Kemiskinan
merupakan permasalahan yang cukup urgen dan butuh penanganan serius.
Karena kemiskinan menjadi indikator kesejahteraan suatu bangsa.
Pemerintahan yang tak mampu menanggulangi kemiskinan, maka bisa
dikatakan pemerintahan itu telah gagal mensejahterakan rakyatnya.
Kemiskinan harus menjadi agenda utama dalam proses pembangunan nasional!
Maka
dari itu, sungguh ironi dan paradoksal bila ada rezim pemerintahan yang
dalam kebijakan dan otoritas kewenangannya justru menjadi sumber utama
terjadinya kemiskinan di tengah masyarakat. Suatu misal; ketika suatu
kebijakan dan peraturan perundangan diberlakukan ternyata bukan menyasar
kepada perbaikan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, melainkan justru
menyengsarakan rakyat dan memurukkan masyarakat ke jurang kemiskinan
lebih dalam.
Seperti belum lama ini saat terjadi kenaikan BBM. Dengan dalih mengurangi beban APBN, laju inflasi, pengurangan subsidi, dan berbagai alasan lain –yang terkesan hanya sebagai justifikasi—, pemerintah nekad menaikkan harga BBM. Padahal kebijakan itu jelas-jelas ditolak rakyat. Seperti kita tahu, BBM merupakan kebutuhan mendasar bagi seluruh rakyat negeri, terutama masyarakat ekonomi lemah. Kenyataan tak bisa dipungkiri bahwa masyarakat kita masih bergantung pada sumber daya energi yang berasal dari minyak. Ketika harga BBM dinaikkan terjadi efek karambol yang amat riskan. Semua biaya di sektor perdagangan, produksi, jasa, transportasi, dan lainnya ikut bergerak naik. Hal ini tentu saja memperberat beban ekonomi masyarakat.
Kenaikan harga BBM tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan masyarakat, terutama pada level buruh, petani, nelayan, dan tenaga kerja rendah. Banyak buruh dan karyawan pabrik yang merintih pilu, karena upah mereka di bawah standar UMR. Nasib mereka juga dipermainkan oleh sistem kerja kontrak! Niat pemerintah ingin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dan berusaha beralih kepada sumber energi alternatif memang ide bagus. Tapi kenyataan menunjukkan bahwa selama ini tidak ada usaha serius dari pemerintah untuk mengkonversi penggunaan sumber energi alternatif itu. Baru sekarang ketika gejolak harga minyak melambung tinggi hal itu digembar-gemborkan. Padahal tak sedikit ilmuwan, pakar, dan peneliti di negeri ini telah jauh hari memperingatkan akan terjadinya krisis minyak. Semestinya kondisi ini telah diantisipasi sebelumnya. Implementasi dan pengembangan sumber daya energi baru sudah harus dilakukan dari awal ketika tanda-tanda kelangkaan minyak ini akan terjadi. Lagi pula sangat tidak bijaksana dan arif bila pemerintah menimpakan beban biaya tinggi ini kepada rakyat.
Undang-undang Dasar 1945 (pasal 33) telah mengamanatkan kepada negara supaya menggunakan air, bumi, dan seluruh kekayaan alam Indonesia untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Ini artinya, sudah semestinya semua produk strategis seperti minyak, hasil laut, hasil hutan, tambang, dan lain sebagainya keluaran bumi Indonesia harus diutamakan untuk kepentingan rakyat. Namun pada kenyataannya kekayaan alam kita banyak dijarah dan dijual kepada pihak asing, sumber-sumber energi dan pertambangan, konsesi hutan, dan pengelolaan sumber daya alam jatuh ke tangan-tangan tak bertanggung jawab. Ironisnya, pemasukan dari semua sumber itu dikorupsi dan dijadikan bancakan oknum-oknum pejabat dan pengusaha hitam. Adagium Indonesia negeri yang kaya raya sangat bertolak belakang dengan realitas masyarakatnya yang masih banyak hidup di bawah garis kemiskinan. Lihat saja kondisi masyarakat Papua yang masih terbelakang berdampingan dengan tambang emas Freport yang menangguk keuntungan triliunan rupiah tiap tahun.
Upaya pengentasan kemiskinan tidak akan pernah berjalan baik bila kebijakan dan keputusan pemerintahan
Seperti belum lama ini saat terjadi kenaikan BBM. Dengan dalih mengurangi beban APBN, laju inflasi, pengurangan subsidi, dan berbagai alasan lain –yang terkesan hanya sebagai justifikasi—, pemerintah nekad menaikkan harga BBM. Padahal kebijakan itu jelas-jelas ditolak rakyat. Seperti kita tahu, BBM merupakan kebutuhan mendasar bagi seluruh rakyat negeri, terutama masyarakat ekonomi lemah. Kenyataan tak bisa dipungkiri bahwa masyarakat kita masih bergantung pada sumber daya energi yang berasal dari minyak. Ketika harga BBM dinaikkan terjadi efek karambol yang amat riskan. Semua biaya di sektor perdagangan, produksi, jasa, transportasi, dan lainnya ikut bergerak naik. Hal ini tentu saja memperberat beban ekonomi masyarakat.
Kenaikan harga BBM tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan masyarakat, terutama pada level buruh, petani, nelayan, dan tenaga kerja rendah. Banyak buruh dan karyawan pabrik yang merintih pilu, karena upah mereka di bawah standar UMR. Nasib mereka juga dipermainkan oleh sistem kerja kontrak! Niat pemerintah ingin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dan berusaha beralih kepada sumber energi alternatif memang ide bagus. Tapi kenyataan menunjukkan bahwa selama ini tidak ada usaha serius dari pemerintah untuk mengkonversi penggunaan sumber energi alternatif itu. Baru sekarang ketika gejolak harga minyak melambung tinggi hal itu digembar-gemborkan. Padahal tak sedikit ilmuwan, pakar, dan peneliti di negeri ini telah jauh hari memperingatkan akan terjadinya krisis minyak. Semestinya kondisi ini telah diantisipasi sebelumnya. Implementasi dan pengembangan sumber daya energi baru sudah harus dilakukan dari awal ketika tanda-tanda kelangkaan minyak ini akan terjadi. Lagi pula sangat tidak bijaksana dan arif bila pemerintah menimpakan beban biaya tinggi ini kepada rakyat.
Undang-undang Dasar 1945 (pasal 33) telah mengamanatkan kepada negara supaya menggunakan air, bumi, dan seluruh kekayaan alam Indonesia untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Ini artinya, sudah semestinya semua produk strategis seperti minyak, hasil laut, hasil hutan, tambang, dan lain sebagainya keluaran bumi Indonesia harus diutamakan untuk kepentingan rakyat. Namun pada kenyataannya kekayaan alam kita banyak dijarah dan dijual kepada pihak asing, sumber-sumber energi dan pertambangan, konsesi hutan, dan pengelolaan sumber daya alam jatuh ke tangan-tangan tak bertanggung jawab. Ironisnya, pemasukan dari semua sumber itu dikorupsi dan dijadikan bancakan oknum-oknum pejabat dan pengusaha hitam. Adagium Indonesia negeri yang kaya raya sangat bertolak belakang dengan realitas masyarakatnya yang masih banyak hidup di bawah garis kemiskinan. Lihat saja kondisi masyarakat Papua yang masih terbelakang berdampingan dengan tambang emas Freport yang menangguk keuntungan triliunan rupiah tiap tahun.
Upaya pengentasan kemiskinan tidak akan pernah berjalan baik bila kebijakan dan keputusan pemerintahan
dalam mengelola negara (state) ini tidak
mengedepankan kepentingan masyarakat secara luas. Pemerintah jangan
hanya bicara soal harga minyak yang melambung tinggi, tapi juga
kemukakan berapa pendapatan dari kenaikan harga minyak mentah, gas,
hasil tambang, hasil laut, hasil hutan, pajak, dan berbagai pendapatan
lain. Beban APBN/APBD sebenarnya bukan hanya terletak pada subsidi
minyak saja, melainkan juga karena biaya operasional, perjalanan dinas,
dan tunjangan aparatur/wakil rakyat yang kadang tidak rasional.
Pemerintah semestinya membeberkan berapa besar utang konglomerat
penunggak BLBI yang telah berhasil disita, berapa banyak uang negara
yang kembali dari tangan koruptor-koruptor kelas kakap, dan banyak lagi
sumber dana pemerintah yang bocor karena inefisiensi maupun tak sesuai
sasaran. Semua
dana milik rakyat Indonesia itu jika berhasil dikumpulkan tentu sangat
bermanfaat besar dan bisa didayagunakan untuk menyejahterakan seluruh
rakyat Indonesia. Bisa untuk membangun sekolah gratis, pelayanan
kesehatan gratis, pemenuhan gizi balita, modal/kredit usaha dengan bunga
ringan, dan membuka lapangan kerja baru. Sehingga tidak ada lagi cerita
anak putus sekolah karena tidak sanggup membayar biaya pendidikan,
anak-anak mengalami busung lapar, dan jutaan orang menganggur karena
tiadanya lapangan kerja baru.
Pendeknya, dalam upaya pengentasan kemiskinan dirijen utama atau konduktornya terletak pada diri pemerintah. Pemerintah jangan hanya berkampanye dan berslogan mengajak masyarakat hidup mandiri, hemat, bekerja keras, kreatif, inovatif, dan berswakarya menciptakan lapangan kerja baru. Tapi pemerintah juga harus bisa menciptakan situasi yang kondusif bagi terwujudnya kehidupan masyarakat mandiri. Memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, memangkas pemborosan, mempermudah layanan birokrasi, dan banyak lagi service goverments yang bisa dilakukan pemerintah. Kunci pemberantasan kemiskinan juga terletak pada bidang pendidikan, baik pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan yang baik akan menciptakan manusia yang trampil, cerdas, dan kreatif. Karena kemiskinan erat kaitannya dengan kebodohan. Masyarakat yang bodoh dan tertinggal akan kehilangan kesempatan meraih kemajuan atau memberdayakan diri. Kuota 20 % anggaran pendidikan harus terpenuhi. Namun usaha mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat tak akan tercapai bila pemerintah masih menerapkan kebijakan yang tidak pro-rakyat dan menjadi aktor utama pemiskinan masyarakat!
Pendeknya, dalam upaya pengentasan kemiskinan dirijen utama atau konduktornya terletak pada diri pemerintah. Pemerintah jangan hanya berkampanye dan berslogan mengajak masyarakat hidup mandiri, hemat, bekerja keras, kreatif, inovatif, dan berswakarya menciptakan lapangan kerja baru. Tapi pemerintah juga harus bisa menciptakan situasi yang kondusif bagi terwujudnya kehidupan masyarakat mandiri. Memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, memangkas pemborosan, mempermudah layanan birokrasi, dan banyak lagi service goverments yang bisa dilakukan pemerintah. Kunci pemberantasan kemiskinan juga terletak pada bidang pendidikan, baik pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan yang baik akan menciptakan manusia yang trampil, cerdas, dan kreatif. Karena kemiskinan erat kaitannya dengan kebodohan. Masyarakat yang bodoh dan tertinggal akan kehilangan kesempatan meraih kemajuan atau memberdayakan diri. Kuota 20 % anggaran pendidikan harus terpenuhi. Namun usaha mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat tak akan tercapai bila pemerintah masih menerapkan kebijakan yang tidak pro-rakyat dan menjadi aktor utama pemiskinan masyarakat!
ekohartono.
http://forum.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar