Serbuan tentara Amerika Serikat di sebuah rumah, di luar Kota Islamabad, Pakistan, yang menewaskan pemimpin tertinggi Al Qaeda Osama bin Laden, bisa jadi merupakan puncak dari invasi militer Amerika Serikat di Afghanistan, sebelum militer Amerika Serikat menarik diri dari Afghanistan yang telah diduduki sejak tahun 2001. Tewasnya Osama merupakan sebuah prestasi bagi Presiden Amerika Serikat Obama dalam memerangi terorisme, bahkan tewasnya itu segera diumumkan langsung oleh Obama dalam sebuah pidato di televisi yang disiarkan secara langsung. Prestasi ini bisa menjadi modal atau pencitraan bagi Obama dalam US Election 2012.
Namun untuk membunuh Osama, bagi pemerintah Amerika Serikat bukan sesuatu yang mudah. Untuk membunuh Osama, ia harus berhadapan dengan pasukan Taliban dan rakyat Afghanistan. Mengapa Amerika Serikat kok bisa berhadapan dengan Taliban bukan dengan Osama? Sebab Pemerintahan Taliban digulingkan oleh Amerika Serikat karena dituduh melindungi pemimpin Osama. Masifnya invasi Amerika Serikat ke Afghanistan inilah yang membuat Taliban keluar dari Kabul, ibukota Afganistan, menuju basis-basis baru di pegunungan.
Sebagai pasukan yang terlatih dan militan, tentu tidak mudah menundukan Taliban.
Akibatnya biaya operasi militer Amerika Serikat dari tahun ke tahun semakin tinggi dan korban tentara AS yang tewas atau depresi jumlahnya mencapai ribuan. Bahkan untuk melakukan operasi militernya di Afghanistan, pada tahun 2009, Obama mengirimkan kembali 30.000 tentaranya ke Afghanistan, pengiriman tentara Amerika Serikat yang kesembilan kalinya, ini menunjukan gagalnya atau tidak berhasilnya operasi militer Amerika Serikat di Afghanistan yang dilakukan sejak tahun 2001.
Dilihat dari grafik pengeluaran untuk Perang Afghanistan dari tahun ke tahun semakin
melonjak. Disebut untuk mengirimkan tentara sebanyak 30.000 itu pemerintah AS mengeluarkan biaya sebesar US$ 30 miliar untuk masa satu tahun. Bila dirinci biaya perang dalam sebulan US$ 3,6 juta. Masing-masing tentara dalam satu tahun memakan biaya US$1 juta. Sepuluh tahun operasi militer di Afghanistan ini merupakan masa yang cukup lama, bahkan lebih lama dari Perang Dunia I (1914-1918), Perang Dunia II (1939-1945), Perang Irak-Iran (1980-1988), dan Perang Korea (1950-1953).
Invasi Amerika Serikat di Afghanistan bisa sangat lama, 2001-2011, sebab secara
teknik pertempuran tidak secara terbuka. Taliban lebih cenderung menggunakan sistem perang gerilya atau perang gunung sehingga mempersulit tentara Amerika Serikat untuk mendeteksi gerakannya. Selain itu secara sosiologis ada kedekatan antara Taliban dan rakyat sehingga secara diam-diam rakyat ikut membantu pertempuran.
Susahnya Amerika Serikat menumpas Taliban tidak hanya disebabkan teknik peperangan
dan sosiologi kedekatan antara rakyat dengan Taliban, namun juga disebabkan Hamid Karzai sebagai Presiden Afghanistan yang terbukti gagal dalam memimpin Afghanistan. Dosen Universitas Kabul, Saifudddin Saihun, beberapa waktu yang lalu mengecam, Hamid Karzai tidak mengembangkan strategi perdamaian bagi masyarakat Afghanistan setelah berakhirnya perang saudara dan invasi Amerika Serikat.
Menurutnya, selama hampir dua dekade, pemerintahan Hamid Karzai gagal melaksanakan tugas mengembangkan dan menerapkan konsep yang memadai dan strategi militer bagi pertahanan Afghanistan. Menyangkut jaminan perdamaian dan keamanan, pemerintah terlalu mengandalkan masyarakat internasional. Hamid Karzai adalah sosok koruptor. Kebiasaan korupsi inilah yang menyuburkan dukungan kepada Taliban dari masyarakat.
Untuk memecah hubungan Taliban dengan Osama, maka dalam Konferensi tentang
Afghanistan di Lancaster House, London, Inggris, pada tahun 2010, terdengar sebuah berita bahwa Amerika Serikat dan Inggris hendak 'menyuap' Taliban dengan dana sebesar 500 juta US$ atau sekitar Rp 4,7 triliun. Rencana penyuapan itu untuk membiayai program reintegrasi gerilyawan Taliban.
Program reintegrasi digunakan untuk membujuk sekitar 25 ribu tentara Taliban untuk
melepaskan senjatanya, turun dari gunung, dan kembali menjalani kehidupan masyarakat seperti biasanya. Bila para Taliban setuju dengan program reintegrasi, mereka akan ditawari pekerjaan, pendidikan, pemberian uang tunai, dan perlindungan. Program reintegrasi dirasa oleh kalangan pemerintah Afghanistan dan Barat bisa efektif karena konflik yang berkepanjangan di negeri itu bukan karena ideologi namun karena faktor ekonomi dan kesejahteraan hidup.
Namun mahalnya biaya operasi militer dan non-militer sepertiny tidak menjadi masalah
bagi Amerika Serikat. Sebab tewasnya Osama merupakan obat dari sakit hati rakyat Amerika Serikat atas serangan terorisme, 9/11, di WTC yang menewaskan sekitar 3.000 orang. Tewasnya Osama disambut gembira rakyat Amerika Serikat, lewat twitter, mereka
merayakan tewasnya orang yang dicari-cari tentara Amerika Serikat itu. Gubernur California, Arnold Schwarzenegger, dalam pesannya mengatakan, dirinya sangat bangga kepada prajurit Amerika Serikat. Bintang laga itu mengharap kepada rakyat Amerika Serikat untuk selama semenit mengucapkan terima kasih kepada para tentara yang telah berjuang untuk Amerika Serikat.
Tidak hanya Schwarzenegger, warga New York berkerumun dan bersorak-sorai di
ground zero, tempat bekas menara kembar WTC. Mereka hadir di tempat itu sambil mengatakan, bahwa korban serangan 9/11 tidak mati sia-sia. Dengan tewasnya Osama, warga New York merasa telah menang dan keadilan telah ditegakkan.
Ardi Winangun
adalah peminat studi pertahanan. No kontak: 08159052503. Penulis tinggal di Matraman, Jakarta Timur.
Sumber: detiknews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar