Sementara itu Turki sejak lama merupakan satu satu negara mayoritas penduknya muslim yang memmpunyai hubungan diplomatik yang amat baik dengan Zionis Israel, bahkan antara Turki dan Israel sangkin mesranya hubungannya sehingga keduanya juga terikat perjanjian militer dan perdagangan yang berusi puluhan tahun lamanya.Tetapi sekarang pemerintah Turki yang di dominasi oleh Partai Keadilan Turki yang lebih Islamis dari sebelumnya dengan tegas pula memutuskan hubungan segalanya dengan negara Zionis Israel tersebut.
Tindakan keras Turki terhadap Zionis Israel tersebut diambil setelah negara Yahudi itu tidak mau minta ma’af dan menyesali kebiadabannya terhadap penyerbuannya atas armada bantuan ke Gaza Movi Marmora Mei 2010 yang menewaskan 9 warga Turki di perairan internasional yang di blokade Israel hingga warga di Wilayah Palestina bertahun-tahun terkurung dan terisolir dari dunia luar.
Pemerintah Turki sebenarnya sudah lama memberi kesempatan relatif lama kepada Israel untuk menyesali perbuatan kejinya terhadap para relawan Gaza di MV.Marmora itu dan secara resmi meminta ma’af kepada rakyat Turki, tetapi rejim Zionis tersebut tetap keras kepala enggan mengabulkan permintaan tersebut. Karenanya pemerintah Turki sudah habis kesabarannya, maka Presiden Turki Abdullah Ghul,Perdana Menteri Recep Thayyeb Erdogan dan Menteri Luar Negeri Turki Ahmed Novotoglu sepakat memutuskan hubungannya dengan Israel.
Tindakan tegas Turki itu diambil bersaman dengan di umumkannya hasil investigasi yang di lakukan oleh Tim Investigasi PBB pimpinan mantan PM .New Zealand,Geoffrey Palmer yang menyebutkan bahwa penyerbuan pasukan komando Israel terhadap para sukarelawan di MV Marmora yang berlayar ke Gaza adalah sesuatu yang berlebihan, semenatara pelayaran kapal milik Turki itu ke Gaza dengan menerobos blokade Israel dianggapnya sesuatu kecerobohan.
Apapun hasilnya,namun pemerintah Turki yang memang sejak peristiwa itu terjadi sudah memanggil pulang para diplomatnya dari tel Aviv, serta memberi kesempatan hingga Rabu (7/9/2011) para diplomat Israel sudah tidak berada lagi di wilayah kedaulatan Turki, dan semua hubungan militer dengan Israel dan juga perdagangan akan dibekukan sampai Israel mempertanggung jawabkan segala perbuatan biadabnya terhadap MV Marmora serta mencabut blokadenya atas rakyat Palestina tersebut.
Dalam perkembangan terakhir PM Turki Recep Thayyeb Erdogan lebih keras lagi menantang negara Zionis yahudi itu dengan mengatakan, bahwa kedepan armada kemanusian ke Gaza akan di kapal oleh angkatan laut Turki, sehingga akan menimbulkan sesuatu masalah yang sangat serius antara Turki dan Israel. Ultimatum Turki terhadap Israel tersebut bukan hanya gertak sambal belaka, tetapi sebagaimana diketahui bahwa Turki sebagai salah satu negara anggota Nato juga sangat akrab dengan Gedung Putih sebagaimana halnya dengan Israel. Oleh sebab itu hal ini juga menjadi masalah serius juga bagi Paman Sam dan sekutu Natonya yang lain.
Bagi Gedung Putih baik Turki maupun Israel merupakan mitra-mitra strategisnya di Timur tengah, serupa halnya dengan Mesir dan Israel.Sekiranya hubungan Turki, Mesir dan Israel terus memburuk maka akan amat meruigikan bagi Gedung Putih dan juga Israel dalam kaitannya untuk meredam bangkitnya nasionalisme bangsa Arab sebagaimana pada masa Gamal Abdul Nasseir dahulu. Dan pangkalan rudal Paman Sam yang rencananya akan di bangun di Turki untuk mencegat rudal-rudal Iran juga akan sulit terealisasikan, apalagi sudah di protes keras oleh Iran, negara yang akhir-akhir ini semakin baik hubungannya dengan Mesir dan Turki.
Duta besar Israel di Cairo, Yitzak Levanon sudah kembali ke Ghettonya di Tel Aviv menyusul pengrusakan yang dilakukan oleh ribuan pengunjuk rasa di Cairo(Jum’at,9/9/2011), dan Ketua Dewan tertinggi Mesir, Jenderal Muhammad Hussein tantawi telah menarik diplomatnya dari tel Aviv sesuai dengan tuntutan para demontran tersebut.Selain itu warga Mesir menuntut supaya perjanjian Camp David di tinjau kembali, atau di batalkan meskipun Israel sudah secara resmi minta ma’af dan akan mengusut tuntas terhadap penembakan yang telah menewaskan polisi perbatasan Mesir itu. Namun rakyat Mesir belum menerima permintaan ma’af Yahudi tersebut, karena menurut mereka permintaan ma’af saja belumlah cukup. Tetapi pemerintah Mesir perlu mengambil tindakan yang lebih keras, dengan membatalkan perjanjian Camp David yang di tandatangani oleh rejim diktator Anwar sadaat dukungan Paman sam itu.
Dalam menghadapi krisis terburuk antara Turki - Mesir dan Israel, Paman Sam yang masih sibuk dengan padat karyanya yang dilancarkan Obama untuk mengurangi pengangguran menyusul berhasil meningkatkan pagu hutangnya. Sehingga Barack. H. Obama akan menghadapi masalah serius lainnya dalam hubungan politik luar negerinya, meskipun beberapa bulan lalu Israel telah mengecewakan hatinya hingga proses penyelesaikan Israel-Palestina mandeg. Namun demikian sekiranya Obama hendak mempertahankan kursi kepresidenannya di Gedung Putih, maka ia harus segera mengeluarkan Israel dari belitan masalah serius itu. Dan jika hal itu berhasil di selesaikan dengan baik, sehingga hubungan Turki-Mesir dan Israel bisa dipulihkan kembali, bisa di pastikan AIPAC (American -Israil Public Affairs Committee) dan organisasi Zionis Yahudi lainnya akan mendukungnya tetap di Gedung Putih.Tetapi dalam kosntalasi politik, ekonomi Paman Sam yang demikian itu yang harus mengurangi anggaran pertahanannya di beberapa sektor dan mengalihkannya kepada anggaran militer untuk memerangi teroris yang belum bisa di perekirakan kapan akan berakhir itu akan menambah beban berat lagi bagi Obama .
Mengamati betapa sangat seriusnya masalah tersebut,kelihatannya tidak ada alternatif lain bagi Gedung Putih kecuali harus segera mengentaskan masalah yang sedang membelit Israel, sabahat lamanya Paman Sam yang senantiasa oleh pendahulunya di bantu dengan cara bagaimanapun. Bukankah Paman Sam selalu “pasang badan”untuk membela Israel? Karenanya sekaranglah bagi Obama untuk membutikan bahwa memang Gedung Putih “kawan abadi”nya yahudi itu.
Muhammad Nurdin
www.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar