 
 
Pemimpin dalam suatu organisasi maupun dalam pemerintahan memegang  peran  yang amat penting demi kemajuan organisasi atau institusi  tersebut.  Dalam perkembangan sekarang ini, orang-orang sangat  mendambakan pemimpin  yang peduli dan melayani. Harapan terbesar  terhadap seorang pemimpin  baru oleh masyarakat adalah kepemimpinan yang  melayani, apabila gaya  kepemimpinan ini berkembang niscaya institusi  yang dipimpinnya akan  sejahtera , bila ia menjadi seorang pemimpin  terhadap sekelompok  masyarakat , maka rakyatnya akan makmur. 
" Good leaders must first become good servants" 
- Robert Greenleaf 
Namun di Indonesia , seringkali kita menemukan pemimpin yang justru  mau  dilayani . Sehingga muncul antipati terhadap pemimpin. Kebanyakan  sudut  pandang yang salah dari seorang pemimpin adalah dirinya harus  dilayani  oleh segenap rakyatnya , ibarat seorang anak bayi keinginannya  harus  dituruti. Hal ini didasari dari keangkuhan dan kesombongan  dirinya  sebagai seorang yang dianggap berkedudukan tinggi maupun orang  istimewa.  Sehingga kepemimpinan yang melayani hanya menjadi angan -  angan belaka. 
Pengertian Pemimpin yang Melayani 
Menurut teori tentang pemimpin yang melayani dimulai sejak tahun  1970,  ketika R.K. Greenleaf (1904-1990) menulis sebuah essay yang  berjudul  “The Servant as Leader”. Essay tersebut dikembangkan oleh  Greenleaf  menjadi sebuah buku yang diterbitkan tahun 1977 berjudul  “Servant  Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and   Greatness”. Ide mengenai pemimpin yang melayani ini diperoleh Greenleaf   tahun 1960-an ketika membaca novel karya Herman Hessee, “Journey to  the  East”. 
Setelah membaca cerita ini, Greenleaf (2002) menyimpulkan bahwa  pemimpin  yang hebat diawali dengan bertindak sebagai pelayan bagi orang  lain.  Kepemimpinan yang sesungguhnya timbul dari motivasi utama untuk  membantu  orang lain. 
Kedua kata “melayani” dan “pemimpin” biasanya dianggap sebagai hal  yang  berlawanan. Ketika kedua hal yang bertolak belakang disatukan  dengan  cara yang kreatif dan berarti, sebuah paradoks muncul. Jadi,  kedua hal  tersebut telah disatukan untuk menciptakan ide paradoksial  tentang  kepemimpinan yang melayani. 
Greenleaf (2002) menyatakan bahwa pemimpin yang melayani diawali  dengan  perasaan alami untuk melayani terlebih dahulu. Setelah itu,  dengan  kesadaran, seseorang ingin memimpin. Greenleaf (2002)  mendefinisikan  pemimpin yang melayani adalah seorang pemimpin yang  sangat peduli atas  pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut, dirinya  dan komunitasnya  dan karenanya ia mendahulukan hal-hal tersebut  dibandingkan dengan  pencapaian ambisi pribadi atau pola dan kesukaannya  saja. 
Impiannya ialah agar orang yang dilayani tadi akan menjadi pemimpin  yang  melayani juga. Greenleaf (2002) menekankan, bila seseorang ingin   menjadi pemimpin yang efektif dan berhasil, ia harus lebih dulu memiliki   motivasi dan hasrat yang besar untuk memenuhi kebutuhan orang lain.   Dalam hal ini, pemimpin harus mampu mendorong pengikutnya untuk mencapai   potensi optimalnya. 
Belakangan ini, agar bisa berorientasi pada pelanggan, organisasi   membutuhkan pemimpin yang bersedia melayani. Para pemimpin harus   memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggan internal (para   karyawan) sehingga akan berdampak pada pelayanan prima yang   didemonstrasikan oleh para pelanggan internal kepada para pelanggan   eksternal (Tjiharjadi et al., 2007). Sayangnya, gaya kepemimpinan yang   melayani kurang diminati oleh kebanyakan praktisi bisnis. Gaya   kepemimpinan yang melayani lebih banyak digunakan di organisasi sektor   publik dan pemerintah. 
Karakteristik Pemimpin yang Melayani 
Menurut Larry C. Spears (1995), mengacu pada pemikiran Greenleaf,   terdapat karakteristik seorang pemimpin maupun calon pemimpin yang   ditunjukkan dari sikap dan perilaku pemimpin tersebut , yang dipaparkan   pada list berikut : 
1.    Kesediaan untuk menyimak (listening) 
Biasanya, seorang pemimpin dinilai berdasarkan kemampuannya dalam   berkomunikasi dan mengambil keputusan. Kemampuan ini juga penting bagi   pemimpin yang melayani, pemimpin ini perlu dikuatkan dengan komitmen   yang kuat untuk mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh. Pemimpin   yang melayani mencoba untuk mengidentifikasikan keinginan dari sebuah   kelompok dan membantu mengklarifikasikan keinginan tersebut, dengan  cara  menyimak. 
2.    Kuat dalam empati (empathy) 
Pemimpin yang melayani berusaha untuk mengerti dan berempati dengan   orang lain. Manusia perlu untuk merasa diterima dan diakui atas  semangat  mereka yang khusus dan unik. 
3.    Melakukan pemulihan-pemulihan (healing) 
Salah satu kekuatan terbesar seorang pemimpin yang melayani adalah   kemampuannya untuk melakukan pemulihan bagi dirinya sendiri maupun orang   lain. 
4.    Penyadaran/peningkatan kesadaran (awareness) 
Kesadaran umum, dan terutama kesadaran diri, memperkuat pemimpin  yang  melayani. Kesadaran juga membantu seseorang dalam memahami  persoalan  yang berhubungan dengan etika dan nilai. 
5.    Memiliki sifat persuasif (persuasion) 
Karakteristik lain dari pemimpin yang melayani adalah mengandalkan   persuasi dalam pengambilan keputusan, bukan posisi sebagai otoritas.   Pemimpin yang melayani mencoba untuk meyakinkan orang lain, bukan   memaksa orang lain untuk patuh. 
6.    Mampu membuat konsep (conceptualization) 
Pemimpin yang melayani mengembangkan kemampuannya untuk “memimpikan   hal-hal besar.” Kemampuan untuk melihat permasalahan (atau sebuah   organisasi) dari perspektif konseptualisasi berarti bahwa seseorang   harus berpikir melebihi realitas sehari-hari. Pemimpin yang melayani   menyeimbangkan antara pemikiran konseptual dengan pendekatan dengan   fokus harian. 
7.    Mampu membuat perkiraan yang tepat (foresight) 
Foresight adalah sebuah karakteristik yang memungkinkan pemimpin  yang  melayani untuk memahami pelajaran dari masa lalu, realitas saat  ini dan  kemungkinan konsekuensi dari sebuah keputusan untuk masa depan.  Hal ini  juga berakar di dalam pikiran intuitif. 
8.    Penatalayanannya baik (stewardship) 
Peter Block (dalam Spears 2004) telah mendefinisikan stewardship  sebagai  “memegang sesuatu yang dipercayakan kepadanya oleh orang lain”.   Pemimpin yang melayani, seperti stewardship, mengasumsikan komitmen   utama untuk melayani kebutuhan orang lain. Hal ini juga menekankan pada   penggunaan keterbukaan dan persuasi dibandingkan dengan pengendalian. 
9.    Memiliki komitmen untuk menghasilkan proses pembelajaran (commitment to the growth of people) 
Pemimpin yang melayani percaya bahwa orang lain mempunyai nilai   intrinsik melebihi kontribusi nyata mereka sebagai karyawan atau   pekerja. Sebagai hasilnya, pemimpin yang melayani berkomitmen secara   mendalam pada pengembangan dari masing-masing dan setiap individu dalam   institusi. Pemimpin yang melayani menyadari tanggung jawab yang luar   biasa untuk melakukan semua hal yang memungkinkan untuk membantu   pembelajaran sumber daya manusia. 
10.    Serius dalam upaya pembentukan dan pengembangan komunitas (building community) 
Pemimpin yang melayani merasakan bahwa banyak hal yang telah hilang   dalam sejarah manusia belakangan ini sebagai hasil dari pergeseran dari   komunitas lokal menjadi institusi besar sebagai pembentuk utama dalam   hidup manusia. Hal ini menyebabkan pemimpin yang melayani untuk mencoba   mengidentifikasikan beberapa sarana untuk membangun komunitas di  antara  mereka yang bekerja di institusi tersebut. 
Hal yang perlu dicatat di sini adalah dalam pekerjaannya  sehari-hari,  seorang pemimpin yang melayani mendahulukan orang lain. Ia  juga membuat  orang menjadi terinspirasi, terdorong, belajar, dan  mengambil alih  keteladanannya. Pendekatannya bukanlah pendekatan  kekuasaan, akan tetapi  pendekatan hubungan atau relasional. 
Selain itu Spears juga mengungkapkan 
indikator tentang pemimpin yang melayani , indikator ini juga merupakan penambahan dari hasil studi pasca Spears. Indikator tersebut antara lain: 
1) Pemimpin yang melayani menyadari dan menghayati bahwa ia melayani   suatu hal yang lebih besar dari dirinya atau organisasinya. 
2) Pemimpin yang melayani memberikan teladan untuk prilaku dan sikap   yang ia ingin hadir dan menjadi bagian utama dari hidup pengikutnya.   Jadi ia tidak memaksakan orang untuk mengambil alih suatu perilaku atau   memaksa dengan berbagai hal-hal yang ia inginkan. 
3) Pemimpin yang melayani memiliki pribadi yang otentik yaitu  kerendahan  hati, dapat diminta pertanggung jawaban, integritas antara  nilai,  gambar diri dan ambisinya, serta ia tampil sebagai manusia biasa  dengan  kelemahannya. 
4) Pemimpin yang melayani juga mempersoalkan masalah moral dan berani mengambil resiko dalam menegakkan prinsip etika tertentu. 
5) Pemimpin yang melayani memiliki visi dan mampu memberdayakan orang. 
6) Pemimpin yang melayani mampu memberikan kepercayaan dan pemahaman atas keadaan pengikutnya 
7) Pemimpin yang melayani sering bekerja dalam kerangka pikir waktu  yang  panjang. Ia tidak mengharapkan hasil spektakuler terlalu cepat  karena  ia menyadari bahwa untuk menggerakkan dan mentransformasi orang   diperlukan waktu yang panjang dan proses yang berkesinambungan. 
8) Pemimpin yang melayani melakukan komunikasi yang proaktif dan bersifat dua arah. 
9) Pemimpin yang melayani juga dapat hidup di tengah perbedaan  pendapat,  bahkan ia merasa tidak nyaman bila pendapat, paradigma dan  gaya kerja  sejenis. 
10) Pemimpin yang melayani memberikan kepercayaan dan wewenang  kepada  pengikutnya. Ia memiliki gambaran positif, optimis tentang  mereka. Ia  memberdayakan mereka melalui sharing pengetahuan, skill dan  perspektif. 
11) Pemimpin yang melayani menggunakan persuasi dan logika untuk mempengaruhi orang, selain dengan peneladanan. 
12) Pemimpin yang melayani tidak berupaya menjadi pahlawan, namun menciptakan dan melahirkan pahlawan-pahlawan. 
13) Pemimpin yang melayani mengerjakan banyak hal dan menghindar  dari  berbagai hal yang orang lain dapat lakukan. Hal yang terpenting  bahwa  pemimpin yang melayani tidak berarti akan menghindar dari masalah  atau  konflik. Ia juga menjadi sosok yang tidak dikendalikan oleh  berbagai  kelompok yang kuat. Dalam pekerjaan sehari-hari seorang  pemimpin yang  melayani mendahulukan orang lain. Ia juga membuat orang  jadi  terinspirasi, terdorong, belajar dan mengambil alih  keteladanannya.  Pendekatannya bukanlah dengan kekuasaan melainkan  pendekatan hubungan  atau relasional. 
Kisah Khalifah Umar Bin Khattab yang Melayani Rakyat-nya 
Kisah ini merupakan kisah inspiratif dari khalifah Umar Bin Khattab  yang  senantiasa melayani rakyatnya , bahkan beliau secara diam - diam   melakukan perjalanan keluar masuk kampung untuk mengetahui kehidupan   rakyatnya. Beliau tidak ingin satu pun rakyatnya tidak terlayani , hal   ini dilakukan untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang dilalaikan. 
Suatu malam , bersama salah seorang pembantunya, Khalifah Umar  berada di  suatu kampung terpencil. Dari sebuah rumah yang tak layak  huni,  terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan.  Umar bin  khattab dan pembantunya bergegas mendekati rumah itu. Setelah  mendekat,  Umar melihat seorang perempuan tengah memasak di atas tungku  api. Asap  mengepul dari panci, sementara si ibu terus saja  mengaduk-aduk isi panci  dengan sebuah sendok kayu yang panjang. 
“Assalamu’alaikum,” Khalifah Umar memohon izin untuk masuk. 
Si Ibu yang tidak mengetahui siapa gerangan tamu nya itu memberi izin untuk masuk. 
“Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?” tanya Umar. 
Si ibu itu menjawab, “Anakku.” 
“Apakah ia sakit?” 
“Tidak,” jawab si ibu lagi. “Tapi ia kelaparan.” 
Khalifah Umar ingin sekali mengetahui apa yang sedang dimasak oleh  ibu  itu. Kenapa begitu lama sudah dimasak tapi belum juga matang.  Akhirnya  khalifah Umar berkata, “Wahai ibu, Apa yang sedang engkau  masak?” 
Ibu itu menjawab, “Engkau lihatlah sendiri!” 
Khalifah umar dan pembantunya segera melihat ke dalam panci  tersebut.  Alangkah kagetnya ketika mereka melihat apa yang ada di dalam  panci  tersebut seraya memastikan Umar berteriak, “Apakah engkau  memasak batu?” 
Perempuan itu menganggukkan kepala. Dengan suara lirih, perempuan  itu  menjawab pertanyaan khalifah Umar, “Aku memasak batu-batu ini untuk   menghibur anakku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan   anakku belum makan apa-apa. Sementara aku berusaha untuk bekerja tetapi   karena kewajiban menjaga anakku, hal itu tidak dapat kulakukan. Sampai   waktu maghrib tiba, kami belum juga mendapatkan makanan apapun juga.   Anakku terus mendesakku. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya   ke dalam panci. Kemudian batu-batu itu kumasak untuk membohongi  anakku,  dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata  tidak. Ia  tetap saja menangis. Sungguh Khalifah Umar bin Khattab tidak  pantas jadi  pemimpin. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.” 
Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, pembantu khalifah Umar ingin   menegur perempuan itu. Namun khalifah Umar dengan cepat mencegahnya.   Dengan air mata berlinang ia pamit kepada si Ibu dan mengajak   pembantunya cepat-cepat pulang ke Madinah. Khalifah Umar langsung menuju   gudang baitul mal untuk mengambil sekarung gandum dan memikulnya di   punggungnya. Ia kembali menuju ke rumah perempuan tadi. 
Di tengah perjalanan sang pembantu berkata, “Wahai Amirul Mukminin,   biarlah aku saja yang memikul karung itu.” Khalifah Umar menjawab  dengan  air mata yang berlinang: “Rasulullah pernah berkata, jika ada  seorang  pemimpin yang membiarkan rakyatnya mati kelaparan tanpa bantuan  apapun,  Allah mengharamkan surga untuknya.” Khalifah Umar kemudian  melanjutkan,  Biarlah beban berat ini yang akan membebaskanku dari  siksaan api neraka  kelak.” 
Dalam kegelapan malam Khalifah Umar berjuang memikul karung gandum  itu,  hingga akhirnya ia sampai ke rumah sang Ibu. Dengan kaget, sang  Ibu  bertanya: “Siapakah anda? Bukankah anda yang datang tadi?” Khalifah  Umar  tersenyum dan menjawab, “Benar. Saya adalah seorang hamba Allah  yang  diamanahkan untuk mengurus seluruh keperluan rakyat saya. Maafkan  saya  telah mengabaikan anda.” 
Kesimpulan 
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa seorang pemimpin  tidak  seharusnya termanjakan untuk pelayanan dari bawahan maupun  instansinya .  Melainkan seorang pemimpin harus melayani bawahannya  maupun rakyatnya .  Tentunya pimpinan merupakan amanah yang diberikan  untuk memberikan  kesejahteraan bagi masyarakat luas . 
Dan tentunya bila kita ingin menentukan seorang pemimpin , dapatlah  kita  melihat pada karakteristik dan indikator yang telah saya paparkan   diatas. Kini sebagai rakyat kita harus cerdas dalam melihat seorang   pemimpin, jangan sampai kita salah pilih pemimpin!. Tentunya bagi   pembaca yang termasuk para pemuda/i penerus bangsa dapat mempersiapkan   diri sejak sekarang untuk memimpin , baik memimpin diri sendiri maupun   memimpin organisasi , bahkan dapat memimpin Indonesia. 
Patutlah kita menjadikan khalifah Umar Bin Khattab sebagai pemimpin  adil  , bertanggung jawab , dan melayani. Beliau merupakan salah satu  contoh pemimpin yang sejati  yang memberikan suri tauladan yang baik  bagi pemimpin - pemimpin  lainnya .  Demikian penjelasan dari saya ,  setelah membaca tulisan ini  ada baiknya anda membaca juga definisi  pemimpin dan juga tugas dan fungsi pemimpin. Semoga tulisan ini  bermanfaat buat pembaca sekalian.
Sumber: http://tjuk-emet.blogspot.com