Ma’had Al-Zaytun (MAZ) benar-benar merubah paradigma berpikir
khalayak ramai dari anggapan bahwa pesantren itu kumuh menjadi
pesantren itu bersih, megah, gagah dan modern. Segagah sejarah pesantren
yang mampu bertahan melintasi berbagai tantangan dari sejak beberapa
abad lalu hingga kini.
Semua bangunan gedung di ma’had modern komprehensif ini bukan hanya
bersih, megah dan gagah untuk sesaat, melainkan dibangun berdaya tahan
lebih lima ratusan tahun bahkan bisa puluhan abad, setara
bangunan-bangunan monumental di dunia, yang sudah mengukir sejarah pada
zamannya. Terutama bangunan Masjid Rahmatan Lil ‘Alamin yang merupakan
induk dari semua karya besar yang menumental di ma’had ini, yang kelak
diyakini akan diukir sejarah sebagai simbol kebesaran dan kebangkitan
bangsa ini.
Gaya arsitekturnya pun merupakan perpaduan menyeluruh dari semua
gaya arsitektur yang ada di dunia ini. Gaya arsitektur bernilai
estetika universal, yang di ma’had ini disebut sebagai gaya arsitektur
rahmatan Lil ‘alamin.
Pendek kata, MAZ yang semua bangunan dan kegiatannya berpusat pada
Masjid Rahmatan Lil ‘Alamin, dibangun sebagai sebuah kawasan pendidikan
terpadu yang monumental dalam abad 21 ini. Hingga kelak, sampai
berabad-abad ke depan, MAZ akan dicatat sejarah menjadi sebuah monumen
fenomenal milenium ketiga.
Diyakini, kelak, bagi generasi berikutnya, monumen ini akan bernilai
sejarah setara dengan bangunan-bangunan monumental dunia yang sudah
tercatat dalam sejarah zamannya masing-masing. Seperti, bangunan
monumental Islam kompleks Masjid Cordoba, Istana Al-Hamra dan Medinat
az-Zahra di Spanyol. Juga bangunan-bangunan monumental Romawi, Mesir,
Dinasti Cina klasik, kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha yang bersejarah
dan mampu bertahan ratusan sampai ribuan tahun.
Setiap bangunan yang didirikan di MAZ, diprogram harus memenuhi
persyaratan pokok yakni berdaya tahan lama, aman untuk difungsikan
sesuai hajat ma’had. Setiap bangunan itu harus cukup kuat dan
berkemampuan memikul pembebanan yang terjadi baik pembebanan vertikal
maupun horizontal dalam jangka waktu lama. Kekuatan itu dirancang
dengan penggunaan kekuatan elemen-elemen (material) konstruksi
berkualitas dan proses pengerjaan yang telaten dan cerdas.
Dalam hal sistem kontrol mutu bangunan dilakukan dengan sistem
pengendalian sumber daya yang disebut BMW, singkatan dari biaya, mutu
dan waktu. Semua dikontrol sejak awal, baik mutu manusia, mutu bahan
bangunan maupun mutu peralatan bangunannya.
Salah satu hal yang amat menarik dalam proses dan sistem pembangunan
di Ma’had Al-Zaytun, semua dilakukan oleh tenaga profesional ma’had
sendiri yang teruji handal dan memegang prinsip ibadah, akhlak dan
amanah. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pemeliharaan berada
dalam satu manajemen internal yang terpadu dan terkendali tanpa batas
waktu, 24 jam setiap harinya.
Dengan manajemen pembangunan seperti ini, bukan saja kualitas
bangunannya yang bisa dijamin, juga soal pembiayaannya yang jauh lebih
rendah, 1 : 3. Artinya, pembiayaannya hanya 1/3 dari biaya jika
dikerjakan secara konvensional. Maklum, di MAZ ini selain tidak ada
birokrasi yang panjang dan berbelit, juga dijamin tidak ada korupsi.
Sistem manajemen dan proses pembangunan di MAZ ini tidaklah asal ada
dan asal jadi. Sejak awal Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) telah
merencanakannya sedemikian matang. Kemudian dibentuk tim pelaksana
pembangunan pada pertengahan Mei 1995. Tim pembangunan itu menerima
amanah untuk bertugas dan bertanggung jawab mewujudkan
bangunan-bangunan yang dihajatkan sebagaimana telah direncanakan dalam
bentuk master plan Ma’had Al-Zaytun. Master plan itu ditetapkan bersama
di bawah pimpinan Syaykh al-Ma’had AS Panji Gumilang, selaku grand
architect-nya.
Kemudian, dalam perkembangan berikutnya, untuk memperkuat
perencanaan, termasuk bidang arsitektur, Tim Ma’had Al-Zaytun yang
langsung dipimpin oleh Syaykh al-Ma’had AS Panji Gumilang, dengan
anggota tim M Natsir Abdul Qadir, M Yusuf Rasyidi dan Ir Bambang Abdul
Syukur, melakukan studi banding ke Eropa, khususnya ke Andalusia. Studi
banding ini, selain menyangkut hal yang berkaitan dengan masalah
pendidikan pada umumnya, juga secara khusus menelusuri
lengkung-lengkung arsitektur dunia yang mengundang kekaguman umat
manusia sampai ratusan tahun.
Kunjungan
itu telah pula memperluas wawasan dan memompakan spirit yang lebih
besar serta meresapkan sentuhan-sentuhan keindahan karya-karya besar
arsitektur klasik dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ma’had
ini. Semua masukan itu memberi kekayaan ide arsitektur bernilai karsa
dan estetika tinggi dan universal dalam rancang bangun gedung-gedung di
Ma’had Al-Zaytun, terutama rancang bangun Masjid Rahmatan Lil ‘Alamin.
Maka jika mengamati seluruh konstruksi dan arsitektur bangunan di
ma’had ini, terutama rancang bangun dan arsitektur Masjid Rahmatan Lil
’Alamin, tak berlebihan bila perencana dan arsitek di MAZ ini dapat
disejajarkan dengan arsitek Abbasiyah yang membangun kompleks Masjid
Cordoba, Istana Al-Hamra dan Medinat az-Zahra di Spanyol. Atau Salman
al-Farisi yang merancang pembuatan khandaq (parit) yang mengelilingi
kota Madinah.
Sebagaimana karya arsitek Abbasiyah dan Salman al-Farisi yang
dicatat dalam sejarah zamannya masing-masing, begitu pula karya tim
perancang pembangunan MAZ ini kelak pantas dicatat sejarah zamannya
yang membangun bangunan-bangunan monumental yang kelak menjadi bukti
sejarah kebangkitan Islam dan kebangkitan bangsa ini.
Masjid Rahmatan Lil ’Alamin
Masjid adalah inti dan pusat kegiatan seluruh penghuni Ma’had
Al-Zaytun (MAZ). Di kampus ini santri dilatih dan dibiasakan hidup
beribadah, melaksanakan salat baik itu Isya, Subuh, Zuhur, Asar dan
Magrib secara berjamaah, sekaligus berdisiplin dalam tradisi
kepesantrenan, namun hidup dalam suasana dan manajemen modern.
Untuk
itu pertama kali dibangun Masjid Al-Hayat, sebagai masjid persiapan
I’dadi, di atas tanah seluas 5.000 m2 berlantai tiga berdaya tampung
kurang lebih 7.000 jamaah. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada 1
Januari 1999 dan pengerjaannya selesai dalam kurun waktu 3 bulan.
Kemudian, sehubungan pesatnya pertambahan jumlah santri dan penghuni
MAZ menyebabkan Masjid Al-Hayat sudah tidak mampu lagi menampung
jamaah, baik pada hari-hari biasa maupun Jumat.
Sehingga MAZ harus secepatnya membangun sebuah masjid besar yang
diberi nama Masjid Rahmatan Lil ’Alamin. Masjid ini berdiri di atas
tanah 6,5 hektar, berukuran seluas 99 x 99 m berlantai 6 (enam), yang
dapat menampung 150.000 jamaah. Sebuah masjid terbesar di dunia. Masjid
yang tengah dibangun ini memerlukan biaya kurang lebih 14 juta dollar
Amerika atau sekitar Rp 135 milyar. Setelah Masjid Rahmatan Lil ’Alamin
digunakan, bangunan Al-Hayat akan difungsikan menjadi perpustakaan
MAZ.
Peletakan batu asas masjid Rahmatan Lil ’Alamin dilakukan pada
tahun baru Hijriah 1 Muharam 1421 H oleh R Nuriana, Gubernur Jawa Barat
saat itu. Pembangunan masjid ini boleh dibilang merupakan satu tonggak
sejarah pembangunan sebuah simbol dan monumen kebesaran umat Islam di
negeri ini. Di samping memiliki areal yang luas dengan daya tampung
yang besar, Masjid Rahmatan Lil ’Alamin, juga mempunyai seni artistik
yang tinggi, ditambah dengan dom (kubah) yang besar yang dilapisi bahan
seperti emas yang maknanya agar Indonesia dapat tampil berkualitas
emas.
Suasana saat berlangsungnya pelaksanaan acara peletakan batu asas
tersebut begitu meriah. Selain Gubernur Jawa Barat turut hadir pula
seluruh Kepala Daerah Tingkat dua yang ada di Jawa Barat, juga
kelompok-kelompok pengajian yang datang dari berbagai penjuru Indonesia
dan para undangan dari dalam negeri serta dari negeri jiran Singapura
dan Malaysia, ditambah ribuan masyarakat yang ingin berpartisipasi
bersodaqoh untuk pembangunan masjid Rahmatan Lil ’Alamin.
Kemudian, peletakan batu pertama masjid Rahmatan Lil ’Alamin ini
dilangsungkan setelah masa 100 hari sejak dimulainya perletakan batu
asas. Bermakna bahwa selama 100 hari setiap tamu yang berkunjung ke MAZ
diperkenankan untuk ikut andil meletakan batu asasnya.
Sebagai
simbol keberadaan umat Islam, sudah barang tentu apabila pembangunan
sebuah masjid menggambarkan nilai-nilai keimanan dan ajaran-ajaran
Islam itu sendiri, sebagaimana diuraikan oleh Syaykh al-Ma’had Dr
Abdussalam Panji Gumilang dalam penjelasannya mengenai filosofi
pembangunan masjid Rahmatan Lil ’Alamin.
Luas bangunan 99 x 99 m merupakan filosofi dari sifat-sifat Allah
(Asmaul Husna) yang berjumlah 99. Bila diputar ke arah mana saja, angka
ini tidak akan pernah berubah, bermakna selalu punya nilai yang sama
yaitu 99. Sedangkan, filosofi enam lantai masjid adalah Arkanul Iman,
rukun iman yang berjumlah enam. Keenam lantai tersebut secara
keseluruhan mempunyai ketinggian 33 m yang mempunyai filosofi jumlah
tasbih, tahmid dan takbir setelah salat. Tinggi tiang masing-masing
lantai lima meter, ini mempunyai filosofi Arkanul Islam, rukun Islam
yang berjumlah lima.
Selain memiliki kubah yang besar masjid Rahmatan Lil ’Alamin juga
dilengkapi dengan kubah yang kecil sebanyak empat buah. Filosofinya
sebagai perwujudan bahwa Indonesia mengenal berbagai madzhab. Juga
mempunyai menara yang tingginya 68 m, dengan luas lantainya 24x 24 m,
ini filosofinya adalah Al-Khulafa al-Rasyidun.
Pada kesempatan peletakan asas itu juga bagi seluruh undangan baik
itu kelompok ataupun perorangan yang ingin bersodaqoh, diminta tampil
ke atas panggung dengan menyebutkan berapa banyak jumlah yang ingin
disodaqohkan baik itu berupa uang ataupun semen. Setelah itu, mereka
semua ikut berpartisipasi dalam perletakan batu asas. Dari sodaqoh para
undangan tersebut diperoleh dana yang besarnya puluhan milyar rupiah
bahkan hampir mendekati jumlah dana yang dianggarkan yaitu sebesar 14
juta dolar AS (Rp 135 milyar).
Dimulai dari Jakarta yang menamakan kelompok pengajian Falatehan
Jayakarta bersodaqoh 3.000 tiang, atau sebesar 30 milyar rupiah.
Kemudian kelompok pengajian Parahiyangan Bandung bersodaqoh 1.000
tiang, atau sebesar 10 milyar rupiah. Kelompok Ronggo Warsito Jawa
Tengah bersodaqoh sebesar 10 milyar rupiah. Kelompok pengajian Tombo
Ati Jawa Timur bersodaqoh sebesar 10 milyar rupiah. Kelompok Pengajian
Sunan Gunung Jati Cirebon bersodaqoh sebesar 2,5 milyar rupiah,
Malaysia RM 12.000 atau sebesar 3,5 milyar.
Kemudian, kelompok pengajian Lancang Kuning Riau bersodaqoh sebesar
30 juta rupiah. Kelompok pengajian asal Lampung 50 juta rupiah,
kelompok pengajian Bali 20 juta rupiah, dan kelompok pengajian Sumatera
Barat 20 juta rupiah. Kelompok pengajian Sumatera Selatan 50 juta
rupiah. Kelompok pengajian Kalimantan Timur 20 juta rupiah.
Kelompok pengajian Timor Lorosae 10 juta rupiah, dan kelompok
pengajian NTB 30 juta rupiah. Kelompok Pengajian Jambi 20 juta rupiah.
Wali santri asal Kalimantan Selatan 300 sak semen. Kelompok pengajian
Bengkulu 26 juta rupiah. Kelompok pengajian Kalimantan Barat 20 juta
rupiah. Eksponen yayasan 250 tiang atau sebesar 2,5 milyar. Keluarga
Bapak Salim 120 juta, dan masih banyak lagi yang kesemuanya ini
tentunya merupakan perwujudan kebesaran dan kesatuan umat Islam.
Arsitektur Dunia
Pelaksanaan pembangunan masjid ini dilakukan dengan telaten.
Untuk sistem pondasi, misalnya, dibuat dengan sistem pondasi kapal.
“Sebenarnya, nama resminya raft foundation atau pondasi rakit. Namun,
kalau rakit maknanya kecil maka kami sempurnakan menjadi pondasi
kapal,” jelas Ir Djamal M Abdat, Pimpinan Tanmiyah MAZ.
Sementara,
untuk menyempurnakan desain Masjid Rahmatan Lil ’Alamin, Syaykh
al-Ma’had, langsung memimpin tim beranggota M Natsir Abdul Qadir, M
Yusuf Rasyidi dan Ir Bambang T Abdul Syukur, pada akhir Oktober
melakukan perjalanan ke Spanyol untuk melihat secara langsung model
arsitektur di Al-Hambra, Cordoba yang terkenal itu. Kemudian ke Mesir,
untuk melihat model bangunan arsitektur masjid-masjid bersejarah yang
punya nilai arsitektur yang tinggi.
Dalam aplikasi gaya arsitektur, semuanya dipertimbangkan secara
matang. Gaya itu harus punya nilai estetika universal, tidak cenderung
kepada suatu etnik lokal atau antipati terhadap nilai-nilai estetika
tertentu. Syaykh al-Ma’had selalu berpesan, tidak ada dikotomi
arsitektur Islam, gothic atau tradisional.
Arsitektur Masjid Rahmatan Lil ’Alamin dibuat dengan memadukan model
arsitektur di seluruh dunia. Hal ini dilakukan karena Masjid Rahmatan
Lil ’Alamin akan menjadi sebuah masjid monumental karya umat Islam di
abad 21 ini akan menjadi rahmat bagi semua orang. Gaya arsitekturnya
merupakan perpaduan menyeluruh dari semua gaya arsitektur yang ada di
dunia ini.
Bahkan, rencananya masjid ini akan dilapisi oleh granit, mulai
seluruh lantai dan dindingnya. “Untuk keperluan ini tak kurang dari
70.000 meter persegi granit yang dibutuhkan”, jelas Syaykh al-Ma’had.
Dan sesuai dengan namanya Rahmatan Lil ’Alamin, masjid yang akan
menebar rahmat, menebar kasih hingga akan tercipta hubungan silaturahmi
yang tidak ada putus-putusnya.
Sepenggal Pengalaman Pekerja
Barangkali menarik dikisahkan sepenggal pengalaman para
pekerja kontruksi yang terlibat dalam pembangunan Masjid Rahmatan Lil
’Alamin ini. Terutama mereka yang bekerja di ketinggian ketika
merangkai kerangka lengkung struktur pembentuk kubah besar masjid ini.
Bekerja di ketinggian bukan pekerjaan yang bisa dilakukan sembarang
orang. Orang yang takut ketinggian jangan harap bisa melakukannya.
Selain itu, mereka harus memiliki ketahanan mental dan fisik, sebab
pada ketinggian 40 meter ke atas, angin berhembus lebih kencang
daripada di daratan. “Di ketinggian 15 meter saja angin sudah kencang,”
kata salah seorang karyawan MAZ sub unit erection.
Sekadar
pembanding, memanjat sebuah tower transmisi listrik saja sudah
memerlukan tenaga besar. Sampai di atas bukan tujuan akhir melainkan
hanya sebuah langkah awal. Di ketinggian itu mereka mesti melakukan
pekerjaan spesifik yang terkadang dilakukan sambil berdiri di atas
sebatang besi kerangka. Begitu pula dalam proses ereksi kerangka
bangunan yang di MAZ seluruhnya menggunakan baja WF. Terkadang seorang
petugas mesti bergelayutan di rangka-rangka baja yang sedang dikerek
tower crane.
Pemandangan menegangkan begitu terasa ketika para petugas sub unit
erection tengah merangkai kerangka-kerangka lengkung struktur pembentuk
kubah besar mesjid ini. Bayangkan mereka harus bergelayutan dan
memanjat baja WF lengkung sepanjang 24 m di atas ketinggian 80 m untuk
menyambung belalai-belalai WF pembentuk kubah besar itu. Atau ketika
harus mengencangkan baut-baut perangkai dan kemudian mengelasnya.
Menurut A Daud yang sejak awal menjadi komandan unit pabrikasi,
setiap pekerja di unitnya dituntut mampu mengelas, sebab semua
rangkaian konstruksi baja, selain diikat dengan baut mesti diperkuat
dengan sambungan las. Pada saat-saat seperti ini keseimbangan tubuh
menjadi vital. Salah, tak seimbang atau grogi, nyawa menjadi
taruhannya. Bagi orang yang takut ketinggian, jangankan untuk merangkai
struktur baja yang beratnya berton-ton, berdiri di sebatang WF saja
pasti sudah gemetar. Terlalu lama, keringat dingin bisa mengucur.
Tak salah jika para pekerja spesialis perangkai konstruksi baja
merupakan para pekerja yang betul-betul sudah teruji. Sebagai contoh,
di sub unit erection MAZ, seseorang yang diperkenankan bekerja di
ketinggian telah melalui proses seleksi alam. Pertama sekali jika mampu
bekerja merangkai baja hingga satu lantai, ditingkatkan hingga dua
lantai. Begitu seterusnya. Menurut salah seorang karyawan unit ini,
suatu ketika salah seorang rekan berkeringat dingin, padahal baru di
ketinggian dua lantai.
Komandan unit yang bijaksana akhirnya memutuskan rekan tersebut tak
lagi bertugas di ketinggian. Keputusan seperti itu menjadi bagian
terpenting dalam proses pekerjaan konstruksi. Bagaimanapun, keselamatan
kerja tak boleh terabaikan. Terkadang kelalaian kecil berakibat besar.
Satu baut kendur, terkadang harus dibayar dengan kecelakaan kerja.
Jelas, hal-hal seperti itu mesti diantisipasi dengan sebuah sistem.
Maka, sebelum memulai pekerjaan setiap komandan sub unit tak boleh alpa
mencek kesiapan personil dan peralatan kerja yang digunakan mengingat
wilayah kerja unit ini berisiko tinggi.
Setelah melihat keanggunan dan keagungan masjid ini, meski belum
rampung seluruhnya, hasil jerih payah para pekerja itu terasa menjadi
suatu kebanggaan dan kehormatan yang nilainya lebih besar dari jerih
payah dan segala risiko yang mereka hadapi itu.
Masjid ini adalah sebuah karya besar yang patut dicatat sebagai
simbol kebangkitan bangsa ini. Bahkan lebih dari itu, sebagai simbol
pengagungan dan ketaqwaan manusia kepada Allah.
Kini (Juni 2005), kendati belum rampung, masjid yang direncanakan
mampu menampung 150 ribu jamaah itu telah digunakan dalam berbagai
acara besar, seperti Idul Fitri, Idul Adha, peringatan 1 Muharram dan
acara-acara besar lainnya. Dalam acara-acara itu pulalah dilakukan
penggalangan dana untuk pembangunan Masjid Rahmatan Lil ’Alamin dari
jamaah yang hadir.
Master Plan dan Sistem Manajemen
Semua proses pembangunan prasarana dan sarana di Al-Zaytun
bermula dan berpedoman pada master plan yang telah ditetapkan bersama
di bawah pimpinan Syaykh al-Ma’had. Kebersamaan atau team work adalah
hal yang menonjol dan mutlak di ma’had ini. Team work yang taat pada
suatu sistem dengan segala pranatanya mulai dari yang tertinggi sampai
terendah.
Semua eksponen, termasuk karyawan pembangunan, sangat menyadari dan
memahami bahwa keberadaannya dalam suatu tim kerja adalah untuk ibadah
kepada Allah, dan sepatutnya berakhlakul karimah baik kepada pimpinan,
sahabat, bawahan maupun juga terhadap material dan peralatan
pembangunan serta terhadap waktu. Di bawah pimpinan Syaykh al-Ma’had,
yang bijak dan kebapakan, setiap eksponen memahami fungsi dirinya
masing-masing dalam tugas dan tanggung jawabnya terhadap amanah yang
diberikan kepadanya.
Sistem manajemen yang diterapkan di MAZ ini tidak sekadar sistem
manajemen modern yang sudah teruji ampuh di tempat lain, melainkan
lebih daripada itu, sistem manajemen yang dinaungi dan dibekali
kedalaman iman dan taqwa. Sistem nanajemen yang berpegang pada ibadah,
akhlak dan amanah. Manajemen Ilahiyah yang bermakna manajemen tauhid
atau manajemen terpadu dalam satu kesatuan sistem. Tahapan-tahapan
pembangunan proyek mulai dari perencanaan hingga pemeliharaan berada
dalam satu manajemen terpadu dan terkendali.
Dalam sistem manajemen demikian itu, Yayasan Pesantren Indonesia
(YPI) sebagai induk organisasi Ma’had Al-Zaytun, pertama kali membentuk
tim pelaksana pembangunan pada pertengahan Mei 1995. Tim inilah
sebagai penerima amanah yang bertugas dan bertanggung jawab mewujudkan
bangunan-bangunan yang direncanakan dalam master plan Ma’had Al-Zaytun
yang telah ditetapkan bersama di bawah pimpinan Syaykh al-Ma’had.
Kemudian dibentuk Tim Pelaksana Pembangunan yang disebut sebagai Tim
Tanmiyah. Tim Tanmiyah ini dipimpin oleh seorang ahli beranggotakan
delapan tim pembangunan, terdiri dari arsitek, teknik sipil, mekanik
dan kelistrikan serta dilengkapi beberapa penanggung jawab
kepersonaliaan. Sementara untuk pelaksana di lapangan ditunjuk beberapa
insinyur muda, mendukung tim inti yang juga turun ke lapangan sesuai
keperluannya.
Tim Tanmiyah ini bekerja secara terpadu dan terkendali selama 24
jam setiap hari, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga
pemeliharaan. Dengan sistem manajemen terpadu 24 jam, maka setiap
instruksi tertangani secara cepat dan tepat. Selama 24 jam para
karyawan mencurahkan tenaga mereka untuk menyempurnakan azam umat:
sesuai maklumat Ma’had Al-Zaytun membangun monumen umat Islam yang akan
dihadiahkan untuk umat Islam sedunia.
Pertama kali, Ir Djamal M Abdat, ditetapkan sebagai Rois ‘am Tim
Tanmiyah, Ir Djamal M Abdat sebagai pemimpin tim dan dianggotai oleh Ir
Asrur Rifa, Ir Bambang A.Syukur, Ir Abdurrahman, Ir A Hanif dan Ir
Armand AR dilengkapi personalia terdiri dari Abbas Ali Nasution selaku
koordinator bersama Usman Azhari dan Rahmat Ramadhan.
Tenaga-tenaga profesional yang tergabung dalam tim pembangunan ini
mengerjakan sendiri semua pekerjaan. Sejak awal antara konsultan dan
kontraktor dibuat menyatu. Tidak dikenal main contractor dan sub
contractor. Dengan sistem manajemen pembangunan seperti itu, banyak
mata rantai yang diputus, sehingga tidak perlu mengeluarkan uang yang
tidak seharusnya dibelanjakan. Semuanya dikerjakan sendiri. Keperluan
besi, misalnya, yang dibeli bahan baku, lalu dipabrikasi sendiri,
di-erection sendiri.
Sistem seperti ini terbukti mempunyai banyak keunggulan dan
keuntungan dibandingkan dengan sistem proyek pembangunan yang lazim di
luar MAZ. Selain untuk menghemat biaya juga menjaga mutu. Untuk setiap
bangunan, biayanya hanya sepertiga dari biaya bangunan jika itu
dikerjakan oleh kontraktor luar.
Juga unggul dari segi efisiensi waktu. Contohnya, ketika
merencanakan Masjid Al-Hayat hanya membutuhkan waktu satu pekan,
pelaksanaan pembangunannya pun hanya 100 hari. Bandingkan dengan
kebiasaan di tempat lain, untuk perencanaan bangunan saja paling tidak
membutuhkan waktu dua kali dari lama pelaksanaan pembangunan bangunan
itu sendiri.
Dengan penghematan itu, dana bisa dipergunakan untuk membeli
bahan-bahan material yang berkualitas. Dalam hal ini, tanmiyah sangat
selektif memilih bahan material. Sebagaimana dijelaskan oleh Djamal M
Abdat, Rois ‘am Tanmiyah, yang bertanggung jawab terhadap pembangunan
fisik secara keseluruhan, bahwa pihaknya tidak mau menggunakan bahan
yang tidak berkualitas.
Dalam hal pengadaan material pun selalu dibeli dalam partai besar,
sehingga biaya yang harus dikeluarkan menjadi lebih murah. Biasanya,
pembelian tidak hanya untuk kebutuhan satu proyek bangunan. Sebab
pembangunan di ma’had ini terus berlanjut sampai kebutuhannya tercakup.
Maka, tatkala membeli besi atau baja, atau material jenis lain, tidak
pernah khawatir akan terbuang, pasti dimanfaatkan.
Selain itu, yang juga membuat murah, semua bahan-bahan dibeli dalam
bentuk bahan baku. Bahan baku atau bahan mentah itu kemudian diolah
kembali oleh karyawan-karyawan ma’had yang memang sudah berpengalaman.
Besi dan baja dipabrikasi sendiri, lalu erection juga dilakukan
sendiri. Begitu pula untuk bahan-bahan perkayuan. Semua komponen
bangunan seperti daun pintu, kusen, furniture dan khususnya isi
bangunan (meja, kursi, papan tulis dan partisi) dikerjakan sendiri.
Dengan sistem manajemen seperti itu, setiap bangunan yang didirikan
di MAZ memenuhi persyaratan pokok berdaya tahan lama. Setiap bangunan
itu harus cukup kuat dan berkemampuan memikul beban dalam jangka waktu
lama. Kekuatan itu dirancang dengan penggunaan kekuatan elemen-elemen
(material) konstruksi berkualitas dan proses pengerjaan yang telaten dan
cerdas.
Dalam hal sumber daya manusia, pada waktu proyek dimulai, hanya
sembilan orang. Kemudian sesuai dengan kebutuhan pembangunan kini telah
mencapai lebih 2.500 orang. Terbagi dalam 28 unit karyawan,
masing-masing fungsinya berbeda. Jumlah ini tidak statis tapi dinamis
artinya bisa berubah sesuai kebutuhan. Bisa bertambah bisa berkurang.
Jika pekerjaan di suatu unit sudah selesai maka karyawannya akan
diperbantukan ke unit lain yang sedang mengejar target penyelesaian.
Seluruh karyawan tinggal di sekitar lokasi proyek. Setiap pagi
mereka menerima amanah dari insinyur pelaksana. Malam hari, melakukan
evaluasi tentang progres yang telah dicapai. Sehingga setiap saat,
semua pekerjaan menjadi terkontrol. Hampir tidak ada mandor yang harus
berada di lokasi proyek setiap saat. Artinya, walaupun pimpinan unit
sedang tidak ada di lokasi proyek, seluruh program harian tetap
berjalan semestinya. “Mandor mereka adalah Alquran, di tangan mereka
alat kerja, di kantong mereka ada Alquran, minimal kitab Juz’ Amma”,
kata Syaykh al-Ma’had. Mungkin saat ini, sistem ini satu-satunya di
Indonesia atau bahkan di dunia.
Setiap pekerja mendapat kesempatan untuk bekerja di semua unit.
Dengan demikian semua karyawan diharapkan punya keahlian yang
bermacam-macam. Suatu saat mereka mengaduk semen, pada saat lain mereka
juga harus bisa mengemudikan dozer atau membuat furniture. Besok bisa
jadi tukang batu, lusa bisa di kantor memegang komputer. Jadi, harus
di-rolling supaya hidup, tidak membosankan. Di sini setiap unit sama,
tidak ada yang lebih tinggi atau rendah antara petugas yang mengecor,
menyapu atau yang duduk di depan komputer. Semua nilainya sama, yang
membedakan adalah ketaqwaan.
Pengadaan dan Pemanfaatan Material
Kualitas bangunan juga dimulai dari perencanaan material.
Kekuatan bangunan bergantung kepada kekuatan elemen-elemen (material)
konstruksi bangunannya. Untuk bangunan yang diprogram akan bertahan
berabad-abad, bahan-bahan dasarnya harus berkualitas. Dan untuk lebih
menjamin kualitas bahan-bahan material itu, sejak awal dilakukan
kontrol mutu, mulai dari pengadaannya sampai pemanfaatannya.
Material konstruksi yang digunakan meliputi material baja profil,
baja tulangan dan material beton yakni campuran material semen, pasir,
kerikil dan air. Material arsitektur meliputi material untuk lantai dan
tangga seperti keramik, untuk dinding berupa batu, cat, kayu, kusen,
kayu pintu, jendela dan kaca. Adapula material untuk plafond seperti
tripleks, gypsum serta material atap berupa genteng dan alumunium.
Material plumbing meliputi instalasi pipa-pipa air bersih dan air
kotor, pipa hidrant, kran wastafel, kloset, dan lainnya. Dan untuk
material elektrikal meliputi instalasi kabel-kabel, pipa-pipa listrik,
dan lampu-lampu.
Untuk baja konstruksi, digunakan baja tulangan dan baja profil yang
masih harus didatangkan dari Korea, Jepang, Polandia dan Rusia.
Soalnya, ketika pernah dicoba menggunakan baja WF lokal hasilnya sangat
tidak memuaskan, belum apa-apa sudah melengkung. Baja tulangan yang
digunakan berdiameter mulai 6 mm hingga 32 mm. Sedangkan untuk baja
profil menggunakan bentuk-bentuk seperti wide flange (sayap lebar)
berdimensi tinggi 200 mm hingga 450 mm, Canal Cnp berdimensi tinggi
mulai 75 mm hingga 150 mm, siku berukuran 30 mm hingga 100 mm dan juga
plat baja berukuran tebal mulai 2 mm hingga 15 mm.
Sedangkan untuk kekuatan lantai bangunan digunakan pelat lantai
beton bertulang dengan kualitas betonnya 300 kg per cm persegi. Pelat
lantai tersebut dipikul oleh balok lantai dengan menggunakan baja
profil sayap lebar (wide flange) dengan kekuatan tegangannya bernilai
4.100 kg per cm persegi.
Suatu hal yang patut dicatat bahwa semua pengadaan material adalah
bahan baku. Kemudian diolah sendiri menjadi bahan material jadi.
Keperluan besi, misalnya, yang dibeli bahan baku, lalu dipabrikasi
sendiri dan di-erection sendiri. Dalam pabrikasi baja baik pemotongan,
pengelasan maupun pelubangan (pons) dan rolling plat baja seluruhnya
menggunakan teknologi Ma’had sendiri. Teknologi pembesian memanfaatkan
peralatan yang disebut bar cutter dan bar bending machine untuk
memotong dan membengkokkan besi tulangan sesuai kebutuhan.
Semua itu dikerjakan sendiri oleh unit kerja pabrikasi yang
bertanggung jawab mengenai konstruksi baja dan pembesian, dari mulai
bahan baku sampai menadi bahan yang siap dipasang menjadi konstruksi
bangunan di Ma’had Al-Zaytun. Untuk bisa memenuhi target yang
diprogramkan oleh yayasan tepat waktu, sistem kerja yang diterapkan
bagian pabrikasi berbeda dengan unit-unit yang lain yakni memberlakukan
dua shift, bekerja 24 jam siang dan malam.
Di samping memberlakukan sistem kerja 24 jam, tenaga kerja unit
pabrikasi pun mempunyai latar belakang pendidikan yang sesuai dengan
bidang pekerjaannya serta berpengalaman dalam pembesian sebelumnya.
Begitu pula dalam pemasangan konstruksi baja menggunakan alat power
winch. Dalam pengeboran air menggunakan mesin bor sumur (drilling
machine) pada submersible pump (pompa sumur dalam). Dalam pelaksanaan
pondasi pun diterapkan teknologi modern yang dioperasikan tenaga
sendiri.
Dimulai dengan penggalian tanah menggunakan excavator. Setelah itu
tanah diangkut dengan dump truck ke suatu tempat. Selanjutnya tanah
diratakan dengan dozer sebelum dilakukan pemadatan oleh vibrator hingga
diperoleh daya dukung yang kuat. Pada saat pembetonan, tim
memanfaatkan truck mixer untuk menuangkan beton siap pakai. Truk ini
mengambil beton siap pakai tersebut dari batching plant (pembuatan
beton masak) pembuat ready mix concrete yang juga dikerjakan sendiri di
kompleks Ma’had.
Oleh Ch Robin Simanullang (Berita Indonesia 01)
http://cumulonimbuss.wordpress.com