Wisata Budaya Tana Toraja adalah Obyek Wisata Sulawesi Selatan yang paling populer
Tana Toraja merupakan objek wisata yang terkenal dengan kekayaan budayanya. Kabupaten yang terletak sekitar 350 km sebelah utara Makassar itu sangat terkenal dengan bentuk bangunan rumah adat serta Upacara Pemakamannya
Ke Tana Toraja dapat menggunakan penerbangan domestik Makassar-Tana Toraja. selama 45 menit dari Bandara Hasanuddin Makassar. Dapat pula ditempuh dengan kendaraan darat, membutuhkan waktu tujuh jam.
Perjalanan dari makassar lewat darat ,sebelum memasuki Kabupaten Enrekang, terdapat keistimewaan dan keindahan khas Gunung Buttu Kabobong , yang bentuknya mirip mahkota kesucian sang Dewi (Kata kiasan).
Makale Rantepao
Makale Rante Pao, ibu kota Kabupaten Tana Toraja, dihiasi sebuah kolam dengan diameter puluhan meter dan lampu-lampu hias serta air mancurnya yang menawan, seolah menyambut kedatangan setiap orang yang tiba di Makale. dan terkesan mewah
Pagi hari , Matahari bersinar cerah namun diselimuti lapisan kabut , indah dan menakjubkan dikawasan perbukitan di Toraja yang perlahan pupus seiring Kicauan burung dan segarnya udara pagi
Rumah Adat Tongkonan
Rumah adat ini bernama Tongkonan. Atapnya terbuat dari daun nipa atau daun kelapa dan dapat bertahan sampai puluhan tahun. Tongkonan juga memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan masyarakat (strata emas, perunggu, besi, dan kuningan).
Suasan mistis kesan yang seketika mencuat saat melongok ke dalam tongkonan tua yang gelap . Jenazah yang disemayamkan di dalam tongkonan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, diatas balai-balai setinggi pinggang di sudut ruang dalam tongkonan.
Di ruang situ jenazah disimpan menunggu acara pemakaman.
Desa Adat Pallawa
Desa adat Pallawa , merupakan desa khas yang masih memiliki 11 bangunan rumah khas Toraja dan 15 lumbung padi khas toraja.
Rumah-rumah beratap susunan bambu tersebut sudah ratusan tahun usianya dan hingga kini masih dipertahankan Susunan tanduk kerbau di bagian depan rumah, menjadi aksesoris yang segera saja menarik mata, begitu juga dengan sebaris taring babi yang digantung di dekat langit-langit di pelataran rumah.
Susunan tanduk kerbau menunjukkan strata sosial pemilik rumah, semakin banyak tanduk berarti semakin kaya karena dia sering mengadakan upacara adat. Sementara taring babi menunjukkan kalau rumah tersebut sudah diupacarakan dalam adat syukuran.
Dapat juga dijumpai peninggalan kebudayaan megalitikum di Boriparinding .Kharisma dan kekokohannya tampak bersinar di antara puluhan batu-batu berukuran raksasa tersebut.
Kawasan pemakaman kuno Londa
Londa adalah sebuah kompleks kuburan kuno yang terletak di dalam gua. Di bagian luar gua terlihat boneka-boneka kayu khas Toraja. Patung tersebut merupakan replika atau miniatur dari jasad yang meninggal dan dikuburkan di tempat tersebut.
Miniatur tersebut hanya diperuntukkan bagi bangsawan yang memiliki strata sosial tinggi, warga biasa tidak mendapat kehormatan untuk dibuatkan patungnya.
Di sini jasad diletakkan di liang-liang dalam sebuah dinding tebing cadas.
Dulu orang menatah tebing ini selama bertahun-tahun,sehingga jasad orang yang meninggal bisa ditanam di dalamnya. Semakin tinggi letak petinya, berarti strata sosialnya juga makin tinggi.
Kuburan tertua Desa Kete’ Ke’su.
Sebelum orang mengenal kebudayaan yang lebih maju, orang Toraja menaruh peti-peti mayat di tebing-tebing tanpa menanamnya.
Terlihat tulang belulang berserakan di sekitar tebing dan peti-peti kayu yang sudah rapuh dan berlubang dan tampak tulang-belulang didalam peti.
Peti-peti ini usianya sudah ribuan tahun.
Kuburan ini lebih tua umurnya jika dibandingkan dengan kuburan di Londa dan Lemo.
Lihat juga Desa Kete Kesu Tana Toraja.
