Arab yang masih menganut perbudakan wanita, tentu saja ajaran Islam  tidak akan mendapat penganut apabila dalam pendekatan ( approach ) penyebarannya secara ekstrem menghapus kebiasaan budaya  Arab itu. Padahal sebagaimana yang saya pahami dalam ajaran Islam bahwa hanya Allah yang dapat berbuat adil sebagaimana dimaksud dalam syarat berpoligami.  Dalam Surat An-Nisa’ ayat 3: ”…Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja…”

Di sini dijelaskan bahwa salah satu syarat berpoligami itu adalah berlaku adil, yang sangat tidak mudah dilakukan, walaupun keadilan yang dimaksudkan bukanlah sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa‘ ayat 129: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian…”  

Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang poligami dalam Islam, maka perlu kita perhatikan firman Allah SWT:
“Dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil terhadap anak-anak atau perempuan yatim (jika kamu mengawininya), maka kawinlah dengan perempuan lain yang menyenangkan hatimu; dua, tiga, atau empat. Jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil (terhadap istri yang terbilang), maka kawinilah seorang saja, atau ambillah budak perempuan kamu. Demikian ini agar kamu lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya” (An-Nisa` 3).

Menurut riwayat beberapa imam hadits sesuai dengan lafal Muslim dari Urwah bin Zubair dari Aisyah RA, dinyatakan bahwa Urwah bertanya kepada Aisyah, bibinya, tentang ayat ini. Aisyah menjawab: Wahai anak saudara perempuanku, yatim yang dimaksudkan di sini adalah anak perempuan yatim yang ada di bawah asuhan walinya, yang mempunyai harta kekayaan yang bercampur dengan harta walinya itu. Harta serta kecantikan anak yatim ini menjadikan walinya tertarik untuk menikahinya, tetapi ia (walinya) tidak mau memberikan mahar kepadanya dengan adil. Wali ini tidak mau membayar mahar anak yatim ini seperti mahar yang semestinya diterima perempuan-perempuan lain. Hal inilah yang membuat wali anak yatim ini dilarang menikahinya, kecuali kalau ia mau berlaku adil kepada mereka dan mau memberikan mahar yang lebih tinggi dari biasanya. Kalau tidak mau melakukan seperti itu maka mereka disuruh mengawini perempuan lain saja yang mereka senangi…”. kemudian Aisyah menyebutkan ayat: “Dan jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil dalam menikahi anak yatim, maka kawinlah kamu dengan perempuan-perempuan lain yang menyenangkanmu…”.

Ayat ini menjelaskan bahwa seorang laki-laki tidak begitu saja bisa menikahi siapa saja yang diinginkannya dan berapa jumlah yang ia mau, tetapi ada aturan dan ketentuan yang harus diperhatikan dan dipatuhi­nya.

Ketentuan itu meliputi:
Pertama, larangan meni­kahi anak yatim bila takut tidak akan bisa berlaku adil dalam hal mahar, yaitu tidak dapat memberikan mahar –minimal– sama besarnya dengan mahar perempuan-perempuan lain. Kepada mereka ini dianjurkan memilih untuk menikah dengan perempuan lain saja.

Kedua, seorang laki-laki dihalalkan menikah lebih dari satu orang perempuan, bahkan sampai kepada empat jika ia sanggup untuk mematuhi ketentuan yang ditetapkan. Ketiga, seorang lelaki hanya boleh menikahi satu orang perempuan saja jika ia takut akan berbuat durhaka kalau menikahi lebih dari satu orang. Keempat, seorang lelaki hanya boleh menikahi seorang budak jika ia tidak sanggup menikahi seorang perempuan merdeka, sementara ia sangat memerlukan seorang istri.

Dan jika kamu takut (khawatir) tidak akan bisa berlaku adil terhadap perempuan yatim yang ingin kamu nikahi dalam hal mahar dan nafkah, sehingga kamu takut tidak dapat memberikan haknya sebagai istri sebagaimana mestinya, maka janganlah kamu mengawininya. Allah mem­berikan pilihan lain untukmu, yaitu perempuan-perempuan yang tidak yatim yang dihalalkan bagimu untuk menikahinya, tidak hanya satu, tapi boleh dua, tiga, atau empat.

Menikah lebih dari satu, yang dikenal dengan sebutan poligami, tidak boleh lebih dari empat. Artinya seorang lelaki paling banyak hanya bisa mem­punyai empat istri dalam waktu yang bersamaan. Inilah pendapat yang disepakati oleh ijma’ kaum muslimin. Hal ini dijelaskan pula oleh hadits yang diriwa­yat­kan oleh Imam Malik dalam kitab Muwaththa‘, Nasa‘i dan Daruquthni, dalam Sunannya bahwa: “Nabi berkata kepada Ghailan bin Umayyah Ats-Tsaqafah yang masuk Islam dan ia mempunyai sepuluh orang istri. Nabi bersabda: “Pilihlah empat orang di antara mereka dan ceraikanlah yang lainnya”.

Dan dalam Kitab Abu Daud dari Haris bin Qays, ia berkata: “Saya masuk Islam bersama-sama dengan delapan istri saya, lalu saya cerita­kan hal itu kepada Nabi SAW, maka beliau ber­sabda: “Pilihlah empat orang di antara mereka”.
Adapun kebolehan Nabi berpoligami lebih dari empat bukan didasarkan kepada ayat ini, tetapi pengecualian yang diberikan oleh Allah khusus kepada beliau. Allah membolehkan berpoligami sampai jumlah empat itu adalah dengan kewajiban berlaku adil di antara mereka dalam berbagai urusan, seperti makan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya tanpa membeda-bedakan antara satu dengan lainnya. Bila sang suami khawatir akan berbuat zalim, tidak dapat memenuhi hak-hak mereka secara adil, maka diharamkan baginya untuk berpoligami.

Bila seorang suami hanya bisa memenuhi hak tiga orang istri, maka haram baginya untuk meni­kahi yang keempat. Jika sanggupnya hanya memenuhi hak dua orang, haram baginya menikahi yang ketiga. Dan bila sanggupnya hanya memenuhi hak satu orang dan ia khawatir akan berbuat zalim kalau menikahi dua orang, maka dia hanya boleh kawin satu saja dan haram menikahi dua orang. Bahkan bagi seorang lelaki yang tidak mampu memenuhi hak seorang perempuan merdeka, maka ia hanya boleh menikah dengan budak kalau memang keadaan memaksa dia untuk menikah. Inilah yang ditegaskan oleh ayat ini.

Dalam satu hadits riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‘i, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah dijelas­kan bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai dua orang istri, lalu memberatkan salah satunya (tidak berlaku adil), maka ia akan datang di hari kiamat dengan bahu yang miring.” Keadilan yang dimaksud oleh ayat ini tidak bertentangan dengan firman Allah dalam surat An-Nisa‘ ayat 129, karena adil yang dituntut dalam surat An-Nisa‘ ayat 3 adalah adil dalam hal-hal yang bersifat lahiriah yang disanggupi dan dapat dikerjakan oleh manusia, bukan dalam hal cinta dan kasih sayang. Keadilan dalam hal yang disebut­kan terakhir inilah yang tidak akan disanggupi oleh manusia, dan inilah yang dimaksudkan oleh ayat 129.

Mengenai hal ini Aisyah menyebutkan bahwa: “Rasulullah selalu membagi giliran sesama istrinya dengan adil. Dan beliau berdoa: “Ya Allah, inilah pembagianku terhadap istri-istriku pada apa yang aku miliki. Karena itu, janganlah Engkau cela aku atas apa yang Engkau kuasai dan tidak aku kuasai”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‘i, dan Ibnu Majah, dari Aisyah.)  Memilih untuk menikahi seorang istri, atau mengambil seorang budak sebagai istri, adalah langkah yang lebih baik untuk meng­hindari perbuatan zalim dan zina.

Dari paparan dan penjelasan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa poligami di dalam Islam bukanlah dianjurkan, tetapi hanya dibolehkan. Pembolehan ini juga tidaklah untuk semua orang yang mau berpoligami, tetapi hanya diperuntukkan bagi orang yang membutuhkan itu sebagai jalan keluar dari persoalan yang dihadapi, dengan syarat mereka mengerti hakikat dan aturan hidup berpoligami, serta mampu memenuhi aturan itu, sehingga hikmah berpoligami dapat diwujudkan dan segala dampak negatifnya bisa diatasi.  Terkait dengan pembentukan klub istri taat suami diatas, jika kita simak ulasan diatas sesungguhnya merupakan bentuk dari persetujuan dari para wanita itu untuk hal yang tidak dianjurkan dalam Islam. Pro kontra poligami yang terjadi selama ini lebih merupakan pemahaman yang bias oleh adanya pro kontra itu. Tentunya, alangkah baiknya para wanita memandang ajaran islam tentang poligami tersebut tidak  sebagai alasan pembolehan tetapi lebih pada menghindari hal2 yang berdampak negative.

Momon Mumed


Sumber: kompasiana.com

Bangsa Sakit Jiwa

Indonesia kini boleh dikata menjadi bangsa yang sedang sakit jiwa. Kita yang koar-koar antikorupsi belumlah teruji sebab belum memegang kesempatan melakukannya. Tipikal bangsa korup termasuk banyaknya orang berbakat jahat, bermuka ganda: berlagak menjadi pahlawan, tapi kelakuannya juga korup, tidak jujur di lingkungannya termasuk di tempat kerja. 

Para pengurus negara ini dari ruang eksekutif, parlemen dan yudisial benar-benar membawa sial. Korupsi diberantas dengan cara korupsi. Opo tumon? Jangan heran jika korupsi tetap merajalela, karena toh pimpinan negara juga me-raja-lali. Lupa dengan janjinya untuk serius memberantas korupsi, bahkan partai politik yang dibinanya diguncang isu skandal korupsi. Memang partai politik mana di Indonesia yang dapat dipercaya menjadi motor pembangunan kejujuran?

Di mana-mana orang tidak suka dengan korupsi. Tapi anehnya ada pondok pesantren tertipu miliaran rupiah karena percaya dengan makelar anggaran bantuan dana. Agen Tuhan kok tertipu makelar anggaran? Opo tumon? Anehnya juga kalau ada rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS) orang ramai-ramai menyuap dan juga banyak yang tertipu. Alah mak. Anget-anget rasa bubur. Susah banget cari orang jujur.

Di Surabaya juga ada peristiwa lucu bin menarik. Ada warga masyarakat yang mendemo Ny. Siami gara-gara dia membongkar ketidakjujuran yang terjadi dalam ujian nasional (Unas) di SDN Gadel II Surabaya. Siswa nyonyek massal kok dibela warga? Justru Bu Sulami yang menjadi pioner kejujuran itu harus mengungsi ke Solo karena tidak kuat dengan tekanan warga Gadel Surabaya. Opo tumon?

Ini benar-benar zaman edan di mana orang jujur tersungkur dan orang tidak jujur merasa mujur, merasa benar di jalan yang sesat. Kira-kira bagaimana Tuhan melihat orang yang mengatakan, “Lha memang zamannya begitu, kalau mau jujur ya nggak bakal berhasil.” Weleh weleh weleh….

Kita para orang tua yang sontoloyo ini telah memberikan contoh buruk yang mendorong bangsa ini akan menuju pada kebejatan nasional yang kian membawa pada lorong kegelapan dan kian jauh dari cita-cita kemajuan dan kemakmuran. Di dunia peradilan mafia hukum berjalan menganggap suap-menyuap sebagai rezeki halal. Di dunia politik juga terjadi konspirasi korupsi yang dirasa biasa. Di dunia pendidikan selain korupsi anggaran pendidikan juga menghalalkan cara-cara curang. Demi siapa? 

Apakah para orang tua dan guru yang menghalalkan cara haram itu pernah berpikir bahwa mereka telah menanamkan pendidikan kebejatan kepada anak-anak mereka dan generasi mendatang? Apakah dengan jalan curang atau tidak jujur itu akan membuahkan kesuksesan di masa depan? Di antara berbagai pertimbangan, andaikan itu benar-benar ditimbang, sepertinya semua itu demi gengsi mereka para orang tua dan guru itu sendiri, mau dianggap hebat, sukses mendidik anak-anak. Padahal mereka sedang mendorong anak-anak itu ke jurang kenistaan.

Itulah, masyarakat kita saat ini sedang dalam keadaan sakit jiwa. Ciri-cirinya adalah bersikap menyimpang, menjadi masyarakat patologis dan idiot, dalam arti: mengetahui kebenaran tapi menjalankan ketidakbenaran yang menganggapnya sebagai hal yang dimaklumkan. Tentu saja masyarakat seperti ini membutuhkan terapi atau penanganan, termasuk melalui jalan pembangunan pendidikan.

Tetapi langkah terapi itu menjadi lebih sulit mengingat para aktor perancang dan pelaksana pembangunan juga didominasi orang-orang sakit jiwa. Bagaimana lha wong ternyata rumah penyusun pembangunan moral yang bernama Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan juga dipenuhi orang-orang sakit jiwa? Lalu dari mana semua itu dimulai?

Masyarakat sebenarnya dapat dibangun, diubah dengan menggunakan instrument hukum, seperti teori Roscoe Pound yang terkenal itu: law as tool of social engineering. Tetapi mendiang Daniel S. Lev yang meneliti di Indonesia menyatakan bahwa untuk kasus Indonesia ini teori Roscoe Pound itu tak berlaku. Di Indonesia ini yang dibutuhkan adalah etos kepemimpinan, seperti hal itu juga pernah disampaikan oleh Prof. Achmad Ali dalam membicarakan sistem hukum Indonesia. 

Kepemimpinan yang kuat yang dapat mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Kwik Kian Gie juga berpendapat bahwa Indonesia memang butuh pengaturan tangan besi. Terutama mengatur mereka yang mengurus negara. Barangkali karena selama ini kebobrokan Indonesia disebabkan etos kepemimpinan yang bobrok, sehingga masyarakat mulai putus asa, ikut-ikutan bobrok. Apa yang dikatakan Kwik itu sebenarnya perlu dikaitkan dengan tesis Johan Galtung yang melihat bahwa penindasan dalam negara demokrasi ternyata terjadi kepada kebanyakan rakyat kecil, sedangkan dalam negara otoriter hanya elite kelas menengah atas yang merasa tidak mendapatkan hak-hak politik. Hal ini menunjukkan betapa demokrasi perlu ditata ulang.

Kita mau berdemokrasi dan berhukum ala Amerika Serikat dan Eropa? Jawabannya adalah: hanya hewan yang perlu diatur dengan penghalang tembok dan pagar besi yang tinggi. Apa maksudnya? Bangsa yang mempunyai kesadaran moral, cukup patuh hanya dengan rambu-rambu. Tapi orang Indonesia bahkan lampu merah pun diterobos. Agar tidak menyeberang jalan raya sembarangan harus dibuat pagar tinggi. Siapa yang bisa mengatur orang-orang liar seperti itu jika bukan para pemimpin yang kuat, tegas dan bermoral? Hanya, sayangnya kita belum punya para pemimpin seperti itu: yang lugas, berwibawa, dihormati karena memang bisa menjadi teladan.

Seyogyanya, mumpung bangsa ini belum benar-benar seluruhnya tenggelam ke dalam kegelapan, pihak-pihak yang sadar segera membangun kebersamaan, untuk bangun melawan kebobrokan itu. Ketika kita sudah tak bisa mengandalkan aparatur negara yang justru menjadi penyakit negara, maka semua tergantung masyarakat sendiri untuk mau berubah atau tidak.

Jangan jadikan sistem Unas sebagai kambing hitam yang memaklumkan ketidakjujuran itu meski mungkin juga harus dibenahi agar lebih adil! 

Kapan kita mulai bangkit agar menjadi bangsa yang besar, mampu mewujudkan cita-cita bernegara? Jika cuma begini-begini saja, apa gunanya bernegara?

Subagyo

Sumber: kompasiana.com

Contek Massal “UN 2011″: Suramnya Dunia Pendidikan Indonesia

Di era tahun 1980-an dunia pendidikan Indonesia terbilang sangat maju dalam kualitas dan kuantitasnya pada penerapan standar pendidikan dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi di Asia Tenggara. Maka tidaklah heran bila banyak negara-negara tetangga seringkali melakukan berbagai studi banding dan pengkajian tentang kemajuan pendidikan di Indonesia pada tahun 1980-an itu. Mereka silih berganti datang ke Indonesia untuk mencari tahu tentang cara dan bagaimana memajukan dunia pendidikan di negara masing-masing seperti Indonesia, mereka tidak tanggung-tanggung seringkali mengundang para pakar pendidikan Indonesia untuk datang melakukan berbagai seminar dan menularan pendidikan Indonesia ke negara mereka.
Setelah memasuki tahun 1990-an mulailah lambat laun kualitas dan kuantitas dunia pendidikan di Indonesia mulai menurun, dan pada akhirnya di era tahun 2000-an pada saat ini mengalami penurunan yang dratis sampai ke dasarnya. 

Kini kualitas dan kuantitas dunia pendidikan di Indonesia benar sudah tertinggal jauh dengan kermajuan dunia pendidikan di negara-negara tetangganya sendiri, padalah dulu mereka banyak belajar dari pengalaman Indonesia yang berhasil membawa dunia pendidikan Indonesia mengalami berbagai kemajuan pada kualitas serta kuantitasnya dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi. Sekarang benar sudah terbalik…!!!

Tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan negara untuk mengirim para pakar-pakar pendidikan dan pelaku pendidikan itu sendiri untuk melakukan studi banding dan penularan pendidikan dari negara-negara tetangga. Hampir setiap tahun Departemen Pendidikan Nasional (DepDikNas) mengirimkan para tenaga-tenaga pengajar dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi untuk melakukan berbagai kegiatan seminar dan studi banding. Namun nyatanya hingga saat ini tidak ada hasilnya apa-apa untuk kemajuan kualitas dan kuantitas standar pendidikan di Indonesia. Ratusan milliar rupiah setiap tahunnya terbuang percumah untuk kegiatan seminar maupun studi banding pendidikan yang diadakan di dalam negeri maupun kunjungan studi banding di negara-negara tetangga lainnya. Semua kegiatan itu hanya di jadikan sarana rekreasi dan bersenang-senang saja. 

Ini terbukti dengan adanya berbagai menurunan dalam pencampaian prestasi pendidikan baik akademis maupun non akademis, sengguh miris rasanya. Dan tidaklah heran kalau di era tahun 1990-an sampai tahun 2000-an ini banyak bara lulusan sekolah dari berbagai tingkatan dan perguruan tinggi banyak memiliki kemunduran dari berbagaia aspek, baik dalam tingkatan pemikiran, kecerdasan dan bahkan ahklak serta akidahnya. Kalau sudah seperti ini pastilah ujung-ujungnya yang menjadi kambing hitam adalah soal perekonomian. Padahal hal semacam itu bisa ditanggulangi bersama bila memang ada komitmen yang benar dan jelas dari semua komponen di negara ini, tidak hanya sebagai simbolis belaka. Inilah alhasil bukti dari kemunduruan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. 

Kini benar adanya kemunduruan atas kemajuan dunia pendidikan di Indonesia mengalamai kematian yang suram. Terbukti banyak para lulusan dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi tidak memiliki kemandirian setelah selesai menamatkan pendidikannya, belum lagi kemunduran pada tingkat moralnya. Tidak hanya pada muridnya, tetapi pada tingkatan pelaku pendidikan, baik pengajar maupun para ahli pendidikan itu sendiri sudah benar-benar tidak memiliki tingkat kepercayaan diri, mereka melakukan pekerjaan dan profesinya hanya untuk sekedar mengejar materi dan kekayaan, bila perlu bisa membuat proyek tersendiri. Walah.. walah…, inikah dunia pendidikan Indonesia ?

Kini dunia pendidikan Indonesia kembali kebakaran jenggot lantaran adanya kejujuran dan keluguan dari sang bocah yang tidak rela terjadinya pelanggaran pendidikan terjadi di sekolahnya. Bahkan sang bocah itu justru dijadikan kambing hitam sebagai pembawa petaka. Inilah perlakuan yang tidak adil sering terjadi di negeri ini, kebaikan selalu dianggap pelanggaran, dan justru sebaliknya, pelanggaran selalu dijadikan kebenaran. 


1308408722491737830

Kita teropong sejenak peristiwa bersejarah yang baru saja terjadi di dunia pendidikan Indonesia saat ini soal UN 2011 yang belum lama berlangsung, khususnya di tingkat Sekolah Dasar (SD).  Dalam peristiwa ini sang bocah yang jujur dan lugu sebenarnya telah menjadi pahlawan untuk dunia pendidikan Indonesia atas keberaniannya mengungkap ketidak jujuran dalam penyenggaraan pendidikan di sekolahnya, yaitu pada kegiatan Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Dasar (SD). Dia adalah Alif Ahmad Maulana, siswa kelas VI SDN Gadel 2, Surabaya, Jawa Timur, putra dari ibu Siami.


Sebelum UN Ada Simulasi Menyontek
(sumber : detik.com)
 


Awalnya Alif, siswa kelas VI SDN Gadel 2, Surabaya, Jawa Timur, tetap pada sikapnya semula bahwa memang ada aksi contek massal yang sangat sistematis di sekolahnya saat Ujian Nasional (UN), yang dikomandoi gurunya. Anak dari Siami itu bahkan menceritakan, sehari sebelum UN digelar 10-12 Mei 2011, diadakan simulasi menyontek.

"Waktu satu hari sebelum ujian  diadakan simulasi mencontek," kata Alif saat telekonfrens dari Universitas Airlangga Surabaya dengan aktivis di Aula gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, tanggal 16 Juni 2011 . 

Alif mengaku mendapat arahan teknis contek-mencontek pada saat ujian nasional yang digelar 10-12 Mei lalu.

"Nanti, kertas itu ditulis dengan kode-kode. Misalnya, angka 001 itu untuk jawaban A. Nanti, kode itu dilihatkan teman di belakang. Biar yang belakang tahu," kata Alif, menirukan lagi arahan dari gurunya. Alif didampingi ibunya, Siami.

Alif sendiri kini sudah mengaku tenang tidak seperti kejadian awal-awal. Alif, tetap memegang prinsip yang diajarkan sang ibu. "Hidup itu harus jujur dan percaya," kata Alif mengutip pesan sang ibu.


"inilah keberanian yang wajib kita acungkan jempol kepada Alif Ahmad Maulana yang dengan keberaniannya dan kejujurannya mengungkap apa yang terjadi di sekolahnya pada awal sebelum terjadinya peristiwa contek massal pada UN 2011 untuk tingkat SD."



Ada Gladi Resik Contek Massal di SDN Gadel 2, Surabaya, Jawa Timur
 (sumber : Kompas.com)

Kasus contek massal saat ujian nasional (UN) 2011, tingkat Sekolah Dasar (SD), yang terjadi di SDN Gadel 2, Tandes, Surabaya diduga dilakukan secara sistematis.

"Kami merekomendasikan UN di SDN 2 Gadel tidak perlu diulang agar tidak merugikan murid dan orangtua, tapi kepsek, wali kelas dan guru F perlu mendapatkan sanksi administratif," kata anggota Tim Independen Pemkot Surabaya Prof Daniel M Rosyid di Surabaya, Minggu, tanggal 5 Juni 2011.

Menurut dia, Alif  siswa pintar di SDN itu yang mengerjakan jawaban soal untuk didistribusikan kepada rekan-rekannya, terpaksa memberikan contekan kepada teman-temannya, karena "perintah" dari oknum guru, bahkan sekolah itu sempat mengadakan "gladi resik" contek massal itu.

"Kami juga menemukan praktik bullying (menghardik) terhadap Alif, karena itu kami merekomendasikan keluarga Alif dilindungi oleh pihak kepolisian dari intimidasi. Ancaman tersebut berasal dari guru senior dalam hal ini, wali kelas dan sesama temannya," katanya.

Dalam pengakuannya, Alif dipaksa memberikan contekan. "Guru saya, Pak F, yang menyuruh saya memberi contekan. Sebelum UN justru dia mengatakan kapan lagi saya bisa membalas budi para guru. Kata Pak F, apa tidak kasihan kalau teman saya tidak lulus," kata Daniel menirukan Alif.

"Laporan kecurangan dari keluarga Alif  kepada Dinas Pendidikan (Disdik) Surabaya sudah menjadi kewajibannya. Laporan kecurangan ini harusnya direspons secepatnya. Kejujuran dari masyarakat harus dijaga dan jangan sampai ada kesan kalau jujur yang ajur (hancur)," katanya.

Sementara itu, anggota tim independen lainnya, Kresnayana Yahya, mengatakan, ada problem komunikasi dalam kasus mencontek massal tersebut.

"UN yang seharusnya menjadi tolak ukur, justru menciptakan tekanan kepada siswa, sehingga siswa cenderung merasa ketakutan untuk menolak jika diminta oleh guru," katanya.

Namun, Kepala Disdik Surabaya Sahudi belum dapat dikonfirmasi, sedangkan pihak kepolisian mengaku belum ada tindakan penjagaan khusus kepada Alif dan keluarganya, karena polisi menilai kasus itu sebaiknya diselesaikan secara internal, bukan pidana.

Untuk menyukseskan praktik mencontek itu, wali kelas Alif sempat melakukan tiga kali simulasi, sehingga masing-masing siswa sudah tahu perannya masing-masing dengan Alif sebagai pemasok bahan contekan, lalu ada yang menggandakan jawaban contekan dan ada yang mengedarkannya ke kelas lain.


"ini terjadi karena kurang percaya diri dan tidak adanya tanggung jawab dalam tugas pada profesinya dari para pengajar yang ada di SDN 2 Gadel, lantaran khawatir akan terjadinya ketidak berhasilan  pencapaian kelulusan UN di sekolahnya, sehingga akhirnya di Alif dijadikan peonir awal perpanjangan tangan kegiatan mencontek massal oleh guru yang bertanggung jawab pada saat itu."



Warga Gadel Tertekan Pemberitaan Contek Massal
(sumber : Kompas.com)

Warga Gadelsari, tempat SDN Gadel II Surabaya, mengaku tertekan dengan pemberitaan soal mencontek massal akhir-akhir ini. Mereka takut pemberitaan akan berdampak kurang baik pada generasi muda warga setempat.

Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan (LKMK) Karangpoh, Dwi Siswanto, saat dialog dengan Mendiknas, Mohammad Nuh, Sabtu tanggal 18 Juni 2011, di SDN Gadel II Surabaya, mengatakan, pemberitaan media tentang Gadel selama ini terkesan menyudutkan warga Gadel.

Menurut dia, media menyebut warga Gadel anti kejujuran, warga Gadel sedang sakit dan sebagainya. "Ini membuat warga tertekan dan kami khawatir akan berdampak kepada anak cucu kami nantinya," kata Dwi di hadapan Mendiknas.

Padahal, menurut dia, warga Gadel adalah warga yang masih memiliki tata krama dan etika. Warga, menurut dia, justru mengharap Ny Siami kembali ke tengah-tengah warga.

"Rumah keluarga Ny Siami saat ini masih utuh dan terawat. Kalau kami jahat, rumah itu sudah dirusak warga sejak dari dulu," ujarnya.

Keluhan juga disampaikan Plt Kepala SDN Gadel 2, Siti Khomsah. Menurut dia, kedatangan wartawan media ke sekolahnya beberapa hari terakhir secara tidak langsung mengganggu proses belajar-mengajar di SDN 2 Gadel.
"Saat ditanya wartawan, kami sengaja tutup mulut karena takut salah ngomong. Hal itu kami lakukan agar masalah tidak semakin besar," kata Siti.

Sama seperti warga lainnya, Siti mengharap keluarga Ny Siami kembali ke Gadel dan berkumpul bersama-sama lagi.

"Untuk Alif, kembalilah Nak. Engkau adalah aset Gadel," harapnya.



"Seharusnya masyarakat Gadel tidak perlu resah dan khawatir atas pemberitaan tentang adanya ketidak jujuran yang terungkap, justru seharusnya merasa bersyukur atas terungkapnya peristiwa itu yang terjadi di SND 2 Gadel, dan hal itu juga seharusnya masyarakat Gadel harus berani untuk mengungkapkannya secara terbuka atas peristiwa yang telah membawa keburukan, jadi jangan berusaha untuk menutupi atau membenarkan keburukan yang terjadi. Disinilah masyarakat Gadel di uji untuk berani mengatakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah.."




Alif dan sang bunda Siami mengungkapkan kebenaran atas perbuatan ketidak jujuran contek massal UN 2011 SDN 2 Gadel, Surabaya - Jawa Timur


Mendiknas Rayu Alif Dan Siami Agar Pulang ke Gadel
(sumber : Media Indonesia (MI) )

Terungkapnya peristiwa contek massal pada UN 2011 tingkat SD di SDN 2 Gadel, Surabaya, Jawa Timur dari ungkapan dan kejujuran sang bocah luguh nan cerdas itu, si Alif. Akhirnya Alif dan keluarganya harus terasingkan dari masyarakat Gadel. Alif dianggap telah membuat fitnah dan pencemaran nama baik desa Gadel, padahal perbuatan yang dilakukan itu adalah kebenaran yang terungkap. Alif bersama sang bunda harus mengungsi karena mendapatkan banyak tekanan dari masyarakat desa Gadel dan para guru atas perbuatannya yang telah mengungkapkan ketidak yang terjadi di sekolahnya pada UN 2011 tingkat SD di SDN 2 Gadel tersebut. Akhirnya peristiwa inipun membuat sang menteri dari Kabinet Indonesia Bersatu jilid Dua harus turun tangan untuk mengatasinya, Mendiknas Mohammad Nuh.

Tidak hanya mengunjungi SDN 2 Gadel, Mendiknas M Nuh juga mengunjungi keluarga Siami di Benjeng, Gresik.

Ia mengajak Siami agar kembali ke rumahnya di Gadel. Dalam pertemuan yang dihadiri Siami dan keluarga, M Nuh meminta Siami kembali ke rumahnya di Gadel dan bersosialisasi kembali dengan masyarakat.
Menurutnya, sudah saatnya kini keluarga Siami beraktivitas seperti semula. Siami sendiri menjawab dirinya siap pulang ke rumahnya di Kampung Gadel dan bersosialisasi dengan warga. 

''Sudah saatnya keluarga Siami kembali ke Gadel untuk hidup bersama warga lainnya, apalagi Alif juga perlu sekolah lagi,'' ujarnya. 

Menanggapi permintaan itu, Siami mengaku berterima kasih dengan kedatangan Mendiknas yang memberikan perhatian penuh. Namun, Siami mengaku masih memerlukan waktu agar bisa kembali ke Gadel. 

"Tapi mungkin tidak langsung kembali. Saya butuh waktu, tapi pasti saya akan kembali ke rumah, bagaimanapun juga itu rumah satu-satunya yang saya miliki,'' ujarnya. 

Siami menyatakan apa yang disampaikannya ke media sebenarnya hanya untuk menegaskan tentang nilai-nilai kejujuran pada anaknya. ''Jika kemudian muncul dampak pencitraan buruk untuk Kampung Gadel, sama sekali tidak bermaksud demikian,'' katanya. 

Dia berharap publik tidak lagi mencap Kampung Gadel sebagai Kampung Anti Kejujuran sebagaimana publik memberinya label Ibu Kejujuran.
Dalam pertemuan antara Mendiknas dan Siami yang juga dihadiri oleh Bupati Gresik Sambari Halim, Alif Ahmad Maulana juga ditawari sekolah dimanapun. Karena nilai Alif yang bagus dan bahkan tertinggi di sekolahnya, kata Mendiknas, tidak sulit buat Alif mencari SMP.
Mendiknas juga secara simbolis menyerahkan penghargaan buat Alif berupa notebook yang selama ini diimpikannya.


"Jadikan semua peristiwa yang terjadi harusnya sebagai koreksi diri dan pencerminan, bukan untuk dijadikan bahan untuk sebuah perbuatan pencelaan. Karena semua peristiwa dan cobaan itu tidak semuanya salah, justru haruslah dijadikan sebuah pembelajaran dan introfeksi diri untuk perbaikan kedepan. Atas peristiwa contek massal yang terjadi baru-baru ini bukan sebagai kesalahan yang negatif, justru dijadikan kesalahan yang positif untuk bisa menjadi pengalaman dan pembelajaran agar tidak terjadi kembali di masa mendatang."
"Dan janganlah kebenaran itu harus ditutupi, dan sebaliknya ketidakbenaran janganlah disembunyikan, semua harus diungkapkan dan dibenahi agar tidak terulang kembali. Jadikan kejujuran Alif ini adalah teguran kita semua atas ketidak jujuran kita, khususnya di dunia pendidikan. Dan benahilah kembali sistem pendidikan yang benar, tidak asal-asalan dan tidak sekedar sebagai kelinci percobaan dalam penciptaan dan menerapan sistem pendidikan yang tercipta."


Siami dan Alif Ahmad Maulana adalah potret kejujuran yang langka. Mereka berdua telah membukakan hati dan pikiran kita semua bahwa menjadi manusia yang hakiki dalam kehidupan yang benar itu tak mudah di negeri ini. Apalagi ketika beban kultural mendidik generasi ini diserahkan sepenuhnya kepada tanggung jawab sang ibu, yang kerap berhadapan dengan institusi pendidikan yang ironisnya justru menggerus nilai itu.
Sikap kejujuran yang ditunjukkan Ibu Siami dan putranya, Alif Ahmad Maulana. Keduanya mengungkapkan adaya kecurangan ujian nasional berupa instruksi guru kepada murid di SDN 2 Gadel, Surabaya, Jawa Timur, untuk membagikan jawaban kepada teman-temannya. Dan sikap kejujuran ini patut dicontoh masyarakat Indonesia lainnya.

Siami dihujat dan diusir warga dan wali murid lantaran melaporkan kasus mencontek massal saat ujian nasional SD, Mei silam. Anaknya, Alif, adalah murid pintar di sekolahnya dan mewarisi integritas dirinya. Namun, di negeri ini kombinasi keduanya ternyata tak melulu berkah, kadang justru mendatangkan musibah. Buktinya, ia diperintah gurunya memberikan contekan kepada teman-temannya saat ujian nasional. Perintah itu telah membuatnya gelisah, yang ia ceritakan kepada Siami, ibunya.

Siami tentu terkejut. Ia tak pernah membayangkan nilai dan prinsip kejujuran yang ditanamkan kepada anaknya—agar menghargai kerja keras dan kemampuan sendiri—justru membentur institusi pendidikan yang diharapkan akan memperkokohnya.

Siami kemudian melaporkan kepada kepala sekolah dan komite sekolah tentang tragedi ini. Di luar dugaan, ia tak mendapatkan tanggapan yang memadai. Akhirnya ia menempuh jalan sendiri. Ia melapor ke dinas pendidikan, kemudian ditindaklanjuti penyelidikan oleh anggota DPRD setempat. Hasilnya, kepala sekolah diberhentikan dan dua guru diturunkan pangkatnya.

Atas laporan itu pula, Siami kemudian dihujat dan dicemooh wali murid lain dan warga, yang membuatnya tersingkir dari rumahnya sendiri. Alasannya, ia dianggap memberikan citra buruk bagi prestasi sekolah.
Inilah yang terjadi di masyarakat kita sampai saat ini bahwa ketidak jujuran justru dijadikan kebenaran, dan sebaliknya ketidak jujuran adalah kebenaran. Sungguh perbuatan dan moral yang sudah sangat rusak di negeri ini. Kita sungguh prihatin atas kejujuran tidak dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, hal inilah yang terjadi pada Siami dan Alif Ahmad Maulana, yang berusaha mengungkap kebenaran dan kejujuran, justru malahan mereka berdua disalahkan atas kebenaran dan kejujurannya... Sungguh naif negeri yang indah ini bila terus terjadi kesalahpahaman atas kebenaran dan kejujuran !!

---------------------
Artikel disari dari berbagai sumber media terkait - oleh : Syaifud Adidharta

Sumber: kompasiana.com
Related Posts with Thumbnails