Indonesia Ucapkan Selamat Pada Mesir
Menurutnya, proses transisi itu bakal bersifat inklusif alias mengikutsertakan seluruh elemen bangsa. Indonesia pun yakin transisi itu akan membuat Mesir sebagai negara demokratis yang lebih maju dan lebih kuat.
Marty mengatakan Indonesia percaya Mesir tetap memainkan peran penting di kawasan, termasuk dalam mendorong proses perdamaian di Timur Tengah. Begitu pula persahabatan dengan Indonesia, akan terus berkembang dan meningkat.
Marty menambahkan, sebagai negara yang sudah melewati fase transisi demokrasi, Indonesia siap berbagi pengalaman. "Indonesia akan selalu berada di sisi Mesir dalam upaya menuju transisi yang demokratis, serta dalam upaya bersama mewujudkan perdamaian yang langgeng di Timur Tengah," ujarnya.
Mubarak pada Jumat malam (11/2) menyatakan mundur dari jabatan yang telah didudukinya selama sekitar 30 tahun. Pengunduran diri Mubarak ini disampaikan Wakil Presiden Mesir, Omar Suleiman melalui saluran televisi setempat. Selanjutnya, Mubarak menyerahkan kekuasaannya kepada militer Mesir.
Mubarak Mundur, Ini Tanggapan Obama
Obama menyambut baik pengunduran diri Mubarak itu. Mubarak, kata Obama, telah menanggapi tuntutan rakyat Mesir yang haus akan perubahan. "Suara rakyat Mesir telah didengar," katanya. Mesir, kata dia, kini harus pindah ke kekuasaan sipil dan demokratis.
Meski begitu, Obama mengingatkan bahwa pengunduran diri Mubarak ini hanyalah awal transisi di negara itu. "Ke depan akan terbentang hari-hari yang sulit," kata Obama dalam pidatonya di Gedung Putih, Jumat (11/2) seperti dikutip VOA.
Namun Obama yakin dengan semangat persatuan seperti yang ditunjukkan dalam demonstrasi tiga pekan itu, rakyat Mesir akan mampu menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih belum terjawab itu.
Gerakan yang ditunjukkan rakyat Mesir, kata Obama, telah memberi ilham untuk meluruskan sejarah menuju keadilan tanpa kekerasan.
Karenanya, Obama meminta agar militer Mesir bisa memastikan transisi yang kredibel, melindungi hak-hak rakyat Mesir, mencabut undang-undang darurat, merevisi konstitusi dan merencanakan jalan yang jelas menuju Pemilu yang bebas dan adil.
Amerika, kata Obama, siap membantu apapun yang diperlukan guna mencapai transisi yang kredibel menuju demokrasi. "Amerika tetap akan menjadi mitra Mesir," ujarnya.
Seperti diketahui, kepastian pengunduruan diri Mubarak ini disampaikan Wakil Presiden Mesir Omar Suleiman melalui saluran televisi. Dalam pidato singkatnya, Omar mengatakan Mubarak telah menyatakan mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasannya ke militer.
Mengapa CIA Salah Menginformasikan Pengunduran Diri Mubarak
Apakah Obama baru tahu pengunduran diri Mubarak saat itu atau beberapa waktu sebelumnya? Belum ada konfirmasi soal ini. Yang jelas, Kamis kemarin, Obama dinilai telah mendapat informasi intelijen yang salah ketika ia mengatakan "Kita akan melihat sejarah baru di Mesir hari ini." Pernyataan ini jelas hendak menyebut bahwa Mubarak akan mundur Kamis malam itu. Tapi ternyata Mubarak, dalam pidatonya, justru berkukuh menolak mundur.
Beberapa menit sebelum Obama memberi pernyataan, Direktur CIA Leon Panetta juga menginformasikan pada anggota Kongres Amerika bahwa "Mubarak turun malam ini". Ucapan inilah yang kemudian dikutip media di seluruh dunia untuk menguatkan pernyataan petinggi Mesir tentang rencana Mubarak mengumumkan pengunduran dirinya Kamis malam. Kenyataannya informasi CIA itu salah.
Wartawan yang berada di pesawat Air Force One, Kamis, pun buru-buru mempertanyakan bobot informasi yang disampaikan Panetta kepada juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs. Gibbs menjawab, "Kami sedang melihat situasi yang sangat cair."
Saat ia terus didesak dengan pertanyaan: apakah Presiden tahu Mubarak berencana untuk mundur, ia kembali menjawab, "Sekali lagi, kita sedang menyaksikan hal ini sama seperti Anda."
Pernyataan Gibbs itu mengisyaratkan bahwa pemerintahan Obama tak tahu secara akurat apa yang sesungguhnya terjadi di Kairo. Ketidaktahuan ini dinilai sebagai sebuah kenaifan kesekian dari dinas intelijen termodern di dunia itu.
Beberapa hari sebelumnya kolega Panetta juga berkomentar naif dengan menyebut anggota Ikhwanul Muslimin "sebagian besar sekuler". James Clapper, Direktur Intelijen Nasional, yang membuat pernyataan salah itu di Kongres kemudian meralatnya dengan mengakui bahwa Ikhwanul Muslimin merupakan kelompok berbasis agama dan "bukan organisasi sekuler."
Lalu apa yang menyebabkan kenaifan-kenaifan itu terus terulang? Dari mana sebenarnya informasi-informasi keliru itu didapatkan CIA? Apakah kepala CIA mengandalkan sumber yang mereka percaya di Mesir atau justru dari laporan-laporan media?
Seorang pejabat pertahanan di Washington mengatakan Amerika sebenarnya telah mengerahkan berbagai aset intelijen untuk melihat apa yang terjadi di Kairo dan kota-kota Mesir lainnya. Untuk mengumpulkan informasi tentang pergerakan demonstran dan pengerahan pasukan keamanan Mesir. misalnya, intelijen Amerika menggunakan apa yang mereka kemukakan sebagai "perangkat teknis nasional". Ungkapan ini untuk menyebut satelit pengintai.
Di pusat kekuasaan, CIA juga memiliki sumber informasi yang amat dipercaya. Ada Wakil Presiden Omar Suleiman yang pernah menjalani pendidikan intelijen di Amerika selama beberapa tahun. Suleiman adalah mantan kepala intelijen Mesir. Berikutnya ada Hussein Tantawi, menteri pertahanan, yang segera diminta terbang ke Washington ketika demonstrasi besar pertama kali terjadi. Tantawi pula yang memimpin 24 jenderal mendesak Mubarak mundur. Ada lagi Letnan Jenderal Sami Anan, kepala staf angkatan bersenjata yang membawahi 468 ribu personel militer Mesir. Ia diminta Gedung Putih untuk aktif menjadi mediator antara Mubarak dengan demonstran.
Karena itu sangat ganjil jika dengan seluruh aset dan sumber intelijen tersebut, Amerika salah membaca krisis Mesir. Sejumlah pengamat mengatakan faktor kegagalan CIA memastikan hari, jam, dan detik-detik akhir kekuasaan Mubarak itu bersumber dari Mubarak sendiri. Dengan cepat Mubarak berbalik arah tanpa bisa dibaca orang-orang sekitarnya. Perubahan sikap presiden 82 tahun itu bisa dibaca sejak Amerika berbelok tak lagi berniat mempertahankannya. Mubarak praktis memutuskan kontak dengan Washington setelah itu. Ia merasa dikhianati dan menyebut Obama sebagai tak tahu budaya Mesir.
Pada Kamis malam itu, misalnya, sumber militer sudah memastikan Mubarak akan mundur. Begitu pula perdana menteri. Tapi situasi berubah cepat. Mubarak memanggil Suleiman di menit-menit akhir sebelum pidato. Ia hanya mau bicara dengan Suleiman. Sang wapres pun tak sempat berbicara dengan para petinggi militer. Dan ketika ia berpidato menyatakan menolak mundur, seluruh dunia terkejut, tak terkecuali Panetta, sang bos CIA.
Hal yang sama mungkin saja terjadi ketika Mubarak akhirnya memutuskan mundur Jumat kemarin. Tak ada yang tahu, kecuali Mubarak sendiri.
Sumber: tempointeraktif.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar