Penghobi naik gunung pasti kenal Gunung Penanggungan. Tingginya cuman 1600 an meter dpl. Cocok untuk training pendaki pemula juga manula he he he. Tapi, dibanding gunung lain di Jawa Timur , Gunung Penanggungan menyimpan banyak keunikan. Di lereng Barat (jalur pendakian lewat Seloliman Trawas) akan dijumpai candi-candi kecil nan eksotis.
Sesaat setelah mendaki kurang lebih 3 Km (dari jalan arah Trawas – Ngoro), sampailah di Situs Jalatunda. Sebuah Situs Candi berupa Patirtaan (pemandian) yang konon dibangun jaman Raja Airlangga, lantaran terdapat inskripsi UDAYANA di teras pancurannya.
Nah, kalo ingin ketemu candi-candi kecil (yang dibangun jama Majapahit), terus naik ke arah puncak Gunung Penanggungan. Mula-mula akan ketemu Candi Bayi, Candi Putri, lalu Candi Pura.
Naik lagi ketemu Candi Gentong, naik terus akan sampai di Candi Shinta. Jika memutar ke arah kanan akan ketemu Candi Lurah, Candi Carik, Candi Yudha. Jarak antara candi-candi kecil itu kira-kira antara 100-200 meter lah.
Jika tenaga masih fit, terus naik, akan ketemu Candi Guru. dan Akhirnya mendekati puncak akan ketemu Candi Whisnu. Berapa candi tadi… ya, tu wa ga pat. ma nam ju, lebih dari sepuluh. Kalo serius mau melihat candi di Gunung Penanggungan, perlu waktu kira-kira 3 – seminggu lah. Ada 80 candi kecil yang tersebar di lereng-lereng Gunung Penanggungan (itu berdasarkan laporan Pak Romondt, arkeolog Belanda yang susah payah naik Penanggungan meninventarisir candi.
Menariknya, ciri fisik candi di Gunung Penanggungan berbeda dengan candi-candi kebanyakan. Candi dibangun dengan konstruksi menempel di dinding/ lereng gunung, dibuat bertingkat/ berteras tiga atau lebih dengan tangga naik di tengah. Jadi nggak ada kaki, tubuh atau atap candi. Candi demikian ini mengingatkan pada Punden Berundak, bangunan nenek moyang di jaman Megalithikum.
Jalur Pendakian Gunung Penanggungan via Tamiajeng
Tulisan ini saya buat karena ada permintaan dari seseorang. Bukan cerita pendakian, melainkan tulisan tentang jalur pendakian ke Gunung Penanggungan via desa Tamiadjeng. Kebetulan saya belum pernah menuliskannya walau saya sudah beberapa kali mendaki ke sana via Tamiajeng. Semoga tulisan ini dapat membantu Anda yang membutuhkan informasi.
Desa Tamiajeng bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum:
1. Dengan Kendaraan Pribadi
Jika Anda tidak malas menyetir sendiri silakan membawa kendaraan baik motor, mobil, ataupun sepeda. Jalurnya mudah. Dari perempatan terminal Pandaan ambil jalan ke arah Tretes/Trawas (Surabaya ambil kanan, Malang ambil kiri). Lalu mengikuti jalan saja ke arah Trawas. Desa ini tidak jauh dari wisata air terjun Dlundung. Jika Anda kebingungan silakan bertanya kepada orang sekitar yang sudah terbiasa dengan para pendaki. Anda bisa menuju ke warung Mak Ti, tempat para pendaki biasa makan dan menitipkan kendaraan. Tapi saya sarankan Anda tidak menitipkan kendaraan di sini karena masih jauh dari setapak pendakian. Lebih baik Anda lurus terus di jalan yang menuju G. Penanggungan sampai melewati pertigaan dua pertigaan. Tepat di pertigaan yang kedua, di warung rujak dan tukang tambal ban, Anda bisa menitipkan kendaraan. Pemiliknya sangat ramah dan baik hati.
2. Kendaraan Umum
Jika pilihan Anda adalah kendaraan umum, silakan naik angkutan jurusan trawas dari terminal Pandaan. Tarifnya Rp5.000,- s.d. Rp7.000.-. Biasanya Anda akan diturunkan di warung Mak Ti.
Memulai Pendakian
Setelah semuanya siap, perjalanan bisa dimulai. Jangan membawa snack terlalu banyak, secukupnya saja daripada memberatkan tas. Lebih baik sebelum mendaki Anda membeli nasi bungkus di warung Mak Ti biar di atas tidak terlalu repot. Gunung ini dikenal gersang, sehingga tidak ada sumber air. Jadi bawalah air untuk persediaan minum Anda.
Waktu normal penempuhan jalur ini sekitar 4 jam, tidak terlalu santai dan tidak pula terburu-buru. Ikuti saja jalan makadam - tanah - setapak itu meliuk ke kiri dan ke kanan. Lalu belok ke kanan di pertigaan kecil. Di pertigaan itu ada pohon (ga tau namanya) yang di dahannya ada goresan tanda panah, dan di depan pohon itu ada batu seukuran kompor minyak. Setelah belokan itu ya tinggal lurus terus ke atas. Setelah satu jam nanti akan ada pos peristirahatan.
Untuk mengecek Anda salah jalan atau tidak, perhatikan posisi Anda. Bila Anda berada di punggungan dan agak jauh di kiri kanan Anda ada bukit berarti jalan Anda benar.
Bari pos tersebut perjalanan masih sekitar tiga jam lagi. Jalurnya jelas sampai ke puncak. Separuh perjalanan masih melewati hutan (hutan tanpa pohon), separuhnya lagi batu-batuan terjal. Dari bawah ke atas medannya relatif terjal dan berbatu-batu.
Sekadar informasi, 15 menit sebelum puncak ada gua yang bisa ditempati untuk tiga orang (saya pernah enam orang :p ). Anda bisa bermalam di situ tanpa mendirikan tenda atau terus ke puncak dan mendirikan tenda di puncak. Pintu masuknya sempit, tapi di dalam Anda masih bisa berdiri. Terserah Anda saja. Puncaknya sangat luas, dan banyak ditumbuhi rerumputan.
Bila pagi datang rumput yang basah oleh embun itu akan berkilau-kilau betapa indahnya. Bayangan gunung yang kerucut terbentuk di sisi barat gunung (coba perhatikan sendiri). Perkotaan akan dapat Anda lihat begitu jelas tanpa aling-aling pepohonan. Pesan saya: jangan mengharapkan lautan awan!
Oya. saya biasa memulai perjalan di sore hari untuk menghindari terik matahari dan malam harinya bisa beristirahat.
luar biasa,, gunung penanggungan salah satu tempat yang sangat ingin saya kunjungi.
BalasHapusKalau Anda dengan sengaja mengkopi tulisan dan foto saya harusnya Anda izin dulu atau minimal menuliskan sumber tulisan Anda (blog saya).
BalasHapussepertinya gunung penanggungan memiliki kharisma untuk menarik para pendaki dan mahasiswa arkeologi seperti saya untuk mengunjunginya. ternyata banyak juga candinya :)
BalasHapus