Dan Majnun pun terhenyak, tak kuasa ia menutup matanya barang sekejap. Betapa sempurnanya lentik matanya, lesung pipit yang senantiasa menghiasi senyum lembutnya. Semampai sempurna tubuhnya, senantiasa tertunduk malu wajahnya. Dan mengapa nafasnya dan desahnya seolah selalu tersipu? Ungu kehijauan alami menghiasi bawah kelompak matanya. O…., kesempurnaan keindahan yang mahacantik! O…, Laila! O,…Laila!
Tapi, geram permusuhan kesukuan ayah Laila mencampakkan seluruh harapan dan getaran rasa. Gigi-gigi ayah Laila senantiasa beradu menahan dengan mahadahsyat terhadap semua orang dari Suku Majnun. Beliau menyaksikan dan mendnegar apa yang telah dikatakan orang banyak “Majnun, -orang termulia dalam ilmu maupun hartanya diantara seluruh pemuda kita-, telah jatuh cinta pada Laila. Majnun telah gila oleh cintanya. Tak dilihatnya lagi dendam turun temurun antara sukunya dan suku Laila. Majnun telah benar-benar mencintai Laila. Siang dan malam, “Laila” saja yang terucap pada siapapun. Kecantikannya. Keanggunannya.
Kesuciannnya. Ke…..nya, Ke….nya dan Ke…nya”. Ayah Laila bertindak tegas, Laila dikurung dalam rumah, tak boleh keluar dari pekarangan rumah, agar tiada satu pun Majnun dapat melihat bahkan mendengar langkah Laila.
Ooo, rembulan telah tiga surya kulewati tanpa menatap wajah Laila. Betapa gundah hati nan dipenuhi dengan gejolak asmara ini. Betapa pilu relung-relung rindu nurani nan dibanjiri dengan airmata cinta ini. Betapa mungkin kulewati dirimu dan surya tanpa lentik matanya. Dan apatah arti Sang Waktu dan Hayat yang ada di dalamnya tanpa tunduk malu Laila?
Dalam terang-reamangnya cahaya rembulan, pelahan ada satu bintik keputih-putihan dari kandang domba di pekarangan Laila mendekat dan mendekat. Semakin dekat semakin jelas. Sang penggembala domba keluarga Laila pulang setelah usai tugasnya. Duhai Majnun, apa gerangan yang engkau sedihkan ? Laila-kah? Sungguh ia senantiasa menatapi domba-dombaku ketika masuk kandan dari jendela kamarnya. Ia pun tampak berduka dan sayu. Tampaknya cintanya padamu telha membakar sari-sari hasratnya.
Terima kasih duhai gembala budiman. Esok hari kan kubeli pakaian domba, dan akupun akan datang padamu dengan bulu domba, kepala domba dan tanduk domba. Aku akan menjadi domba mu. Aku rela menjadi domba mu. Dan, saat itulah yang kuinginkan! Saat dimana Laila menatap ku dan aku pun makin menyadari lentik sempurna bulu matanya, dan percik kemilau air matanya. Aku lah domba Laila. Namaku Majnin. Namaku Majnun domba Laila. (Musyawarah Brung, Fariduddin Attar Naishapur).
Demikian hembat Cinta telah mengubah Majnun, -idola kesuksesan para pemuda di masanya-, menjadi seekor domba Laila. Ia melewatkan malam-malamnya di kandang kumuh domba. Meninggalkan kasur empuk dan aroma-aroma parfum wangi di rumah megahnya. Demikian hebat Cinta telah mengubah Majnun, -pemuda yang dikejar beribu wanita cantik-, sehingga Ia rela hidup beserta binatang-binatang kotor yang kandangnya selalu dihiasai denan bau tahi-tahi yang telah membusuk. Tiada lagi rasa mual, tiada lagi rasa jijik, tiada lagi rasa segan, tiada lagi harga diri, tiada lagi penghalang bagi Majnun untuk menatap sekilas kilau wajah kekasihnya, Laila. Inilah Cinta!
Perlu dicatat kata-kata Cinta yang digunakan disin tidak identik dengan Cinta Syahwat antara dua orang yang berlawanan jenis kelaminnya. Tidak pula dengan Cinta akan hal-hal yang bersifat fisikal saja. Kata Cinta dalam makalah ini diartikan sebagai Cinta dalam arti luas, seperti Cinta seorang Ibu terhadap anaknya, Cinta seorang anak terhadap kucingnya, Cinta seorang petualang terhadap pemandangan, Cinta seorang dermawan terhadap pengemis, Cinta manusia terhadap sesama dan lain-lain. Cinta dalam arti luas lebih suci, bersih dari pamrih-pamrih material. Tidak ada pamrin dalam Cinta kecuali pedihnya Cinta itu sendiri. Mengapa sedih? Karena jika ada Cinta pasti ada kerinduan dan ujung dari rindu adalah si Pecinta telah identik dengan yang dicintainya, dan ini secara umum tidak mungkin. Jadi pedihnya Cinta itu tiada ujung. Perhatikan seorang Ibu yang menikmati kekhawatirannya saat anaknya terlambat pulang dari sekolah.
Cinta dapat membuat semua yang tidak mungkin menjadi mungkin. Kekuatan Cinta tersembunyi di relung-relung rahasia semesta. Kekuatan ini muncul di berbagai zaman dengan berbagai peristiwa pengorbanan besar dalam sejarah. Kekuatan ini muncul di berbagai peristiwa dengan kejadian-kejadian mu’zizati. Mari kita renungi kembali sajak Jalaluddin Rumi yang dikutip di awal makalah ini.
Cinta adalah rahasia keharmonisan alam. Sesuatu yang mencintai suatu obyek tertentu, akan menjadikan obyek itu ekstensi drai eksistensinya sendiri. Sesuatu yang mencintai suatu obyek tertentu, akan berusaha melakukan segala sesuatu yang mendekatkan dirinya pada obyek tersebut betapapun sulitnya. Sesuatu yang mencintai suatu obyek tertentu, akab berusaha melakukan segala sesuatu yang baik dan berguna bagi obyek yang dicintainya. Jika dua obyek saling mencintai, maka maisng-masing akan berusaha melakukan segala sesuatu yang baik bagi yang lainnya. Inilah harmoni. Harmoni adalah kumpulan simetri-simetri beberapa hal.
Simetri itu indah. Simetri itu menunjukkan bahwa suatu obyek identik dengan obyek lain, ditinjau dari suatu sudut pandang tertentu. Cinta dengan segenap geraknya menuju suatu harmoni pada puncaknya akan menghasilkan penyatuan substansi antara pecinta dengan yang dicintainya. Gerakan substansial antara pecinta dan yang dicintainya ini telah dibuktikan secara filosofis oleh Filosof Besar asal Iran Mulla Shadra, dan telah dibuktikan oleh beberapa eksperimen psikologi mutakhir. Evolusi foto sebelum menikah sampai hari tua dari banyak pasangan suami-istri menampakkan suatu fenomena umum bahwa bentuk wajah mereka menjadi semakin mirip dengan bertambahnya usia mereka. Ini salah satu bukti eksperimental yang sederhana tapu jelas tentang gejala penyatuan antara pecinta dengan yang dicintainya tersebut.
Para pecinta Tuhan, terserap ke dalam keagungan Tuhan setiap saat. Maka ada suatu pertanyaan yang amat penting. Apakah mungkin suatu saat ia benar-benar bersatu menjadi Tuhan, ataukah ia tidak mungkin dan tidak pernah akan mungkin bersatu dengan Tuhan? Menjawab pertanyaan ini ada dua golongan besar ‘arif sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Ibrahim Gazur I-Ilahi;
“…kaum Sufi seperti Syaikh Syihabuddin Suhrawardi mempertahankan bahwa dalam Fana, yang terbatas (Banda) menjadi k’anahu hu (seperti Dia) dan buku Huu Huu (Dia, Dia), seperti besi dalam api yang menjadi serupa api dan bukanlah api itu sendiri; realitas besi adalah sama sekali berbeda dari api. Dalam Nafhatu’l Una, 300 Wali adalah pengikut aliran ini, dan 300 lainnya adalah pengikut Syaikh-i-Akbar, yang mempertahankan bahwa Banda menjadi Huu Huu.” (Ana Al-Haqq, Syaikh Ibrahim Gazur I-Ilahi, terjemahan, Rajawali Pers, 1986, hal. 21).
Husein bin Manzhur Al-Hallaj adalah contoh pecinta Tuhan yang bermazhabkan Huu Huu. Al-Hallaj terkenal dengan perkataannya “Ana Ak-Haqq” (Akulah Al-Haqq/Akulah Tuhan). Ia di eksekusi di Baghdad pada 26 Maret 922. Al-Hallaj menjadi simbol bagi pecinta Tuhan yang menderita, dan bagi orang-orang yang percaya tentang kesatuan pecinta dengan Tuhan, karena mabuk Cinta Ilahi.
Penulis tidak ingin menganalisis lebih lanjut mana yang benar di antara kedua mazhab ini. Ini benar-benar di luar jangkauan penulis, tapi marilah kita renungi ungkapan doa dari Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin yang akurat menggambarkan beberapa hal tentang Cinta Ilahi ini;
Untuk-Mu saja tercurah himmah (keinginan, hasrat, tekad, semangat)-ku
kepada-Mu jua terpusat hasratku
Engkaulah hanya tempat kedambaanku-tidak yang lain
Karena-Mu saja aku tegak terjaga-tidak karena yang lain
Perjumpaan dengan-Mu kesejukan hatiku
Pertemuan dengan-Mu kecintaan diriku
Kepada-Mu kedambaanku
Pada cinta-Mu tumpuanku
Pada kasih-Mu gelora rinduku
Ridha-Mu tujuanku
Melihat-Mu keperluanku
Mengampingi-Mu keinginanku
Mendekati-Mu puncak permohonanmu
Menyeru-Mu damai dan tenteramku
Di sisi-Mu penawar deritaku
penyembah lukaku
penyejuk dukaku
penghilang sengsaraku
Birohmatika Yaa Arhamar-rohimiin
Washolalloohu ‘ala Muhammadin wa aalihith-thoohiriin.
Sumber: www.ifud17.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar