Cinta itu buta. Dikalahkan telak 3-0 oleh tim nasional Malaysia, para suporter tim sepak bola Indonesia, yang khusus terbang ke Bukit Jalil, Kuala Lumpur, buat mendukung kesebelasan pujaannya, tidak lantas kecewa dan patah hati. Ahad malam pekan lalu, kurang-lebih satu jam setelah pertandingan, suasana murung meliputi interior shuttle bus berwarna putih yang membawa para pemain. Wajah mereka tertunduk, masing-masing terbenam dalam pikir-annya. Di dalam bus, hanya Oktavianus Maniani yang kelihatan membalas lambaian para fan. Tapi di luar sana suasana berbanding terbalik. Para suporter bergerombol di depan bus yang mulai bergerak lambat, seraya meneriakkan yel-yel, mengibarkan merah-putih, membentangkan spanduk pujian dan pembangkit semangat, serta menyanyikan Garuda di Dadaku. Beberapa kali bus yang dikawal dua voorrijder itu harus berhenti. Kebobolan tiga gol tanpa balas dalam jangka 12 menit di babak kedua membuat keder para pemain, yang pada lima laga sebelumnya selalu menang. "Di ruang ganti stadion, mereka terlihat amat terpukul," ujar Iman Arif, Deputi Bidang Teknik Badan Tim Nasional. Dan rupanya kisah tragis ini tak berakhir di situ. Kemurungan yang sama terjadi tiga hari kemudian, di ruang ganti Senayan. Kali ini kapten tim Firman Utina tampak berkaca-kaca. Pemain yang masih didera cedera lutut ini gagal menceploskan bola dari titik penalti di laga Senayan. Indonesia akhirnya menang 2-1, tapi keunggulan itu tak cukup buat menutupi defisit gol di Kuala Lumpur. Empat kali masuk final, empat kali pula tim nasional Indonesia menempati posisi runner-up. Tapi kali ini berbeda. Meski gagal merebut gelar juara, penampilan tim nasional di Piala Suzuki AFF (Federasi Sepak Bola ASEAN) membangkitkan gairah pencinta sepak bola Tanah Air. Setelah Indonesia mengempaskan Laos dan Malaysia masing-masing 6-0 dan 5-1, Stadion Utama Gelora Bung Karno selalu dipadati penonton, tak terkecuali para pesohor dunia hiburan dan pejabat negara. Para pemain, bahkan pelatih dan jajaran asisten tim, mendadak bak selebritas, dimintai tanda tangan, foto bersama, dan ditemui petinggi negeri. Seusai pembubaran tim, Kamis pekan lalu, lobi Hotel Sultan tempat pasukan Garuda menginap dipenuhi ratus-an orang yang ingin melihat para pemain meninggalkan hotel. Sebagian beruntung bisa menyapa dan berfoto bersama anggota tim yang berkumpul di restoran yang berada satu lantai di bawah lobi. Semua seakan jatuh cinta pada penampilan tim nasional dalam tujuh pertandingan kemarin dan sepakat: era baru sepak bola Indonesia telah dimulai. Desember 2009, sepak bola Indonesia berada di titik nadir. Inilah prestasi terburuk yang pernah dicatat tim nasional Indonesia: juru kunci penyisih-an grup SEA Games 2009. Yang menyedihkan, tim asuhan pelatih Benny Dollo ini takluk 0-2 oleh tuan rumah Laos, tim anak bawang yang bersama Kamboja selalu menjadi lumbung gol di Asia Tenggara. Kemenangan Laos-yang mencapai semifinal setelah menjadi juara grup disebut-sebut sebagai buah disiplin yang diterapkan pelatih barunya, Alfred Riedl. Seusai pertandingan memilukan itu, manajer tim Indonesia, Andi Darussalam, sempat berbincang dengan Riedl. "Saya memberi selamat dan menanyakan kemungkinan dia bisa melatih Indonesia," kata Andi. Tapi yang membujuk pelatih asal Austria itu untuk menangani Indonesia tak lain rekan sebangsanya yang lebih dulu menetap di negeri ini, Wolfgang Pikal. "Pikal tahu saya sedang tak terikat kontrak dan memberi kabar bahwa Indonesia mencari pelatih," kata Riedl, yang dihubungi Pikal awal tahun lalu. Pikal, yang bukan siapa-siapa di Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, tak bisa serta-merta membawa Riedl ke Jakarta. "Ia hanya memberi cakram padat berisi informasi sepak bola Indonesia," kata Riedl. Masa penantian Riedl pun usai ketika Iman Arif ditunjuk sebagai Ketua Badan Tim Nasional. "Dengan Iman, hanya butuh seminggu untuk menangani kontrak," katanya. Riedl menyebutkan bahwa pemilik saham klub Liga Championship Inggris (satu level di bawah Liga Premier) Leicester City itu sangat mengerti keinginannya dan keperluan tim nasional. Sumber: tempointeraktif.com |
Kamis, 27 Januari 2011
Garuda Pelipur Lara
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar