Jumat, 22 Oktober 2010

Daftar Candi di Indonesia

Daftar candi yang terdapat di Jawa Barat : 

1. Candi Cangkuang (Garut)
2. Situs Percandian Batujaya (Kerawang)


3. Candi Jiwa (Karawang)





Daftar candi yang terdapat di Jawa Tengah :
1. Candi Borobudur, Magelang 
2. Candi Mendut, Magelang
3. Candi Pawon, Borobudur, Magelangi
4. Candi Bubrah, Prambanan
5. Candi Ngawen, Muntilan, Magelang
6. Candi Asu, Magelang
7. Candi Lumbung, Magelang
8. Candi Canggal atau Candi Gunung Wukir, Salam, Magelang
9. Candi Selagriya, Magelang
10. Candi Losari, Salam, Magelang
11. Candi Gunungsari, Muntilan, Magelang
12. Candi Prambanan, Prambanan, Klaten
13. Candi Plaosan (Lor), Prambanan, Klaten
14. Candi Plaosan Kidul, Prambanan, Klaten
15. Candi Sewu, Prambanan, Klaten
16. Candi Lumbung, Prambanan, Klaten
17. Candi Sojiwan, Prambanan, Klaten
18. Candi Sukuh, Karanganyar
19. Candi Cetho, Karanganyar
20. Candi Kethek, Karanganyar
21. Kompleks Candi Gedong Songo, Semarang
22. Kompleks Candi Dieng, Banjarnegara
23. Candi Arjuna
24. Candi Puntadewa
25. Candi Bima
26. Candi Gatotkaca
27. Candi Semar
30. Candi Srikandi
31. Candi Dwarawati
32. Candi Sembadra
33. Candi Bogang, Wonosobo
34. Candi Pringapus, Parakan, Temanggung
35. Candi Gondosuli, Bulu, Temanggung
36. Candi Dukuh, Salatiga


Daftar candi yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) :
1. Situs Arca Gupolo
2. Situs Goa Sentono
3. Situs Mantup
4. Candi Kalasan
5. Candi Banyunibo
6. Candi Ratu Boko
7. Candi Sambi Sari
8. Candi Sari
9. Candi Ijo
10. Candi Barong
11. Candi Kedulan
12. Candi Gebang
13. Candi Morangan
14. Candi Gampingan
15. Candi Watu Gudhig
16. Situs Payak, Bantul
17. Candi Keblak
18. Candi Abang
19. Candi Miri
20. Candi Dawangsari
21. Situs candi Gembirowati


Daftar candi yang terdapat di Jawa Timur :
1. Candi Gambar
2. Candi Badut (Malang)
3. Candi Jago (Tumpang, Malang)
4. Candi Kidal (Malang)
5. Candi Singosari (Singosari, Malang)
6. Candi Sanggariti (Batu, Malang)
7. Stupa Sumberawan (Singosari, Malang)
8. Candi Rambut Monte (Krisik, Ngantang, Malang)
9. Candi Panataran (Blitar)
10. Candi Selakelir
11. Candi Surawana (Pare, Kediri)
12. Candi Tigawangi (Pare, Kediri)
13. Kompleks Pertapaan Goa Selomangleng (Mojoroto, Kediri)
14. Candi Dorok (Pare, Kediri)
15. Candi Lor (Loceret, Nganjuk)
16. Candi Ngetos (Ngetos, Nganjuk)
17. Candi Rimbi (Ngrimbi, Jombang)
18. Kompleks Percandian Gunung Arjuna
19. Candi Jawi (Prigen, Pasuruan)
20. Candi Kebo Ireng (Kejapanan, Pasuruan)
21. Candi Gunung Gangsir (Gunung Gangsir, Pasuruan)
22. Kompleks Percandian Gunung Penangungan (Trawas, Mojokerto)
23. Petirtaan Jalatunda
24. Candi Kama I
25. Candi Kama II
26. Candi Gajah Mungkur
27. Candi Wayang
28. Candi Kendalisada
29. Candi Pasetran
30. Gapura Jedong (gapura tipe candi bentar)
31. Petirtaan Watu Tetek
32. Petirtaan Belahan
33. Candi Lemari
34. Candi Gentong
35. Candi Brangkal (Ngoro, Mojosari)
36. Kompleks Trowulan (Mojokerto)
37. Candi Tikus
38. Candi Menak Jingga
39. Candi Brahu
40. Candi Gentong
41. Gapura Wringin Lawang (tipe candi bentar)
42. Gapura Bajang Ratu (tipe paduraksa)
43. Kolam Segaran
44. Candi Kedaton
45. Kompleks Percandian Gunung Welirang
46. Reco Lanang
47. Reco Wadon
48. Watu Meja
49. Watu Kaca
50. Candi Sawentar (Garum, Blitar)
51. Candi Simping (Simping, Blitar)
52. Kompleks Percandian Panataran (Blitar)
53. Candi Gambar Wetan (Blitar)
54. Candi Jabung (Probolinggo)
55. Candi Gayatri atau Candi Boyolangu (Boyolangu, Tulungagung)
56. Candi Dadi (Boyolangu, Tulungagung)
57. Candi Cungkup atau Candi Sanggrahan (Boyolangu, Tulungagung
58. Candi Selomangleng atau Goa Pertapaan Selomangleng (Boyolangu, Tulungagung)
59. Candi Pendem (Trenggalek)
60. Candi Pari (Porong, Sidoarjo) seberang Kolam Lumpur LAPINDO
61. Candi Sumur (Porong, Sidoarjo) seberang Kolam Lumpur LAPINDO


Daftar candi yang terdapat di Bali :
1. Candi Gunung Kawi, Gianyar
2. Situs Goa Gajah, Tampaksiring, Gianyar


Daftar candi yang terdapat di Sumatra :
1. Candi Muara Takus di Riau
2. Candi Biaro Bahal di Tapanuli Selatan
3. Candi Muaro Jambi di Jambi


Daftar candi yang terdapat di Kalimantan :
1. Candi Agung di Amuntai Tengah, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Candi Hindu.
2. Candi Laras di Candi Laras Selatan, Tapin, Kalimantan Selatan. Candi Buddha.
3. Situs Pematang Bata di Candi Laras Selatan, Tapin, Kalimantan Selatan
4. Candi Tanjungpura, di desa Benua Lama, Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat
5. Batu Lasung (yoni), desa Cantung Kiri Hilir, Kelumpang Hulu, Kotabaru, Kalsel



Candi Sukuh (2)

Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas. 



Sejarah singkat penemuan

Situs candi Sukuh ditemukan kembali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Kemudian setelah masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, yang berwarganegara Belanda melakukan penelitian. Lalu pada tahun 1928, pemugaran dimulai.


Lokasi candi

Lokasi candi Sukuh terletak di lereng kaki Gunung Lawu pada ketinggian kurang lebih 1.186 meter di atas permukaan laut pada koordinat 07o37, 38’ 85’’ Lintang Selatan dan 111o07,. 52’65’’ Bujur Barat. Candi ini terletak di dukuh Berjo, desa Sukuh, kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini berjarak kurang lebih 20 kilometer dari kota Karanganyar dan 36 kilometer dari Surakarta. Kurang lebih 4 kilometer mendaki gunung Lawu lagi, terdapat situs Candi Cetho.


Struktur bangunan candi
Denah candi Sukuh.



Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang menyolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bahkan bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir. Di bawah akan dibahas lebih lanjut mengenai bentuk ini.

Kesan kesederhanaan ini menarik perhatian arkeolog termashyur Belanda W.F. Stutterheim pada tahun 1930. Beliau lalu mencoba menjelaskannya dengan memberikan tiga argumen: pertama, kemungkinan pemahat candi Sukuh bukan seorang tukang batu melainkan tukang kayu dari desa dan bukan dari kalangan keraton, kedua candi dibuat dengan agak tergesa-gesa sehingga kurang rapi atau ketiga, keadaan politik kala itu dengan menjelang keruntuhannya Majapahit karena didesak oleh pasukan Islam Demak tidak memungkinkan untuk membuat candi yang besar dan megah.

Para pengunjung yang memasuki pintu utama lalu memasuki gapura terbesar akan melihat bentuk arsitektur khas bahwa ini tidak disusun tegak lurus namun agak miring, berbentuk trapesium dengan atap di atasnya.
Batu-batuan di candi ini berwarna agak kemerahan, sebab batu-batu yang dipakai adalah jenis andesit.
Teras pertama candi

Gapura utama candi Sukuh.
Teras Pertama

Pada teras pertama terdapat gapura utama. Pada gapura ini ada sebuah sangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta abara wong. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gapura sang raksasa memangsa manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi.




Teras kedua candi

Gapura pada teras kedua sudah rusak. Di kanan dan kiri gapura yang biasanya terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala, didapati pula, namun dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi. Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak dijumpai banyak patung-patung. Namun pada gapura ini terdapat sebuah candrasangkala pula dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku anahut buntut. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gajah pendeta menggigit ekor”. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456 Masehi. Jadi jika bilangan ini benar, maka ada selisih hampir duapuluh tahun dengan gapura di teras pertama!


Teras ketiga candi

Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa relief di sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan. Jika para pengunjung ingin mendatangi candi induk yang suci ini, maka batuan berundak yang relatif lebih tinggi daripada batu berundak sebelumnya harus dilalui. Selain itu lorongnya juga sempit. Konon arsitektur ini sengaja dibuat demikian. Sebab candi induk yang mirip dengan bentuk vagina ini, menurut beberapa pakar memang dibuat untuk mengetes keperawanan para gadis. Menurut cerita, jika seorang gadis yang masih perawan mendakinya, maka selaput daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak perawan lagi, maka ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas.
Tepat di atas candi utama di bagian tengah terdapat sebuah bujur sangkar yang kelihatannya merupakan tempat menaruh sesajian. Di sini terdapat bekas-bekas kemenyan, dupa dan hio yang dibakar, sehingga terlihat masing sering dipergunakan untuk bersembahyang.
Kemudian pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian relief-relief yang merupakan mitologi utama Candi Sukuh dan telah diidentifikasi sebagai relief cerita Kidung Sudamala.


Urutan reliefnya adalah sebagai berikut:

Relief pertama
Di bagian kiri dilukiskan sang Sahadewa atau Sadewa, saudara kembar Nakula dan merupakan yang termuda dari para Pandawa Lima. Kedua-duanya adalah putra Prabu Pandu dari Dewi Madrim, istrinya yang kedua. Madrim meninggal dunia ketika Nakula dan Sadewa masih kecil dan keduanya diasuh oleh Dewi Kunti, istri utama Pandu. Dewi Kunti lalu mengasuh mereka bersama ketiga anaknya dari Pandu: Yudhistira, Bima dan Arjuna. Relief ini menggambarkan Sadewa yang sedang berjongkok dan diikuti oleh seorang punakawan atau pengiring. Berhadapan dengan Sadewa terlihatlah seorang tokoh wanita yaitu Dewi Durga yang juga disertai seorang punakawan.



Relief kedua
Pada relief kedua ini dipahat gambar Dewi Durga yang telah berubah menjadi seorang raksasi (raksasa wanita) yang berwajah mengerikan. Dua orang raksasa mengerikan; Kalantaka dan Kalañjaya menyertai Batari Durga yang sedang murka dan mengancam akan membunuh Sadewa. Kalantaka dan Kalañjaya adalah jelmaan bidadara yang dikutuk karena tidak menghormati Dewa sehingga harus terlahir sebagai raksasa berwajah buruk. Sadewa terikat pada sebuah pohon dan diancam dibunuh dengan pedang karena tidak mau membebaskan Durga. Di belakangnya terlihat antara lain ada Semar. Terlihat wujud hantu yang melayang-layang dan di atas pohon sebelah kanan ada dua ekor burung hantu. Lukisan mengerikan ini kelihatannya ini merupakan lukisan di hutan Setra Gandamayu (Gandamayit) tempat pembuangan para dewa yang diusir dari sorga karena pelanggaran.


Relief ketiga
Pada bagian ini digambarkan bagaimana Sadewa bersama punakawannya, Semar berhadapan dengan pertapa buta bernama Tambrapetra dan putrinya Ni Padapa di pertapaan Prangalas. Sadewa akan menyembuhkannya dari kebutaannya.



Relief keempat
Adegan di sebuah taman indah di mana sang Sadewa sedang bercengkerama dengan Tambrapetra dan putrinya Ni Padapa serta seorang punakawan di pertapaan Prangalas. Tambrapetra berterima kasih dan memberikan putrinya kepada Sadewa untuk dinikahinya.



Relief kelima
Lukisan ini merupakan adegan adu kekuatan antara Bima dan kedua raksasa Kalantaka dan Kalañjaya. Bima dengan kekuatannya yang luar biasa sedang mengangkat kedua raksasa tersebut untuk dibunuh dengan kuku pañcanakanya.


Patung-patung sang Garuda
Prasasti sukuh.


Lalu pada bagian kanan terdapat dua buah patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian tirta amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti.
Kemudian sebagai bagian dari kisah pencarian amerta tersebut di bagian ini terdapat pula tiga patung kura-kura yang melambangkan bumi dan penjelmaan Dewa Wisnu. Bentuk kura-kura ini menyerupai meja dan ada kemungkinan memang didesain sebagai tempat menaruh sesajian. Sebuah piramida yang puncaknya terpotong melambangkan Gunung Mandaragiri yang diambil puncaknya untuk mengaduk-aduk lautan mencari tirta amerta.

Lihat kisah Pemutaran Laut Mencari Amerta


Beberapa bangunan dan patung lainnya

Selain candi utama dan patung-patung kura-kura, garuda serta relief-relief, masih ditemukan pula beberapa patung hewan berbentuk celeng (babi hutan) dan gajah berpelana. Pada zaman dahulu para ksatria dan kaum bangsawan berwahana gajah.
Lalu ada pula bangunan berelief tapal kuda dengan dua sosok manusia di dalamnya, di sebelah kira dan kanan yang berhadapan satu sama lain. Ada yang berpendapat bahwa relief ini melambangkan rahim seorang wanita dan sosok sebelah kiri melambangkan kejahatan dan sosok sebelah kanan melambangkan kebajikan. Namun hal ini belum begitu jelas.
Kemudian ada sebuah bangunan kecil di depan candi utama yang disebut candi pewara. Di bagian tengahnya, bangunan ini berlubang dan terdapat patung kecil tanpa kepala. Patung ini oleh beberapa kalangan masih dikeramatkan sebab seringkali diberi sesajian.

Referensi
* Prof. Dr. R.M. Ng. Poerbatjaraka, 1952, Kapustakan Djawi. Djakarta: Djambatan.
* Suwarno Asmadi (Pemandu Wisata) dan Haryono Soemadi, 2004, Candi Sukuh. Antara Situs Pemujaan dan Pendidikan Seks. Surakarta: C.V. Massa Baru.
* P.J. Zoetmulder, 1983, Kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan.


Sumber: wikipedia

Candi Muara Takus, Peninggalan Sriwijaya

Sumber Wikipedia

Candi Muara Takus adalah candi tertua di Sumatera yang terbuat dari tanah liat, tanah pasir, dan batu bata sementara candi yang ada di Jawa terbuat dari batu andesit yang diambil dari pegunungan. Bahan pembuat candi ini, khususnya tanah liat, diambil dari desa Pongkai yang terletak kurang lebih 6 km di sebelah hilir kompleks Candi Muara Takus. Nama Pongkai berasal dari bahasa Cina ”Pong” berati lubang dan ”Kai” berarti tanah, maksudnya adalah lubang tanah yang diakibatkan oleh penggalian untuk pembuatan candi Muara Takus tersebut. Bekas lubang galian sekarang tidak dapat kita temukan lagi karena sudah tenggelam oleh genangan waduk PLTA Koto Panjang.
Bangunan utama di kompleks ini adalah sebuah stupa yang besar dengan sebuah bentukan menara yang sebagian besar terbuat dari batu bata dan sebagian kecil batu pasir kuning. Halaman candi ini berbentuk bujur sangkar (persegi) yang dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter yang terbuat dari batu putih dengan tinggi tembok ± 80 cm. Diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat bangunan Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa serta Palangka. Diluar kompleks ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya.
Kompleks Candi Muara Takus, merupakan satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan bukti bahwa agama Buddha pernah berkembang di kawasan ini.

Bangunan candi yang terdapat di kompleks Candi Muara Takus antara lain :

Candi Mahligai
Candi yang dianggap paling utuh. Bangunan ini terbagi atas tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Stupa ini memiliki pondasi berdenah persegi panjang dan berukuran 9,44 m x 10,6 m, serta memiliki 28 sisi yang mengelilingi alas candi dengan pintu masuk berada di sebelah Selatan. Pada bagian alas tersebut terdapat ornamen lotus ganda, dan di bagian tengahnya berdiri bangunan menara silindrik dengan 36 sisi berbentuk kelopak bunga pada bagian dasarnya. Bagian atas dari bangunan ini berbentuk lingkaran.
Dahulu menurut DR. FM Snitger, pada keempat sudut pondasi terdapat 4 arca singa dalam posisi duduk yang terbuat dari batu andesit. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yzerman, dahulu bagian puncak menara terdapat batu dengan lukisan daun oval dan relief-relief sekelilingnya. Bangunan ini diduga mengalami dua tahap pembangunan. Dugaan in didasarkan pada kenyataan bahwa di dalam kaki bangunan yang sekarang terdapat profil kaki bangunan lama sebelum bangunan diperbesar.

Candi Sulung (Tua)
yaitu candi terbesar di antara bangunan lainnya di kompleks Candi Muara Takus. Bangunan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Bagian kaki terbagi dua. Ukuran kaki pertama tingginya 2,37 m sedangkan yang kedua mempunyai ketinggian 1,98 m. Tangga masuk terdapat di sisi Barat dan sisi Timur yang didekorasi dengan arca singa. Lebar masing-masing tangga 3,08 m dan 4 m. Dilihat dari sisa bangunan bagian dasar mempunyai bentuk lingkaran dengan garis tengah ± 7 m dan tinggi 2,50 m. Ukuran pondasi bangunan candi ini adalah 31,65 m x 20,20 m. Pondasi candi ini memiliki 36 sisi yang mengelilingi bagian dasar. Bagian atas dari bangunan ini adalah bundaran.
Tidak ada ruang kosong sama sekali di bagian dalam Candi Sulung. Bangunan terbuat dari susunan bata dengan tambahan batu pasir yang hanya digunakan untuk membuat sudut-sudut bangunan, pilaster-pilaster, dan pelipit-pelipit pembatas perbingkaian bawah kaki candi dengan tubuh kaki serta pembatas tubuh kaki dengan perbingkaian atas kaki. Berdasarkan penelitian tahun 1983 diketahui bahwa candi ini paling tidak telah mengalami dua tahap pembangunan. Indikasi mengenai hal ini dapat dilihat dari adanya profil bangunan yang tertutup oleh dinding lain yang bentuk profilnya berbeda.

Candi Bungsu:  
bentuknya tidak jauh beda dengan Candi Sulung. Hanya saja pada bagian atas berbentuk segi empat. Ia berdiri di sebelah barat Candi Mahligai dengan ukuran 13,20 x 16,20 meter. Di sebelah Timur terdapat stupa-stupa kecil serta terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu putih. Bagian pondasi bangunan memiliki 20 sisi, dengan sebuah bidang diatasnya. Pada bidang tersebut terdapat teratai. Penelitian yang dilakukan oleh Yzerman, berhasil menemukan sebuah lubang di pinggiran padmasana stupa yang didalamnya terdapat tanah dan abu.
Dalam tanah tersebut didapatkan tiga keping potongan emas dan satu keping lagi terdapat di dasar lubang, yang digores dengan gambar-gambar tricula dan tiga huruf Nagari. Di bawah lubang, ditemukan sepotong batu persegi yang pada sisi bawahnya ternyata digores dengan gambar tricula dan sembilan buah huruf. Bangunan ini dibagi menjadi dua bagian menurut jenis bahan yang digunakan. Kurang lebih separuh bangunan bagian Utara terbuat dari batu pasir, sedangkan separuh bangunan bagian selatan terbuat dari bata. Batas antara kedua bagian tersebut mengikuti bentuk profil bangunan yang terbuat dari batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa bagian bangunan yang terbuat dari batu pasir telah selesai dibangun kemudian ditambahkan bagian bangunan yang terbuat dari bata.

Candi Palangka:
Terletak di sisi Timur stupa mahligai dengan ukuran tubuh candi 5,10 m x 5,7 m dengan tinggi sekitar dua meter. Candi ini terbuat dari batu bata, dan memiliki pintu masuk yang menghadap ke arah utara. Candi Palangka pada masa lampau diduga digunakan sebagai altar.

Candi Muara Takus merupakan salah satu bangunan suci agama Budha yang ada di Riau. Ciri yang menunjukkan bangunan suci tersebut merupakan bangunan agama Budha adalah stupa. Bentuk stupa sendiri berasal dari seni India awal, hampir merupakan anak bukit buatan yang berbentuk setengah lingkaran tertutup dengan bata atau timbunan dan diberi puncak meru. Stupa adalah ciri khas bangunan suci agama Budha dan berubah-ubah bentuk dan fungsinya dalam sejarahnya di India dan di dunia Budhisme lainnya.
Berdasarkan fungsinya stupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
Stupa yang merupakan bagian dari sesuatu bangunan.
Stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tapi masing-masing sebagai bangunan lengkap.
Stupa yang menjadi pelengkap kelompok selaku candi perwara.

Berdasarkan fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa bangunan di kompleks Candi Muara Takus menduduki fungsi yang kedua, yaitu stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tapi masing-masing sebagai bangunan lengkap.
Arsitektur bangunan stupa Candi Muara Takus sendiri sangatlah unik karena tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Bentuk candi ini memiliki kesamaan dengan stupa Budha di Myanmar, stupa di Vietnam, Sri Lanka atau stupa kuno di India pada periode Ashoka, yaitu stupa yang memiliki ornamen sebuah roda dan kepala singa, hampir sama dengan arca yang ditemukan di kompleks Candi Muara Takus.

Patung singa sendiri secara filosofis merupakan unsur hiasan candi yang melambangkan aspek baik yang dapat mengalahkan aspek jahat atau aspek ‘terang’ yang dapat mengalahkan aspek ‘jahat’. Dalam ajaran agama Budha motif hiasan singa dapat dihubungkan maknanya dengan sang Budha, hal ini terlihat dari julukan yang diberikan kepada sang Budha sebagai ‘singa dari keluarga Sakya’. Serta ajaran yang disampaikan oleh sang Budha juga diibaratkan sebagai ‘suara’ (simhanada) yang terdengar keras di seluruh penjuru mata angin.

Dalam naskah ”Silpa Prakasa” dituliskan bahwa terdapat empat tipe singa yang dianggap baik, antara lain :

Udyatā: singa yang digambarkan diatas kedua kaki belakang, badannya dalam posisi membalik dan melihat ke belakang. Sikap ini disebut ”simhavalokana”.

Jāgrata:  singa yang digambarkan dengan wajah yang sangat buas (mattarūpina). Ia bersikap duduk dengan cakarnya diangkat ke atas. Sering disebut ”khummana simha”.

Udyatā:  singa yang digambarkan dalam sikap duduk dengan kaki belakang dan biasanya ditempatkan di atas suatu tempat yang tinggi. Terkenal dengan sebutan ”jhmpa-simha”.

Gajakrānta:  singa yang digambarkan duduk dengan ketiga kakinya di atas raja gajah. Satu kaki depannya diangkat di depan dada seolah-olah siap untuk menerkam. Singa ini disebut ”simha kunjara”.
Di kompleks Candi Muara Takus sendiri terdapat dua candi yang memiliki patung singa, yaitu Candi Sulung dan Candi Mahligai. Di Candi Sulung arca singa ditemukan di depan candi atau di tangga masuk candi tersebut. Di Candi Mahligai arca singa ditemukan di keempat sudut pondasinya. Penempatan patung singa ini, berdasarkan konsep yang berasal dari kebudayaan India, dimaksudkan untuk menjaga bangunan suci dari pengaruh jahat karena singa merupakan simbol dari kekuatan terang atau baik.

Berdasarkan penelitian R.D.M. Verbeck dan E. Th. van Delden diduga bahwa bangunan Candi Muara Takus dahulunya merupakan bangunan Buddhis yang terdiri dari biara dan beberapa candi.
Candi merupakan bangunan suci yang berkembang pada masa Hinduisme  Hindu-Buddhisme ( Buddha ). Bangunan suci ini dibuat sebagai sarana pemujaan bagi dewa-dewi agama Hindu maupun agama Buddha. Agama Hindu dan Buddha berasal dari India sehingga konsep yang digunakan dalam pendirian sebuah bangunan suci sama dengan konsep yang berkembang dan digunakan di India, yaitu konsep tentang air suci. Bangunan suci harus berada di dekat air yang dianggap suci. Air itu nantinya digunakan sebagai sarana dalam upacara ritual. Peran air tidak hanya digunakan untuk upacara ritual saja, namun secara teknis juga diperlukan dalam pembangunan maupun pemeliharaan dan kelangsungan hidup bangunan itu sendiri. Didirikannya bangunan suci di suatu tempat memang tempat tersebut potensi untuk dianggap suci, dan bukan bangunannya yang potensi dianggap suci. Maka dalam usaha pendirian bangunan suci para seniman bangunan selalu memperhatikan potensi kesucian suatu tempat dimana akan didirikan bangunan tersebut.
Agar tetap terjaga dan terpeliharanya kesucian suatu tempat, maka harus dipelihara daerah sekitar titik pusat bangunan atau Brahmasthana serta keempat titik mata angin dimana dewa Lokapala (penjaga mata angin) berada untuk melindungi dan mengamankan daerah tersebut sebagai Wastupurusamandala yaitu perpaduan alam gaib dan alam nyata. Kemudian dilakukan berbagai upacara untuk mensucikan tanah tersebut. Dalam hal ini air sangat berperan selama upacara berlangsung, karena air selain mensucikan juga untuk menyuburkan daerah tersebut. Sehingga dalam upaya pendirian suatu bangunan suci, selain potensi kesucian tanah yang perlu diperhatikan adalah keberadaan atau tersedianya air di daerah tersebut. Hal ini sama dengan konsep kebudayaan India yang menyatakan bahwa keberadaan gunung meru sebagai tempat tinggal para dewa dikeilingi oleh tujuh lautan. Maka secara nalar dan umun dapat diketahui bahwa pendirian sebagian besar bangunan suci tempatnya selalu berada di dekat air.
Keadaan geografis wilayah Sumatera yang memiliki aliran sungai yang besar sangat mendukung konsep dari kebudayaan India tersebut. Dengan adanya aliran sungai besar tersebut air dengan mudah didapat untuk keperluan dari upacara ritual. Selain faktor air, faktor ekonomi juga dapat melatarbelakangi berdirinya suatu bangunan suci. Aliran sungai di Sumatera pada masa lampau merupakan jalur transportasi untuk perdagangan. Pada awalnya jumlah pedagang yang datang sedikit. Namun lama kelamaan karena menunggu waktu yang tepat untuk berlayar maka mereka bermukim di sekitar daerah tersebut. Maka diperlukanlah tempat peribadatan untuk umat beragama, dan didirikanlah bangunan suci. Karena tidak mungkin berdirinya suatu bangunan sakral atau candi tanpa didukung masyarakat pendirinya demi kelangsungan hidup bangunan suci tersebut. Maka seirama dengan tumbuh dan pesatnya perdagangan di suatu tempat pada umumnya akan muncul pula bangunan-bangunan suci atau candi untuk digunakan sebagai tempat menjalankan upacara ritual oleh para pelaku ekonomi tersebut yang telah mengenal magis terhadap bangunan candi, berperan dalam fungsi perkembangan sosial atau ekonomi dan perdagangan.
Faktor kuasa atau kekuasaan juga berpengaruh dalam pembangunan suatu candi. Suatu kerajaan yang berhasil menaklukkan suatu wilayah, tentunya terdapat tinggalan yang dapat menggambarkan ciri khas suatu kerajaan tersebut. Tinggalan tersebut dapat berupa prasasti maupun candi.
Pada candi Muara Takus ini aspek-aspek yang dapa kita lihat antara lain:
Aspek teknologi:  Bahan yang digunakan adalah batu bata. Ukuran bata yang dipakai membangun candi ini bervariasi, panjang antara 23 sampai 26 cm, lebar 14 sampai dengan 15,5 cm dan tebalnya 3,5 cm sampai 4,5 cm. Bata pada masa lampau memiliki kualitas yang lebih baik dari bata pada masa sekarang. Ini dikarenakan tanah liat yang digunakan disaring sampai benar-benar tidak ada komponen lain selain tanah liat, misalnya pasir. Selain itu, terdapat ”isian” di dalam bata, biasanya berupa sekam. Maksud dari isian ini, supaya bata kuat. Perekatan antar batu bata menggunakan sistem kosod. Sistem kosod merupakan sistem perekatan bata dengan cara menggosokkan bata dengan bata lain dimana pada bidang gosokannya tersebut diberi air. Sistem ini juga dapat ditemukan pada situs-situs di Jawa Timur dan masih dapat ditemukan di daerah Bali. Perekatan bata yang menggunakan sistem kosod menyebabkan perekatan antar bata akan bertambah erat dari tahun ke tahun.

Aspek sosial:  Pembangunan candi ini dilakukan secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai. Begitu juga pada saat upacara pemujaan terdapat perbedaan status, yaitu pemimpin upacara dan pengikutnya.
Aspek religi:  terlihat dari bentuk candi Muara Takus yang berupa stupa, yang menunjukkan candi ini sebagai tempat pemujaan umat agama Buddha, khususnya aliran Mahayana.

Sumber: www.blackjack2000.wordpress.com

Candi Sukuh


http://212notes.files.wordpress.com/2010/03/candi-sukuh2.jpg

Pengantar

Bangsa Indonesia dikenal memiliki kebudayaan dan peninggalan seni budaya yang beragam. Mulai dari seni bangunan, kriya, bahasa, norma kehidupan sosial, adat istiadat dan berbagai seni budaya yang tak terhitung jumlahnya. Kebudayaan dan peninggalan seni budaya tersebut mempunyai nilai yang tinggi dan beberapa diantaranya diakui oleh dunia sebagai warisan budaya asli “heritage of” Indonesia. Seni budaya yang masih banyak dijumpai di Indoensia antara lain bangunan candi, keris, wayang, seni pertunjukan tari tradisional, gamelan, kethoprak kemudian batik, topeng, adat kebiasaan seperti upacara-upacara ritual, dan lainnya.
Candi merupakan peninggalan budaya bangsa Indonesia yang memiliki nilai sejarah yang sangat berharga. Peninggalan candi banyak tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah terbanyak berada di pulau Jawa. Candi Borobudur dan candi Prambanan adalah beberapa candi yang sangat dikenal bahkan sampai ke mancanegara. Tidak hanya candi Borobudur, candi Prambanan dan beberapa candi besar lainnya, namun kita juga memiliki banyak candi yang berukuran lebih kecil dan memiliki ciri khas yang berbeda. Candi Muara Takus di Riau, Biaro Bahal di Sumatera Utara, atau candi Agung di Kalimantan Timur, menunjukkan candi bukan milik Pulau Jawa saja.

http://stat.ks.kidsklik.com/files/2010/01/sukuh3.jpg


Istilah candi digunakan untuk menyebutkan sebuah bangunan yang berasal dari masa klasik sejarah Indonesia, yaitu dari kurun waktu abad ke-5 M hingga ke-16 M. Candi dapat berupa bangunan kuil yang berdiri sendiri atau berkelompok. Dapat pula berupa bangunan berbentuk gapura beratap (Paduraksa) dan tidak beratap (Candi Bentar). Petirtaan yang dilengkapi kolam dan arca pancuran juga kerap disebut candi.
Candi yang berada di daerah lain seperti Sumatera Utara dikenal istilah ”biaro” dan di Jawa Timur istilah ”cungkub”. Namun masyarakat lebih mengenal istilah candi, apa pun jenis bangunan kuno (termasuk reruntuhan) serta di mana pun letak candi berada. Kata ”candi” berasal dari salah satu nama yang diberikan kepada Dewi Durga, yakni permaisuri Dewa Siwa. Dewi Durga disimbolkan sebagai Dewi Maut  yang disebut dengan “candika”.  Istilah candi kemudian digunakan untuk menyebutkan bangunan peninggalan pada jaman Indonesia purba.
Candi merupakan peninggalan kerajaan-kerajaan kuno yang pernah ada di Indonesia, seperti Mataram Hindu, Singasari, Majapahit, dan Sriwijaya. Candi Borobudur dan Candi Prambanan (Loro Jonggrang) adalah bukti-bukti kejayaan Kerajaan Mataram dari abad ke-8 hingga ke-11. Candi Singasari, Kidal, dan Jago merupakan sisa-sisa kebesaran Kerajaan Singasari, dari abad ke-11 hingga ke-13. Candi Tikus, Bajangratu, Brahu, dan Wringin Lawang adalah peninggalan Kerajaan Majapahit dari abad ke-13 hingga ke-15. Candi-candi di sekitar Muara Jambi diduga merupakan sisa-sisa Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 hingga ke-11.

Candi-candi di Indonesia umumnya bercirikan agama Budha (terutama aliran Mahayana dan Tantrayana) dan agama Hindu (terutama aliran Siwaisme). Candi bersifat Budha dikenal lewat arca Budha dan bentuk stupa, misalnya Borobudur dan Mendut. Sementara itu, Candi bersifat Hindu mempunyai arca-arca dewa-dewi di dalamnya, misalnya Prambanan dan Dieng. Uniknya, beberapa candi bersifat campuran Siwa-Budha, antara lain Singasari dan Jawi di Jawa Timur.

Candi di Indonesia dapat dibedakan berdasarkan langgam seninya menjadi tiga bagian. Pertama, langgam Jawa Tengah Utara. Contohnya Candi Gunungwukir, Badut, Dieng, dan Gedongsongo. Kedua, Langgam Jawa Tengah Selatan misalnya Candi Kalasan, Sari, Borobudur, Mendut, Sewu, Plaosan, dan Prambanan. Ketiga, langgam Jawa Timur, termasuk candi-candi di Bali, Sumatera dan Kalimantan. Contohnya Candi Kidal, Jago, Singasari, Jawi, Panataran, Jabung, Muara Takus dan Gunung Tua. Ditilik dari corak dan bentuknya, pada dasarnya candi di Jawa Tengah Utara tidak berbeda dari candi-candi Jawa Tengah Selatan. Hanya candi-candi di Jawa Tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah dalam bentuk dan hiasan dibandingkan candi-candi Jawa Tengah Utara. Perbedaan yang nyata terdapat pada candi-candi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Umumnya candi langgam Jawa Tengah berbentuk tambun, atapnya berundak-undak, reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya naturalis, mengha-dap ke Timur, letak candi di halaman utama, gawang pintu dan relung berhiaskan kala makara serta berbahan batu andesit. Sementara itu, candi langgam Jawa Timur berbentuk ramping, atapnya merupakan perpaduan tingkatan, puncaknya berbentuk kubus, makara tidak ada hanya hiasan atasnya diberi kepala kara, reliefnya timbul sedikit, lukisannya simbolis menyerupai wayang kulit, letak candi di halaman belakang, menghadap ke barat dan berbahan batu bata. Sejumlah arkeolog menamakan gaya seni candi berdasarkan aspek zaman dan periode, yaitu gaya Mataram Kuno (abad VIII-X), gaya Singasari (abad XII-XIV), dan gaya Majapahit (abad XIII-XV).

Dahulu candi di Indonesia digunakan sebagai pemujaan terhadap nenek moyang (makam). Ada beberapa candi yang berfungsi sebagai stupa (candi Borobudur), sebagai wihara (candi Sari), sebagai istana (candi Boko), sebagai petirtaan / pemandian (taman sari) dan sebagai gapura (candi Bajang Ratu). Penggunaan candi sebagai tempat pemujaan dilakukan masyarakat (Jawa-bahkan hingga sekarang) karena dianggap roh nenek moyangnya akan pergi menuju ke Yang Kuasa. Mahameru (gunung) dianggap sebagai tempat yang tinggi makna simboliknya, yakni makna-makna sakral, lebih dekat dengan Yang Kuasa dan kekuasaan yang lebih tinggi. Oleh karena itu candi-candi di Indonesia banyak yang “bersandar” di gunung yakni didirikan di tempat dataran yang tinggi, lereng atau area sekitar gunung-gunung. Lokasi candi yang berada di gunung ini membuat lokasi candi biasanya berada di luar pusat-pusat kerajaan kuno di Indonesia.

http://img223.imageshack.us/img223/9845/klustersolocy2.jpg

Pendirian candi-candi yang ada di Indonesia mempunyai maksud, fungsi dan tujuan. Setiap candi biasanya memiliki relief yang merupakan cerita, tuntunan nilai-nilai yang tinggi dari pendirinya, dari cerita Ramayana, Mahabarata hingga relief-relief yang melukiskan kejayaan suatu kerajaan. Setiap candi mempunyai ciri dan keunikan tersendiri, salah satunya adalah candi Sukuh. Situs candi ini sangat unik, baik dilihat dari bentuk candi secara umum maupun dari relef-relief yang dipahat di dalamnya.  Menurut sejarah, Candi Sukuh dibangun pada sekitar abad ke-15 oleh masyarakat Hindu Tantrayana.. Candi ini dibangun pada masa akhir runtuhnya Kerajaan Majapahit yang berpaham Hindu. Pada waktu itu para pengikut setia Kerajaan Majapahit yang runtuh diserang Kerajaan Demak (berpaham Islam) melarikan diri ke lereng Gunung Lawu, kemudian membangun candi ini.
Situs candi Sukuh ditemukan kembali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, pada waktu itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Mulai saat itu banyak kalangan sarjana mengadakan penelitian Candi Sukuh antara lain Dr. Van der Vlis tahun 1842, Hoepermen diteruskan Verbeek tahun 1889, Knebel tahun 1910, dan sarjana Belanda Dr. WF. Stutterheim.




Profil Candi sukuh

Lokasi candi Sukuh terletak di lereng kaki Gunung Lawu pada ketinggi-an kurang lebih 1.186 meter di atas permukaan laut pada koordinat 07o37, 38’ 85’’ Lintang Selatan dan 111o07,. 52’65’’ Bujur Barat. Candi ini terletak di dukuh Berjo, desa Sukuh, kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini berjarak kurang lebih 20 kilometer dari kota Karanganyar dan 36 kilometer dari Surakarta. Kurang lebih 4 kilometer mendaki gunung Lawu lagi, terdapat situs Candi Cetho.  Untuk menuju lokasi ini kita dapat mengikuti jalan luar propinsi yang menuju kearah objek wisata Tawang Mangu, bahkan jika terus naik kita dapat menjumpai objek wisata Waduk Sarangan yang berada di wilayah  Kabupaten Magetan Jawa Timur.  Di sekitar candi sukuh juga terdapat sebuah makam mantan Ibu Negara yakni makam Kalitan tempat disemayamkan Ibu Tien Soeharto. Jalan untuk mencapai lokasi candi Sukuh mempunyai medan yang cukup terjal karena berada di atas sebuah bukit. Namun sekarang jalan menuju ke candi sudah diaspal cukup nyaman meskipun harus hati-hati karena terkadang ada kabut tebal yang mengurangi pandangan depan dan membuat jalan aspal semakin licin.

Bangunan candi Sukuh memiliki ciri khas bentuk yang relatife sederhana dibandingkan dengan candi lain. Hiasan candi dan relief yang ada di candi Sukuh hanya sedikit dan tidak terlalu dekoratif . Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bahkan bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Bentuk candi ini yang berupa trapezium memang tak lazim seperti umumnya candi lain di Indonesia. Struktur ini juga mirip dengan bentuk piramida di Mesir. Candi ini juga tergolong kontroversial karena adanya objek-objek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.



Denah candi Sukuh


Kesan kesederhanaan bentuk candi ini menurut arkeolog Belanda W.F. Stutterheim (tahun 1930) ada tiga argumen: pertama, kemungkinan pemahat candi Sukuh bukan seorang tukang batu melainkan tukang kayu dari desa dan bukan dari kalangan keraton, kedua candi dibuat dengan agak tergesa-gesa sehingga kurang rapi, atau ketiga bahwa keadaan politik pada waktu itu menjelang keruntuhan Kerajaan Majapahit karena didesak oleh pasukan Islam Demak, sehingga tidak memungkinkan untuk membuat candi yang besar dan megah.

Gapura Pertama dengan bentuk arsitektur yang khas,
disusun agak miring berbentuk trapesium dengan atap di atasnya.


Berbagai relief tampak dilukiskan di beberapa sudut candi, beberapa ornamen sakral seperti Lingga-Yoni digambarkan secara realistis mirip sekali dengan genital pria dalam kehidupan kita sehari-hari. Beberapa kalangan menyebut candi ini disebut candi porno, padahal pada zaman dahulu mungkin kaum awam tidak mudah masuk kedalam candi ini karena kesakralannya yang tinggi.


Teras Pertama

Candi Sukuh dibangun dalam tiga susunan trap (teras), teras yang posisinya makin ke belakang terletak di dataran yang makin tinggi. Pada teras pertama terdapat pintu gerbang (gapura) utama. Bentuk gapuranya amat unik yakni dibuat miring seperti trapezium, layaknya pylon (gapura pintu masuk ke tempat suci) di Mesir. Pada sisi gapura sebelah utara terdapat relief “manusia ditelan raksasa” yakni sebuah “sengkalan rumit” yang bisa dibaca “Gapura buta mangan wong “ (gapura raksasa memakan manusia ). Gapura dengan karakter 9, buta karakternya 5, mangan karakternya 3, dan wong mempunyai karakter 1. Jadi candra sengkala tersebut dapat dibaca 1359 Saka atau tahun 1437 M, menandai selesainya pembangunan gapura pertama ini. Dilantai dasar dari gapura ini terdapat relief yang menggambarkan phallus (penis) berhadapan dengan vagina dengan di kelilingi oleh kalungan sperma. Sepintas relief ini mempunyai kesan porno, namun relief ini mengandung makna yang mendalam, lingga-yoni ini merupakan lambang kesuburan.

Lingga yoni berbentuk alat kelamin pria dan wanita
serta berkalung untaian sprema

Relief tersebut di pahat di lantai pintu masuk dengan maksud agar siapa saja yang melangkahi relief tersebut segala kotoran yang melekat di badan menjadi sirna sebab sudah terkena “suwuk”. Relief tersebut berfungsi sebagai “suwuk” untuk “ngruwat”, yakni membersihkan segala kotoran yang melekat di hati setiap manusia. Dalam bukunya Candi Sukuh Dan Kidung Sudamala Ki Padmasuminto menerangkan bahwa relief tersebut merupakan sengkalan yang cukup rumit yaitu : “Wiwara Wiyasa Anahut Jalu “.Wiwara artinya gapura yang suci dengan karakter 9, Wiyasa diartikan daerah yang terkena “suwuk” dengan karakter 5, Anahut (mencaplok) dengan karakter 3, Jalu ( laki-laki ) berkarakter 1. Jadi bisa di temui angka tahun 1359 Saka.

Teras kedua

Gapura yang terletak di teras kedua kondisinya telah rusak. Di kanan dan kiri gapura yang biasanya terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi. Gapura sudah tidak memiliki atap dan pada teras ini tidak dijumpai banyak patung-patung. Pada bagian tengah terdapat relief yang menggambarkan Ganesya dengan tangan yang memegang ekor. Relief ini terdapat sebuah candrasangkala pula yang dalam bahasa Jawa berbunyi “gajah wiku anahut buntut”, artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gajah pendeta menggigit ekor”. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456 Masehi. Jika angka tahun ini benar menunjukkan pembangunan gapura ini, maka ada selisih hampir duapuluh tahun antara gapura di teras kedua ini dengan gapura di teras pertama.

Trap kedua ini lebih tinggi daripada trap pertama dengan pelataran yang lebih luas. Terdapat  jejeran tiga tembok dengan pahatan-pahatan relief yang menggambarkan peristiwa sosial yang menonjol di masyarakat sekitar pada saat pembangunan Candi Sukuh, relief ini disebut relief Pande Besi. Relief sebelah selatan menggambarkan seorang wanita terdiri di depan tungku pemanas besi, kedua tangannya memegang tangkai “ububan” ( peralatan mengisi udara pada pande besi). Pande besi adalah pengrajin yang membuat peralatan untuk menunjang kehidupan, seperti alat-alat pertanian, alat rumah tangga dan lain-lain.

Bangunan utama candi Sukuh, bentuknya seperti bentuk Pyramid

Teras ketiga

Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa relief di sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan. Apabila ingin mendatangi candi induk yang suci ini, maka batuan berundak yang relatif lebih tinggi daripada batu berundak sebelumnya harus dilalui. Selain itu lorongnya juga sempit. Konon arsitektur ini sengaja dibuat demikian, sebab candi induk yang mirip dengan bentuk vagina ini, memang dibuat untuk menguji keperawanan para gadis. Menurut cerita, jika seorang gadis yang masih perawan mendakinya, maka selaput daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak perawan lagi, maka ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas.

Relief pada sebelah  utara menggambarkan seorang laki-laki sedang duduk dengan kaki selonjor. Di depannya tergolek senjata-senjata tajam seperti keris, tumbak dan pisau. Trap Ketiga ini trap tertinggi yang merupakan trap paling suci. Tepat di bagian tengah candi utama terdapat sebuah bujur sangkar yang merupakan tempat menaruh sesajian, untuk membakar kemenyan, dupa dan hio.
Dengan struktur bangunan seperti ini, candi Sukuh dikatakan menyalahi pola dari buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku itu diterangkan bahwa bentuk candi harus bujur sangkar dengan pusat persis di tengah-tengahnya, dan yang ditengah itulah tempat yang paling suci. Sedangkan ikwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari aturan-aturan itu, hal tersebut bukanlah suatu yang mengherankan, sebab ketika Candi Sukuh dibuat, era kejayaan Hindu sudah memudar, dan mengalami pasang surut, sehingga kebudayaan asli Indonesia terangkat ke permukaan lagi yaitu kebudayaan prahistori jaman Megalithic, sehingga mau tak mau budaya-budaya asli bangsa Indonesia tersebut ikut mewarnai dan memberi ciri pada candhi Sukuh ini. Karena trap ketiga ini trap paling suci, maka maklumlah bila ada banyak petilasan. Seperti halnya trap pertama dan kedua, pelataran trap ketiga ini juga dibagi dua oleh jalan setapa yang terbuat dari batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka ditemui di candi-candi pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada di “bangunan suci” prasejarah jaman Megalithic.

Kemudian pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian relief-relief yang merupakan mitologi utama Candi Sukuh dan telah diidentifikasi sebagai relief cerita Kidung Sudamala. Sudamala adalah salah satu 5 ksatria Pandawa atau yang dikenal dengan Sadewa. Disebut Sudamala (suda artinya: bersih, mala berarti: dosa) sebab Sadewa telah berhasil “ngruwat” Bathari Durga yang menda-pat kutukan dari Batara Guru karena perselingkuhannya. Sadewa berhasil “ngruwat” Bethari Durga yang semula adalah raksasa betina bernama Durga atau sang Hyang Pramoni kembali ke wajahnya yang semula, yakni seorang bidadari di kayangan dengan nama bethari Uma Sudamala. Sehingga cerita Sudamala ini kemudian disebutkan dalam sebuah buku / kidung, yakni Kidung Sudamala. Urutan relief dalam fragmen Sudamala adalah sebagai berikut:

Relief pertama
Relief pertama

Di bagian kiri dilukiskan sang Sahadewa atau Sadewa, saudara kembar Nakula dan merupakan yang termuda dari para Pandawa Lima. Keduanya adalah putra Prabu Pandu dari istrinya yang kedua, Dewi Madrim. Madrim meninggal dunia ketika Nakula dan Sadewa masih kecil dan keduanya diasuh oleh Dewi Kunti, istri utama Pandu. Dewi Kunti lalu mengasuh mereka bersama ketiga anaknya dari Pandu, yaitu: Yudhistira, Bima dan Arjuna. Relief ini menggambarkan Sadewa yang sedang berjongkok dan diikuti oleh seorang punakawan atau pengiring. Berhadapan dengan Sadewa terlihatlah seorang tokoh wanita yaitu Dewi Durga yang juga disertai seorang punakawan. Relief ini menggambarkan ketika Dewi Kunthi meminta pada Sadewa agar mau “ngruwat” Bethari Durga namun Sadewa menolak.


Relief kedua.
Relief kedua

Pada relief kedua ini dipahat gambar Dewi Durga yang telah berubah menjadi seorang raksasi (raksasa wanita) yang berwajah mengerikan. Dua orang raksasa mengerikan; Kalantaka dan Kalanjaya menyertai Batari Durga yang sedang murka dan mengancam akan membunuh Sadewa. Kalantaka dan Kalanjaya adalah jelmaan bidadara yang dikutuk karena tidak menghormati Dewa sehingga harus terlahir sebagai raksasa berwajah buruk. Sadewa terikat pada sebuah pohon dan diancam dibunuh dengan pedang karena tidak mau membebaskan Durga. Di belakangnya terlihat antara lain ada Semar. Terlihat wujud hantu yang melayang-layang dan di atas pohon sebelah kanan ada dua ekor burung hantu. Lukisan mengerikan ini kelihatannya ini merupakan lukisan di hutan Setra Gandamayu (Gandamayit) tempat pembuangan para dewa yang diusir dari sorga karena pelanggaran.

Relief  ketiga

Relief ketiga

Pada bagian ini digambarkan bagaimana Sadewa bersama punakawan-nya, Semar berhadapan dengan pertapa buta bernama Tambrapetra dan putrinya Ni Padapa di pertapaan Prangalas. Atas perintah Batari Durga yang telah dibebaskannya, Sadewa harus mengawini anak seorang pendeta buta. Pertapa buta itu pun disembuhkannya dari kebutaan.

Relief keempat

Relief keempat

Relief keempat menggambarkan Sadewa berhasil “ngruwat” Sang Durga. Sadewa kemudian diperintah pergi kepertapaan Prangalas, di situ Sadewa menikah dengan Dewi Pradapa. Adegan di sebuah taman indah di mana sang Sadewa sedang bercengkerama dengan Tambrapetra dan putrinya Dewi Padapa serta seorang punakawan di pertapaan Prangalas. Tambrapetra berterima kasih dan memberikan putrinya kepada Sadewa untuk dinikahinya.

Relief kelima

Relief kelima

Relief ini melukiskan adegan adu kekuatan antara Bima dan kedua raksasa Kalantaka dan Kalanjaya. Bima dengan kekuatannya yang luar biasa sedang mengangkat kedua raksasa tersebut untuk dibunuh dengan kuku pancanakanya.
Beberapa bangunan di sekitar candi utama

Pada sebelah selatan jalan batu ada terdapat candi kecil, yang didalamnya terdapat arca dengan ukuran yang kecil pula. Di lokasi ini terdapat dua buah patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian Tirta Amerta yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti yang menandai tahun saka 1363. Cerita ikwal Garudeya adalah sebagai berikut: Garuda mempunyai ibu bernama Winata yang menjadi budak salah seorang madunya yang bernama Dewi Kadru. Dewi Winata menjadi budak Kadru karena telah kalah bertaruh tentang warna ekor kuda uchaiswara. Dewi Kadru menang dalam bertaruh sebab dengan curang dia menyuruh anak-anaknya yang berwujud ular naga yang berjumlah seribu yang menyemburkan bisa-bisanya di ekor kuda Uchaiswara sehingga warna ekor kuda berubah hitam. Dewi Winata dapat diruwat Sang Garuda dengan cara memohon “tirta amerta” (air kehidupan) kepada para Dewa.

Altar berbentuk kura-kura

Kemudian sebagai bagian dari kisah pencarian Tirta Amerta (air kehidupan) di dekat candi kecil terdapat kura-kura yang cukup besar sejumlah tiga ekor sebagai lambang dari dunia bawah yakni dasar Gunung Mahameru, ini berkaitan dengan kisah suci agama Hindhu yakni “samudra samtana” yaitu ketika Dewa Wisnu menjelma menjadi kura-kura raksasa untuk membantu para dewa-dewa lain mencari air kehidupan (tirta perwita sari). Bentuk kura-kura ini menyerupai meja yang kemungkinan didesain sebagai tempat menaruh untuk sesajian. Sebuah piramida yang puncaknya terpotong melambangkan Gunung Mandaragiri yang diambil puncaknya untuk mengaduk-aduk lautan mencari Tirta Amerta (kisah Pemutaran Laut Mencari Amerta).

Bangunan Dan Patung Lainnya

Salah satu prasasti di kompleks candi Sukuh

Di komplek candi induk terdapat sebuah prasasti yang menyiratkan bahwa candi Sukuh dalam candi untuk Pengruwatan, yakni prasasti yang diukir dipunggung relief sapi. Sapi tersebut digambarkan sedang menggigit ekornya sendiri dengan kandungan sengkalan rumit: “Goh wiku anahut buntut” maknanya tahun 1379 Saka. Sengkalan ini makna tahunnya persis sama dengan makna prasasti yang ada dipunggung sapi yang artinya  kurang lebih demikian: untuk diingat-ingat ketika bersujud di kahyangan (puncak gunung), terlebih dulu agar datang di pemandian suci. Saat itu adalah tahun saka Goh wiku anahut buntut 1379. Kata yang sama dengan ruwatan disini yaitu kata: “pawitra” yang artinya pemandian suci. Karena di kompleks Candi Sukuh tidak terdapat pemandian atau kolam pemandian maka pawitra dapat diartikan air suci untuk “ngruwat” seperti halnya kata “tirta sunya”. Tempat suci untuk pengruwatan, seperti yang sudah diutarakan, dengan bukti-bukti relief cerita Sudamala, Garudeya serta prasasti-prasasti, maka dapat dipastikan candi Sukuh pada jamannya adalah tempat suci untuk melangsungkan upacara-upacara besar (ritus) ruwatan.
Selain candi utama dan patung-patung kura-kura, garuda serta relief-relief, masih ditemukan pula beberapa patung hewan berbentuk celeng (babi hutan) dan gajah berpelana. Pada zaman dahulu para ksatria dan kaum bangsawan berwahana gajah untuk sarana transportasi. Bentuk bangunan lain adalah relief tapal kuda yang menggambarkan dua sosok manusia di dalamnya, di sebelah kira dan kanan yang berhadapan satu sama lain. Ada yang berpendapat bahwa relief ini melambangkan rahim seorang wanita dan sosok sebelah kiri melambangkan kejahatan dan sosok sebelah kanan melambangkan kebajikan. Kemudian ada sebuah bangunan kecil di depan candi utama yang disebut candi pewara. Di bagian tengah bangunan ini berlubang dan terdapat patung kecil tanpa kepala.


Keberadaan Candi Sukuh

Bentuk candi Sukuh secara umum lebar bagian bawah candi kemudian meruncing ke atas seperti gunung, meskipun secara spesifik bentuk candi Sukuh ini tergolong unik dibandingkan dengan candi-candi lain di Jawa (Tengah). Sesuai dengan kepercayaan masyarakat pada waktu itu bahwa gunung merupakan tempat yang memiliki unsur kekuatan dan kesakralan, maka candi ini dibangun di sebuah lereng gunung Lawu. Kondisi ini memberikan pandangan bahwa bangunan candi ini didirikan di luar pusat pemerintahan atau pusat kerajaan yang mendirikannya, karena biasanya pusat-pusat kekuasaan kerajaan jaman dulu berada di dataran yang rata dan tidak berbukit seperti Kraton Jogja, Solo, dan lainnya.
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa sejarah berdirinya situs candi Sukuh ini pada awal abad 15. Menurut sejarah pula, candi Sukuh didirikan oleh para pelarian Kerajaan Majapahit yang kalah perang melawan Kerajaan Demak dalam proses penyebaran agama Islam di Jawa. Kerajaan Hindu Majapahit mengalami puncak kejayaannya pada tahun 1350–1389. Puncak kejayaan Majapa-hit ini dibawah pimpinan Raja Hayam Wuruk dan patihnya Gajah Mada yang menguasai seluruh kepulauan Indonesia bahkan hingga Jazirah Malaka sesuai dengan “Sumpah Palapa” Gajah Mada yang ingin Nusantara bersatu. Kemudian Islam mulai masuk ke Jawa dengan membawa pengaruh dan perkembangan yang sangat pesat. Apabila sejarah ini benar, maka lokasi situs candi yang didirikan oleh pengikut Majapahit ini berada sangat jauh dari pusat kerajaan Majapahit. Pusat kerajaan Majapahit berada di Jawa Timur sedangkan lokasi candi Sukuh masuk ke wilayah Jawa Tengah (meskipun dalam wilayah perbatasan Jateng dan Jatim).
Lokasi candi Sukuh saat ini berada di dalam wilayah Karesidenan Surakarta. Sejarah berdirinya karesidenan Surakarta sendiri mempunyai rentang waktu yang cukup lama dengan berdirinya candi Sukuh. Kasunanan Surakarta Hadiningrat berdiri sebagai suatu kerajaan pecahan dari Kesultanan Mataram (Islam) pada 13 Februari 1755, yaitu sebagai akibat dari ditandatanganinya Perjanjian Giyanti. Pemerintah Hindia Belanda dalam perjanjian tersebut juga mengakui Sunan Pakubuwana III sebagai raja yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Di awal masa kemerdekaan (1945-1946), bersama Praja Mangkunegaran sempat menjadi Daerah Istimewa Surakarta. Akan tetapi karena kerusuhan dan agitasi politik saat itu, maka pada tanggal 16 Juni 1946 oleh Pemerintah Indonesia statusnya diubah menjadi Karesidenan Surakarta, menyatu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa candi Sukuh bukan produk dari Kasunanan Surakarta, karena usia candi Sukuh keberadaannya lebih dulu daripada Kasunanan Surakarta. Candi Sukuh juga bukan merupakan produk dari Kesultanan Mataram, karena Kesultanan Mataram menganut paham Islam yang mentabukan keberadaan candi. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa candi Sukuh kemungkinan bukan produk sebuah kerajaan tertentu sehingga tidak berada di sebuah pusat pemerintahan atau pusat kerajaan.
Keberadaan candi Sukuh yang berlokasi di tempat yang jauh dari pusat kerajaan serta relief yang dipahat kurang indah dibandingkan dengan candi-candi lain di Indonesia, menunjukkan bahwa candi ini dibuat oleh orang-orang yang kurang memahami atau memiliki kemampuan skill dan pengetahuan tentang pembuatan candi pada waktu itu. Bentuk candi yang sederhana dan terlihat lain dibandingkan dengan candi lain diperkirakan dipahat oleh orang yang tidak menguasai teknik pahat batu atau bahkan dipahat oleh tukang kayu atau tukang pande besi, karena disana juga ditemukan relief kegiatan pande yakni membuat peralatan atau kerajinan dari besi.
Lokasi candi yang berada di sebuah lereng gunung Lawu ini juga menunjukkan bahwa penentuan tempat ini seadanya tanpa memperhitungkan kondisi yang lebih strategis. Pemilihan lokasi candi yang jauh di lereng gunung tersebut “candi ndeso” kemungkinan merupakan tempat yang aman bagi para pelarian orang Majapahit yang kalah perang oleh pasukan Islam Demak. Pelarian yang kalah dalam suatu pertempuran tentunya mencari tempat persembunyian yang aman dan jauh dari pusat keramaian, maka dengan lokasi candi Sukuh yang pada waktu dulu mungkin tempatnya sangat sulit untuk dijangkau oleh lain.

Penutup

Candi Sukuh merupakan candi yang digunakan sebagai sarana peribadahan umat Hindu pada waktu itu. Meskipun adanya relief penis dan vagina yang terkesan porno, namun tentunya memiliki simbol dan makna tertentu karena candi ini digunakan sebagai tempat beribadah. Relief lingga yoni di gapura terdepan dan bagian atas candi induk di candi Sukuh juga merupakan lambang ucapan syukur masyarakat setempat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesuburan yang mereka peroleh. Sedangkan dilihat dari bentuk candi yang mirip dengan “punden berundak” tentulah candi ini merupakan tempat pemujaan roh-roh leluhur. Candi tersebut merupakan bangunan suci agama Syiwa, yang di Indonesia berbentuk lingga dan digambarkan secara realistis sebagai alat kelamin laki-laki. Kenyataan lainnya adalah adanya ruang pemujaan di candi utama yang digunakan untuk bersembahyang.
Keberadaan Candi Sukuh merupakan tempat peribadahan yang suci dan menjadi saksi atas ketaatan sebuah generasi dan keutuhan sebuah masa yang begitu mengagungkan nilai-nilai kebudayaan dan peribadahan. Pendirian peninggalan ini tentunya mempunyai makna dan maksud berupa ajaran hidup bagi umat dan masyarakatnya, tentunya hal ini merupakan salah satu nilai penting yang perlu kita gali dan kita terjemahkan dalam hidup kita sesuai dengan keyakinan kita. Kessederhanaan candi Sukuh adalah salah satu wujud karya nenek moyang yang tiada ternilai harganya, maka picik bagi kita sebagai generasi pewaris bila tak ada niatan untuk tidak turut berbagi dalam upaya pelestarian nilai-nilai dan kandungan yang tersimpan didalamnya.
Candi Sukuh pada jamannya juga merupakan tempat suci untuk melangsungkan upacara-upacara besar (ruwatan). Bukti-bukti bahwa Candi Sukuh merupakan tempat untuk upacara pengruwatan yakni: (a) Relief Lingga-yoni di gapura pertama selain berfungsi sebagai “suwuk” juga berfungsi untuk “ngruwat” siapa saja yang memasuki candi. (b) Relief Sudamala yang menceritakan Sadewa “ngruwat” Sang Durga. (c) Relief Garideya yang menggambarkan Garuda “ngruwat” ibunya yang bernama Dewi Winata. (d) Prasasti tahun 1379 Saka dipunggung sapi yakni kata “pawitra” yang berarti air suci (air pengruwatan).

Daftar Pustaka:
R. Sutarno, Drs. 1997. Aneka Candi Kuno Di Indonesia. Dhahara Prize. Semarang
Asmadi, Suwarno. Soemadi, Haryono. 2004. Candi Sukuh. Antara Situs Pemujaan dan Pendidikan Seks. Surakarta: C.V. Massa Baru.
Zoetmulder P.J, 1983, Kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan.

Sumber: www.gunawansusilo.wordpress.com

Situs Ratu Boko

Candi Ratu Boko adalah candi yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari kompleks candi Prambanan. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-9 pada masa wangsa Sailendra pada zaman kerajaan Mataram Kuno. Nama Ratu Boko, menurut legenda, diambil dari nama raja yang memerintah pada waktu itu, yaitu ayah dari dewi Loro Jonggrang (yang diabadikan menjadi nama candi Prambanan). Candi ini mempunyai ciri khas jika dibandingkan dengan candi-candi yang lain, karena letaknya berada di atas lereng bukit.






 













Bangunan utama Situs Ratu Boko adalah peninggalan purbakala yang ditemukan kali pertama oleh arkeolog Belanda, HJ De Graaf pada abad ke-17. Wujudnya berupa bangunan seperti gapura utama, candi, kolam seluas 20 meter x 50 meter dengan kedalaman dua meter, gua, pagar dan alun-alun, candi pembakaran, serta paseban. Petilasan pendopo, balai-balai, tiga candi kecil, kolam, dan keputren terdapat di sebelah tenggara. Sedangkan gua Wadon, gua Lanang, dan beberapa gua lainnya, serta kolam dan arca Budha berada di sebelah timur.


Di dalam kompleks candi ini terdapat ruang Paseban, Pendopo, Pringgitan, ruang keputren, dan dua buah gua untuk meditasi. Candi Ratu Boko pertama ditemukan oleh Van Boecjholzt pada tahun 1790.




 















Istana ini terletak di 196 meter di atas permukaan laut. Areal istana seluas 250.000 m2 terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur. Bagian tengah terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak, dan Paseban. Sementara, bagian tenggara meliputi Pendopo, Balai-Balai, 3 candi, kolam, dan kompleks Keputren. Kompleks gua, Stupa Budha, dan kolam terdapat di bagian timur. Sedangkan bagian barat hanya terdiri atas perbukitan.

Sekitar 45 meter dari gapura kedua, anda akan menemui bangungan candi yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut Candi Batu Putih. Tak jauh dari situ, akan ditemukan pula Candi Pembakaran. Candi itu berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2 teras. Sesuai namanya, candi itu digunakan untuk pembakaran jenasah. Selain kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan ditemui kemudian bila anda berjalan kurang lebih 10 meter dari Candi Pembakaran.





 















Sumur penuh misteri akan ditemui bila berjalan ke arah tenggara dari Candi Pembakaran. Konon, sumur tersebut bernama Amerta Mantana yang berarti air suci yang diberikan mantra. Kini, airnya pun masih sering dipakai. Masyarakat setempat mengatakan, air sumur itu dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Sementara orang-orang Hindu menggunakannya untuk Upacara Tawur agung sehari sebelum Nyepi. Penggunaan air dalam upacara diyakini dapat mendukung tujuannya, yaitu untuk memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada harmoni awalnya. Disarankan anda berkunjung ke Candi Prambanan sehari sebelum Nyepi jika ingin melihat proses upacaranya.

Melangkah ke bagian timur istana, anda akan menjumpai dua buah gua, kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha yang terlihat tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen yang disebut Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan Gua Lanang sedangkan yang berada di bawah disebut Gua Wadon. Persis di muka Gua Lanang terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan sebuah penelitian, diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu Pantheon Budha.



















Ditinjau dari tata letaknya, bangunan-bangunan di Situs Ratu Boko dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu: kelompok Gapura Utama, kelompok Paseban, kelompok Pendapa, kelompok Keputren, dan kelompok Gua. Kelompok Gapura Utama terletak di sebelah barat yang terdiri dari Gapura Utama I dan II, talud, pagar, candi Pembakaran dan sisa-sisa reruntuhan. Kelompok Paseban terdiri dari batur Paseban dua buah, talud dan pagar Paseban. Kelompok Pendapa terdiri dari batur Pendapa dan Pringgitan yang dikelilingi pagar batu dengan tiga gapura sebagai pintu masuk, candi miniatur, serta beberapa kolam penampung air berbentuk bulat yang dikelilingi pagar lengkap dengan gapuranya. Kelompok Keputren berada di sebelah tenggara, terletak pada halaman yang lebih rendah dan terdiri dari dua batur, kolam segi empat, pagar dan gapura. Adapun kelompok Gua terdiri dari Gua Lanang dan Gua Wadon.












