Kamis, 04 November 2010

Harimau Jawa


Harimau Jawa adalah jenis harimau yang hidup di pulau jawa. Harimau ini dinyatakan punah di sekitar tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis. Walaupun begitu, ada juga kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahu 1950-an ketika diperkirakan hanya tinggal 25 ekior jenis harimau ini. Terakhir kali ada sinyalemen dari harimau jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulua Jawa. Walaupun begitu, ada kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberaadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverfikasi.

Di akhir abad ke-19, harimau ini masih banyak berkeliaran di pulau Jawa. Di tahun 1940-an, harimau jawa hanya ditemukan di hutan-hutan terpencil. Ada usaha-usaha untuk menyelamatkan harimau ini dengan membuka beberapa taman nasional. Namun, ukuran taman ini terlalu kecil dan mangsa harimau terlalu sedikit. Di tahun 1950-an, ketika populasi harimau Jawa hanya tinggal 25 ekor, kira-kira 13 ekor berada di Taman nasional Ujung Kulon. Sepuluh tahun kemudian angka ini kian menyusut. Di tahun 1972, hanya ada sekitar 7 harimau yang tinggal di Taman Nasional meru Betiri. Walaupun taman nasional ini dilindungi, banyak yang membuka lahan pertanian disitu dan membuat harimau jawa semakin terancam dan kemudian diperkirakan punah di tahun 80-an.

Harimau jawa berukuran kecil dibandingkan jenis-jenis harimau lain. Harimau jantan mempunyai berat 100-141 kg dan tingginya kira-kira 2.43 meter. Betina berbobot legih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.
Di samping harimau jawa, ada dua jenis harimau yang punah di abad ke-20, yaitu Harimau bali dan Harimau Persia. Secara Biologis, harimau jawa mempunyai hubungan sangat dekat dengan harimau bali. Beberapa ahli biologi bahkan menyatakan bahwa mereka adalah satu spesies. Namun, banyak juga yang membantah pernyataan ini.

Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Carnivora
Famili: Felidae Genus: Panthera Spesies: P. tigris Subspesies: Panthera tigris sondaica

http://www.bloggaul.com/bromo/pic/bromo_111200650555PM_harimau.jpg
  
Analisis Morfometri Harimau jawa berdasarkan Foto tahun 1957 :
1. Panjang tubuh dari kepala sampai dengan pangkal ekor sekitar: 160 – 180 cm.
2. Tinggi bahu jika berdiri sekitar 85 – 100 cm.
3. Lebar tubuh sekitar 45 – 50 cm.
4. Panjang ekor sekitar 85 – 90 cm.
5. Diameter jejak kaki depan sekitar (20 x 20) cm – (23 x 23)cm.
6. Jarak antar dua kuku kaki depan yang berdekatan sekitar 4 – 6 cm.
7. Strip hitam ditubuh tipis dan banyak, ada yang bercabang dan hampir rapat.
8. Moncong hidungnya menyempit dan cenderung memanjang.
9. Coretan loreng di pipi tipis dan renggang.
10. Garis putih dibawah mata sangat lebar.
11. Dahinya agak menonjol, terutama di atas mata.
12. Sidik jidat renggang dan jarang.
13. Pola sidik jidat agak mundur kebelakang dari pertemuan hidung dan kepala diantara dua mata.
14. Surai panjang dan lebat di samping depan bagian bawah daun telinga.
15. Panjang rambut kumis berkisar dari 5 cm – 25 cm.

Ada sejumlah bukti yang menyatakan bahwa harimau Jawa masih eksis. Sekelompok orang yang begitu yakin keberadaan hewan yang dinyatakan punah itu melakukan riset. Apa tujuannya?

Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) sejak 1996 sudah dinyatakan punah dalam rapat Convention on International Trade in Endangered Species di Florida, Amerika Serikat (AS). Tapi ada sebagian orang yang percaya bahwa spesies itu masih eksis sampai hari ini. Peduli Karnivor Jawa (PJK), begitu mereka menamakan dirinya, sejak 1996 melakukan riset di beberapa lokasi di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

“Terakhir kami menemukan jejak rambut harimau Jawa di kedua tempat tadi. Akan kami lakukan tes DNA untuk memastikannya,” ujar Didik Rahayono, Koordinator PJK kepada SH di Jakarta baru-baru ini. Menurut lelaki yang sehari-hari bekerja pada Divisi Inovasi Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa Liar Yogyakarta ini, studi keberadaan harimau Jawa lebih difokuskan pada arti spesies tersebut sebagai predator yang menjadi kunci ekosistem hutan di Jawa. “Harimau adalah hewan predator. Jika kondisi predator dalam suatu ekosistem masih bagus, berarti keseluruhan satwa lain juga bagus,” tutur Didik.

Dari studi di sejumlah titik seperti Meru Betiri, Raung, Alas Purwo, Wilis, Wijen, Gunung Slamet dan tempat lain, diperkirakan masih ada antara 15-20 harimau Jawa yang masih hidup.
Jumlah itu bisa saja menyusut kalau habitat mereka berkurang. Tapi kalau ada langkah perbaikan terhadap ekosistem hutan di Jawa, bukan tidak mungkin spesies tersebut bisa bertambah jumlahnya. Didik berpendapat, keyakinan bahwa harimau Jawa sudah punah sudah demikian mengakar, sehingga tidak ada akademisi yang berani melakukan penelitian lebih lanjut.

Sejak 1996, Didik bersama rekannya di PJK telah berhasil menemukan jejak kaki, feses, garutan di pohon dan rambut yang kesemuanya itu mengindikasikan masih adanya satwa endemik Jawa tersebut. Perlu dipahami, bahwa kehadiran spesies di suatu habitat dapat dideteksi berdasarkan bekas aktivitas yang ditinggalkannya, demikian halnya dengan harimau jawa.
Sebagai karnivor, harimau Jawa telah beradaptasi dengan sempurna guna menyembunyikan sosok tubuhnya agar tidak diketahui hewan mangsa. Sehingga tidaklah mudah melihat secara manual sosok harimau Jawa di hutan tropis Jawa, jika kita hanya setahun atau dua tahun mengunjungi habitatnya. Kecuali orang yang kesehariannya benar-benar berinteraksi dengan habitat harimau Jawa.

“Bekas aktivitas harimau Sumatera dan macan tutul di berbagai kebun binatang di Jawa kami jadikan sebagai referensi pembanding. Ukuran besarnya bekas aktivitas yang kami temukan jika melebihi ukuran maksimum macan tutul dan sama atau bahkan lebih besar dari ukuran harimau Sumatera, maka kami klaim sebagai milik harimau Jawa.
Hasil survei kami dari berbagai habitat di Jawa menemukan jejak kaki (28×26 cm), feses berdiameter 7 cm, garutan di pohon (luka tertinggi 252 cm), bahkan rambut harimau Jawa,” papar Didik di website www.javantiger.or.id yang sengaja dibuat sebagai kampanye keberadaan harimau Jawa.

http://www.tribun-medan.com/photo/2010/07/ed306a997120328d1889495ee9101c53.JPG


Studi

Guna pembanding, Didik dan kawan-kawan menggunakan rambut macan tutul opsetan milik Museum Zoologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Medula rambut harimau Jawa bertipe Intermediate berpola Regularem berbeda strukturnya jika dibandingkan medula rambut macan tutul yang bertipe Discontinue berpola Irregulare. Identifikasi menggunakan Scanning Electron Microscop (SEM) terhadap rambut yang berasal dari garutan baru di pohon.

Dari studi-studi itu, berhasil diketahui bahwa harimau Jawa tidak hanya di TN Meru Betiri, karena mereka juga menemukan rambut harimau Jawa di Jawa Tengah yang berjarak lebih dari 600 kilometer dari habitat terakhirnya. Akhirnya diambil kesimpulan bahwa habitat terakhir harimau Jawa adalah Pulau Jawa, bukan hanya TN Meru Betiri.

Foto harimau Jawa hidup di alam yang beredar secara internasional adalah hasil karya Hoogerwerf tahun 1938 dari Taman Nasional Ujung Kulon. Berbagai sumber publikasi ilmiah menyatakan bahwa harimau Jawa terakhir dibunuh sekitar 1941, setelah tahun tersebut hampir tidak ada laporan tentang pembunuhan satwa kharismatik dan endemik Pulau Jawa ini.

Tetapi hasil investigasi dan penelusuran informasi yang dilakukan oleh Mitra Meru Betiri (MMB) pada tahun 1998 mendapatkan sebuah data tentang foto sosok harimau Jawa terbaru (foto dari tahun 1957). Walaupun satwa tersebut sudah mati ditembak, namun kandungan informasi ilmu pengetahuannya sangat penting karena menjadi bukti ilmiah terbaru -19 tahun lebih muda daripada foto tahun 1938 hasil karya Hoogerwerf.

Foto tahun 1957 itu merupakan satu-satunya bukti ilmiah terkuat tentang besarnya ukuran tubuh yang dapat dicapai harimau Jawa jantan dewasa, karena memberikan informasi terbaru tentang pola loreng dan karakter sidik jidat harimau Jawa secara jelas. Foto tahun 1957 itu merupakan koleksi seorang mantan sinder dari sebuah perkebunan di eks. Karesidenan Besuki Jawa Timur.

Betulkah harimau Jawa masih eksis sampai hari ini? Agaknya tidak penting benar jawabannya. Dari tuturan Didik, yang lebih penting adalah bagaimana menjaga ekosistem hutan di Jawa sekarang ini agar spesies lain tidak senasib dengan harimau Jawa yang diberitakan punah. (merry Magdalena, Sinar Harapan 2003).


 

Benarkah Harimau Jawa masih ada?

Foto harimau jawa hidup di alam yang beredar secara internasional adalah hasil karya Hoogerwerf tahun 1938 dari Taman Nasional Ujung Kulon. Berbagai sumber publikasi ilmiah menyatakan bahwa harimau jawa terakhir dibunuh sekitar tahun 1941, setelah tahun tersebut hampir tidak ada laporan tentang pembunuhan satwa kharismatik dan endemik Pulau Jawa ini.

Tetapi hasil investigasi dan penelusuran invormasi yang dilakukan oleh Mitra Meru Betiri (MMB) pada tahun 1998 mendapatkan sebuah data tentang foto sosok harimau jawa terbaru (foto dari tahun 1957). Walaupun satwa tersebut sudah mati ditembak, namun kandungan informasi ilmu pengetahuannya sangat penting karena menjadi bukti ilmiah terbaru –sembilan belas (19) tahun lebih muda dari pada foto tahun 1938 hasil karya Hoogerwerf.


Foto tahun 1957 itu merupakan satu-satunya bukti ilmiah terkuat tentang besarnya ukuran tubuh yang dapat dicapai harimau jawa jantan dewasa, karena memberikan informasi terbaru tentang pola loreng dan karakter sidik jidat harimau jawa secara jelas. Foto tahun 1957 itu merupakan koleksi seorang mantan sinder dari sebuah perkebunan di eks. Karesidenan Besuki Jawa Timur.

“Besar tapak kaki depan harimau jawa yang saya tembak itu dapat menutupi seluruh wajahku” – demikian kesaksian Pak Karno yang menembak mati satwa legendaris ini di tahun 1957 di Jawa Timur. “Selain itu saya juga masih menembak empat ekor lagi harimau loreng, dan individu yang terakhir saya tembak tahun 1963. Akan tetapi empat ekor harimau jawa yang lainya ukuran tubuhnya tidak sebesar yang saya tembak di tahun 1957 seperti di foto itu”, lanjut Pak Karno memaparkan kesaksiannya. “Saya melakukan penembakan terhadap harimau jawa tersebut karena para pekerja penyadap karet merasa ketakutan, sehingga mengganggu produktivitas kerja di Afdeling yang saya bawahi”, alasan Pak Karno menembak satwa endemik Jawa itu.

Analisis Morfometri Harimau jawa berdasarkan Foto tahun 1957
1. Panjang tubuh dari kepala sampai dengan pangkal ekor sekitar: 160 – 180 cm.
2. Tinggi bahu jika berdiri sekitar 85 – 100 cm.
3. Lebar tubuh sekitar 45 – 50 cm.
4. Panjang ekor sekitar 85 – 90 cm.
5. Diameter jejak kaki depan sekitar (20 x 20) cm – (23 x 23)cm.
6. Jarak antar dua kuku kaki depan yang berdekatan sekitar 4 – 6 cm.
7. Strip hitam ditubuh tipis dan banyak, ada yang bercabang dan hampir rapat.
8. Moncong hidungnya menyempit dan cenderung memanjang.
9. Coretan loreng di pipi tipis dan renggang.
10. Garis putih dibawah mata sangat lebar.
11. Dahinya agak menonjol, terutama di atas mata.
12. Sidik jidat renggang dan jarang.
13. Pola sidik jidat agak mundur kebelakang dari pertemuan hidung dan kepala diantara dua mata.
14. Surai panjang dan lebat di samping depan bagian bawah daun telinga.
15. Panjang rambut kumis berkisar dari 5 cm – 25 cm.

Apakah periode defekasi harimau jawa selama tujuh tahun? Tentu tidak. Defekasi harimau di habitat insitunya dapat terjadi 4 kali dalam satu minggu, bergantung pada pemangsaan dan besarnya mangsa. Tetapi mengapa setelah tujuh tahun baru ditemukan kembali feses harimau jawa? Tentu karena tidak ada periset yang memantau keberadaan harimau jawa di TNMB secara kontinyu, walau Jagawana sekalipun.

Sepertinya ada siklus tujuh tahunan tentang kehebohan harimau jawa di TNMB. Tahun 1990 Pusat Informasi Pecinta Alam (PIPA) Besuki menyatakan menemukan jejak kaki harimau jawa. Tahun 1997 tim ekspedisi PL-Kapai ’97 mengklaim menemukan bekas aktivitas harimau jawa meliputi feses, cakaran di pohon, jejak tapak kaki dan rambut (seperti yang terpajang di web ini). Walaupun sampel temuan rambut baru teridentifikasi sebagai milik harimau jawa setelah dianalisis pada tahun 2001 (Kompas, 29/09/2003). Agustus 2004 penduduk tepi kawasan TNMB menemukan feses harimau jawa.

Sebenarnya pada tahun 1993 seorang jagawana TNMB pernah melihat langsung harimau loreng melintas di depan mobil yang ditumpanginya bersama turis asing sewaktu menuju pantai Sukamade (pengakuan langsung kepada penulis tahun 2002). Selain itu pasca ekspedisi PL-Kapai ‘97 pernah ditemukan feses harimau jawa oleh jagawana TNMB di Sukamade pada bulan Mei 1998. Feses tersebut berdiameter 7 cm, dengan pajang 25 cm, terdiri dari dua bolus, mengandung rambut kijang dan babi hutan. Berdasarkan ukuran feses diperkirakan tubuh harimau jawa pelaku defekasi memiliki panjang tubuh sekitar 300 cm dengan berat badan berkisar 200 kg.

Berbagai temuan hasil ekspedisi PL-Kapai ‘97 diyakini milik harimau jawa setelah dilakukan penyaringan data secara ketat. Acuan pembanding bekas aktivitas berasal dari macan tutul dan harimau sumatera koleksi Kebun Binatang Surabaya (exsitu) serta dari TN Way Kambas Lampung (insitu). Setelah tahap penyaringan data dilalui justru diperoleh pengetahuan tentang kriteria ukuran baku bekas aktivitas harimau jawa –tertuang dalam buku Berkawan Harimau Bersama Alam (terbit 2001).

Pembuktian keberadaan harimau jawa tidak hanya sebatas opini, sebab Desember 1998 diprakarsai Mitra Meru Betiri (MMB) cabang Jogjakarta –Matalabiogama Fakultas Biologi UGM menyelenggarakan Seminar Nasional Harimau Jawa di UC UGM yang dihadiri oleh 150 akademisi dan praktisi hidupan liar. Seminar nasional itu terselenggara berkat dukungan Indonesian Wildlife Fund dan Sumatran Tiger Project –(sekarang Sumatran Tiger Consevation Programe?). Pada seminar nasional tersebut dihasilkan 11 poin rekomendasi dan pengakuan eksistensi harimau jawa diberbagai hutan tersisa di Jawa, sehingga perlu dilakukan ekspedisi-ekspedisi susulan dengan melibatkan masyarakat.

Jika di Jogjakarta tahun 1998 dilakukan seminar nasional harimau jawa, pada tahun yang sama di Gunung Betiri seorang pemanen buah kemiri mengaku mengikuti harimau loreng betina dengan seekor anaknya selama tiga jam. Bahkan bulan September 2004 yang lalu, pemanen madu sempat menjumpai jejak macan selebar piring makan. Perjumpaan dengan harimau jawa juga terinformasikan oleh penduduk sekitar hutan lindung di Jawa Tengah.

Keyakinan bahwa eksistensi harimau jawa tidak hanya di ‘habitat terakhirnya’ TN. Meru Betiri digaungkan oleh Tim Pembela dan Pencari Fakta Harimau Jawa (TPPFHJ) Kappala Indonesia ke seluruh Jawa. Sehingga bersama BKSDA Jatim II tahun 1999 dilakukan ekspedisi harimau jawa di luar kawasan Meru Betiri meliputi Gunung Ijen sampai Gunung Raung. Usaha pengumpulan data bekas aktivitas harimau jawa juga merambah kawasan Gunung Slamet Jawa Tengah tahun 1999 dan 2000. Hasilnya diketahui bahwa di Gunung Raung maupun di Gunung Slamet berlandaskan temuan rambut yang dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) masih ada harimau jawa.

Untuk pemfokusan kajian terhadap karnivor jawa, maka sejak 2002 TPPFHJ menyapihkan diri dari Kappala Indonesia menjadi PKJ. Gerakan penyelamatan harimau jawa kemudian dikembangkan ke dunia maya dengan alamat portal: www.javantiger.or.id. Sehingga dunia dapat mendengar bahwa harimau jawa di Pulau Jawa masih eksis dan masih menjadi bahan kajian serius. Terbukti dengan hasil skripsi 4 orang mahasiswa yang berhasil mencapai derajat sarjana {1 dari F.Biologi UGM mengangkat tema rambut; 2 dari Jurusan Biologi F.MIPA Unpad mengangkat tema rambut; dan 1 dari F.Geografi UGM mengangkat tema kelayakan TNMB sebagai habitat harimau jawa}.

Perjuangan pembuktian keberadaan harimau jawa yang dilakukan oleh generasi muda Indonesia secara sungguh-sungguh selama bertahun-tahun sampai menguras kocek pribadi, tidak pernah mendapat respon positif dari bangsa ini. Bahkan banyak perilaku yang cenderung menisbikan usaha-usaha tersebut, salah satu contoh tercermin di harian Kompas (29/11/2004) yang mengusung berita tentang punahnya harimau jawa. Termuat di halaman 10 bertajuk: Populasi Harimau Terancam, pada alenia ketiga dituliskan: “Kini tiga dari delapan sub-spesies harimau sudah punah, yaitu harimau bali (1940-an), harimau kaspia (1970-an), dan harimau jawa (1980-an)”. Apakah sumber pengetahuan tentang keberadaan harimau jawa yang dihasilkan oleh anaknegri ini tidak bernilai ilmiah. Ataukah harus ‘bule’ dulu baru bisa diakui ke-ilmuannya oleh bangsa ini? Apakah feses temuan penduduk tepi hutan TNMB yang tersusun dari rambut babi hutan berdiameter 5 cm, panjang 22 cm, mengandung kuku kaki babi hutan pada pertengahan Agustus 2004 bukan milik harimau jawa? Padahal kandungan kuku kaki prey pada feses jelas menunjukkan bekas aktivitas macan loreng, karena macan tutul tidak berperilaku seperti itu.

Menindak lanjuti terhadap temuan feses tersebut Kappala Jember, Balai TNMB, STCP dan PKJ serta PPS Jogja pada akhir Oktober 2004 yang baru lalu bergabung melakukan survey manual selama tujuh hari. Data terbaru yang ditemukan berupa cakaran harimau jawa dengan luka goresan tertinggi 226 cm dari permukaan tanah dan jarak antar goresan kuku 4 cm (dapat disaksikan pada video flip di web ini). Temuan itu penulis simpulkan sebagai bekas aktivitas harimau jawa.

Semoga kasus publikasi temuan Homo floresiensis alias manusia kerdil dari Liang Bua tidak akan pernah menimpa Panthera tigris sondaica yang endemik jawa. Dimana usaha pembuktian keberadaan ‘satwa punah’ yang telah dirintis anaknegri selama bertahun-tahun terhapus begitu saja oleh sebuah foto harimau jawa terbaru hasil jepretan peneliti dari ‘luar negeri’ yang selalu didukung dana dan peralatan canggih. Harapan itu akan terwujud jika pers turut peduli terhadap publikasi ilmiah temuan terbaru anaknegri Indonesia sendiri.

Berdasarkan argumen temuan data di atas, akhirnya kepada siapapun yang menyatakan harimau jawa punah, penulis ajukan pernyataan: buktikan bahwa harimau jawa sudah punah!

Didik Raharyono 2005






Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica)


Harimau Jawa atau Java Tiger (Panthera tigris sondaica) adalah jenis harimau yang hidup di pulau Jawa. Harimau ini dinyatakan punah pada tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis. Walaupun begitu, ada juga kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahun 1950-an ketika diperkirakan hanya tinggal 25 ekor jenis harimau ini di habitatnya. Terakhir kali ada sinyalemen keberadaan Harimau Jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulau Jawa. Walaupun begitu, ada kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverifikasi.

Harimau Jawa berukuran kecil dibandingkan jenis-jenis harimau lain. Harimau jantan mempunyai berat 100-141 kg dan panjangnya kira-kira 2.43 meter. Betina berbobot lebih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia. Ordo: Carnivora. Famili: Felidae. Genus: Panthera. Spesies: Panthera tigris. Upaspesies: Panthera tigris sondaica. Nama trinomial: Panthera tigris sondaica. (Temminck, 1844)

2 komentar:

  1. saya yakin harimau jawa belum punah,di hutan daerah saya tinggal masih ada tukang kayu yang sering melihat harimau loreng yang besar sekali,yaitu di sekitar gunung kukusan dan gunung kendil daerah magetan-jawa timur.

    BalasHapus
  2. : JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT:

    : JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT:


    : JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT:

    BalasHapus

Related Posts with Thumbnails