Kamis, 10 Februari 2011
Foto Einstein Menjulurkan Lidah, Apa maksudnya ya !!!
Mungkin Anda sering melihat foto Albert Einstein yang satu ini. Einstein menjulurkan lidah yang mudah kita temui di cover majalah, poster dan kaos. Foto tersebut diambil oleh fotografer (Arthur Sasse) pada 14 Mar 1951 di Princeton pada acara ulang tahun ke 72. Foto yang lengkap (aslinya) adalah Einstein sedang duduk di kursi belakang mobil bersama Dr Fank Aydelotte dan istrinya.
Mengapa Einstein menjulurkan lidah?
Yah, inilah pertanyaan banyak orang mengenai foto tersebut. Sebagian orang menganggap bahwa agar genius, maka kita harus mengeluarkan lidah dengan rambut yang acak-acakan.
Hm…hanya mitos..
Sebenarnya pada saat itu, Albert Einstein dan Aydelotte baru saja pulang dari acara penghargaan Einstein. Meskipun Einstein sudah duduk di kursi mobil, masih saja reporter dan fotografer mengejar dia. Para wartawan berusaha menahan Einstein, dan Einstein berteriak : “Ini cukup. Ini cukup!”. Namun dasar wartawan, tetap saja mengajukan pertanyaan dan para fotografer terus mengambil gambarnya bersama kerabatnya. Ketika wartawan meminta kesediaan Einstein untuk mengabadikan foto ulang tahunnya, akhirnya iapun menjadi letih dan kesal, lalu ia menjulurkan lidahnya, dengan nada mengejek. Pada saat itu, Arthur Sasse sempat mengabadikan foto Einstein tersebut.
Meskipun demikian, Einstein sangat menyukai foto itu. Ia memotong foto tersebut, sehingga hanya tampak dia sendiri (tanpa memunculkan Aydelotte dan istrinya). Einsteinpun memperbanyak foto tersebut dan mengirim ke teman-temannya.
Sumber: gangiman.blogspot.com
Menggelandang di Jembatan Jeddah Tradisi TKI
Salah satunya, kata Muhaimin, adalah masalah masa kerja yang sudah habis atau yang disebut overstayer. Hal ini biasanya muncul saat musim haji selesai, dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
"Saat ibadah haji selesai dan menjelang lebaran selalu bertambah," kata Muhaimin dalam Rapat Kerja gabungan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bersama Kementerian Luar Negeri, Kementeri Hukum dan HAM, dan tim khusus masalah TKI, di DPR RI, Jakarta, selasa 18 januari 2011.
Berdasarkan data dari Kemenlu yang didapat dari KBRI dan KJRI di Arab Saudi, jumlah TKI yang overstayer mencapai 24 ribu orang per tahun.
"Ada yang eks umroh, ada yang memang TKI yang bermasalah, dan ada beberapa karena kasus yang menimpa warga negara kita," kata muhaimin.
Overstayer yang berada di kolong Jembatan Jeddah, tambah Muhaimin, bisa mencapai 200 orang dan diduga ditampung beberapa oknum. Pada umunya mereka adalah para TKI yang masuk secara ilegal, karena tak memiliki surat maupun dokumen resmi.
TKI yang tidak terikat kontrak dan tak memiliki dokumen resmi itu harus bekerja secara bebas dan akan datang ke Jembatan Jeddah bila ingin kembali ke tanah air.
Mereka menurut Muhaimin, sengaja ingin dirazia dan ditangkap aparat Arab Saudi untuk kemudian di deportasi. Hal ini menurutnya sudah berlangsung lama, sejak 1997. "Setelah beberapa tahun terjadi akhirnya seperti menjadi tradisi," kata muhaimin.
Masalah TKI overstayer yang sebetulnya memiliki dokumen atau prosedural, juga muncul karena masalah tidak betah saat kerja, dan kemudian kabur dari majikan.
"Tapi tidak lari ke KBRI atau KJRI, malah ke penampungan liar," kata Muhaimin.
Tapi, mulai 2010 ini tidak ada lagi razia. Banyak TKI yang dibiarkan memenuhi kawasan Jembatan Jeddah. Hal inilah yang membuat jumlah TKI yang terlantar meningkat.
Guna menyelesaikan persoalan ini, akan dilakukan penampungan dan pemulangan para TKI overstayer itu secara terus menerus.
"Sampai hari ini, tiap hari terus ditampung di KBRI. Kapasitasnya maksimum 200. Setiap hari, empat sampai 10 orang selalu datang dan ditampung," kata Muhaimin.
Selain itu, kerjasama antara Pemerintah RI dan Pemerintah Arab Saudi diharapkan dapat memperbaiki pemberian hak dan perlidungan bagi para TKI.
Muhaimin menambahkan, saat ini Menakertrans sudah mendatangi Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi Desember lalu. Pada prinspnya terjadi kesepakatan untuk pembenahan sistem, termasuk sistem perlindungan TKI di Arab Saudi dan tindakan tegas yang bisa dilakukan kepada para majikan.
Cara lain adalah dengan memperketat syarat pelaksanaan rekrutmen TKI. Dengan peyempurnaan, diharapkan dapat menekan berbagai masalah yang muncul. Pemberian izin yang yang lebih ketat, dan berkoordinasi dengan perwakilan di Arab Saudi, menjadi target penyelesaian.
"Sekarang, tidak semua agen di Arab Saudi atau majikan bisa merekrut TKI tanpa melakukan seleksi dan pendaftaran di KBRI dan KJRI kita," tambah Muhaimin.
Perjanjian kerja pun, tambah Muhaimin, mutlak dibutuhkan. Hak dasar seperti gaji yang akan dberikan, jam kerja, kondisi kerja, masa kontrak, akses komunikasi, yang selama ini tidak ada kini harus tingkatkan.
"Terpenting juga adalah mengenai denah lokasi rumah majikan sehingga bisa diketahui posisi TKI kita," kata Muhaimin.
Sumber: vivanews.com
Aneka Olahan Seafood Khas Layar
Kalau Anda penyuka makanan laut, tentu tak asing dengan nama Layar Seafood dan Ikan Bakar. Resto yang kini telah memiliki dua cabang di Villa Bukit Mas dan Manyar Kertoarjo ini selalu ramai diserbu pengunjung dari kalangan menengah atas, terutama saat jam-jam makan.
BEGITU datang ke rumah makan ini, Anda akan langsung dibuat kesengsem dengan aroma masakan yang sudah langsung bisa tercium saat baru turun dari mobil. Pasalnya, tempat bakaran di rumah makan ini memang terletak di depan. Selain bisa merangsang selera, pengunjung juga bisa melihat langsung proses memasaknya.
Anda tak perlu khawatir pula soal pelayanan. Sebab, di rumah makan ini semua petugas akan sigap menyambut Anda, termasuk tukang parkir valet. Setelah itu, Anda bisa masuk dan memilih sendiri aneka seafood seperti kepiting, kerang, dan macam-macam ikan segar.
Setelah memilih, seafood atau ikan tersebut akan ditimbang dan dimasak. Kalau tidak antre, tak lebih dari lima belas menit pesanan akan segera bisa diantar. Namun, jika sedang ramai, Anda harus bersabar menunggu giliran. Apalagi saat jam-jam waktu makan, pengunjung di rumah makan ini berjubel. “Untuk mengantisipasinya, kami membuat kartu antrean,” terang Udin, Manager Operasional LAYAR Seafood di Manyar Kertoarjo.
Suasana di resto LAYAR terbilang nyaman dan bersih. Di LAYAR Manyar Kertoajo, ada dua lantai yang siap menampung pengunjung dengan kapasitas sekitar 350 tempat duduk. Sementara, di LAYAR Villa Bukit Mas, bisa menampung sekitar 200 pengunjung.
Yang barangkali cukup unik di LAYAR adalah meja yang digunakan. Setiap meja yang ada di rumah makan tersebut dilapisi tumpukan plastik. Mungkin, bagi pengunjung yang baru datang, pemandangan itu terasa aneh. Namun, ketika ditelisik lebih jauh ternyata tumpukan plastik tersebut tidak hanya digunakan sebagai taplak semata melainkan berfungsi untuk mempercepat membersihkan sisa makanan. Jadi, begitu pengunjung selesai makan, maka pelayan tidak perlu repot-repot membersihkan sisa makanan yang menempel. Cukup dengan mengambil plastik tersebut maka meja pun langsung bersih dan tidak bau amis.
Rata-Rata 200 Pengunjung per Hari
Sebagai restoran yang sudah dikenal kelezatan seafoodnya, LAYAR memang banyak dikunjungi. Beberapa waktu lalu, saat F&R berkunjung ke LAYAR Manyar Kertoarjo, meja-meja makan terlihat banyak yang terisi. Mereka kebanyakan rombongan dari instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Terutama, pada jam makan siang. Sementara, jika malam hari, pengunjung kebanyakan dari rombongan keluarga.
Disinggung soal rata-rata pengunjung perhari, Udin mengatakan bahwa perhari pengunjung di LAYAR bisa mencapai 200 orang untuk hari biasa. Namun, jika Sabtu dan Minggu pengunjung bisa mencapai 300 orang.
Hal yang sama terjadi di LAYAR Villa Bukit Mas. Menurut Wiwied, Manajer Operasional LAYAR Villa Bukit Mas, rata-rata perhari pengunjung yang datang mencapai 200 hingga 300 orang. Kebanyakan, pengunjung yang datang adalah rombongan.
Bagaimana dengan stok bahan bakunya? LAYAR memang sudah punya pemasok khusus. Untuk kepiting, LAYAR memasok dari Kalimantan. Ini dilakukan untuk menjaga kualitas seafoodnya.
Sensasi kenikmatan seafood di LAYAR memang menggoda. Salah satu pengunjung, Victor (24) mengaku terpikat dengan kelezatan kepiting telor asin. Ia mengaku hampir setiap bulan minimal tiga kali datang ke LAYAR untuk menikmati sajian spesial kepiting telor asin.
Menurut Victor, kelezatan kepiting telor asin ada pada rasanya yang mantap, gurih, dan bercitarasa tinggi. Selain menyukai kepiting telor asin, Victor juga senang steam ikan kerapu dengan sambalnya yang khas. Untuk minumnya, Victor memilih jus labu yang katanya enak dan segar.
Sumber: surabayaview.com
Lontong Balap, Kuliner Khas Surabaya
Hadirnya kuliner di suatu daerah, tak lepas dari cerita rakyat atau yang disebut juga dengan legenda maupun mitos-mitos tertentu. Surabaya yang telah lama dikenal memiliki banyak kuliner unik, yang salah satunya adalah lontong balap, pun tak lepas dari mitos-mitos berbumbu legenda tersebut.
Sekilas mungkin orang manca Surabaya sudah dapat menebak, kenapa sih kok dinamakan lontong balap? Pasti karena ada yang berkaitan dengan balapan (adu kecepatan). Lha, apa mungkin sebuah lontong bisa adu kecapatan. Tentu bukan lontongnya yang saling unjuk kebolehan, melainkan si worker-nya, atau si penjualnya yang ‘balapan’, sehingga kemudian muncul istilah lontong balap ini.
Memang, awalnya lontong balap dijajakan oleh para penjualnya dengan memikul dagangannya. Dua sisi pikulan kanan-kiri,satu berisi kemaron (yang memuat kuah, sisi lainnya sebagai tempat kebutuhan lainnya misalnya lontong, taoge, dll. Mengapa kok harus balapan? Sebenarnya bukan balapan, tapi memang langkah para penjual ini tergolong cepat. Bisa jadi agar mereka segera cepat sampai yang mau dituju, mengingat pikulan yang disandang tidaklah ringan, sehingga semakin cepat sampai maka akan mengurangi bebannya pula.
Namanya juga lontong balap, tentu tampilan menu ini identik dengan lontong. Dalam suguhannya, lontong balap dihidangkan dalam sebuah mangkuk atau piring, irisan lontong diletakkan di atasnya, ditambah tauge, irisan lentho, tahu goreng kering, disiram kuahnya, ditaburi bawang goreng, ditambah lagi kecap manis bagi yang suka plus sedikit sambal petis hitam, dan siap dihidangkan deh. Semakin pas dengan beberapa tusuk sate kerang sebagai pendamping menyantapnya. Makanya, ketika di luar kota ada penggemarnya mendapati sajian lontong balap hanya berisi dua potong irisan lontong dia langsung berkelakar dengan mengatakan, ”wah, kalo ini sih namanya tauge balap, karena banyakan taogenya daripada lontongnya. Masak sih lontongnya cuma dua iris.”
Cita Rasa dan Khasiat
Bicara tentang cita rasanya, lontong balap termasuk menu yang tidak terlalu berat. Artinya hidangan ini benar-benar cocok sebagai jajanan seperti halnya bakso, bukan hidanga rumahan sehari-hari. Kuahnya juga termasuk sederhana namun bercitarasa sedap penuh gizi, karena dihasilkan dari kaldu daging. Sumber vitamin lainnya juga bisa didapat dari lontong balap bersumber dari tauge rebusnya. Karena taoge sendiri merupakan sumber vitamin C yang cukup bagus, yakni mengandung 15 mg per 100 gramnya. Tauge juga kaya vitamin E (alfa-tokoferol) sehingga diyakini mampu meningkatkan kesuburan. Selain itu, tauge pun memiliki kandungan zat anti kembung sehingga baik untuk penceranaan.
Selain tauge, dalam menu lontong balap terdapat juga kandungan gizi lain yang bersumber dari petis hitamnya. Sebagaimana telah banyak diketahui bahwa petis memiliki kandungan protein petis cukup tinggi (15-20 g/100 g), sekaligus sebagai pembangkit cita rasa. Pada petis terkandung juga kalsium, fosfor, dan zat besi, masing-masing sebanyak 37, 36, dan 3 mg per 100 g.
Nah, tak salah bila banyak orang menyukai lontong balap ini. Selain cira rasanya sedap dan unik, kandungan vitamin dan gizinya pun cukup untuk menunjang kesehatan. Maka tepat sekali bila tahun ini salah satu produk kecap mengusungnya sebagai salah satu ikon jajanan untuk event kulinernya. So, lontong balap memang punya cerita tersendiri dalam bagiannya sebagai kuliner khas Surabaya. Terbukti dalam salah satu syair lagu lawas pop jawa yang dibawakan oleh Mus Mulyadi, ada yang menyitir makanan khas Surabaya ini dalam lagu ”Semanggi Suroboyo.... Lontong Balap Wonokromo....” Kini, tinggal bagaimana kita semua kian mempopulerkan menu spesial khas Surabaya ini kepada masyarakat luar Surabaya bahkan dunia.
(arohmanmail@yahoo.com)
Bebek Pak Qomar yang Bikin Ketagihan
Bagi penggemar nasi bebek, barangkali Depot Bebek Pak Qomar bisa menjadi salah satu alternatif kala berburu nasi bebek di Surabaya. Sensasi kelezatan nasi bebek plus sambalnya membuat depot yang berlokasi di Jalan Raya Lontar No 46, Surabaya Barat ini tak pernah sepi pengunjung.
Jika anda berkesempatan berkunjung ke depot ini, anda akan menyaksikan banyaknya pengunjung yang berjubel terutama saat jam-jam makan, baik siang maupun sore. Mereka (para pengunjung) berasal dari berbagai kalangan baik menengah maupun kelas atas. Itu terlihat dari antrean parkir motor dan mobil yang berada di area depot.
Karena itulah, jika anda berkunjung pada jam-jam makan siang, bersiap-siaplah untuk menunggu antrean meja makan. Sebab, depot yang memiliki kapasitas sekitar 40 pengunjung ini kebanyakan sudah penuh. Namun, anda tak perlu khawatir, sambil menunggu antrean, aroma bebek yang sedap akan mengusir kejenuhan menunggu.
Karena banyaknya pengunjung itulah, Nurul Qomar, pemilik Bebek Pak Qomar, mengaku paling sedikit menghabiskan 1.500 porsi nasi bebek setiap hari. Keramaian bebek qomar ini selain lezat, juga didukung dengan harganya yang relatif terjangkau. Seporsi bebek, anda cukup merogoh kocek Rp.10.000. Depot ini buka setiap hari mulai pukul 09.00-18.00 kecuali Jumat.
Direbus dengan Bumbu Spesial
Apa yang menyebabkan Bebek Pak Qomar begitu diminati pelanggan? Mengenai hal ini, Nurul Qomar sedikit membocorkan rahasia dapurnya. Menurut Qomar, ia memiliki resep tersendiri untuk menghilangkan amis yang melekat pada daging bebek, yakni terlebih dahulu direbus dengan racikan bumbu yang spesial. Sehingga saat digoreng akan menimbulkan aroma yang lezat dan nikmat.
Mengenai kelezatan bebek pak qomar, Nur Khoiriyah, salah seorang pengunjung mengakuinya.Perempuan asal Pacet, Mojokerto itu mengaku ketagihan bebek pak qomar lantaran rasanya yang enak banget. “Dagingnya gurih, sambalnya mantep, terus ditambah lagi ada kremesannya. Wah, mantep banget. Kalau nggak percaya, coba sendiri deh,” pungkasnya.
Depot Bebek Pak Qomar
Jl Raya Lontar No 46 Surabaya Telp. (031) 7417540
Jam buka: setiap hari pukul 09.00-18.00, (kecuali jumat).
Harga: 10.000 per porsi
Sumber: surabayaview.com
Hangat Gurih Soto Asli Kudus
Kuah soto yang hangat memang paling pas untuk mengembalikan stamina yang sedang turun. Racikan soto ayam khas Kudus ini memang sedikit berbeda. Memakai campuran santan encer plus bumbu yang komplet hingga rasanya sangat gurih enak. Semburat rasa manis plus taburan tauge membuat rasanya beanr-benar segar! Yang satu ini memang bikin ketagihan!
Saat singgah di kota Kudus, tiba-tiba saja saya ingin menikmati soto Kudus di tempat asalnya. Kalau biasanya saya mencicipi soto Kudus di Jakarta, maka kali ini saya ingin membuktikan keaslian soto Kudus. Segar saya menunju ke warung soto Bu Jatmi di kawasan Jl. Wahid Hasyim No.43 Kudus.
Warung Sederhana Bu Jatmi namanya. Warung s ini hanya menyediakan menu soto kudus baik soto ayam, maupun soto kerbau dan ada juga pindang kerbau. Kudus kota kecil yang terkenal sebagai kota santri ini ternyata juga menyimpan kuliner yang pastinya sayang kalau dilewatkan. Soto khas Kudus ini selalu menggunakan daging kerbau, karena konon katanya di daerah Kudus ada kepercayaan daerah yang melarang penyembelihan sapi. Oleh karenanya disini kalau tidak soto kerbau ya soto ayam.
Toko sederhana milik Bu Jatmi ini sudah berdiri cukup lama, lokasinya yang bukan di jalan protokol tak lantas membuat warung ini sepi pengunjung. Seperti siang kemarin saat saya mampir kesana, hampir semua meja sudah terisi penuh. Bahkan angkringan khas soto Kudus sudah dikelilingi oleh pemebeli.
Untung saja saya tak perlu lama-lama menunggu. Saya duduk tepat di depan angkringan soto. Di hadapan saya tersaji banyak sekali makanan pendamping soto Kudus ini. Sebut saja sate paru goreng, sate telur puyuh, sate ati ampela, tahu tempe goreng, perkedel, sate jeroan atau gotro bahkan sampai dengan otak goreng balut tepung. Tak ketinggalan aneka keripik dan kerupuk dalam kemasan plastik.
Soto ayam disajikan dalam mangkuk porselin Cina khas soto Kudus. Kuahny panas mengepul karena baru diambil dari periuk tanaha liat yang dipanaskan terus-menerus. Kuahnya mengumbar aroma gurih wangi bawang dan kemiri. Kuning agak butek karena memakai santan encer. Sangat berbeda dengan soto Kudus di Jakarta yang berkuah bening.
Dalam satu kali hirup sangat terasa tonjokan bumbu yang royal dari racikan soto bu Jatmi ini. Apalagi ia tidak pelit menaburkan bawang goreng! Soto kerbau pun disajikan dalam mangkuk mungil dari porselin, lebih kecil dari porsi soto ayam. Kuahnya pun mengepul karena masih panas mendidih.
Harum aroma bawang putih nya sangat kuat, tak heran karena bawang putih gorengnya ditaburi sangat royal diatasnya. Warna kuahnya berwarna kuning kecoklatan cenderung butek. Mungkin karena penggunaan sedikit santan dan kecap dalam sotonya. Saat menyerutup kuah soto, ada jejak rasa manis dalam kuahnya.
Inilah yang membedakan soto Kudus dengan soto lainnya. Rasa manis dan gurih bersamaan dalam sekali santap. Saya yang memang tidak terlalu suka dengan rasa manis memilih menambahkan kucuran air jeruk nipis dan juga sambal. Hmm.. rasanya jadi tambah enak dan segar!
Soto kudus tidak menggunakan soun sebagai isinya, hanya irisn kol, tauge, nasi, daun seledri, suwiran ayam atau potongan daging kerbau yang tipis. Tak ketinggalan taburan bawang goreng dan juga bawang putih sebagai sentuhan akhir. Rasanya enak dan segar bisa mengembalikan tenaga setelah lelah seharian. Sate paru dan juga telur puyuh pun tak terlewatkan untuk menemani saya menyantap soto Kudus.
Jejak soto pun dihapus dengan segelas kesegaran es kopyor. Di warung ini memang memiliki menu es kopyor yang enak, dicampur dengan sirup merah kuno yang wangi legit! Kelapa kopyor yang manis memang tersohor di wilayah Kudus dan Jepara ini. Disudut ruangan saya melihat setumpuk jeruk Bali dengan ukuran yang sangat besar.
Saya langsung tergiur untuk membelinya, apalagi setelah diberitahu kalau jeruk Bali dari Kudus ini rasanya lebih manis dan kandungan airnya lebih banyak dibandingkan jeruk Bali yang berasal dari Madiun dan juga dari Bali sendiri. Sebuah jeruk Bali ini dihargai Rp 20.000,00 saja baik yang besar maupun yang kecil. Wah.. cukup murah juga ternyata, apalagi setelah dicoba memang tidak mengecewakan.
Untuk semangkuk soto Kudus ayam ini kita cukup merogoh kocek sebesar Rp. 6.000,00 dan unutk soto kerbau kita merogoh kocek sebesar Rp. 8.000,00 Hmm.. harga yang cukup murah terjangkau bukan? Kalau melintasi kota kretek ini jangan lupa mengisi perut di warung bu Jatmi ini!
Warung Sederhana Bu Jatmi (Soto Ayam dan Soto Kerbau)
Jl. Wahid Hasyim No.43 Kudus, Jawa Tengah
Telp: 0291-446170
Sumber: food.detik.com
Uenak Tenan Timlo Solo Sastrohartono
Di saat tiupan angin terasa semilir dingin, paling enak memang manyantap hidangan yang satu ini. Kuahnya bening, gurih dan wangi. Irisan dadar berisi ayam, ati ampela dan telur pindang yang kecokelatan membuat rasanya mantap. Apalagi setelah diaduk dengan sedikit sambal kecap rawit! Hmm..gurih, manis, pedas!
Tiap mampir ke kota Solo seolah ada ritual yang mesti saya jalani. Apalagi kalau bukan mampir ke warung timlo Sastro yang ada di daerah Balong, pasar Gede. Siang itu mendung mengglayut dan udara terasa dingin, rasanya alasan saya buat mampir jadi makin pas saja.
Warung timlo yang ada sejal tahun 1952 ini ada di emperan di bagian timur pasar Gede. Warung ini didirkan pertama kali oleh pak Sastrohartono yang kemudian namanya dipakai sebagai merk timlo Solo racikannya. Padahal sebenarnya menyantap timlo di sini agak kurang nyaman. Karena tiap ada tiupan angin, ikut terbawa aroma sampah pasar yang kurang sedap itu. Tapi rasa kangen timlo mengalahkan aroma tak sedap itu.
Racikan yang disebut timlo khas pak Satro ini berupa sup bening, kaldu ayam bening dengan sosis berupa dadar pipih berisi cincangan ayam, potongan hati, ample dan telur ayam yang semuanya sudah dibumbui kecap dengan warna kecokelatan. Taburan bawang merah goreng melengkapi sajian sup ini.
Di tempat lain timlo sering ditambah dengan tauge, kol dan suun sehingga mirip soto tetapi dari dulu kala timlo pak Satro ya bening sederhana. Siang itu warung tidak terlalu padat hanya ada beberapa orang makan menempati meja kayu panjang yang berderet di emperan yang dijadikan warung makan. Biasanya warung ini di pagi hari dijejali pengunjung yang sarapan sebelum ke pasar Gede.
Pilihan menunya bisa timlo komplet, timlo hati, ampela, sosis, bisa dipesan terpisah atau disatukan dengan nasi. Tempat meracik timlo ada di sisi kanan, baskom berisi aneka isian timlo berderet dan panci berisi kaldu mendidihpun selalu dipanaskan di atas tungku.
Pesanan tak memakan waktu lama, langsung disajikan dalam mangkuk sedang. Aroma gurih kaldu segera tercium. Irisan sosi, hati, ampela dan telur kecokelatpun menyesaki mangkuk. Hirupan kuahnya terasa sangat ringan, gurih kaldu ayam dengan rasa asin yang tak berlebihan.
Setelah diaduk dengan sambal kecap rawit barulah terasa aksen pedas manis yang menggairahkan. Disuap perlahan dengan nasi hangat membuat racikan ini benar-benar menumpaskan rasa kangen saya pada makanan khas Solo ini. Makin enak saat dimakan dengan kerupuk rambak.
Ya, kerupuk kulit khas Solo ini besar, gendut dan renyah kering. Setelah sedikit lembek dalam celupan kuah timlo rasanya jadi makin gurih enak saja. Ada siomay dari adonan tahu, bihun dan wortel yang bisa juga dijadikan tambahan lauk.
Buliran kecil keringatpun membasahi dahi dan leher. Perutpun terasa hangat dan kenyang. Harga yang ditawarkan juga tak mahal. Untuk timlo komplet Rp. 12.000,00, timlo ati rempelo dan timlo sosis telor Rp. 9.000,00 dan timlo sosis rempola ati Rp. 9.000,00. Cara menghitung bonpun tak memakai kertas tetapi pakai batu tulis alias sabak dan kapur. Sang pelayan akan menghitung secepat Anda mengucapkan pesanan Anda, bahkan lebih cepat dari kalkulator!
RM Timlo Sastro
Sejak 1952-100% halal
Pasar Gede Timur 1-2 (Balong) Solo
Buka : 06.30-15.30
Jl. Wahidin 5 no. 30 (Ruko tugu lilin Penumping A 5)Solo
Buka : 06.30 -22.00
Sumber: food.detik.com
Bakmi Djogja Mas Tok
Bakmi goreng Djogja ini lezat hangat, bisa melawan rasa dingin di malam hari. Mi nya lembut berbalut bumbu beraroma bawang putih yang cukup tajam. Irisan daging ayam kampung yang empuk dan potongan sayuran jadi isiannya yang komplet, cocok untuk mengganjal perut yang tengah lapar!
Jalanan Buncit yang luar biasa padat merayap setiap malam kadang bikin jengkel. Belum lagi perut lapar karena belum makan malam. Hasilnya, Pondok Bakmi Djogja Mas Tok yang lokasinya sebelum Rumah PAN jadi tempat saya singgah semalam. Warung ini selalu ramai pengunjung, bahkan deretan mobil selalu saja menyesaki area parkiran yang tidak seberapa luas.
Rasa lapar dan penasaran yang membuat saya langsung berbelok ke warung ini. Beberapa pengunjung baru saja meninggalkan meja mereka, sehingga saya tak perlu mengantri untuk mendapatkan duduk. Ada lebih dari lima buah meja panjang sederhana mengisi petak warungnya, dua buah anglo berjajar di bagian depan samping gerobak tempat meracik minya.
Malam ini saya mencicipi bakmi goreng djogja spesial paha. Ada beberapa jenis pilihan lainnya, ada bakmi godog spesial, bihun goreng, bakmi goreng, hingga nasi goreng Magelangan. Untung saja, warung Mas Tok sedang tidak kebanjiran pengunjung, sehingga saya tak perlu menunggu terlalu lama sampai pesanan saya matang.
Seporsi Bakmi Goreng Spesial Paha (Rp 19.000) ini mengejutkan saya. Porsinya sangat besar, dan bisa disantap untuk berdua. Sepotong paha ayam kampung jadi pelengkapnya. Hmm..aroma yang menggiurkan membuat saya tak sabar untuk segera mencicipinya. Tabruan bawang goreng, daun seledri sebagai toppingnya. Potongan tomat, irisan kol, dan suwiran daging ayam menyembul diantara mi gorengnya.
Mi nya pipih lembut, rasanya gurih-gurih dengan semburat rasa manis yang tidak dominan dan juga bumbu bawang putih dan kemiri yang cukup tajam. Penggunaan sedikit kecap yang membuat mi ini berwarna kecokelatan dan menimbulklan rasa manis yang lamat-lamat. Bakmi goreng ataupun bakmi godog racikan Mas Tok ini memiliki standar rasa. Pelayan pun tidak akan menanyakan saya ingin mi dengan rasa pedas ataupun tidak.
Karena disetiap meja disediakan semangkuk cabai rawit yang sebagai teman makan mi. Sebelum disantap cabai rawit utuh ini saya potong-potong terlebih dahulu. Jadi bikin rasanya lebih gigit! Ayam yang digunakan adalah ayam kampung. Ukurannya cukup besar dan dagingnya yang empuk mudah di koyak denan garpu dan sendok. Daging ayamnya pun terasa gurih hingga ke bagian dalam.
Untuk yang tengah lapar berat, seporsi bakmi goreng ini pastilah cukup. Tapi jika tidak terlalu lapar, mi goreng ini bisa disantap berdua. Segelas teh poci gula batu yang hangat membersihkan tenggorokan saya dari jejak minyak bakmi goreng ini. Hmm..setelah perut kenyang, saya pun siap menerjang kemacetan Buncit kembali.
Bakmi Djogja Mas Tok
Jl. Warung Buncit Raya (Samping Rumah PAN)
Sumber: food.detik.com
Jangan Merasa Modern Karena Menanggalkan Islam
Menteri Agama Suryadharma Ali
Menteri Agama, Suryadharma Ali, angkat komentar soal fenomena banyaknya remaja yang merasa bangga dan modern karena menanggalkan Islam. Ia mengimbau para pemuda agar tidak merasa modern karena menanggalkan Islam.
"Jangan merasa modern karena menanggalkan Islam," kata Menteri Agama (Menag) yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu ketika membuka Muktamar II Angkatan Muda Ka'bah (AMK) di Asrama Haji Medan, Rabu (15/12) malam.
Ia menjelaskan, muktamar merupakan momentum bagi para pemuda Ka'bah untuk menetapkan visi dan misi serta nilai perjuangan sesuai ajaran Islam. "Termasuk bila berkeinginan menjadi organisasi yang modern, maka diharapkan jangan sekali-kali meninggalkan nilai-nilai ajaran Islam," katanya.
Menurut dia, tantangan pemuda ke depan sangat besar serta dengan kompleksitas yang juga kian meningkat, sehingga Islam menjadi landasan untuk menghadapi tantangan itu. Selain itu, Angkatan Muda Ka'bah juga harus memiliki kemampuan membaca fenomena sosial saat ini termasuk soal demokrasi, tambahnya.
"Demokrasi tidak bisa ditawar-tawar, maka pemuda Ka'bah harus mengawal demokrasi itu," ucapnya.
Islam dan Demokrasi Tidak Bertentangan
"Demokrasi akan bertentangan dengan Islam jika hanya mengembangkan paham kebebasan yang absolut sehingga segala sesuatunya menjadi kebablasan dan bebas nilai," kata Suryadharma Ali, di Bukittinggi, Sumatera Barat, Ahad.
Hal tersebut disampaikannya saat bersilaturahmi dengan keluarga besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) Sumatera Barat di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Dikatakannya, saat ini demokrasi yag seharusnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baru sebatas eforia untuk melakukan kritik dengan cara-cara yang bertentangan dengan akhlak yang baik.
Ia mencontohkan saat ini ada rektor yang didemo oleh mahasiswanya dengan cara-cara yang tidak santun.
"Bahkan ada mahasiswa yang meminta dilibatkan dalam pemilihan rektor,ini sama artinya mahasiswa minta disejajarkan posisinya ," lanjut dia.
Dikatakan, jika posisi mahasiswa dengan rektor sejajar tentu akan bisa saling memberikan perintah karena posisinya setara. "Hal tersebut jelas merupakan salah satu bentuk demokrasi yang telah kebablasan," lanjut dia.
Menurutnya, seharusnya demokrasi yang harus dikembangkan adalah demokrasi yang sehat serta bisa mewujudkan tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Sumber: republika.co.id
Sejak Lahir Ahmadiyah Sudah Bermasalah
Menteri Agama Suryadharma Ali
Menteri Agama RI, Suryadharma Ali menyatakan bahwa Jamaah Ahmadiyah sejak lahir telah menimbulkan masalah. Hampir seluruh organisasi Islam di seluruh dunia menganggap ajaran jamaah itu sesat.
“Organisasi Islam di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, dan MUI, atau organisasi Islam di berbagai negara dunia telah mengeluarkan mereka dari ajaran Agama Islam,” ujar Suryadharma pada rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (9/2) malam.
Menurutnya, muncul dan berkembangnya Ahmadiyah di Indonesia ini merupakan salah satu ekspresi kebebasan beragama yang keliru. Mereka yang menganut dan mendukung ajaran ini mendefinisikan kebebasan beragama itu adalah bisa melakukan apa saja.
“Apakah kebebasan beragama itu harus mengubah ayat-ayat Al-Quran yang merupakan kitab suci umat Islam,” ujarnya. Menurutnya, Jamaah Ahmadiyah telah mengubah sebanyak 839 dari 6.666 ayat Al-Quran. Hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran dan penistaan terhadap agama.
Oleh karena itu, pemerintah menjamin kemurnian ajaran Agama Islam yang merupakan salah satu agama resmi yang diakui pemerintah berhak melakukan tindakan tegas terhadap Jamaah Ahmadiyah ini. Namun, tindakan tegas itu masih menunggu hasil rumusan dari instansi terkait seperti Kejaksaan, Kepolisian, Kemendagri, dan Polri.
Seperti diketahui, ajaran Ahmadiyah kembali menjadi pembicaraan. Hal tersebut terkait dengan bentrokan yang terjadi di CIkeusik, Pandeglang, Banten antara warga dengan Jamaah AHmadiyah. Akibat bentrokan itu, tiga orang meninggal dunia.
Sumber: republika.co.id
Misteri Massa Beringas Berpita Biru dan Hijau
Video Tragedi Ahmadiyah
Video peristiwa penyerbuan rumah jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, menjadi bukti yang sangat penting untuk mengungkap tragedi itu. Salah satu fakta yang paling mencolok adalah soal pita biru dan hijau yang dipakai para penyerbu rumah jemaat Ahmadiyah.
Video penyerbuan di Cikeusik, pada Minggu (6/2) silam, yang sudah dikantongi YLBHI ini berisikan 39 klip video mulai dari rapat internal jemaat Ahmadiyah sampai adegan penyerbuan dan penyiksaan secara kejam. Nah, soal pria-pria berpita biru dan hijau itu juga terekam dalam video.
Dalam file video M2U02093.MPG, tampak adegan penyerbu mendatangi rumah Ahmadiyah. Para penyerbu mengenakan pita biru. Pita ini berukuran kecil dan disematkan di bagian dada kanan, kiri, lengan baju atau kerah, atau topi atau penutup kepala. Pita ini tampak jelas pada rombongan pertama yang mendatangi rumah jemaat Ahmadiyah.
Setelah kerusuhan mulai pecah, lebih banyak lagi penyerbu yang datang dengan pita biru disematkan pada pakaian mereka. Namun rupanya, bukan hanya pita biru saja yang dipakai.
Belakangan, setelah kerusuhan dan perang batu berlangsung selama 15 menit, datang pula penyerbu rombongan kedua yang memakai pita hijau. Pita kecil ini pun disematkan di pakaian penyerbu, baik di baju, atau topi. Jumlahnya cukup banyak. Mereka langsung bergabung dengan penyerbu pita biru menimpuki dan merusak rumah dan mobil Toyota Innova hitam bernomor polisi B 1435 YE.
Yang jelas, ada juga warga sekitar yang ikut menonton kejadian ini. Mereka tampak hanya mengamati kejadian. Nah warga sekitar yang diam saja ini, tidak tampak memakai pita apa pun di baju mereka.
Hingga kini, soal penggunaan pita biru dan pita hijau oleh massa masih misterius. Namun, dari penggunaan pita itu, terindikasi bahwa penyerbuan ini memang sudah terkoordinasi dengan baik. Siapa orang di balik kasus ini, hingga kini juga masih belum jelas. Polri pun mengatakan masih mendalami hal ini.
Sumber: detiknews.com
Isi Tiga Selebaran dan Buku Antonius R Bawengan
Antonius Richmond Bawengan, terdakwa penistaan agama disidangkan di Pengadilan Negeri Temanggung karena menyebarkan sejumlah selebaran dan buku yang dianggap melecehkan keyakinan agama tertentu. Akibat perbuatannya itu, Pengadilan Negeri Temanggung pun kemarin telah memvonis pria asal Manado ini lima tahun penjara.
Menurut Kepala Hubungan Masyarakat PN Temanggung Agus Setiawan, Bawengan saat itu menyebarkan tiga selebaran dan dua buku.
Tiga selebaran itu berukuran kertas folio dan dibagi tiga kolom. Masing-masing berjudul “Bencana Malapetaka Kecelakaan (Selamatkan Diri Dari Dajjal), “Tiga Sponsor-Tiga Agenda-Tiga Hasil” dan “Putusan Hakim Bebas”.
Isi ketiga selebaran itu pada dasarnya merupakan kritik pada kondisi masyarakat saat ini. Tak hanya mengkritik ajaran Islam, dalam ketiga selebaran itu juga mengkritik agama Nasrani.
Dalam halaman muka selebaran berjudul “Tiga Sponsor-Tiga Agenda-Tiga Hasil” misalnya, terdapat tiga gambar tiga agama. Gambar bintang segi enam yang dikenal sebagai simbol agama Yahudi, gambar Yesus sebagai simbol Nasrani dan gambar bulan sabit dengan bintang di tengahnya sebagai simbol Islam.
Selebaran yang lain, berjudul “Bencana Malapetaka Kecelakaan (Selamatkan Diri Dari Dajjal), di halaman depannya tertulis malapetakan saat ini diantaranya adalah bencana tsunami, gempa, banjir dan lain sebagaianya. “Tiga selebaran itu satu set,” kata Agus Setiawan, Rabu (9/2) sore.
Adapun dua buku yang disebarkan terdakwa, masing-masing berjudul “Ya Tuhanku, Tertipu Aku!” yang terdiri dari 60 halaman dan “Saudaraku Perlukah Sponsor” yang terdiri dari 35 halaman. Keduanya merupakan buku saku dengan isi yang tak jauh berbeda dengan tiga selebaran sebelumnya.
Baik pada selebaran dan buku, banyak dikutip ayat-ayat al-Quran dan Injil, untuk menguatkan kritik terhadap agama-agama tertentu.
Terdakwa Antonius, merupakan warga Jakarta Timur asal Manado yang mampir ke rumah seorang rekannya di Desa Kranggan Kecamatan Kranggan Temanggung. Buku dan selebaran itu disebarkan terdakwa pada Oktober lalu di Temanggung. Ulahnya itu lantas memicu warga menangkap dan menyerahkannya ke kepolisian.
Selasa (8/2) kemarin, sebelum terjadi amuk massa di Temanggung, kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Temanggung. Dengan agenda sidang pembacaan tuntutan, pada hari itu juga terdakwa langsung divonis 5 tahun penjara karena dianggap melanggar pasal 156 KUHP tentang penistaan agama. Vonis itu merupakan vonis maksimal sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
Ketua PN Temanggung Dwi Dayanto mengatakan proses putusan itu telah sesuai dengan prosedur persidangan. Vonis dijatuhkan bersamaan dalam sidang pembacaan tuntutan. “Jadi tidak buru-buru, memang seperti itu,” kata dia.
Sumber: tempointeraktif.com
Menurut Kepala Hubungan Masyarakat PN Temanggung Agus Setiawan, Bawengan saat itu menyebarkan tiga selebaran dan dua buku.
Tiga selebaran itu berukuran kertas folio dan dibagi tiga kolom. Masing-masing berjudul “Bencana Malapetaka Kecelakaan (Selamatkan Diri Dari Dajjal), “Tiga Sponsor-Tiga Agenda-Tiga Hasil” dan “Putusan Hakim Bebas”.
Isi ketiga selebaran itu pada dasarnya merupakan kritik pada kondisi masyarakat saat ini. Tak hanya mengkritik ajaran Islam, dalam ketiga selebaran itu juga mengkritik agama Nasrani.
Dalam halaman muka selebaran berjudul “Tiga Sponsor-Tiga Agenda-Tiga Hasil” misalnya, terdapat tiga gambar tiga agama. Gambar bintang segi enam yang dikenal sebagai simbol agama Yahudi, gambar Yesus sebagai simbol Nasrani dan gambar bulan sabit dengan bintang di tengahnya sebagai simbol Islam.
Selebaran yang lain, berjudul “Bencana Malapetaka Kecelakaan (Selamatkan Diri Dari Dajjal), di halaman depannya tertulis malapetakan saat ini diantaranya adalah bencana tsunami, gempa, banjir dan lain sebagaianya. “Tiga selebaran itu satu set,” kata Agus Setiawan, Rabu (9/2) sore.
Adapun dua buku yang disebarkan terdakwa, masing-masing berjudul “Ya Tuhanku, Tertipu Aku!” yang terdiri dari 60 halaman dan “Saudaraku Perlukah Sponsor” yang terdiri dari 35 halaman. Keduanya merupakan buku saku dengan isi yang tak jauh berbeda dengan tiga selebaran sebelumnya.
Baik pada selebaran dan buku, banyak dikutip ayat-ayat al-Quran dan Injil, untuk menguatkan kritik terhadap agama-agama tertentu.
Terdakwa Antonius, merupakan warga Jakarta Timur asal Manado yang mampir ke rumah seorang rekannya di Desa Kranggan Kecamatan Kranggan Temanggung. Buku dan selebaran itu disebarkan terdakwa pada Oktober lalu di Temanggung. Ulahnya itu lantas memicu warga menangkap dan menyerahkannya ke kepolisian.
Selasa (8/2) kemarin, sebelum terjadi amuk massa di Temanggung, kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Temanggung. Dengan agenda sidang pembacaan tuntutan, pada hari itu juga terdakwa langsung divonis 5 tahun penjara karena dianggap melanggar pasal 156 KUHP tentang penistaan agama. Vonis itu merupakan vonis maksimal sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
Ketua PN Temanggung Dwi Dayanto mengatakan proses putusan itu telah sesuai dengan prosedur persidangan. Vonis dijatuhkan bersamaan dalam sidang pembacaan tuntutan. “Jadi tidak buru-buru, memang seperti itu,” kata dia.
Sumber: tempointeraktif.com
Menelusuri Pengupload Video Tragedi Ahmadiyah di Youtube
Tak lama setelah terjadi kasus kekerasan yang dilakukan oleh massa terhadap warga Ahmadiyah Cikeusik, Pandeglang, Banten, muncul video tentang aksi kekerasan massa tersebut di Youtube. Video itu pun banyak diunduh. Namun tak lama kemudian, video itu pun diblokir.
Hasil penelusurusan, sang pengupload bernama Andreas Harsono. Namun saat dikonfirmasi detikcom, Andreas menyerahkannya kepada timnya untuk menjawab. Menurutnya, ada timnya yang bertugas khusus untuk menjawab pertanyaan ini.
"Ada tim saya bernama Elaine yang akan menjawabnya," kata Andreas singkat kepada detikcom via telepon, Rabu (9/2/2011) malam.
Andreas kemudian meminta detikcom untuk meneleponnya kembali 2 menit kemudian. Namun saat ditelepon kembali, Andreas tidak mengangkat teleponnya. Baru setelah di-SMS, Andreas membalasnya.
Dalam balasannya tersebut, Andreas kemudian memberikan nomor Elaine yang dia maksud. Namun ternyata nama lengkap orang yang dimaksud adalah Elaine Pearson, yang saat ini berada di Perth, Australia. Selain meminta menghubungi Elaine, Andreas juga meminta agar detikcom menghubungi Brad Adams yang saat ini berada di London.
"Elaine saat ini mungkin sudah tidur, tapi coba SMS nanti dia akan menelepon," kata Andreas.
Namun detikcom belum berhasil menghubungi kedua nomor tersebut. Kepada detikcom, Andreas siang ini menjelaskan, dia dan teman-temannya bekerja di Human Right Watch. Elaine dan Adams, kepada Andreas mengaku tidak pernah mendapat telepon dan menerima SMS. Andreas menjelaskan, sebenarnya dia sudah mencoba menghubungi detikcom untuk memberikan keterangan.
Dari video yang ditonton detikcom, Senin (7/2/2011) lalu, tampak beberapa orang dari massa yang beringas itu menimpuki dua pemuda yang sudah tidak berdaya itu dengan batu, bambu, dan kayu. Tampak seorang pemuda berjaket biru memukul dengan bambu tanpa henti. Sementara pemuda lainnya ikut memukul bertubi-tubi.
Salah satu pemuda yang nyaris telanjang tampak sudah tidak bergerak. Kemungkinan, pemuda yang hanya memakai celana dalam itu sudah tewas. Tubuhnya penuh dengan luka dan berdarah-darah. Sementara satu pemuda lainnya yang menjadi amukan massa tampak terus dipukuli. Pemuda itu tampak tidur tengkurap dan tidak bergerak.
Sementara itu, kerumunan massa yang mengitari dua pemuda yang kondisinya sangat mengenaskan itu terus meneriakkan takbir. Bahkan beberapa di antara mereka tampak asyik merekam kejadian itu melalui ponselnya.
Hasil penelusurusan, sang pengupload bernama Andreas Harsono. Namun saat dikonfirmasi detikcom, Andreas menyerahkannya kepada timnya untuk menjawab. Menurutnya, ada timnya yang bertugas khusus untuk menjawab pertanyaan ini.
"Ada tim saya bernama Elaine yang akan menjawabnya," kata Andreas singkat kepada detikcom via telepon, Rabu (9/2/2011) malam.
Andreas kemudian meminta detikcom untuk meneleponnya kembali 2 menit kemudian. Namun saat ditelepon kembali, Andreas tidak mengangkat teleponnya. Baru setelah di-SMS, Andreas membalasnya.
Dalam balasannya tersebut, Andreas kemudian memberikan nomor Elaine yang dia maksud. Namun ternyata nama lengkap orang yang dimaksud adalah Elaine Pearson, yang saat ini berada di Perth, Australia. Selain meminta menghubungi Elaine, Andreas juga meminta agar detikcom menghubungi Brad Adams yang saat ini berada di London.
"Elaine saat ini mungkin sudah tidur, tapi coba SMS nanti dia akan menelepon," kata Andreas.
Namun detikcom belum berhasil menghubungi kedua nomor tersebut. Kepada detikcom, Andreas siang ini menjelaskan, dia dan teman-temannya bekerja di Human Right Watch. Elaine dan Adams, kepada Andreas mengaku tidak pernah mendapat telepon dan menerima SMS. Andreas menjelaskan, sebenarnya dia sudah mencoba menghubungi detikcom untuk memberikan keterangan.
Dari video yang ditonton detikcom, Senin (7/2/2011) lalu, tampak beberapa orang dari massa yang beringas itu menimpuki dua pemuda yang sudah tidak berdaya itu dengan batu, bambu, dan kayu. Tampak seorang pemuda berjaket biru memukul dengan bambu tanpa henti. Sementara pemuda lainnya ikut memukul bertubi-tubi.
Salah satu pemuda yang nyaris telanjang tampak sudah tidak bergerak. Kemungkinan, pemuda yang hanya memakai celana dalam itu sudah tewas. Tubuhnya penuh dengan luka dan berdarah-darah. Sementara satu pemuda lainnya yang menjadi amukan massa tampak terus dipukuli. Pemuda itu tampak tidur tengkurap dan tidak bergerak.
Sementara itu, kerumunan massa yang mengitari dua pemuda yang kondisinya sangat mengenaskan itu terus meneriakkan takbir. Bahkan beberapa di antara mereka tampak asyik merekam kejadian itu melalui ponselnya.
Sumber: detiknews.com
Patih Laman, Sang Pahlawan Rimba dari Riau
Patih Laman
Keteguhannya dalam mempertahankan alam dan isinya, Patih Laman mendapatkan penghargaan dari WWF Internasional dan Kalpataru dari Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun pria gaek ini pernah tersirat untuk mengembalikan piala kalpataru kepada pemerintahan SBY karena kecewa hutan suku pendalaman Talang Mamak terus dijarah.
Tubuhnya yang kecil dibalut kulit sawo matang, Laman kini kondisinya sering sakit-sakitan. Pak tua ini jiwanya terus gelisah melihat piala kalpataru yang pernah diberikan pimpinan tertinggi di negeri ini. Piala kalpataru itu seakan momok yang menakutkan bagi dirinya.
Bagaimana tidak menakutkan, kalpataru itu sebuah amanah yang dititipkan negara kepadanya selaku orang pelindung dan pencinta alam. Tapi bagi Laman, kalpataru itu sudah tidak ada gunanya lagi. Sebab, pemerintah tidak mampu membendung laju kerusakan hutan alam di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dimana komunitas suku pedalaman Talang Mamak berada.
"Buat apa kalpataru ini, kalau toh hutan kami terus dijarah. Saya sudah tua, tak mampu lagi membendung lajunya kerusakan hutan itu. Tak ada gunanya kalpataru ini diberikan kepada saya, kalau hutan kami juga terancam punah," keluh Patih Laman dalam perbincangan dengan detikcom.
Namanya sebenarnya hanya Laman. Sedangkah Patih, sebuah gelar tertinggi di suku Talang Mamak. Maka, lengkaplah namanya dikenal dengan sebutan Patih Laman yang kini usinya sekitar 80 tahun. Tapi dia tidak tahu persis tanggal, bulan dan tahun berapa dia lahirkan.
Patih Laman ini terlahir Desa Durian Cacar, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Sebagaimana masyarakat Talang lainnya, Patih Laman juga tidak mengenal huruf dan angka. Dia bercerita, era Soeharto, dia tegak berdiri dan siap mati di depan ratusan truk pengangkut balak liar. Sebagai tampuk pimpinan adat, dia berdiri paling depan menghadapi truk pengangkut balak liar yang dikawal dengan aparat bersenjata.
Waktu itu, Laman memerintahkan mereka untuk menurunkan kayu-kayu gelondongan. Karena mereka, para pembalak liar ini telah mengambil hasil hutan tanpa izin dari pemiliknya, yakni suku Talang Mamak. Kesabaran pemimpin adat Talang Mamak ini sudah benar-benar habis.
"Kami sudah cukup bersabar, melihat hutan kami terus dijarah. Pahal hutan merupakan tempat anak-anak kami belajar. Waktu itu tak ada cerita negosiasi. Yang ada cuma, kayu harus diturunkan. Bila tidak, maka langkahi dulu mayat saya,” kata ayah dari empat anak dan suami dari Saeyam itu mengenak masa lalunya yang masih mampu menghalangi pembalakan liar.
Begitulah terus menerus Laman menghadapi pembalakan liar di desanya. Itu sebabnya, suku Talang Mamak memberinya gelar Patih, sebagai tokoh religius dan petinggi adat higga sekarang. Sejak saat itu lelaki yang berambut putih yang panjangnya sepinggang dan berkacamata tebal ini dikenal dengan sebutan Patih Laman. Sikapnya yang konsisten dan tegas membuatnya juga dipanggil "Pak Garang".
Sikap Patih Laman yang tegas terhadap pembalakan liar ini, berhasil meyakinkan para pembuat kebijakan daerah dan dunia internasional tentang arti penting hutan bagi keturunan suku Talang Mamak. Sebuah sejarah baru mengukir, Patih Laman yang dikenal juga sebagai “orang pintar” pada November 1999 silam, mendapat anugrah tertinggi dari World Wide Fund for Nature (WWF) International for Conservation. Ia dianugerahi sebagai tokoh yang berhasil mempertahankan kawasan hutan beserta adat istiadat masyarakat yang dipimpinnya. Penghargaan itu diberikan di Sabah, Malaysia.
Laman bercerita, sebagai orang yang hidup di pedalaman, dia juga bingung ketika diajak ke Malaysia untuk menerima penghargaan dunia internasional itu. Maklumlah, yang namanya berangkat keluar negeri, tentulah harus memiliki beberapa bersyaratan. Misalnya, KTP, dan paspor agar bisa menyeberang ke negeri jiran itu.
"Kalau bukan karena berangkat ke Malaysia, mungkin saja tidak punya KTP sampai sekarang. Sejak saya lahir, baru tahun 1999 itulah saya memiliki KTP. Dan ketika menerima penghargaan di Malaysia yang diberikan orang-orang bule itu, saya sendiri tidak tahu apa-apa. Saya mendapat sorakan yang gemuruh, tapi saya juga bingung harus ngomong apa," kata Laman polos mengenang masa lalunya.
Bila mengenang masa lalu, maka kakek ini, memilih lebih enak hidup semasa kepemimpinan Presiden Soekarno. Menurut Patih Laman, masyarakat Talang Mamak lebih banyak tahu tentang perjuangan Soekarno. Walau mereka di dalam hutan, tak sedikit pula di rumah penduduk Talang Mamak terpampang foto Soekarno.
Padahal ketika Belanda masih berkuasa, tak sedikit pula hutan alam mereka dijarah penjajah. Suku Talang Mamak juga tidak bisa berbuat banyak melihat hasil hutan alam di Indragiri diboyong ke negeri penjajah.
“Tapi begitu Indonesia merdeka, saya masih ingin Pak Karno lewat karesidenan di Indragiri memberikan hak penuh atas tanah ulayat kami sendiri. Tapi, begitu zaman Soeharto dan sampai sekarang, tanah ulayat kami pun luluh lantak (hancur) dijadikan perkebunan dan HPH,” kata pengagum Soekarno itu.
Pada masa Orde Baru, pencaplokan lahan Talang Mamak merupakan yang paling besar. Setiap kali ada pembukaan perkebunan dan pemberia areal HPH, Laman selalu protes. Mulai tingkat desa, kecamatan, bupati sampai ke gubernur. Laman terus maju melawan pemerintah yang dengan gampangnya memetakan habitat mereka dijadikan perkebunan. Tapi semua itu tidak pernah digubris.
Malah, kata Patih Laman, sakin getolnya melakukan perlawanan pada masa Orde baru, dia pun dicap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh pemerintah Provinsi Riau di tahun 1990-an. Tuduhan sebagai anggota PKI itu disampaikan Gubernur Riau waktu itu Soeripto dari TNI AD ketika Patih Laman membawa kelompoknya berdemo menolak pelepasan kawasan hutan.
"Waktu kami demo ke kantor gubenur, kami dituduh PKI. Saya jawab gampang saja. Pak Gubernur, kami ini buta huruf, tak tahu apa itu PKI. Karena bapak yang tahu apa sebenarnya PKI, berarti bapak Gubernurlah yang PKI itu,” kata lama yang membuat Gubernur Riau Soeripto tertegun diam seribu bahasa saat itu.
Kakek yang tengah mempersiapkan anak lelakinya sebagai penggantinya dalam memimpin suku Talang Mamak ini juga berhasil mendapat perhatian nasional. Laman memperoleh penghargaan Kalpataru yang langsung disampaikan Presiden Megawati Soekarnoputri, 5 Juni 2003, di Istana Merdeka. Ia dinilai layak dinobatkan sebagai tokoh perintis yang mampu menggerakkan warga di sekitarnya untuk mempertahankan hutan mereka.
"Walau Patih Lama itu buta huruf, tapi pikiran malah sangat terbuka. Dia menjalin hubungan hingga ke Istana Presiden dan DPR di Jakarta ketika pendekatan pada pemimpin daerah sudah menemui jalan buntu. Dia juga mengembangkan kerja sama dengan organisasi kemanusiaan dan pemerhati lingkungan yang independen, seperti Komnas HAM serta LSM Alam Sumatera, hingga WWF," kata Mangara Silalahi, Direktur Alam Sumatera.
Kini, Patih Laman menginginkan keseriusan Presiden SBY, untuk menyelamatkan sisa hutan yang tersisa di TNBT. Tak berguna, kalpataru berada di tangan Patih Laman, jika hutan mereka terus dijarah untuk perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Sekarang, kita tunggu keseriusan SBY dalam menyelamatkan hutan. Tapi jika gagal, gakanya perlu masyarakat luas mendukung Patih Laman untuk segara mengembalikan kalpataru kepada pemerintah.
Sumber: detiknews.com
Tumenggung Tarib, Pahlawan Lingkungan dari Orang Rimba
Pahlawan lingkungan dan Kalpataru
Suku Orang Rimba, menyebar di kawasan hutan di Provinsi Jambi. Dari sana terlahir seorang yang wajar rasanya menjadi panutan anak bangsa. Dia adalah Tumenggung Tarib (50) yang pernah meraih penghargaan Kehati Award dan Kalpataru. Sosok Orang Rimba ini selain konsisten menyelamatkan kawasan hutan, juga telah menemukan ramuan obat-obatan tradisional.
Orang Rimba, begitulah mereka senang disebut sebagai penduduk yang berada di kawasan hutan belantara di Jambi. Masyarakat kebanyakan dulunya mengenal mereka
sebagai komunitas Suku Kubu. Namun sejujurnya masyarakat ini lebih senang jika dijuluki Orang Rimba.
Tumenggung Tarib berasal dari Desa Pematang, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangon, Jambi. Dia hidup di kawasan penyanggah Taman Nasional Bukit Duabelas yang harus ditempuh dengan kendaraan sekitar 7 jam dari Kota Jambi. Dia merupakan pendekar hutan yang sampai sekarang teguh menyelamatkan sisa hutan dari lajunya pembalakan liar. Di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), hidup secara damai 6.500 jiwa Orang Rimba.
Tumenggung Tarib mengajak komunitasnya untuk menghalau semua bentuk perambahan hutan demi anak cucu mereka dan sebenarnya demi anak cucu bangsa Indonesia. Alam merupakan habitat yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka sehari-hari.
Komunitas Suku Rimba pada umumnya sampai sekarang masih memeluk animisme. Namun Tarib, pada tahun lalu dengan kesadarannya sendiri tanpa ada paksaan dari pihak lain, telah memutuskan untuk mualaf. Kini sosok tokoh adat itu telah memeluk Islam.
Tarib juga dikenal sebagai orang yang merintis konsep Hompongan yakni kegiatan penanaman karet untuk masyarakatnya. Tarib berharap masyarakatnya tidak lagi hidup dengan cara berpindah-pindah. Dia menginginkan dengan pembukaan kebun karet, masyarakat bisa mendongkrak perekonomiannya.
Mengajak Orang Rimba untuk bercocok tanam, bukan hal yang mudah. Sebab, sudah ratusan tahun lamanya, suku pedalaman ini hidup berpindah-pindah dengan mata pencarian memburu di tengah kawasan hutan. Tarib harus berjuang keras menyakinkan komunitasnya untuk dapat menatap hidup yang lebih baik lagi tanpa harus memboyong keluarganya dengan nomade dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Malah tak jarang, Orang Rimba di kawasan Jambi dalam perjalanan kehidupannya sampai ke Wilayah Riau. Orang Rimba tidak mengenal batas wilayah, mereka hidup terus menerus berpindah-pindah di dalam kawasan hutan.
Tarib tidak mengenal lelah, memperkenalkan program penanaman karet untuk kehidupan baru di lingkungan masyarakatnya. Mereka terus belajar hidup berdampingan dengan masyarakat pada umumnya. Walau harus diakui, tidak sedikit pula di antara Orang Rimba harus kalah bersaing hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya.
Kondisi ini membuat sebagian kelompok Orang Rimba ada yang menjadi pengemis di jalan lintas Sumatera. Mereka seakan menjadi manusia yang terpinggirkan di alamnya sendiri. Mereka yang menjadi pengemis ini berasal dai masyarakat di Taman Nasional Bukit Duabelas dari kelompok Tumenggung Tarib. Sulitnya mencari kehidupan memaksanya menjadi mengemis. Malah kabarnya kini sebagian Orang Rimba sudah ada yang menjadi pengemis di Kota Jambi.
Tarib, pria berkulit hitam juga telah menemukan berbagai jenis obat-obatan tradisional. Berbagai uji coba untuk meramu obat-obatan ini dia tekuni turun temurun tanpa kenal lelah dan tanpa kenal pamrih. Eksperimennya tidak pernah berhenti untuk menyalurkan bakatnya dalam meramu obat-obatan dari jenis pohon dan satwa. Hasilnya patut kita acungin jumpol. Ratusan ramuan obat-obatan sudah berhasil dia temukan.
Mulai obat-obatan untuk menambah energi, obat masuk angin, kosmetik dan berbagai jenis lainnya. Hasil eksperimennya walhasil dilirik tim biomedika dari Indofarma, LIPI, IPB Bogor, dan UI. Dan kini ramuan Tarip menjadi resep obat-obatan di tanah air kita. Terakhir biomedika dari Jepang turun tangan untuk meneliti hasil karya Tarib.
"Yang kita ketahui, terakhir tahun lalu tim biomedika dari Jepang meneliti hasil ramuan obat-obatan Tarip. Sayangnya sudah setahun ini kita belum menerima kabar hasil lab dari tim medika Jepang itu," kata Program Manajer Kebijakan dan Advokasi, Warsi, Diki Kurniawan dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (9/02/2011).
Karya Tarib yang begitu menakjubkan itu, tidak ada salahnya bila lembaga bidang lingkungan Kehati memberikan Kehati Award pada dirinya. Sosok pria yang sempat dua kali menikah karena istri pertamanya meninggal dunia ini meraih Kehati Award semasa Presiden Megawati Soekarnoputri.
Orang Rimba merupakan suku asli yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Kawasan yang luasnya 60.500 ha ini telah di diami komunitas Orang Rimba sejak nenek moyangnya dan merupakan tersisa hutan sekarang ini dari keseluruhan kawasan pengembaraan suku Orang Rimba dimasa lalu. Tingginya laju deforestasi dan konversi kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan telah menjadikan sebagian besar Orang Rimba menjadi sangat marginal karena kehilangan hak atas sumber daya dan tanah.
Karena itu hutan dalam kawasan TNBD menjadi sentra terakhir keberlanjutan budaya dan penghidupan Orang Rimba. Karena itu Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin mengusulkan kawasan hutan tersisa ini menjadi kawasan Penghidupan Orang Rimba dan disetujui Menteri Kehutanan sebagai wilayah penghidupan dan kehidupan Orang Rimba melalui SK 258/Kpts-II/2000 Agustus 2000.
Perjalanan panjang perjuangan kawasan TNBD untuk menjadi kawasan hak hidup Orang Rimba tidak terlepas dari sejarah dan peran Temenggung Tarib. Nama Tarip sendiri diberikan oleh para dukun rimba terdahulu yang bermakna 'kearifan', yang berarti tempat berkumpulnya segala kebaikan dan kebajikan. Ia adalah salah seorang Tumenggung Orang Rimba yang sangat gigih dalam memperjuangkan kawasan hutannya. Pemimpin kelompok Orang Rimba di Sungai Pakuaji, Desa Pematang Kabau, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun ini, bagai tak bisa dipisahkan dari Taman Nasional Bukit Duabelas: Orang Rimba butuh TNBD yang menyimpan sumberdaya pencarian mereka, dan sebaliknya, TNBD juga butuh pelestarian dan pengamanan dari mereka.
Kegigihan dalam mempertahankan TNBD itu yang membawa Temenggung Tarib dan kelompoknya mendapat penghargaan, Kalpataru 2006 dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia yang diserahkan langsung oleh Presiden Bapak SBY di Istana Negara. Anugerah itu diberikan karena menilai Tarib, bersama anggota kelompoknya, melakukan kegiatan yang mampu menyelamatkan hutan alam dan keanekaragaman hayati yang ada di dalam dan sekitar TNBD.
Tarib juga beberapa kali ikut dalam pertemuan Masyarakat Adat Nusantara di Jakarta. Tarip dalam pertemuan yang dengan lantang meminta keseriusan pemerintah mengakui komunitas masyarakat adat. Pemerintah diminta memberikan jaminan hidup masyarakat adat dari lajunya kerusakan hutan baik dari perambahan maupun kebijakan pemerintah yang serampangan dalam memberikan perizinan pelepasan kawasan hutan. "Tarib tidak pernah lelah berjuang untuk menyelamatkan hutan," kata Diki Kurniawan aktivis Warsi itu.
Begitu besarnya Orang Rimba telah menyuguhkan ramuan obat untuk bangsa ini. Sayangnya, pemerintah saat ini masih cenderung memandang sebelah mata atas komunitas adat. Masih banyak Orang Rimba tidak mengenyam pendidikan sebagaimana masyarakat pada umumnya. Mereka masih terpinggirkan, masih belum tersentuh secara total soal kebijakan pemerintah untuk mengangkat harkat dan martabat Orang Rimba. Mereka masih miskin akan fasilitas publik sebagaimana yang dirasakan masyarakat pada umumnya.
Padahal mereka ini membutuhkan sarana pendidikan yang layak untuk anak dan cucu mereka. Orang Rimba juga sadar, mereka tidak mau generasinya terus menerus menjadi santapan orang yang pintar. Mereka juga mengharapkan adanya perhatian pemerintah soal kesehatan. Sekarang kita tunggu keseriusan pemerintah untuk menyelamatkan kawasan hutan demi anak cucu Orang Rimba dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Orang Rimba, begitulah mereka senang disebut sebagai penduduk yang berada di kawasan hutan belantara di Jambi. Masyarakat kebanyakan dulunya mengenal mereka
sebagai komunitas Suku Kubu. Namun sejujurnya masyarakat ini lebih senang jika dijuluki Orang Rimba.
Tumenggung Tarib berasal dari Desa Pematang, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangon, Jambi. Dia hidup di kawasan penyanggah Taman Nasional Bukit Duabelas yang harus ditempuh dengan kendaraan sekitar 7 jam dari Kota Jambi. Dia merupakan pendekar hutan yang sampai sekarang teguh menyelamatkan sisa hutan dari lajunya pembalakan liar. Di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), hidup secara damai 6.500 jiwa Orang Rimba.
Tumenggung Tarib mengajak komunitasnya untuk menghalau semua bentuk perambahan hutan demi anak cucu mereka dan sebenarnya demi anak cucu bangsa Indonesia. Alam merupakan habitat yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka sehari-hari.
Komunitas Suku Rimba pada umumnya sampai sekarang masih memeluk animisme. Namun Tarib, pada tahun lalu dengan kesadarannya sendiri tanpa ada paksaan dari pihak lain, telah memutuskan untuk mualaf. Kini sosok tokoh adat itu telah memeluk Islam.
Tarib juga dikenal sebagai orang yang merintis konsep Hompongan yakni kegiatan penanaman karet untuk masyarakatnya. Tarib berharap masyarakatnya tidak lagi hidup dengan cara berpindah-pindah. Dia menginginkan dengan pembukaan kebun karet, masyarakat bisa mendongkrak perekonomiannya.
Mengajak Orang Rimba untuk bercocok tanam, bukan hal yang mudah. Sebab, sudah ratusan tahun lamanya, suku pedalaman ini hidup berpindah-pindah dengan mata pencarian memburu di tengah kawasan hutan. Tarib harus berjuang keras menyakinkan komunitasnya untuk dapat menatap hidup yang lebih baik lagi tanpa harus memboyong keluarganya dengan nomade dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Malah tak jarang, Orang Rimba di kawasan Jambi dalam perjalanan kehidupannya sampai ke Wilayah Riau. Orang Rimba tidak mengenal batas wilayah, mereka hidup terus menerus berpindah-pindah di dalam kawasan hutan.
Tarib tidak mengenal lelah, memperkenalkan program penanaman karet untuk kehidupan baru di lingkungan masyarakatnya. Mereka terus belajar hidup berdampingan dengan masyarakat pada umumnya. Walau harus diakui, tidak sedikit pula di antara Orang Rimba harus kalah bersaing hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya.
Kondisi ini membuat sebagian kelompok Orang Rimba ada yang menjadi pengemis di jalan lintas Sumatera. Mereka seakan menjadi manusia yang terpinggirkan di alamnya sendiri. Mereka yang menjadi pengemis ini berasal dai masyarakat di Taman Nasional Bukit Duabelas dari kelompok Tumenggung Tarib. Sulitnya mencari kehidupan memaksanya menjadi mengemis. Malah kabarnya kini sebagian Orang Rimba sudah ada yang menjadi pengemis di Kota Jambi.
Tarib, pria berkulit hitam juga telah menemukan berbagai jenis obat-obatan tradisional. Berbagai uji coba untuk meramu obat-obatan ini dia tekuni turun temurun tanpa kenal lelah dan tanpa kenal pamrih. Eksperimennya tidak pernah berhenti untuk menyalurkan bakatnya dalam meramu obat-obatan dari jenis pohon dan satwa. Hasilnya patut kita acungin jumpol. Ratusan ramuan obat-obatan sudah berhasil dia temukan.
Mulai obat-obatan untuk menambah energi, obat masuk angin, kosmetik dan berbagai jenis lainnya. Hasil eksperimennya walhasil dilirik tim biomedika dari Indofarma, LIPI, IPB Bogor, dan UI. Dan kini ramuan Tarip menjadi resep obat-obatan di tanah air kita. Terakhir biomedika dari Jepang turun tangan untuk meneliti hasil karya Tarib.
"Yang kita ketahui, terakhir tahun lalu tim biomedika dari Jepang meneliti hasil ramuan obat-obatan Tarip. Sayangnya sudah setahun ini kita belum menerima kabar hasil lab dari tim medika Jepang itu," kata Program Manajer Kebijakan dan Advokasi, Warsi, Diki Kurniawan dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (9/02/2011).
Karya Tarib yang begitu menakjubkan itu, tidak ada salahnya bila lembaga bidang lingkungan Kehati memberikan Kehati Award pada dirinya. Sosok pria yang sempat dua kali menikah karena istri pertamanya meninggal dunia ini meraih Kehati Award semasa Presiden Megawati Soekarnoputri.
Orang Rimba merupakan suku asli yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Kawasan yang luasnya 60.500 ha ini telah di diami komunitas Orang Rimba sejak nenek moyangnya dan merupakan tersisa hutan sekarang ini dari keseluruhan kawasan pengembaraan suku Orang Rimba dimasa lalu. Tingginya laju deforestasi dan konversi kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan telah menjadikan sebagian besar Orang Rimba menjadi sangat marginal karena kehilangan hak atas sumber daya dan tanah.
Karena itu hutan dalam kawasan TNBD menjadi sentra terakhir keberlanjutan budaya dan penghidupan Orang Rimba. Karena itu Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin mengusulkan kawasan hutan tersisa ini menjadi kawasan Penghidupan Orang Rimba dan disetujui Menteri Kehutanan sebagai wilayah penghidupan dan kehidupan Orang Rimba melalui SK 258/Kpts-II/2000 Agustus 2000.
Perjalanan panjang perjuangan kawasan TNBD untuk menjadi kawasan hak hidup Orang Rimba tidak terlepas dari sejarah dan peran Temenggung Tarib. Nama Tarip sendiri diberikan oleh para dukun rimba terdahulu yang bermakna 'kearifan', yang berarti tempat berkumpulnya segala kebaikan dan kebajikan. Ia adalah salah seorang Tumenggung Orang Rimba yang sangat gigih dalam memperjuangkan kawasan hutannya. Pemimpin kelompok Orang Rimba di Sungai Pakuaji, Desa Pematang Kabau, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun ini, bagai tak bisa dipisahkan dari Taman Nasional Bukit Duabelas: Orang Rimba butuh TNBD yang menyimpan sumberdaya pencarian mereka, dan sebaliknya, TNBD juga butuh pelestarian dan pengamanan dari mereka.
Kegigihan dalam mempertahankan TNBD itu yang membawa Temenggung Tarib dan kelompoknya mendapat penghargaan, Kalpataru 2006 dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia yang diserahkan langsung oleh Presiden Bapak SBY di Istana Negara. Anugerah itu diberikan karena menilai Tarib, bersama anggota kelompoknya, melakukan kegiatan yang mampu menyelamatkan hutan alam dan keanekaragaman hayati yang ada di dalam dan sekitar TNBD.
Tarib juga beberapa kali ikut dalam pertemuan Masyarakat Adat Nusantara di Jakarta. Tarip dalam pertemuan yang dengan lantang meminta keseriusan pemerintah mengakui komunitas masyarakat adat. Pemerintah diminta memberikan jaminan hidup masyarakat adat dari lajunya kerusakan hutan baik dari perambahan maupun kebijakan pemerintah yang serampangan dalam memberikan perizinan pelepasan kawasan hutan. "Tarib tidak pernah lelah berjuang untuk menyelamatkan hutan," kata Diki Kurniawan aktivis Warsi itu.
Begitu besarnya Orang Rimba telah menyuguhkan ramuan obat untuk bangsa ini. Sayangnya, pemerintah saat ini masih cenderung memandang sebelah mata atas komunitas adat. Masih banyak Orang Rimba tidak mengenyam pendidikan sebagaimana masyarakat pada umumnya. Mereka masih terpinggirkan, masih belum tersentuh secara total soal kebijakan pemerintah untuk mengangkat harkat dan martabat Orang Rimba. Mereka masih miskin akan fasilitas publik sebagaimana yang dirasakan masyarakat pada umumnya.
Padahal mereka ini membutuhkan sarana pendidikan yang layak untuk anak dan cucu mereka. Orang Rimba juga sadar, mereka tidak mau generasinya terus menerus menjadi santapan orang yang pintar. Mereka juga mengharapkan adanya perhatian pemerintah soal kesehatan. Sekarang kita tunggu keseriusan pemerintah untuk menyelamatkan kawasan hutan demi anak cucu Orang Rimba dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Sumber: detiknews.com
Langganan:
Postingan (Atom)