Kamis, 18 Agustus 2011
Politik Kepartaian Merusak Moral
Kalau melihat kenyataan yang ada, sejak jaman Orde Baru sampai sekarang ini, politik kepeartaian cenderung merusak moral para pelaku politik dan bahkan moral bangsa, hal ini disebabkan karena politik kepartaian berbiaya mahal, gaya hidup para pelaku politiknya yang borjuis sehingga dengan berbagai daya dan upaya berusaha untuk senantiasa eksis demi mempertahankan kekuasaan, dengan demikian Korupsipun dilakukan. Pada mas Orde Baru secara mencolok Golkar berkuasa, dan di jaman reformasi ini setiap partai yang mendapat giliran berkuasa, juga melakukan hal yang sama, para politisinya menghidupkan partai dengan cara menjadi Komisioner dan bahkan pengelola proyek-proyek negara.
Pada tahun 1960, Bung Hatta pernah memberikan sebuah gambaran tentang Demokrasi dan politik kepartaian. Sebagai sosok Negarawan yang memiliki Integritas dan rasa Nasionalisme yang tinggi, beliau sangat khawatir dengan politik kepartaian. Karena politik kepartaian itu hanya akan melunturkan karakter, orang masuk partai bukan karena ideologi tapi karena ingin mendapatkan jaminan. Dan pada kenyataannya sekarang ini memanglah demikian, sesorang bisa pindah dari partai satu ke partai lainnya hanya karena ingin lebih terjamin. Lihatlah apa yang dikatakan salah satu Proklamator RI dibawah ini:
“Aturan memperkuat budi pekerti, karakter pegawai, tapi dgn politik kepartaian itu orang menghidupkan yg sebaliknya, mengasuh orang luntur karakter. Akhirnya orang yg masuk partai bkn krn keyakinan melainkan krn ingin memperoleh jaminan. Suasana politik semacam itu memberi kesempatan kpd berbagai jenis PETUALANG politik dan ekonomi serta manusia profetir maju ke muka.” [BUNG HATTA, 1960]
Bayangkan tahun 1960 beliau sudah memberikan prediksi semacam itu, lebih dari 50 tahun yang lalu kondisi sekarang ini sudah tergambarkan demikian. Politik kepentingan dan kepentingan politik, dianggap Bung Hatta sebagai penyebabnya demoralisasi. Dan besarnya muatan kepentingan politik yang menyebabkan anarki dalam politik, menghalalkan segala cara demi pemuasan syahwat politik yang akhirnya melakukan tindak korupsi untuk kepentingan partai. Lihatlah apa yang dikatakan Bung Hatta tentang semua itu :
“Segala pergerakan dan semboyan nasional diperalatkan mereka, partai2 politik yg ditungganginya, untuk mencapai kepentingan mereka sendiri. Maka timbullah anarki dlm politik dan ekonomi. Kelanjutannya, korupsi dan demoralisasi merajalela.” [BUNG HATTA, dlm Demokrasi Kita, 1960]
Tentang demokrasi Bung Hatta juga punya pandangan yang sangat memprihatinkan. Pada tahun-tahun itu di gambarkan beliau demokrasi sudah kebablasan, demokrasi tak kenal batas, sehingga demokrasi dimatanya dalam keadaan krisis. Gambaran dimasa lalu itu rasanya sangatlah sama dengan gambaran demokrasi saat ini. Demokrasi yang dikatakan berjalan sangat demokratis, sedang berjalan meniti perjalanan panjang menuju pada kekuasaan diktator. Kalau sistem politik tidak segera berubah, kondisi ini akan kembali ke zaman Orde Baru. Lihatlah penegakan hukum, hukum sudah menjadi kekuasaan itu sendiri, hukum hanya diterapkan bagi rakyat kecil tidak bagi penguasa dan kroni-kroninya. Apa yang dikatakan Bung Hatta di tahun 1960 tentang demokrasi dan kekuasaan, padahal saat itu beliau ada didalam sistem.
“Apa yang terjadi sekarang adalah krisis daripada demokrasi. Atau demokrasi dalam krisis. Demokrasi yang tidak kenal batas kemerdekaannya, lupa syarat2 hidupnya dan melulu menjadi anarki, lambat laun akan digantikan oleh diktatur. Ini adalah hukum besi dari pada sejarah dunia!!” [BUNG HATTA, dlm Demokrasi Kita, 1960]
Adakah yang dikatakan Bung Hatta tersebut sangat sama dengan kondisi kita saat ini ? Apakah memang demokrasi dan sistem politik kita dari tahun 1960 sampai sekarang ini tidak berkembang lebih baik ? Semua hanya bisa kita rasakan.
Ajinatha
Sumber: www.kompasiana.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar