Rabu, 18 Mei 2011
Negeri Ironi
disebuah negeri ironi….dikenal sebagai negeri yang indah, tetapi…..
dinegeri ini……..
banyak yang mengaku dan berpenampilan pejabat, tapi ujung2nya lebih kejam dari lintah darat….
banyak yang mengaku hebat..tapi ujung2nya ternyata bejat…!!!
banyak yang mengaku mewakili rakyat, tapi ujung2nya bikin melarat……
banyak yang mengaku anggota dewan, tapi ujung2nya perilakunya memprihatinkan seperti hewan…….
katanya pembuat peraturan dan undang-undang, ujung2nya hanya gerombolan orang yang suka menghambur-hamburkan uang……
banyak yang bicara kemakmuran, ujung2nya hanya sekelompok preman….
banyak yang mengaku pembela keadilan, tapi ujung2nya hanya cari uang…..
banyak yang mengaku menjadi pembela perkara, tapi ujung2nya memainkan perkara…..
katanya negara demokrasi, tapi ujung2nya…hanya mementingkan diri sendiri….memperkaya diri sendiri…..
banyak yang mengaku pembela hak azasi, tapi ujung2nya hanya para pencari sensasi….
banyak yang meminta otonomi, tapi ujung2nya berlomba2 korupsi…
banyak yang berjanji memberantas korupsi, ujung2nya hanya konspirasi untuk mengamankan posisi…
katanya nasionalis, tapi merayakan kemerdekaan Zionis…..
jadi kemana harus percaya? kepada siapa harus berbicara?
Arif Saja
Sumber: kompasiana.com
Segi Positif Pemerintah Reformasi dan Orba, Tentukan Langkah 2014
Kita telah sepakat menggulingkan era Ordebaru tahun 1998 dari masa kejayaannya selama 30 tahun. Kita telah muak dengan KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme) yang dilakukan. Bahkan beredar rumor bahwa korupsi yang dilakukan bukan oleh pejabat pemerintah, tetapi oleh anak-anak penguasa. Mereka menguasai semua pintu keluar masuk (ekspor dan impor) SDA, dan insfrastruktur di negeri ini. Seluruh asset negeri ini lari keluar, sembunyi dibalik savetybox Bank asing di negara lain.
Menarik mengamati komen dari kompasioner @Anto-w pada sebuah artikel saya, saya copas; “Indonesia sebenarnya berubah “sangat drastis” dalam kurun 13 tahun ini. Ini membuat kita mengalami suatu “culture shock.” Di sisi lain kita harus membereskan sisa-sisa “pesta” yang ditinggalkan Orba, masih beruntung kalau sisa makanan “pesta” tersebut masih ditinggal, sisanyapun sudah dilarikan keluar negeri.”
Menarik sekali menelaah komentar beliau, yang menurut saya benar adanya. Karena Indonesia pada masa era Reformasi ini, sebetulnya berusaha sekuat tenaga untuk meluruskan keterpurukan masa Ordebaru. Berusaha sekuat mungkin menarik asset kekayaan negeri ini yang terkunci aman di negara lain untuk bisa dikembalikan ke negara asalnya.
Hanya saja, dalam realisasi perbaikan ini Pemerintah Reformasi lupa membekali sistim pemerintahannya dengan “Management Good Government.” Baik itu pada Kabinet Menteri, lembaga legislatif, dan lembaga yudicatif. Baik kinerja dan juga morality daripada para pejabat.
Pemerintah era Reformasi keliru menjabarkan “Good Government.”
Saya kira pak Presiden SBY, sadar betul akan hal ini. Sadar akan kemampuan kinerja Kabinet para Menteri, lembaga yudicatif, yang berada di bawah tanggung jawabnya. Yang notabene semuanya terdiri dari berbagai-partai politik. Kesadaran pak SBY ini bisa kita lihat pada barisan Istana yang beliau bentuk sebagai “duplikasi management.” Tujuannya hanya satu, untuk menyaring informasi yang masuk sehingga benar-benar dapat dipercaya ( itu menurut pak SBY). Bisa kita lihat dari:
- Dewan Pertimbangan Presiden
- UKP4 (Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan)
- Satgas Mafia Hukum
- KEN
- Staf Khusus Presiden
- Jubir
- Tim ( Tim Lima, Tim Delapan dst)
Pejabat khusus ini sengaja dibentuk oleh Presiden SBY, untuk menyaring informasi dan kinerja Kabinet Menteri. Kalau dilihat, maka sistim pemerintahan yang dipakai oleh pak SBY ini semrawut, tumpang tindih. Oleh sebab “Dualisme management” akhirnya melahirkan informasi management yang simpang siur, alias Corrupted information di kalangan para pejabat khusus Istana dengan kabinet Menteri. Secara psikologis sistim kinerja management ini memang tidak bisa disalahkan, tetapi kalau ditinjau dari aspek management pemerintahan yang benar, wah! sistim ini sangat komplikasi. Mekanisme check and recheck dari berbagai informasi akan semakin tumpang tindih. Sebab itu, tak mengherankan kalau pak SBY dibuat pusing sendiri oleh petugas-petugas khusus ini.
Usaha pemerintah untuk membasmi kasus-kasus manipulasi nasional sampai hari ini belum tuntas. Lembaga independent KPK sering terbentur dengan tembok birokrasi.
Kasus-kasus seperti ; BLBI, LAPINDO, Antasari, Century, Mafia hukum, Mafia Pajak, Gayus, Money Laundering Citybank dan kasus suap Wisma Atlet SEAG 2011 yang kini marak dibahas. Ternyata mengalami peningkatan dari waktu kewaktu. Jadi usaha Pemerintah Reformasi untuk memperbaiki keterpurukan yang ditinggalkan era Orba semakin tak jelas. Usaha Pemerintah Reformasi untuk menumpas KKN jauh dari sempurna, atau tepatnya gagal. KKN semakin berkembang pesat, berakar jauh sampai kedalam jaringan sistim pemerintahan dan juga tatanan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.
Salah siapakah ini?
Jawabannya “KITA.” Anda pasti bertanya balik, “loh mengapa kita?” Karena kita sebagai tatanan yang paling kecil dalam konteks kehidupan sosialpun melakukan KKN. Titik.
Lalu, bagaimanakah untuk pemerintahan baru tahun 2014, apakah KKN di negeri ini bisa diminimalisir?. Saya pesimis.
Oleh karena masa 13 tahun, setelah era Orba jatuh. Maka Reformasi “tidak berhasil” memerangi KKN yang merupakan kendala pembangunan nasional.
Kita tidak usah malu mengakuinya. Kenyataan ini bisa kita lihat pada dana alokasi yang bermiliar-miliar rupiah, yang berasal dari pembayaran hasil Wajib Pajak rakyat, yang dipakai untuk program kerja Kunker dan Studi banding para anggota komisi DPR-RI. Dari 143 kunjungan luar negeri dan 58 kali Studi banding. Hanya tiga (3) file hasil Studi banding yang ada dalam laman website www.dpr.co.id Itupun hasil studi banding tahun-tahun yang silam.
Mari kita perhatikan hasil survey Indo Barometer kepada 1.200 responden di 33 provinsi di Indonesia pada tanggal 25 April sampai 4 Mei 2011. Ternyata masyarakat Indonesia mendambakan kondisi negara dan pemerintahan seperti di era Ordebaru. VIVAnews (15/5).
- 40,9% memilih lebih enak seperti kondisi Ordebaru
- 22,8% memilih era Reformasi
- 47,7% masyarakat di perkotaan memilih Orba lebih baik
- 35,7% masyarakat pedesaan memilih lebih baik era Reformasi
- Responden dari seluruh pulau, menganggap kondisi Orba lebih baik
- Sulawesi menganggap kondisi Reformasi lebih baik
- Pulau Jawa memilih bahwa kondisi Orba lebih baik.
Yang sangat menarik, kalau kita perhatikan tanggapan Bapak Faisal Basri , untuk survey Indo Barometer. Beliau seorang pengamat masalah ekonomi dan yang kebetulan kompasioner di rumah kompasiana ini.
Seharusnya masyarakat di pedesaan itu justru harus memilih Orba daripada Reformasi. Karena Pemerintahan Reformasi selama ini hanya memperhatikan perkembangan dan pembangunan di kota-kota besar saja daripada di daerah. Pemerintah Reformasi sangat lamban memperbaiki tingkat kemiskinan di desa. Sektor pertanian yang merupakan tulang punggung dan faktor penting dalam perkembangan ekonomi masyarakat desa, tidak diperhatikan oleh Pemerintah Reformasi. Pemerintah tidak memperhatikan infrastruktur di pedesaan, seperti bendungan, sistim irigasi yang rata-rata sudah rusak dan sebagainya. Malah Pemerintah Reformasi itu sibuk membangun masyarakat kota, seperti membangun jalan tol, bandara dan sebagainya.
Para petani tidak bisa bersaing, karena kondisi mekanisme pasar sudah dikuasai oleh produk-produk import. Infrastruktur di pedesaan memang ditinggalkan oleh pemerintah reformasi.
Beliau menyatakan “Di desa banyak orang yang merasakan orde Reformasi tidak lebih baik daripada orang kota. Ini wajar karena 2/3 orang miskin ada di desa.” VIVAnews (15/5).
Jadi bagaimana, apakah Pemerintah Orba itu lebih baik dari Reformasi?
a. Pada Orba, kita mengalami masa jaya Swa Sembada Pangan tahun 1987, KKN dikuasai oleh sekelompok keluarga penguasa, asset negara di bawa lari ke luarnegeri, kebebasan berpendapat - terikat.
b. Pada Reformasi, kita mendapat penghargaan dari PBB untuk Global Champion for Disaster Risk Reduction - tahun 2011. Kemunduran sektor perekonomian, pembangunan dan infrastruktur masyarakat pedesaan. Otoda di daerah yang cenderung berjalan sendiri-sendiri. KKN yang semakin kuat berakar baik pada birokrasi dan kehidupan sosial masyarakat. Kebebasan berpendapat - mengagumkan.
Yang mana akan kita pilih?
Della Anna
Sumber: www.kompasiana.com
Langganan:
Postingan (Atom)