
Pertanyaan di atas diajukan oleh salah seorang anak  yang saya kenal baik. Ia anak SD kelas 5, perempuan dan tergolong kelas  menengah di sekolahnya. Tiap ia belajar, maka pertanyaan itu yang  menggantung di bibirnya. Dengan sedikit paksaan iapun belajar, bahkan  ibunya sudah tidak mampu mengajaknya mencintai pelajaran dan sekolah.  Guru privatnyalah yang kemudian bertanggung jawab membawanya mencintai  dunia pendidikan. Satu hal lagi yang lucu, ia selalu ingin menjadi  seperti kucing piaraannya. Bisa bermalas-malasan, tak perlu pergi ke  sekolah, ngerjain PR, ataupun mendengar guru marah sebab pekerjaan  muridnya yang tidak tepat. Mungkin saat ini ia tak memahami pentingnya  sekolah, tetapi jika keadaan ini dibiarkan maka institusi sekolah  menjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
Tentunya masalah tersebut bukan masalah baru.  Selalu terjadi dari tahun ke tahun dan mengganjal perkembangan  pendidikan. Jadi sebenarnya siapa yang salah? Orang tuakah, guru,  lingkungan, atau anak itu sendiri? Jawabannya tentu beragam. Yang lebih  baik daripada menjawab adalah mengoreksi diri sendiri.
Saya sudah mengenal dunia pendidikan selama lebih  dari 5 tahun, tetapi belum pernah benar-benar menjadi guru. Guru bantu  yang sering saya jalani. Selama perjalanan tersebut, saya menemukan  banyak hal yang unik pada siswa, hal-hal tersebut dapat dimanfaatkan  untuk membuat mereka makin mencintai pendidikan lewat kita. Salah satu  yang paling menarik buat guru dan membosankan untuk siswa adalah  pemberian PR. 
Tugas rumah menurut sebagian besar guru dikatakan efektif  untuk membuat anak belajar di rumah. Betulkah pendapat tersebut?  Kenyataan di lapangan, anak-anak sangat tidak menyukai guru-guru yang  memberi PR bertumpuk sehingga mereka kehilangan sebagian waktunya di  rumah. Saya selama menjadi pengajar memiliki kebiasaan tidak memberi PR.  Membuat anak-anak paham di sekolah memberi kepuasan yang lebih. Efeknya  anak-anak lebih menanti pelajaran kita daripada sebelumnya. Tentunya  tanpa memberi PR menjadi tantangan yang berat, berarti dalam waktu yang  pendek kita harus memahamkan mereka. Kuncinya adalah penguasaan atas  materi secara lebih oleh pengajar. Jika kita masih sama juga seperti  murid-murid kita mempersiapkan apapun secara mendadak, tentunya menjadi  huru hara dan PR jadi solusi mengatasinya. Mau tidak mau harus terjadi  sinergi untuk menghilangkan PR dari muka bumi. Anak-anak memiliki hak  untuk bermain, berkumpul dengan keluarganya, serta mendapat ilmu yang  baik.
Waktu SD kelas 1 kir-kira 20 tahun yang lalu, saya  merasa senang sekali bersekolah. Guru-guru saat itu tidak memperkenalkan  LKS (Lembar Kerja Siswa). Mereka dengan sepenuh hati membuat kami paham  di sekolah, bahkan ketika ulangan semester dulu dikenal dengan EHB  (Evaluasi Hasil Belajar) beliau-beliau dengan telaten mengawasi kami dan  memberi petunjuk tak terinci untuk memudahkan kami mengerjakan soal  ulangan. Pengajar saya saat itu begitu memahami bagaimana anak harus  diperlakukan dan dibimbing. Sekarang kebanyakan dari mereka telah  pensiun, atau mungkin sudah pensiun semua. Beliau-beliau menjadi idola  bagi kami, bahkan sampai sekarang masih terkenang dengan kebaikannya.
Cara kedua yang saya rekomendasikan untuk membuat  sekolah enjoyable, yakni tanpa LKS. Anak-anak bukanlah mesin scanner,  yang hanya diberikan kertas-kertas untuk dipelajari sendiri. LKS adalah  guru yang diam, mereka tidak memiliki afeksi (rasa kasih sayang).  Anak-anak saat ini menghadapi tantangan yang luar biasa. Game online  bertebaran di mana-mana, internet menyajikan gambar yang lebih cantik  dan menarik, perubahan terjadi begitu cepat sehingga mereka pun menuntut  sesuatu yang mampu bergerak dengan cepat dan mudah dipahami. Afeksi  kunci untuk membuat mereka kembali mencintai dunia pendidikan,  bersemangat setiap melihat matahari terbit untuk kembali bersekolah.  Beberapa sekolah memang telah merekomendasikan untuk tidak menggunakan  LKS, bahkan peraturan pendidikan juga menyatakan hal yang sama.  Kesenjangan peraturan dan pelaksanaan tetap terjadi, sekolah-sekolah  masih ada yang bersikukuh menggunakan LKS. Parahnya LKS dijadikan PR,  plus tidak ada jawabannya atau pihak pembuat LKS memasukkan materi untuk  anak SMA pada SMP. Nah!?!? Jadi mengapa sebagai guru kita tidak telaten  dengan anak-anak dan menyerahkan urusan pada LKS?
Terus menerus belajar, juga memberi efek pada  anak-anak untuk menyenangi pendidikan dan sekolah. Trik-trik mengajar  harus ditemukan oleh guru, sehingga murid tidak bosan. Bisa saja triknya  tetap tetapi yang mampu mebuat siswa paham dan cepat hapal dalam waktu  singkat. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, sekarang adalah jaman  yang begitu cepat, edankan! Pendidikan dan materinya yang bejibun pun  bisa dibuat lebih cepat dan mantab. Tentunya kita kenal dengan berbagai  peta konsep, penyingkatan kata, nyanyian materi dan masih banyak cara  lain untuk mengatasi materi yang berlebihan. Bimbingan-bimbingan belajar  rupanya lebih ahli dalam hal ini. Guru yang benar-benar tentu tidak  ingin kalah dengan para tentor di bimbel. Saya kenal dengan salah  seorang tentor di bimbel, ia penyingkat materi yang gila-gilaan. Ia  mampu merangkum materi biologi SMA selama tiga tahun dalam waktu satu  jam. Saat ini proyek gila-gilaannya dia masih dipercobakan pada banyak  materi yang lain. Anak-anak di bimbelnya memiliki energi untuk berangkat  dengan membayangkan materi yang sesingkat junk food (makanan cepat  saji). Saya sampai saat ini belum bisa menyamainya dalam hal tersebut.  Yang terlihat sangat menonjol dari dirinya adalah kerelaannya untuk  terus belajar, tiap ada buku baru tips trik belajar maka ia beli atau  setidaknya numpang baca gratis di gramedia atau togamas. Belajar  ternyata tidak sangat mahal kan?
Keikhlasan, hal terakhir ini sungguh membawa efek  yang luar biasa pada anak didik. Ketika kita sudah secara penuh  mengabdikan diri pada pendidikan, maka segala potensi, daya guna yang  dikerahkan akan memberi dampak positif pada anak-anak. Ikhlas juga  sangat dekat dengan hobby dan kesenangan. Berikut suatu pengalaman yang  membuktikan bahwa ikhlas membuat segala sesuatu menjadi lebih mudah.  Saya memiliki teman yang sangat mencintai game online dan menjadi  pegawai warnet. Saking hobby dan cintanya, ia bisa sehari semalam  ngegame atau download game baru. Anak-anak pelanggan warnetnya sungguh  membutuhkan dan menyenanginya. Ia tak pernah mengeluh dengan  pekerjaannya. Pembimbingan ngegame diberikannya dengan telaten, bahkan  sampai-sampai ada anak yang tidak ngegame senang bersamanya hanya untuk  berbincang-bincang. Bukan cewek loh, anak ini laki-laki dan masih kelas 4  SD, sedangkan teman tersebut juga laki-laki. Padahal gaji yang  diterimanya tidak seberapa dibanding dengan gaji yang diperoleh  guru-guru apalagi yang sudah PNS. Kalau kita mau ikhlas tentunya segala  daya guna kita berikan untuk menyukseskan apa yang menjadi tujuan.  Tujuan seorang guru adalah memberi jalan sukses untuk anak didiknya,  jadi mengapa kita mengambil prinsip ikhlas dan menjadi workaholic.
Guru sudah berjuang mati-matian, akan tetapi tanpa  dukungan dan motivasi orang tua, kecintaan pada pendidikan akan tetap  sulit dibangun. Sebagai orang tua harus juga mampu memberi perhatian  lebih atas pendidikan anaknya. Penekanan penghormatan pada guru,  pentingnya belajar dan hidup mandiri perlu senantiasa ditanamkan. Orang  tua sebagai guru di rumah juga dituntut mampu menyelenggarakan  pendidikan yang baik. Sebab bukan materi lagi yang diberikan, maka  tauladan sangat perlu diberikan ketika anak-anak berada di rumah.
Lingkungan memegang peranan tak kalah penting,  tetapi dapat ditanggulangi oleh peran orang tua dan guru. Banyak anak  mampu sukses dari lingkungan yang sulit, tetapi tak sedikit pula anak  gagal dari lingkungan yang cukup mendukung. Kuncinya peran orang tua dan  guru pada pembentukan motivasi anak. Jadi mengapa kita tidak berusaha  membuat pendidikan selezat dunkin donut, secepat dan seindah game  online, serta sehangat belaian kasih ibu? Sehingga tidak ada lagi anak  yang berharap seperti kucing piaraannya. Semoga bermanfaat dan mari kita  songsong pendidikan lebih baik. Selamat berkarya, pagi memberi energi  positif dengan doa dan harapan yang baik. Amin.
 
 
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar