Jumat, 14 Januari 2011
Menghadang Pluralisme
Akhir-akhir ini, bersamaan dengan wafatnya Gusdur sang “Bapak Pluralisme”, para penganut paham pluralis benar-benar memanfaatkan untuk menyebarkan ide-ide batilnya. Berbagai media cetak maupun elektronik begitu jor-joran menyajikannya ke tengah-tengah masyarakat. Sebuah paham yang menjadi ancaman serius bagi masyarakat melebihi ancaman bom.
Paham pluralisme adalah paham yang sangat berbahaya bagi umat karena bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam. Inti dari ajaran pluralisme adalah mengajarkan bahwa semua agama sama.
Bila merujuk dengan Fatwa MUI pada tahun 2005, yang dimaksud dengan pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatife; oleh karena itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. (Fatwa MUI Tahun. 2005).
Padahal jelas Allah SWT menyatakan bahwa agama yang diridhoi-Nya hanyalah Islam. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS.Ali Imran: 19).
Jika di telisik, Proses sipilis (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme) di Indonesia sendiri sebenarnya muncul dengan tidak tiba-tiba, pada tahun 1970an, Nur cholis masjid tampil ke permukaan bagai pahlawan kesiangan dengan semboyan yang lumayan terkenal yakni “Islam yes, partai Islam No”. Pernah ia mengatakan bahwa fundamentalis agama lebih berbahaya dari narkoba.
Dibelakang cak Nur berjajar nama-nama seperti Mukti Ali (menteri agama), Munawir Sadzali, Harun Nasutioan (rector IAIN syarif hidayatullah waktu itu). Para pelajar dari Indonesia dikirim ke Barat kemudian di cuci otaknya, setelah pulang membawa oleh-oleh buah pemikiran asing (sipilis) (Suara Islam, 21/12/07).
Pada dekade ini, proyek sipilis disokong oleh lembaga-lembaga internasional semacam The Asia Foundatioan,Australia Aid, USAid, Yayasan Tifa, dan lembaga lainya. Mereka mengucurkan dana sampai jutaan Dolar AS guna memuluskan proyek liberalisasi ini ( Suara Islam, 21/12/2007).
Bahkan salah seorang tokoh sipilis Ulil Abshar Abdhala pernah mengatakan kepada hidayatullah.com bahwa beberapa ormas Islam juga ketiban gemerincing dolar dari lembaga Internasional The Asia Foundation untuk melancarkan program liberalisasi ini. “Selain kami ada juga ormas Islam yang menerima dana dari TAF program Islam and Civil Society. Mereka itu adalah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Solo, dan Departemen Agama. Dana yang diterima JIL jauh lebih kecil daripada mereka”. Ungkap ulil. (Hidayatullah.com, Desember 2004).
Menurut Dr. Adian Husaini,ada tiga progam pokok liberalisasi yang di usung oleh mereka, yakni Liberalisasi dalam aqidah Islam (Pluralisme agama), liberalisasi konsep wahyu (menggugat otentisitas mushaf utsmani) dan Liberalisasi syariah dan akhlak.(Liberalisasi Islam di Indonesia, 2006).
Untuk itu kita tidak boleh membiarkan hal ini begitu saja. Perang pemikiran harus selalu digalakkan semampunya.Tentu kita tidak rela mereka melakukan inviltrasi ke ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah dan ormas lainya.
Sikap tidak terus terang dan cenderung menyembunyikan kebenaran hanya akan memperkeruh keadaan dan mengaburkan yang haq. Sebagai contoh, Sikap mendukung penyematan gelar pahlawan kepada tokoh Pluralisme seperti yang dilakukan oleh beberapa parpol Islam seharusnya tidak perlu terjadi. Karena hal ini akan menimbulkan asumsi di masyarakat bahwa orang yang menyebarkan ide pluralisme itu berhak mendapatkan apresiasi positif. Implikasinya masyarakat bisa jadi akan meneladani sikap dan pola pikir tokoh tersebut.
Sikap yang seharusnya diambil adalah mengcounter pemikiran batil yang di opinikan ke tengah-tengah masyarakat ini melalui dakwah secara masif, menjelaskan kebatilan ide pluralisme ke tengah-tengah umat. Tidak ada kompromi dan bersikap tegas menentang terhadap pemikiran yang membahayakan aqidah ini.
Demikian seharusnya sikap kaum muslim, yaitu menyampaikan dakwah secara terang-terangan, menentang segala adat, kebiasaan, ide-ide sesat dan persepsi yang salah, bahkan akan menentang opini umum masyarakat kalau memang keliru.
Menjadi sebuah keniscayaan bahwa bentrok antara yang haq dengan bathil akan selalu ada ditengah-tengah kehidupan. Namun yakin, yang bathil pasti lenyap. Allah SWT telah menegaskan:
“Katakanlah : Telah datang yang haq (kebenaran) dan telah lenyap yang batil atau yang palsu. Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap. (Al Israa’ 81).
Karena itu, siapapun yang di dalam hatinya tertancap kalimat “La ilaha ilallah Muhammad Rasulullah” harus mengingkari paham Pluralisme ini.
Wallahu a‘lam bi ash-ash-shawab.
Ali Mustofa Online
Sumber: mustofa.web.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar