Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kita memang tidak pernah kapok-kapoknya menyakiti dan melukai hati rakyat yang memberi amanah kepada mereka. Belum lagi kita melupakan rencana menguras uang rakyat untuk membangun rumah aspirasi, kini mencuat pula rencana membangun gedung DPR berlantai 36 dengan anggaran Rp 1,6 triliun. Jangankan benar-benar untuk membangunnya, merencanakan saja sudah sangat memilukan hati rakyat.
Bagaimana mungkin, ada rencana membangun gedung mewah dengan harga pertiap satu ruangan anggota DPR itu Rp 2,8 miliar. Apalagi berdasarkan hitungan-hitungannya, anggaran sebesar itu dinilai cukup untuk membiayai bantuan iuran jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) bagi lebih dari 22 juta warga miskin selama satu tahun.
Sebagaimana diberitakan Kompas, tahun ini pemerintah mengalokasikan dana bantuan iuran jamkesmas sebesar Rp 6.000 per bulan atau Rp 72.000 per tahun untuk satu warga miskin. Ruangan seluas 120 meter persegi untuk satu anggota DPR itu juga dikatakan masih lebih besar daripada luas lima rumah sederhana sehat bersubsidi, yang masing-masing hanya 21 meter persegi.
Saya kira media massa perlu lebih menyuarakan masalah ini ketimbang membakar emosi rakyat memerangi Malaysia. Para wakil rakyat kita ini memang terbilang sangat aneh. Kalau menyangkut diri sendiri, terlihat sangat cerdas dan punya gagasan gegap gempita. Namun kalau sudah menyangkut kepentingan rakyat banyak, sangat terlihat naifnya. Mereka begitu tegar melihat penderitaan, kemiskinan rakyat yang masih demikian besarnya. Tidak ada perasaan berdosa melihat banyak masyarakat yang kesulitan mendapat pekerjaan, penghasilan pas-pasan.
Kita tidak menolak para wakil rakyat punya bangunan mewah, namun tentu saja disesuaikan dengan kehidupan rakyat banyak yang sesungguhnya wajib mereka perjuangkan. Jika kehidupan rakyat sudah memadai, kemiskinan dapat diatasi, sarana dan prasarana rakyat banyak terpenuhi, silakan bangun gedung mewah. Malah tidak usah punya rencana, justru rakyat sendiri yang akan mengusulkannya.
Kita tidak habis pikir, apakah para wakil rakyat itu tidak merasakan betapa semrawutnya lalulintas untuk menuju ke gedung DPR di Senayan. Sore hari di seputar Semanggi, Jl Gatot Subroto, dan Pejompongan, misalnya, kemacetan lalulintas demikian parahnya. Mengapa tidak terpikir oleh para wakil rakyat itu untuk membenahi lingkungan sekitar kantornya? Padahal bukan hanya itu, banyak kewajiban yang harus dilakukannya untuk memajukan kehidupan rakyat.
Dalam hal ini, sangat tepat usulan pengamat ekonomi A Tony Prasetiantono yang menyebut, dana pembangunan Gedung DPR itu cukup untuk memulai pembangunan proyek monorel yang bisa mengurangi kemacetan arus lalu lintas di jakarta. "Monorel memang tidak menyelesaikan masalah, tapi bisa mengurangi kemacetan," kata Tony, seperti diberitakan kompas.
Kata Tony menjelaskan, anggaran pembangunan monorel sekitar Rp 6 triliun dan dibangun dalam waktu 4 tahun. "Itu kan bisa diamortisasi hingga 4 tahun, jadi butuhnya sekitar Rp 1,5 triliun per tahun. Dana itu bisa saja dipenuhi dari dana pembangunan Gedung DPR yang pada tahun pertamanya saja membutuhkan Rp 1,16 triliun. Wakil rakyat lebih senang membangun gedung sendiri dibandingkan monorel," kata Tony.
Para wakil rakyat itu tentu sudah melancong ke negara tetangga seperti Kuala Lumpur, Bangkok, dan Singapura. Apa mereka tidak melihat, di sana monorail sudah lama dibangun, begitu juga dengan subway. Sementara di Jakarta, selalu hanya wacana, rencana tinggal rencana. Bahkan monorail sudah mulai dibangun tapi tiba-tiba ngadat, terkatung-katung, tanpa ada pihak yang peduli. Malahan rakyat yang digencet, penggunaan sepeda motor dibatasi. Bukannya melengkapi fasilitas yang dibutuhkan rakyat banyak tapi malah sibuk membangun kemegahan diri sendiri.
Harusnya dalam masalah itulah kita punya rasa harga diri, martabat bangsa terasa dikoyak-koyak, bila melihat betapa tertinggalnya kita dibanding negara tetangga. Jadi bukannya, malah memprovakasi rakyat untuk memerangi negara tetangga itu. Para wakil rakyat, para pejabat, penguasa negara ini, harusnya punya rasa malu atas ketertinggalan kita dalam memajukan kehidupan rakyat.
Mengapa kita tidak punya rasa malu, tidak punya harga diri, membiarkan kehidupan masyarakat di daerah perbatasan yang pas-pasan, sementara masyarakat negara tetangganya hidup sejahtera. Jangan salahkan, bila tapal batas negara kita tergeser. Boleh jadi ini dilakukan rakyat kita yang bodoh, mereka ingin beralih warga negara dengan sekalian membawa tanahnya agar dikelola negara tetangga.
Aneh, tanahnya sama-sama Kalimantan, tapi kenapa yang dikelola Malaysia dan Brunei bisa memakmurkan rakyatnya? Tampaknya, kita bukan tidak punya dana untuk membangun kehidupan rakyat. Melainkan, dana rakyat itu digunakan secara tanpa malu untuk kemewahan diri sendiri. Sungguh tega, membangun kemewahan di atas penderitaan rakyat banyak. Kalau begitu, jangan salahkan rakyat jadi meradang, mengutuk wakilnya.
Masa jabatan wakil rakyat dan penguasa negeri ini masih lama, empat tahun lebih lagi. Masih cukup banyak kesempatan untuk memperbaiki diri. Jangan sampai rasa ketidapuasan, rasa amarah rakyat dibiarkan terus meledak-ledak yang bila tidak terkendali dapat merusak kehidupan kita semua. Mari kita tunjukkan harkat dan martabat kita dengan karakter terpuji.
Ramadhan akan segera berakhir. Kita sudah banyak menempa diri, membangun iman dan takwa. Kita kini sangat menantikan para wakil rakyat, para pejabat, penguasa negeri ini, yang berkomitmen untuk tidak akan memanfatkan uang rakyat, sebelum hajat hidup rakyat banyak terpenuhi.
Kita sedang menunggu-nunggu, ada wakil rakyat yang berani hidup sederhana, sebelum rakyatnya berhasil disejahterakan. Kita dambakan para elit kita yang berkarakter, punya rasa malu, sensitive terhadap kehidupan rakyat. Semoga Allah Swt masih mengampuni dosa para pemimpin, melindungi kehidupan rakyat dari azab sengsara.
Oleh Prof Dr Syofyan Saad, MPd
Sumber: madina-sk.com