100 Masjid Terindah di Dunia

Masjid merupakan rumah Allah SWT. Wajar dan seharusnya, kaum Muslim membangun masjid seluas, semegah, dan seindah mungkin sebagai bagian dari syiar Islam. Masjid merupakan pusat aktivitas umat Islam, khususnya pusat ibadah.
Berikut ini foto-foto 100 masjid terindah di dunia versi situs MuslimWorker.
  1. Turkey
    Turkey-mosque
    Photo by kiwanc
  2. Cordoba, Spain
    cordoba sun spain clouds mosque mesquita 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Guijarro85
  3. Iran
    iran mosque dome blue brown 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by alieh
  4. India
    imambara mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by prakhar
  5. Mecca, Saudi Arabia
    makkah mecca saudi arabia hajj pilgrimage 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Mo7amaD
  6. Brunei
    brunei-royal-Islamic-mosque-lagoon-ceremonial-ship
    Photo by NeilsPhotography
  7. Egypt
    abu bakr mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Ranoush.
  8. Istanbul, Turkey
    istanbul turkey mosque sunset red 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Atilla1000
  9. Brunei
    Sultan-Omar-Ali-Saifuddin-Bandar-Seri-Begawan-Brunei-mosque
    Photo by NeilsPhotography
  10. Egypt
    mosque minaret window 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by HAMED MASOUMI
  11. Istanbul, Turkey
    mosque instanbul turkey wudhu man 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Atilla1000
  12. Ghana
    Larabanga-mosque
    Photo by stignygaard
  13. Dubai, UAE
    Jumeirah-beach-Dubai-UAE-mosque-night-contrast
    Photo by Amir Fathi
  14. Malaysia
    mosque-Kota-Kinabalu-Sabah-Malaysia
    Photo by angela7dreams
  15. Brunei
    Brunei-Ramadan-Mosque-water-reflection
    Photo by tylerdurden1
  16. Iran
    Iran-Isfahan-Naghsh-e-Jahan-Jame-Abbasi-Mosque
    Photo by HAMED MASOUMI
  17. Pakistan
    Wazir-Khan-Mosque
    Photo by *_*
  18. Iran
    portico-courtyard-Nasr-Molk-mosque-Shiraz-fars-Iran
    Photo by dynamosquito
  19. Palestine
    dome rock palestine mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by nagillum
  20. Turkey
    turkey-Maltepe-Mosque
    Photo by B@ni
  21. Madinah, Saudi Arabia
    Madinah-saudi-arabia-prophet-mosque-night
    Photo by marviikad
  22. Singapore
    Masjid-Sultan-Mosque-singapore
    Photo by judhi
  23. Palestine
    dome rock jerusalem palestine mosque tree sky 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by papalars
  24. Pakistan
    jama mosque maghrib sunset silhouette 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Koshyk
  25. Bahrain
    masjid yateem bahrain 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Ahmed Rabea
  26. Malaysia
    putra mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Nazir Amin
  27. Iran
    lotfollah mosque isfahan iran 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by seier+seier+seier
  28. Turkey
    Sultanahmet-Mosque-Turkey
    Photo by Kıvanç
  29. Semerkand, Uzbekistan
    semerkand mosque dome 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by elif ayse
  30. Tokyo, Japan
    tokyo mosque turkish 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Joe Jones
  31. Paris, France
    Paris-Mosque-Moschee-Camii
    Photo by muratc3
  32. Mali
    Djenne-Mali-Africa-Mosque
    Photo by Ferdinand Reus
  33. Lahore, Pakistan
    Badshahi-Mosque
    Photo by *_*
  34. Saudi Arabia
    saudi mosque arabia gulf 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Michael (mx5tx)
  35. UAE
    mosque sharjah uae 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by pjvandi
  36. Belgium
    Islamic-Cultural-Centre-Belgium
    Photo by foad ..
  37. Russia
    Kul-Sharif-Mosque
    Photo by malfet_
  38. India
    vizhinjam-harbour-trivandrum-kerala-India-mosque
    Photo by arun…
  39. Istanbul, Turkey
    blue mosque istanbul turkey 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by papalars
  40. London, England
    ICC-london-mosque
    Photo by SyN+H
  41. KL, Malaysia
    Blue-Dome-Kuala-Lumpur-mosque
    Photo by sektordua
  42. Madinah, Saudi Arabia
    madinah sunset mosque prophet nabi 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by marviikad
  43. Timbuktu, Mali
    Sankore-mosque-Timbuktu
    Photo by ازرق
  44. Singapore
    Singapore-Sultan-Mosque
    Photo by Omar A.
  45. Bahrain
    Masjid-Al-Gufool-Bahrain
    Photo by Ahmed Rabea
  46. Turkey
    Sultanahmet-Mosque
    Photo by Kıvanç
  47. Kyrgyzstan
    Kyrgyzstan-Central-Asia-blue-mosque
    Photo by Irene2005
  48. Cairo, Egypt
    ibn-Tulun-Minaret-egypt-cairo-mosque
    Photo by upyernoz
  49. Marrekech, Morocco
    Koutobia-marrekech-morocco-mosque
    Photo by Joao Maximo
  50. Cairo, Egypt
    Egypt-Cairo-Sayyida-Nafeesa-Mosque
    Photo by marviikad
  51. Michigan, America
    Dearborn-Mosque-michigan
    Photo by papalars
  52. New Delhi, India
    india delhi mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by the trial
  53. Cairo, Egypt
    Al-Azhar-Mosque-egypt-cairo
    Photo by Tierecke
  54. Seoul, Korea
    seoul korea mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by PhareannaH
  55. Malaysia
    Masjid-Terapung
    Photo by resakse
  56. Palestine
    Dome-Rock-Jerusalem
    Photo by geraintwn
  57. Cairo, Egypt
    Mohammed-Ali-Mosque
    Photo by simonkoležnik
  58. Casablanca, Morocco
    Mosque-Hassan-II-Casablanca
    Photo by Rosino
  59. Dakar, Senegal
    sea mosque senegal 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by angela7dreams
  60. Mali
    mosque missiri frejus djenne 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Fabrice Terrasson
  61. Damascus, Syria
    omayyed mosque damascus syria moon night 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by alazaat
  62. Malaysia
    Masjid-Kristal-malaysia
    Photo by RabunWarna
  63. Maldives
    hulhumale mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by notsogoodphotograp hy
  64. Iran
    iranian mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Paul Keller
  65. Sri Lanka
    Mosque-Matara-Sri-Lanka
    Photo by yimhafiz (Away on a tour)
  66. Malaysia
    Masjid-Bahagian-Kuching
    Photo by bingregory
  67. Bahrain
    Al-Fateh-Mosque-Bahrain
    Photo by Haeroldus Laudeus
  68. Malaysia
    Mosque-middle-padi-field-Alor-Setar-Kedah
    Photo by minghan
  69. Cairo, Egypt
    Central-Courtyard-ibn-tulun-mosque-egypt-cairo
    Photo by upyernoz
  70. Singapore
    singapore chinatown mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by crazyegg95
  71. Xian, China
    china grand mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by egorgrebnev
  72. Uzbekistan
    Moon-Amir-Timur-samarkand-uzbekistan
    Photo by Giorgio Montersino
  73. Dakar, Senegal
    Divinity-Mosque-Dakar-Senegal
    Photo by bigmikesndtech
  74. London, England
    Regents-Park-mosque-london-england
    Photo by Matt From London
  75. Unknown
    Mosque-Silhouette
    Photo by radiant guy
  76. Damascus, Syria
    Al-Ummayad-Mosque-Damascus-Syria
    Photo by M_Eriksson
  77. Dubai, UAE
    Jumeirah-Mosque-dubai
    Photo by atomicjeep
  78. Malaysia
    Selangor-Shah-Alam-State-Mosque
    Photo by ~MVI~
  79. Malaysia
    Masjid-Ubudiah-Mosque-Kuala-Kangsar-Perak
    Photo by mixed.media
  80. Iran
    iran desert blue yazd mosque sky 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by N_Creatures
  81. Cairo, Egypt
    mosque big egypt cairo 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Tierecke
  82. Malaysia
    Agung-Mosque-Bengkulu
    Photo by Imansyah™
  83. China
    Nancheng-Mosque-china
    Photo by avlxyz
  84. Agadir, Morocco
    mosque agadir 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Qnofalte
  85. Marrakech, Morocco
    ancient mosque marrakech 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Mar10os
  86. Sana’a, Yemen
    sanaa yemen mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Raphaël Fauveau
  87. Islamabad, Pakistan
    Faisal-Mosque-pakistan-islamabad
    Photo by *_*
  88. Dubai, UAE
    Grand-Mosque-dubai-uae
    Photo by robertpaulyoung
  89. Maldives
    mosque maldives white blue 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by jawiyani
  90. Sana’a, Yemen
    jibla mosque minaret sanaa yemen 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Raphaël Fauveau
  91. Dubai, UAE
    Jumeirah-Mosque-dubai-trees
    Photo by PhareannaH
  92. Muscat, Oman
    Muscat-Oman-Mosque-Panorama
    Photo by stanleykubrick
  93. Mozambique
    Mosque-Ihla-de-Mozambique
    Photo by Erik Cleves Kristensen
  94. Iran
    masjid e jame yazd iran 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by Paul Keller
  95. Sri Lanka
    Sri-Lanka-brilliantly-painted-Mosque
    Photo by mckaysavage
  96. Indonesia
    Baiturrahman-Mosque-Banda-Aceh
    Photo by durentiga
  97. Alexandria, Egypt
    egypt-Alexandria-mosque
    Photo by tinou bao
  98. Gibraltar, Spain
    europa point gibraltar mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by tony.evans
  99. Bueno Aires, Argentina
    argentina bueno aires mosque 100 Beautiful Mosque Pictures from Around the World
    Photo by MacAllenBrothers
  100. Muscat, Oman
    Grand-Central-Mosque-Muscat-oman
    Photo by AD2O9
Related Posts with Thumbnails