Bank Dunia merilis, sebanyak tujuh juta penduduk Indonesia masuk menjadi kelompok berpenghasilan menengah bawah setiap tahun sejak 2003.
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Stefan Koeberle mengatakan hal itu sembari merujuk kepada bagian masyarakt dengan pengeluaran yang berkisar 2-20 dolar AS atau setara Rp 17.600-Rp 176.000 per hari per kapita. Dia memperkirakan, di masa depan kelas ini akan lebih banyak mengonsumsi dan mau membayar lebih tinggi untuk pelayanan yang prima.
"Melihat ke depan, bertambah besarnya kelas menengah Indonesia akan mengakibatkan perubahan yang mendalam," kata Koeberle dalam paparan kepada wartawan, Rabu (16/3). Karena itu, dia berpendapat Pemerintah harus mampu menyusun kebijakan jangka menengah yang mampu memenuhi permintaan-permintaan tersebut.
Selama 10 tahun terakhir, kata Koeberle, jumlah kelas menengah di Indonesia tumbuh pesat. Hal ini tak lepas dari kebijakan Pemerintah yang mendukung pertumbuhan inklusif yang bertujuan memangkas ketimpangan antar kelas. Namun, kebijakan ini terancam oleh tingginya harga komoditas seperti minyak mentah dan bahan pangan.
Bank Dunia mencatat, harga komoditas dunia terus meningkat. Banyak di antaranya yang telah sebanding atau lebih tinggi dari nilai tertingginya pada 2008. Contohnya, harga energi saat ini 28 persen lebih tinggi year on year sampai Februari lalu. Sementara, komoditas pangan naik 17 persen dibandingkan harga tertinggi pada 2008.
Koeberle mengatakan, peningkatan harga minyak akan menjadikan biaya subsidi menjadi lebih tinggi yang hanya menguntungkan masyarakat yang lebih mampu, termasuk kelas menengah tadi. Dia menyambut baik rencana Pemerintah memperbaiki target subsidi ini. "Hal ini akan memberikan ruang untuk membiayai bantuan sosial untuk masyarakat miskin dan rentan," ucapnya.
Sumber: republika.co.id