Wikipedia: Kecak (pelafalan: /’ke.tʃak/, secara kasar “KEH-chahk”, pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan “cak” dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Wisatawan yang berminat menyaksikan Tari Kecak dapat memilih satu di antara tiga lokasi pertunjukan, antara lain di Pura Luhur Uluwatu, di Desa Batubulan, serta di Jalan Hanoman (di daerah Ubud). Di Pura Luhur Uluwatu dan di Batubulan wisatawan dapat menonton pertunjukan Tari Kecak setiap hari dimulai pada jam 18.00/18.30 WITA. Sementara, di Ubud pertunjukan Tari Kecak dilaksanakan setiap Selasa, Kamis, dan Jumat pada pukul 19.00 WITA.
Berbeda dengan jenis seni pertunjukan Bali lainnya, Tari Kecak memiliki keunikan karena tidak mengandalkan istrumen alat musik untuk mengiringi tarian, melainkan paduan suara para penarinya. Irama bunyi “cak, cak, cak...” ditata sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu paduan yang sangat harmonis, diselingi dengan beberapa aksen dan ucapan-ucapan lainnya. Para penari yang membunyikan suara “cak, cak, cak...” tersebut biasanya bertelanjang dada dan hanya mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur yang melingkari pinggang mereka. Dalam tarian ini, ritme bebunyian yang diucapkan oleh para penari cukup menghadirkan aura mistis bagi penonton. Apalagi setelah cerita Ramayana dalam tarian ini selesai dipentaskan, pertunjukan disambung dengan tarian Sanghyang Dedari dan Sanghyang Jaran yang para penarinya diyakini kemasukan roh halus, sehingga kebal ketika menari di atas bara api.
Tarian Sanghyang Dedari merupakan tarian untuk mengusir roh-roh jahat yang dipentaskan oleh dua gadis yang masih perawan. Sementara Sanghyang Jaran adalah tarian yang dibawakan oleh lelaki kesurupan yang berjingkrak-jingkrak seperti tingkah laku seekor kuda dan menari di atas bara api. Karena ciri khas dari Tarian Sanghyang Jaran ini, Tari Kecak juga dikenal dengan sebutan Tarian Kecak dan Api ( Kecak and Fire Dance ).
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Wisatawan yang berminat menyaksikan Tari Kecak dapat memilih satu di antara tiga lokasi pertunjukan, antara lain di Pura Luhur Uluwatu, di Desa Batubulan, serta di Jalan Hanoman (di daerah Ubud). Di Pura Luhur Uluwatu dan di Batubulan wisatawan dapat menonton pertunjukan Tari Kecak setiap hari dimulai pada jam 18.00/18.30 WITA. Sementara, di Ubud pertunjukan Tari Kecak dilaksanakan setiap Selasa, Kamis, dan Jumat pada pukul 19.00 WITA.
Berbeda dengan jenis seni pertunjukan Bali lainnya, Tari Kecak memiliki keunikan karena tidak mengandalkan istrumen alat musik untuk mengiringi tarian, melainkan paduan suara para penarinya. Irama bunyi “cak, cak, cak...” ditata sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu paduan yang sangat harmonis, diselingi dengan beberapa aksen dan ucapan-ucapan lainnya. Para penari yang membunyikan suara “cak, cak, cak...” tersebut biasanya bertelanjang dada dan hanya mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur yang melingkari pinggang mereka. Dalam tarian ini, ritme bebunyian yang diucapkan oleh para penari cukup menghadirkan aura mistis bagi penonton. Apalagi setelah cerita Ramayana dalam tarian ini selesai dipentaskan, pertunjukan disambung dengan tarian Sanghyang Dedari dan Sanghyang Jaran yang para penarinya diyakini kemasukan roh halus, sehingga kebal ketika menari di atas bara api.
Tarian Sanghyang Dedari merupakan tarian untuk mengusir roh-roh jahat yang dipentaskan oleh dua gadis yang masih perawan. Sementara Sanghyang Jaran adalah tarian yang dibawakan oleh lelaki kesurupan yang berjingkrak-jingkrak seperti tingkah laku seekor kuda dan menari di atas bara api. Karena ciri khas dari Tarian Sanghyang Jaran ini, Tari Kecak juga dikenal dengan sebutan Tarian Kecak dan Api ( Kecak and Fire Dance ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar