Masa Depan Mesir Pasca-Mubarak Belum Jelas
Pengamat politik internasional, Dewi Fortuna Anwar berpendapat masa depan Mesir selepas mundurnya Presiden Husni Mubarak belum jelas. Pasalnya, ada tarik-menarik antara kekuatan lokal dan global, sementara masyarakat Mesir sendiri tak memiliki konsensus nasional. "Ini menjadi tanda tanya," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (12/2).
Menurut Dewi, saat ini belum terbaca apakah militer, yang diserahi tampuk kekuasaan, bakal betul-betul mengawal Mesir ke fase yang lebih demokratis atau tidak.
Di dalam negeri, rakyat kompak menuntut demokratisasi. Tapi dengan alasan mencegah ancaman komunisme, terorisme, atau ekstremisme agama, bisa jadi kekuatan global malah mendukung militer tetap berkuasa. Terlebih, di Timur Tengah ada Israel yang harus dilindungi oleh negara-negara barat.
Sedangkan rakyat Mesir, meski sama-sama mendesak Mubarak turun, belum tentu punya kehendak seragam atas langkah berikutnya. Berbeda halnya dengan Indonesia, yang pasca reformasi 1998 tetap sepakat berpegang pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Kompleksitas di Mesir lebih tinggi daripada Asia Tenggara, ini yang harus diperhatikan betul," kata Dewi Fortuna.
Menurut Dewi, saat ini belum terbaca apakah militer, yang diserahi tampuk kekuasaan, bakal betul-betul mengawal Mesir ke fase yang lebih demokratis atau tidak.
Di dalam negeri, rakyat kompak menuntut demokratisasi. Tapi dengan alasan mencegah ancaman komunisme, terorisme, atau ekstremisme agama, bisa jadi kekuatan global malah mendukung militer tetap berkuasa. Terlebih, di Timur Tengah ada Israel yang harus dilindungi oleh negara-negara barat.
Sedangkan rakyat Mesir, meski sama-sama mendesak Mubarak turun, belum tentu punya kehendak seragam atas langkah berikutnya. Berbeda halnya dengan Indonesia, yang pasca reformasi 1998 tetap sepakat berpegang pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Kompleksitas di Mesir lebih tinggi daripada Asia Tenggara, ini yang harus diperhatikan betul," kata Dewi Fortuna.
Mubarak: Jika Perlu, Saya Dibunuh di Sini
Juru bicara Partai Demokratik Nasional, yang didirikan Mubarak, Mohammed Abdellah, mengatakan mantan pemimpin Mesir berusia 82 tahun itu masih di Sharm el-Sheikh. Tapi seorang pengusaha yang memiliki hubungan dekat dengan Mubarak mengungkapkan, ia telah terbang ke Dubai, Uni Emirat Arab.
Sharm el-Seikh merupakan kawasan mewah yang terletak di pinggir Laut Merah di ujung selatan semenanjung Sinai, 350 kilometer dari Kairo. Kota ini sering disebut “Kota Damai” karena sering dijadikan tempat berlangsungnya konferensi perdamaian internasional. Selain penuh hotel mewah, tempat ini surga bagi penyelam, penggemar hiburan malam, dan penjudi.
Mubarak rutin berkunjung ke kota peristirahatan ini. Dia dilaporkan memiliki sejumlah vila dan istana. Dia juga sering menjamu tamu negara di vilanya, di tepi lapangan golf di Movenpick, resor yang menghadap Teluk Aqaba.
Kota lain yang mungkin menjadi tujuan Mubarak adalah London. Ia punya rumah mewah tipe Georgian enam lantai di Knightsbride, London. Suzanne, istrinya; dan Gamal Mubarak, anaknya, sudah lebih dulu berada di London. Laporan lain menyebutkan, Mubarak akan terbang ke Jerman dengan alasan menjalani perawatan kesehatan.
Mubarak memang punya pilihan tinggal di banyak negara. Selain Inggris, Jerman, Uni Emirat Arab, ada lagi Arab Saudi, Israel, dan Montenegro. Di Israel, Mubarak akan disebut pahlawan dan menikmati perlindungan dinas rahasia Mossad.
Adapun di Montenegro, Gamal Mubarak dilaporkan memiliki perusahaan telekomunikasi dan pariwisata serta kompleks gedung perkantoran mewah di semenanjung Lustica di negara itu. Negara ini juga menjadi tempat tinggal bekas perdana menteri Thailand, Thaksin Shinawatra.
Tapi, sehari sebelum mundur, Mubarak menelepon sahabatnya, petinggi Partai Buruh Israel, Benjamin Ben-Eliezer, mengatakan, “Saya tak akan lari. Jika perlu, saya dibunuh di sini.”
Sumber: tempoiteraktif.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar