Opini
penegakan syariat Islam bak bola salju yang terus bergulir dan
membesar. Umat Islam yang dulu tak mengenal bahkan anti dengan syariat
Islam, kini tampak mulai menerima dan memahami syariat Islam yang
sesungguhnya. Ini dibuktikan melalui hasil survey Roy Morgan Research
yang terbaru (Juni 2008) mengatkan bahwa, 52 persen rakyat Indonesia
menuntut Penerapan Syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hasil survey
yang dilakukan oleh beberapa lembaga. Hasil survei PPIM UIN Syarif
Hidayatullah tahun 2001 dan 2002 (Majalah Tempo, edisi 23-29 Desember
2002). Hasil survei menunjukkan: sebanyak 67% (2002) responden
berpendapat bahwa pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam adalah
yang terbaik bagi Indonesia. Padahal survei sebelumnya (2001) hanya
57,8% responden yang setuju dengan pendapat demikian. Berarti
peningkatannya cukup signifikan, yakni sekitar 10%.Namun disatu sisi,
ketika seruan penerapan syariat Islam semakin menggema, pencitraburukan
syariat Islam dan para pejuangnya pun semakin membahana.
Salah
satu stigmatisasi negatif yang sering dialamatkan kepada syariat Islam
salah satunya adalah bahwa ketika syariat Islam diterapkan, maka akan
memberangus pluralitas dan orang non muslim. Mereka akan dipaksa untuk
masuk Islam, gereja akan ditutup, mereka tidak bisa makan babi dan
berbagai kekhawatiran lainnya. Namun apakah memang seperti itu?
Bernarkah syariat Islam adalah sistem tirani minoritas yang tidak
mengakui pluralitas?
Semua
itu adalah fitnah dengan alasan yang tak argumentatif. Syariat Islam
sendiri menjamin bahwa kekhawatiran diatas tidak akan terjadi, karena
syariat tidak akan memaksa mereka masuk Islam dan melakukan semua yang
dikhawatirkan itu. Karena prinsip dasar dakwah Islam kepada non-muslim
adalah tidak ada paksaan dalan beragama (memeluk Islam) seperti yang
tertuang dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 256.
Syariat
Islam adalah seperangkat aturan yang mengakui eksistensi pluralitas
(keberagaman) dan tidak menafikkan keberadaan agama diluar Islam. Karena
itu Islam pun mempunyai aturan, bagaimana menyikapi pluralitas termasuk
didalamnya orang non-muslim. Dalam kehidupan yang menyangkut wilayah
pribadi, syariat Islam hanya diberlakukan kepada muslim. Sementara
non-muslim diberikan kebebasan untuk menjalankan aturan agamanya
sendiri.
Adapun
dalam kehidupan umum, muslim dan non-muslim, tanpa terkecuali harus
mengikuti aturan syariat Islam. Ini bukan sebuah konsep ketidakadilan,
karena syariat Islam adalah ramatan lil alamin (rahmat bagi seluruh
alam) bukan hanya rahmat untuk orang Islam semata.
Contohnya
larang riba. Pelarangan diterapkannya sistem ekonomi riba, jelas tidak
Cuma bermanfaat bagi kaum muslimin saja. Karena sistem riba yang
merupakan tulang punggung ekonomi kapitalis, akan mencelakakan seluruh
umat manusia, baik muslim maupun non-muslim. Seruan Islam untuk
meninggalkan sistem ekonomi kapitalis yang berbasis riba adalah seruan
untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Telah terbukti sistem
kapitalis saat ini telah membawa dunia kepada jurang kebangkrutan.
Contoh
lain misalnya, syariat Islam tidak membenarkan jika pengelolaan sektor
pertambangan diberikan kepada individu apalagi perusahaan asing. Namun
syariat Islam mewajibkan pengelolaan pertambangan diserahkan kepada
negara dan keuntungannya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Konsep
cemerlang seperti ini jelas tidak hanya membawa kemakmuran kepada
masyarakat muslim namun juga akan mensejahterakan non-muslim.
Ada
anggapan bahwa ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam
kawalan institusi negara maka orang non muslim akan menjadi warga kelas
dua. Ini adalah anggapan yang tidak benar. Dalam pandangan syariat
Islam, muslim dan non-muslim diperlakukan sama sebagai warga negara.
Bahkan secara spesifik apa yang diwajibkan kepada muslim tidak
diwajibkan kepada non-muslim, seperti membayar zakat. Dalam kehidupan
publik, warga non-muslim akan mendapatkan hak yang sama dengan
masyarakat muslim. Muslim dan non-muslim sama-sama berhak mendapatkan
perlindungan keamanan, pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis. Jika
seorang muslim tidak boleh dicederai jiwa dan kehormatannya serta
diambil hartanya tanpa alasan yang jelas, maka begitu juga non-muslim.
Kampanye hitam, yang dialamatkan kepada syariat Islam dan khilafah (negara Islam) dibantah oleh TW Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam. Ia
membantah propaganda busuk yang selama ini dilontarkan terhadap syariat
Islam tentang perlakukan diskriminatif terhadap non-muslim di negara
khilafah. Selain oleh TW Arnold, kampanye hitam terhadap syariat Islam
pun dibantah oleh fakta sejarah.
Di
Yunani misalnya, sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah
orang Turki di berbagai provinsi khilafah yang ada dibagian Eropa,
toleransi keagamaan diberikan kepada mereka, perlindungan jiwa dan harta
yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas
seluruh umat Kristen.
Pada
saat penaklukan Kota Konstantinopel oleh Sultan Muhammad II pada tahun
1453, maka Sultan melarang keras segala penindasan terhadap kaum
non-muslim. Maka dikeluarkanlah sebuah dekrit yang memerintahkan
penjagaan keamanan pada uskup agung yangbaru terpilih. Sang Uskup juga
diberikan kesempatan untuk meminta perhatian pemerintahan Islam untuk
menyikapi para gubernur yang bertindak tidak adil terhadap warga
non-muslim.
Jaminan
keamanan pun wajib diberikan kepada orang non-muslim. Sejarah mencatat
pada masa daulah khilafah masih Berjaya, pemerintahan Islam pada saat
itu memberikan sertifikat tanah (tahun 925 H/1519 M) kepada pengungsi
Yahudi yang diusir dari Spanyol setelah runtuhnya pemerintahan Islam
disana. Terdapat pula surat jaminan keamanan dan perlindungan kepada
Raja Swedia (30 Jumadil Awal 1121 H/7 Agustus 1709 M). Selain itu Raja
Prancis juga pernah dilindungi oleh Khalifah Sulaiman al-Qanuni ketika
diancam oleh musuh-musuhnya.
Paparan
diatas adalah beberapa fakta sejarah yang membuktikan keadilan syariat
Islam dalam memperlakukan orang non-muslim. Karena begitu adilnya
syariat Islam memperlakukan kaum muslim dan non-muslim, maka kaum
Kristen koptik malah membantu pasukan Amru bin al-‘Ash atas pembebasan
Mesir atas pemerintahan Bizantium yang merupakan pemerintahan Kristen.
Kaum Kristen Koptik memilih membantu pemerintahan Islam untuk
menaklukkan saudaranya sendiri (kaum Kristen Bizantium), karena mereka
telah merasakan kenikmatan dan kemakmuran hidup dibawah naungan syariat
Islam.
Karena
bukti keadilan Islamlah yang mambuat kaum Yahudi Spanyol memilih
tinggal di wilayah negara Islam setelah inkuisisi oleh Ratu Isabella.
Hal yang sama juga membuat orang-orang Rusia memilih tinggal di wilayah
negara Islam pasca Revolusi Bolchevik. Namun sayang fakta sejarah ini
seolah dengan sengaja dipendam untuk tetap mengokohkan stigmatisasi
negatif terhadap syariat Islam.
Timbulnya
kecemasan dan ketakutan non-muslim terhadap penegakan syariat Islam
adalah karena ketidaktahuan atau kesalahpahaman mereka terhadap syariat
Islam. Semua ini terjadi karena tidak ada yang menjelaskan syariat Islam
dengan penjelasan yang gamblang dan tegas. Atau bisa jadi karena adanya
kampanye buruk (black campaign) terhadap syariat Islam. Diperparah lagi
pola tingkah sebagian media yang selalu mengidentikkan syariat Islam
dengan aturan yang bersifat “barbarian” penuh kekerasan dan
tidak manusiawi. Selain itu para pengemban dakwah yang ikhlas
memperjuangkan tegaknya syariat Islam, justru diidentikkan dengan pelaku
teroris. Padahal pejuang penegak syariat Islam adalah
mereka yang selalu berusaha menyelamatkan Indonesia dari hegemoni sistem
kapitalis,tak pernah lelah mengoreksi kebijakan pemerintah yang tidak
pro-rakyat, menyeru pemerintah untuk melepaskan diri dari intervensi
asing, dan menghindarkan negeri ini dari disintergrasi bangsa. Mereka
bukan teroris tetapi sosok ideal penyelamat bangsa.
Adi Wijaya
http://hukum.kompasiana.com