Perhimpunan Indonesia (PI) didirikan pertama kali pada tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Negeri Belanda, diantaranya adalah Sultan Kasayangan, R.N. Nyoto Suroto, mula-mula organisasi ini bernama Indische Vereeniging. Tujuan awalnya adalah untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia, maksudnya orang-orang pribumi dan non pribumi bukan Eropa, di Negeri Belanda dan hubungan dengan Indonesia. Mulanya organisasi ini hanya bersifat organisasi sosial. Akan tetapi semenjak berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti kolonialisme dan Imperialisme di kalangan pimpinan-pimpinan Indische Vereeniging makin menonjol. Terlebih sejak adanya seruan Presiden Woodrow Wilson dari Amerika detelah PD I berakhir, kesadaran mereka tentang hak dari bengsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri dan merdeka dari penjajahan Belanda semakin kuat.
Perkembangan baru dalam tubuh organisasi itu membawa perubahan nama yakni diganti menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922 dan pada tahun 1925 disamping nama dalam bahasa Belanda dipakai juga nama Perhimpunan Indonesia dan kelamaan hanya nama PI saja yang dipakai. Dengan demikian PI semakin tegas bergerak memasuki bidang politik. Perubahan ini didorong oleh bangkitnya seluruh bangsa-bangsa terjajah di Asia dan Afrika untuk menuntut kemerdekaan.
Semenjak tahun 1923, PI aktif berjuang bahkan memelopori dari jauh pejuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang murni dan kompak. Berdasarkan perubahan ini PI keluar dari Indonesisch Verbond van Studeeren6 karena dianggap tidak perlu lagi. Langkah radikal selanjutnya adalah merubah nama majalah PI dari Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka tahun 1924. Meningkatnya aktivitas PI kearah politik ini terutama sejak datangnya dua mahasiswa Indonesia ke Belanda yakni A. Subardjo tahun 1919 dan Moh. Hatta tahun 1921 yang keduanya kemudian pernah menjabat sebagai ketua PI.
Sejak awal berdiri telah diformulasikan secara jelas program-program PI, meliputi perjuangan untuk tanah air dan juga ditunjang dengan program dalam memperkenalkan Indonesia ke dunia Internasional. Pada waktu PI diketuai oleh Sukiman, telah disusun program-program secara tegas dan lebih intensif. Pasal-pasal dalam PI jelas mencerminkan kesadaran PI, bahwa Indonesia tidak berdiri sendiri, yakni terlihat pada pasal 1, 2, 3. adapun pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 1: Mempropagandakan asas-asas perhimpunan lebih intensif, terutama di Indonesia.Untuk melaksanakan program-program kerja PI Pasal 1, telah ditempuh oleh Ali Sastroamidjojo dengan mengadakan penyelundupan majalah Indonesia Merdeka ke Indonesia. Sedangkan untuk pasal 2 dan 3 baru dapat dilaksanakan ketika PI di ketuai oleh Moh. Hatta.
Pasal 2: Menarik perhatian internasional pada masalah Indonesia.
Pasal 3: Perhatian para anggota harus dibangkitkan buat soal-soal internasional dengan mengadakan ceramah-ceramah, bepergian ke negara-negara lain untuk studi dan lain sebagainya.
Sementara itu kegiatan PI meningkat menjadi nasional-demokratis, non-koperasi dan meninggalkan sikap kerjasama dengan kaum penjajah, bahkan PI sering mengikuti kegiatan-kegiatan tingkat Internasional dan anti kolonial. Di bidang Internasional ini PI bertemu dan bekerjasama dengan tokoh-tokoh pemuda dan mahasiswa dari ASIA, Afrika dan Eropa. Bahkan PI berhubungan baik dengan perhimpunan pemuda-pemuda Belanda yang mendukung Indonesia untuk merdeka seperti:
1.SDSC: Sociaal-Democratische Studenten Club (Perhimpunan Mahasiswa Sosial Demakrat)Pada tahun 1932 keadaan di negeri Belanda susah sekali. Pengengguran bertambah banyak dan kehidupan bertambah sukar. Hal ini dirasakan oleh semua penduduk Belanda tak terkecuali mahasiswa Indonesia, kaum Buruh di cabut hak-hak sosialnya hal ini menyebabkan ketidak senangan dan selalu menimbulkan bentrok. Bahkan di Rotterdam pernah terjadi bentrokan antara kaum Buruh dengan Polisi yang membawa beberapa korban, karena besarnya bentrokan ini kemudian Pemerintah menyiapkan tentara di atap-atap rumah dengan senapan mesin untuk meredakan bentrokan tersebut. Hal ini mengejutkan dunia sehingga mata uang Gulden jatuh di bursa di beberapa negara yang menyebabkan kehidupan bertambah sulit.
2.SVA: Studenten Vredesactie (Perhimpunan Mahasiswa untuk Perdamaian)
3.JVA: Jongeren Vredesactie (Perhimpunan Pemuda untuk Perdamaian)
4.Antifa: Antifacistische Actie (Perhimpunan Mahasiswa anti Fasis Belanda 1932-1940
Pemerintah Belanda yang bertambah konservatif dan reaksioner menentang kaum buruh dengan keras. Terlebih lagi setelah Colijn dan partai Anti-Revolusionernya memerintah. Banyak larangan diberlakukan kepada kaum buruh dan partai kiri oleh pemerintah Colijn. Partai-partai dan perhimpunan banyak yang masuk daftar hitam, PI pun dimasukkan ke dalam daftar ini. Termasuk juga partai Komunis Nederland seperti Internationale Roode Hulp, Malthusiaanche Bond, Antifa dan OSP sehingga tercipta opini publik bahwa PI merupakan organisasi berhaluan komunis. Hal ini membawa kesulitan bagi PI dalam mengkampanyekan kemerdekaan Indonesia. Saat itu banyak anti-propaganda terhadap PI. Antara lain PI dikatakan sebagai Al Capone. Di beberapa koran konservatif sering dianjurkan supaya anggota PI ditangkap, kepada mereka yang berpolitik harus diadakan Undang-undang seperti kepada bangsa Indonesia di Hindia. Namun karena kedekatan PI dengan kaum buruh serta perasaan senasib yakni dimasukan dalam daftar hitam maka PI dilindungi oleh kaum buruh sehingga pemerintah Belanda tidak pernah membubarkan PI atau menangkap ketua PI.
Karena itu walaupun mahasiswa Indonesia banyak yang menempuh studi di Belanda namun tidak semua mempunyai keberanian untuk masuk dalam organisasi ini. Hanya orang-orang dengan karaktervast9 dan mau berkerja serta berkorban untuk kemerdekaan saja yang dapat menjadi anggota. Biasanya perekrutan anggota melalui tes-tes untuk mengetahui kemantapannya. Hal tesebut dilakukan karena ketika itu PI mulai menjadi setengah ilegal. PI mengetahui hal tersebut melalui berita dari Indonesia bahwa setiap anggota PI yang pulang setelah menyelesaikan studinya terus-menerus diawasi oleh Politieke Inlichtingen Dienst (PID) selama dua sampai tiga tahun. Bahkan sering juga ditangkap dengan alasan dibuat-buat, seperti yang terjadi pada Iwa kusuma Soemantri, Hatta, Syahrir, dan lain-lain.
Bahkan karena sebagaian besar mahasiswa yang belajar ke Belanda adalah anak-anak pegawai negeri maka pemerintah kolonial membuat ultimatum pada orang tua mereka yakni:
1.Melarang anaknya menjadi Anggota Perhimpunan Indonesia.Sebenarnya PI dimasukkan ke dalam daftar hitam adalah karena keputusan Volksraad sehingga hanya Volksraad sendiri yang dapat mencabut PI dari daftar hitam. Volkstraad menilai PI sebagai organisasi komunis karena suatu artikel dari Indonesia Merdeka yang terdapat kata-kata “massa strijd” dan “democratische regeering van arbeiders en boeren”.
2.Kalau anaknya tidak mau maka kiriman uang distop atau bapaknya dikeluarkan dari pekerjannya.
Memasuki tahun 1936, PI mempergiat aktifitasnya. Ke dalam, grup-grupnya diharuskan untuk mempelajari buku-buku politik dengan teratur. Ke luar, mendekati orang-orang yang dianggap dapat memberi pengaruh di kemudian hari dan dapat menyokong perjuangan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu kemudian PI membentuk perkumpulan-perkumpulan lain, seperti:
1.Rukun Pelajar Indonesia yang bergerak di bidang Sosial dan Ekonomi.
2.SVIK (Studenten Vereeniging Ter Boverdering van Indonesische Kunst) yaitu pergerakan mahasiswa untuk memperkembangkan kesenian Indonesia.
Pendirian perkumpulan-perkumpulan ini dilakukan PI untuk menarik mahasiswa Indonesia untuk bergabung dan berjuang untuk Indonesia jadi mahasiswa dapat memilih untuk masuk PI yang berhaluan politik, Rukun Pelajar Indonesia yang berhaluan sosial ekonomi atau SVIK yang berhaluan seni budaya Indonesia. Disamping itu PI ingin mengenalkan Indonesia kepada bangsa-bangsa lain. Hal tersebut untuk membuktikan bahwa Indonesia bukanlah bangsa yang terbelakang melaikan suatu bangsa yang mempunyai kebudayaan tinggi.
Rupanya cara-cara yang ditempuh PI berhasil dan dapat mempopulerkan PI. Karena ke populeran ini SDAP (Sociaal-Democratische Arbeiders Partij) di negeri Belanda mulai mendekati PI. SDAP sendiri mempunyai cabang di Indonesia yakni ISDP (Indische Social-Democratische Partij) yang mempunyai dua orang anggota Volkstraad. Kemudian SDAP melalui korannya, Het Volks membahas bahwa PI tidak mempunyai ideologi tertentu dan hanya semata-mata Perhimpunan Kaum Nasionalis yang memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia dan ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Berkat itu nama PI dapat diperbaiki.
Perang Dunia 2 dan Kemerdekaan RI
Sebenarnya ketika pecah Perang Dunia ke-2 dan sewaktu Belanda ditaklukkan Jerman pada tahun 1941, PI aktif melakukan gerakan bawah tanah sehingga pasca perang Eropa. PI mendapat kartu distribusi makanan. Sebagai penghargaan pada PI pula pemerintah Belanda memberikan dua kursi Tweede Kamer, satu kursi di Eerste Kamer dan ada tawaran untuk menjadi Minister van Kolonien kepada salah satu anggota PI namun semua itu ditolak karena PI tidak mau bekerjasama dengan Belanda.
Sebagai tambahan setelah Indonesia merdeka para anggota PI tidak dapat langsung pulang ke Indonesia karen dipersulit oleh pemerintah Belanda. Saat itu dimanfaatkan PI untuk mengkampanyekan mengenai Kemerdekaan RI termasuk pada kongres World Federation of Democratic Youth di Chekoslowakia yang dihadiri oleh orang-orang penting AS, Perancis dan Inggris. Akhirnya pada bulan Oktober 1946 pemerintah Belanda memberikan kesempatan pada mahasiswa Indonesia untuk pulang dan pada 7 Desember 1946 berangkatlah kapal Weltevreden yang mengangkut orang-orang Indonesia. PI sendiri berhasil menyelundupkan Dr. Setia Budi (Douwes Dekker). Pada saat orang Belanda dilarang pergi ke Indonesia.
Berikut adalah masa jabatan serta nama yang pernah menjabat sebagai ketua PI:
1908-1914: Sutan Casyangan (masih menggunakan nama Indische Vereeniging)
1914-1917: Noto Soeroto
1917-1919: Indische Vereeniging bergabung kedalam Indonesisch Verbond van Studeeren, dan diketua oleh dua orang yaki R.M. Suwardi Suryaningrat (Ketua) dan dr. Gunawan Mangunkusumo (wakil ketua).
1919-1921: Ahmad Subardjo
1921-1922: Berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging, diketuai oleh dr. Soetomo.
1922-1923: Hermen Kartowisastro.
1923-1924: Iwa Kusuma Sumantri.
1924-1925: Nazir Datuk Pamuntjak.
1925-1926: Berganti menjadi Perhimpunan Indonesia dan diketuai oleh Dr. Sukiman Wirjosandjojo.
1926-1930: Moh. Hatta.
1930-1932: Abdoel Sjoekoer.
Sedangkan dari tahun 1932-1940 hampir setiap Ketua PI diganti setiap tahun kecuali pada tahun 1937-1940.
1.Oetojo Ramelan: Menjadi meester in de Rechten16 di Leiden. Penah menjadi Menteri Muda Luar Negeri RI, Konsul Jendral pertama di Singapura dan Duta Besar Australia dan Swedia.
2.Soenarko: Manjadi meester in de Rachten di Leiden. Tahun 1945-1947 menjadi residen di Malang.
3.Setiadjit: Pernah menjadi Menteri Muda Perhubungan dan Wakil Perdana Menteri RI.
4.Muwaladi: Menjadi meester in de Rachten di Leiden, kemudian menjadi advocaat DI Jakarta.
5.Parlindoengan Loebis: Menjadi arts di Leiden. Karena banyak anti propaganda terhadap PI yang mengatakan bahwa pemuda Indonesia di negeri Belanda tidak bisa belajar dan karenanya mereka pura-pura berpolitik maka Ilderem dan Loebis paling lama duduk sebagai ketua, dari tahun 1937-1940.
6.Moh. Tamzil: Pernah menjadi Menteri Muda Luar Negeri, Sekertaris Negara dan Duta Besar RI di Swedia dan Paris.
7.Maroeto Daroesman: Pernah menjadi Menteri Muda Luar Negeri.
www. sejarah-bobby.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar