Salah satunya, kata Muhaimin, adalah masalah masa kerja yang sudah habis atau yang disebut overstayer. Hal ini biasanya muncul saat musim haji selesai, dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
"Saat ibadah haji selesai dan menjelang lebaran selalu bertambah," kata Muhaimin dalam Rapat Kerja gabungan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bersama Kementerian Luar Negeri, Kementeri Hukum dan HAM, dan tim khusus masalah TKI, di DPR RI, Jakarta, selasa 18 januari 2011.
Berdasarkan data dari Kemenlu yang didapat dari KBRI dan KJRI di Arab Saudi, jumlah TKI yang overstayer mencapai 24 ribu orang per tahun.
"Ada yang eks umroh, ada yang memang TKI yang bermasalah, dan ada beberapa karena kasus yang menimpa warga negara kita," kata muhaimin.
Overstayer yang berada di kolong Jembatan Jeddah, tambah Muhaimin, bisa mencapai 200 orang dan diduga ditampung beberapa oknum. Pada umunya mereka adalah para TKI yang masuk secara ilegal, karena tak memiliki surat maupun dokumen resmi.
TKI yang tidak terikat kontrak dan tak memiliki dokumen resmi itu harus bekerja secara bebas dan akan datang ke Jembatan Jeddah bila ingin kembali ke tanah air.
Mereka menurut Muhaimin, sengaja ingin dirazia dan ditangkap aparat Arab Saudi untuk kemudian di deportasi. Hal ini menurutnya sudah berlangsung lama, sejak 1997. "Setelah beberapa tahun terjadi akhirnya seperti menjadi tradisi," kata muhaimin.
Masalah TKI overstayer yang sebetulnya memiliki dokumen atau prosedural, juga muncul karena masalah tidak betah saat kerja, dan kemudian kabur dari majikan.
"Tapi tidak lari ke KBRI atau KJRI, malah ke penampungan liar," kata Muhaimin.
Tapi, mulai 2010 ini tidak ada lagi razia. Banyak TKI yang dibiarkan memenuhi kawasan Jembatan Jeddah. Hal inilah yang membuat jumlah TKI yang terlantar meningkat.
Guna menyelesaikan persoalan ini, akan dilakukan penampungan dan pemulangan para TKI overstayer itu secara terus menerus.
"Sampai hari ini, tiap hari terus ditampung di KBRI. Kapasitasnya maksimum 200. Setiap hari, empat sampai 10 orang selalu datang dan ditampung," kata Muhaimin.
Selain itu, kerjasama antara Pemerintah RI dan Pemerintah Arab Saudi diharapkan dapat memperbaiki pemberian hak dan perlidungan bagi para TKI.
Muhaimin menambahkan, saat ini Menakertrans sudah mendatangi Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi Desember lalu. Pada prinspnya terjadi kesepakatan untuk pembenahan sistem, termasuk sistem perlindungan TKI di Arab Saudi dan tindakan tegas yang bisa dilakukan kepada para majikan.
Cara lain adalah dengan memperketat syarat pelaksanaan rekrutmen TKI. Dengan peyempurnaan, diharapkan dapat menekan berbagai masalah yang muncul. Pemberian izin yang yang lebih ketat, dan berkoordinasi dengan perwakilan di Arab Saudi, menjadi target penyelesaian.
"Sekarang, tidak semua agen di Arab Saudi atau majikan bisa merekrut TKI tanpa melakukan seleksi dan pendaftaran di KBRI dan KJRI kita," tambah Muhaimin.
Perjanjian kerja pun, tambah Muhaimin, mutlak dibutuhkan. Hak dasar seperti gaji yang akan dberikan, jam kerja, kondisi kerja, masa kontrak, akses komunikasi, yang selama ini tidak ada kini harus tingkatkan.
"Terpenting juga adalah mengenai denah lokasi rumah majikan sehingga bisa diketahui posisi TKI kita," kata Muhaimin.
Sumber: vivanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar