Sabtu, 23 Juni 2012

Gunung Padang Lebih Tua Daripada Machu Picchu





Situs prasejarah Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kembali menjadi bahan perbincangan. Karena beberapa pihak mengklaim ada bangunan yang tertimbun di bawah situs megalitik tersebut.
Namun, di luar kontroversi mengenai kebenarannya, situs prasejarah Gunung Padang sangatlah menarik diliat dari tinjauan arsitektur. Bentuknya yang berundak mengindikasikan adanya peradaban tinggi di zaman nenek moyang bangsa Indonesia.
Menurut anggota tim peneliti situs Gunung Padang, Pon S Purajatnika, situs ini didirikan pada tahun 2500 SM-1000 SM. Menjadikannya situs yang lebih tua dibanding bangunan Machu Picchu di Peru, Amerika Selatan, yang berdiri sekitar tahun 1460-1470 Masehi.
“Lima abad setelah situs Gunung Padang berdiri, barulah ada Machu Picchu di Peru. Bangunan ini memakai metode dan pilihan lokasi yang sama,” kata Pon dalam acara diskusi ‘Menguak Tabir Peradaban dan Bencana Katastropik Purba di Nusantara untuk Memperkuat Karakter dan Ketahanan Nasional’ di Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (7/2).
Situs Gunung Padang terletak di antara dua kampung: kampung Gunung Padang di timur dan kampung Cipanggulan di sebelah barat. Bangunan berundak ini pertama kali ditemukan warga di tahun 1979 di ketinggian 885 meter di atas permukaan laut. Seperti dikatakan Pon, Machu Picchu di Peru juga berdiri di lokasi yang sama yakni di atas dataran tinggi sekitar 2.430 meter di atas permukaan laut.

(Machu Picchu/Robert Clark)
Salah satu arkelog Gunung Padang, Lutfi Yondri, menyebutkan, jika situs itu merupakan punden berundak yang dibangun dari batuan vulkanik yang berbentuk persegi panjang, terdiri dari balok-balok batu. Balok tersebut masuk dalam kelompok batuan beku andesit berwarna hitam, berkristal halus sampai sangat halus, masif, kompak, keras, dan sebagian permukan batuannya telah mengalami pelapukan yang ditandai mineral berwarna kuning kecoklatan.
Secara keseluruhan konstruksi punden berundak Gunung Padang terdiri dari lima teras yang masing-masingnya mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Teras pertama merupakan teras terbawah mempunyai ukuran paling besar yang kemudian berturut-turut sampai teras kelima ukurannya makin mengecil.
“Teras pertama untuk masyarakat dan upacara pengorbanan, teras kedua untuk pimpinan dan terdiri dari lima tempat duduk,” kata Pon yang juga mantan Ketua Himpunan Arsitektur Jawa Barat.
Sedangkan pada teras ketiga ada lima bangunan yang merupakan kelompok batu tegak. Teras keempat terdapat tiga bangunan lagi yang terletak di bagian timur laut teras. Terakhir, teras kelima dianggap paling suci, terletak di bagian paling ujung tenggara dan jadi teras tertinggi.
“Bangunan Gunung Padang menunjukkan betapa dia bisa bertahan dari berbagai bencana hingga sekarang,. Masyarakat di masa itu sudah arif bijaksana dalam menyusun bangunan yang ada,” kata Pon lagi.
(Zika Zakiya)

Situs Gunung Padang Sebagai Complex Galaxi Stones



“Kekayaan alam dan budaya serta posisi geografis Kabupaten Cianjur memiliki prospek yang cukup potensial dalam pengembangan wisata. Salah satunya yaitu situs megalitik Gunung Padang, ekotisme situs megalitikum Gunung Padang, bisa bersaing dengan situs megalitikum lainnya yang berada di Rusia dan Peru. Implementasi pengembangan objek wisata untuk budaya ini akan berjalan dengan mengangkat dan memperkenalkan situs gunung padang milik dunia kebanggaan Indonesia,” kata PJ.Bupati Cianjur, Drs. H. Wawan Sofwan MSi. , pada kegiatan rombongan “ONE DAY TOUR” yang dipimpin oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf ke beberapa lokasi salah satunya ke situs Gunung Padang yang berada di Kec. Campaka.
one day tour cianjur 2011 300x240 Wagub Jabar, Situs Gunung Padang Sebagai Complex Galaxi Stones









Lanjutannya situs Gunung Padang terletak di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka merupakan situs megalitik berbentuk puden berundak yang terbesar di Asia tenggara, dengan luas bangunan purbakalanya 900 m2 dengan luas areal situs sendiri kurang lebih sekitar 3 ha.
Dalam sambutannya Wakil Gubernur jawa Barat mengatakan bahwa objek wisata situs Gunung Pandang akan dikenal lebih jauh baik wisata domestik maupun asing apabila kita semua baik dari pemerintah daerah ataupun pusat dapat bersama-sama peduli akan konsep dari sebuah strategi bagaimana cara memperkenalkan situs tersebut serta bagaimana cara melestarikan situs tersebut. Ada beberapa konsep yang bisa dilakukan bersama-sama diantaranya dengan memberikan fasilitas, sarana serta prasarana bagi pengunjung yang inign mengenal lebih dekat dengan situs megalit. Dengan demikian situs Gundung Padang akan tergali dengan sendirinya oleh subyek/wisatawan yang berkunjung, yang salah satunya bisa dapat melakukan konservasi yang lebih jauh guna menggali pesona prasejarah yang ditinggalkan oleh orang masa lampau.
Wakil Gubernur Jawa Barat menambahkan, dengan adanya kepedulian serta kerjasama yang baik, dari pemerintah pusat bersama pemerintah daerah melalui dinas pariwisata dan kebudayaan, telah menyusun sebuah program guna pengembangan sarana untuk situs megalit tersebut dengan angaran yang sudah ditetapkan.
Keberadaan situs ini pertama kali muncul dalam laporan Rapporten Van De Oudheid-Kundigen Dienst (ROD), tahun 1914, selanjutnya dilaporkan Nj Krom tahun 1979 aparat terkait dalam hal pembinaan dan penelitian benda cagar budaya yaitu penilik kebudayaan setempat disusul oleh Ditlinbinjarah dan Pulit Arkenas melakukan peninjauan ke lokasi situs. Sejak saat itu upaya penelitian terhadap situs gunung padang mulai dilakukan baik dari sudut arkeologis, historis, geologis dan lainnya. Bentuk bangunan punden berundaknya mencerminkan tradisi megalitik seperti banyak dijumpai di beberapa daerah di Jawa Barat. Bangunannya terdiri dari lima teras dengan ukuran berbeda-beda, batu-batu tersebut sama sekali belum mengalami sentuhan tangan manusia, dalam arti belum dikerjakan atau dibentuk oleh tangan manusia. Balok-balok batu yang jumlahnya sangat banyak itu tersebar hampir menutupi bagian puncak Gunung Padang. Penduduk setempat menjuluki beberapa batu yang terletak di teras-teras itu dengan nama-nama berbau islam. Misalnya yang disebut meja Kiai Giling Pangancingan, Kursi Eyang Bonang, Jojodog atau tempat duduk Eyang Swasan, sandaran batu Syeh Suhaedin alias Syeh Abdul Rusman, tangga Eyang Syeh Mazuki, dan batu Syeh abdul Fukor.
sumber: cianjurkab

Gunung Padang, Buktikan Ras Indonesia Unggul


“Kita harus bangga terdapat ras kita dan nenek moyang kita punya kemampuan ini."

Pengambilan sampel di Gunung Padang (VIVAnews/ Muhamad Solihin)

Danny Hilman Natawijaya, Ketua Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang, mengatakan pembuktian situs megalitik Gunung Padang menegaskan bangsa Indonesia bukan ras atau bangsa kacangan. Situs ini membuktikan adanya kemampuan teknologi hingga sosial budaya nenek moyang yang jauh lebih modern dari catatan sejarah ilmu pengatahuan dan peradaban yang diyakini selama ini.

“Kita harus bangga terdapat ras kita dan nenek moyang kita punya kemampuan ini. Seperti Hitler yang bangga akan ras arya atau para yahudi yang bangga akan garis keturunannya. Gunung Padang membuktikan kita juga keturunan ras yang sangat luar biasa,” kata geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu.

Menurut Danny, semangat itulah yang memotivasi para peneliti untuk terus melakukan riset dan pembuktian di Gunung Padang. Semangat ini memompa mereka untuk terus mencari kehebatan nenek moyang di nusantara yang berhasil membuat struktur modern di eranya, yang diperkirakan pada era prasejarah.

Selama ini, kata Danny, catatan sejarah peradaban dunia selalu melihat pada peradaban Mesir yang diperkirakan ada sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi atau peradaban sungai Indus yang tumbuh pada 3.000 tahun sebelum Masehi. “Dari hasil penelitian hingga hari ini, kami masih yakin peradaban Gunung Padang adalah yang tertua dan lolos dari catatan sejarah,” katanya.

Sementara, Erick Rizky menjelaskan kemungkinan Gunung Padang tidak sempat tertulis dalam catatan sejarah karena sistem sosial masyarakat Gunung Padang saat itu menggunakan budaya lisan sendiri, tidak menggunakan budaya lisan seperti yang tercatat saat ini. "Asumsi ini yang menyebabkan peradaban Gunung Padang sepertinya luput dari catatan sejarah peradaban dunia. Kami yang akan terus berupaya memasukkan temuan ini sebagai catatan peradaban dunia,” katanya.

Maret lalu, Tim Bencana Katastropik Purba yang membawahi tim penelitian telah melakukan pengeboran di situs megalitikum Gunung Padang, di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Hasil carbon dating memperlihatkan hasil yang mengejutkan. Menurut salah satu anggota tim, Boedianto Ontowirjo, carbon dating menunjukkan Gunung Padang lebih tua dari piramida Giza di Mesir.

Dari sampel hasil pengeboran yang diambil dari teras 5 di titik bor 2 dengan kedalaman 8 hingga 10 meter, hasilnya menunjukkan 11.060 thn +/- 140 tahun Before Present. "Kalau dikonversikan ke umur kalender setara dengan 10 ribu SM," ucap Boedianto, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, 4 Maret 2012.

• VIVAnews  
Related Posts with Thumbnails