Pekuburan Bayi Kambira
Sebuah kompleks kuburan khusus untuk bayi (baby graves). . Tampak kotak-kotak persegi hitam menyembul di batang utama pohon.“Kotak-kotak itu sebenarnya sudah dilubangi dan diisi mayat bayi.
Kuburan Bayi di atas pohon tarra di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 km dari Rantepao,
Jenazah bayi yang belum tumbuh gigi dikuburkan di atas pohon tarra (Tidak dilaksanakan lagi sejak puluhan tahun terakhir) , pohon tempat “menyimpan” mayat bayi itu masih tetap tegak dan banyak dikunjungi wisatawan.
Pohon Tarra – yang buahnya mirip buah sukun – dengan lingkaran batang pohon sekitar 1-3,5 meter, tersimpan puluhan jenazah bayi.
Jenazah dimasukkan ke batang pohon, yang terlebih dahulu batang pohon itu dilubangi , lalu ditutupi dengan serat ijuk .masyarakat Tana Toraja tetap menganggap tempat tersebut suci seperti anak yang baru lahir.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini, sesuai dengan strata sosial masyarakat. Makin tinggi derajat sosial keluarga itu maka makin tinggi letak bayi yang dikuburkan di batang pohon tarra.
Bayi yang meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. .Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan menyatu dengan pohon dan merupakan daya tarik untuk wisatawan.
Upacara Adat
Ritual upacara adat seperti “Rambu Solo” (upacara kematian) dan “Rambu Tuka” (upacara syukuran) merupakan momen yang khas dan sangat menarik. Selain itu, dikenal juga upacara Ma’nene’
Seni dan Budaya Kabupaten Tana Toraja ini ,kegiatan upacara adat selalu ada di setiap kecamatan, namun waktu tepatnya memang tidak menentu. Karena upacara tersebut melibatkan seluruh keluarga, biasanya diselenggarakan di hari libur, agar seluruh keluarga bisa berkumpul.
Rambu Solo’, yaitu upacara adat memakamkan leluhur dengan acara Sapu Randanan, dan Tombi Saratu’. dan upacara Rambu Tuka’.
Upacara Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’ diiringi dengan seni tari dan musik khas Toraja selama berhari-hari.
Rambu Tuka’ adalah upacara memasuki rumah adat baru yang disebut Tongkonan atau rumah yang selesai direnovasi satu kali dalam 50 atau 60 tahun. Upacara ini dikenal juga dengan nama Ma’Bua’, Meroek, atau Mangrara Banua Sura’.
Upacara Rambu Solo’ sepintas seperti pesta besar. Padahal, merupakan prosesi pemakaman. Dalam adat Tana Toraja, keluarga yang ditinggal wajib menggelar pesta sebagai tanda penghormatan terakhir kepada yang telah meninggal. Orang yang meninggal dianggap sebagai orang sakit sehingga harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, dan minuman, serta rokok atau sirih.
Tidak hanya ritual adat yang dijumpai dalam upacara Rambu Solo’. Berbagai kegiatan budaya menarik pun ikut dipertontonkan, antara lain Mapasilaga Tedong (adu kerbau) dan Sisemba (adu kaki).
Upacara pemakaman pada satu keluarga dilaksanakan tergantung waktu dan kesempatan , jadi kemungkinan ada 2-3 keluarga yang telah meninggal baru dilaksanakan.
Namun, persiapannya sudah dilakukan sejak awal , di antaranya pembangunan makam yang menelan dana ratusan juta, termasuk bangunan lantang (rumah sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang diberi nomor.
Selama upacara berlangsung, sanak keluarga menginap di lantang. Upacara pemakaman ini termasuk kategori tertinggi (Dipapitung Bongi), yakni selama tujuh malam dan setiap hari dilakukan pemotongan hewan. Jumlah kerbau dan babi yang terkumpul mencapai 150 ekor. Namun, tidak semua dipotong karena sebagian dibagikan ke desa-desa yang membantu terselenggaranya pesta tersebut.
Adu Kerbau
Adu kerbau (Mapasilaga Tedong). Sebelum diadu, dilakukan parade kerbau. Ada kerbau bule atau albino, ada pula yang memiliki bercak-bercak hitam di punggung yang disebut salepo dan hitam di punggung (lontong boke). Jenis yang terakhir ini harganya paling mahal, bisa di atas Rp 100 juta. Juga terdapat kerbau jantan yang sudah dikebiri—konon cita rasa dagingnya lebih gurih.
Puluhan kerbau ini dibariskan di lokasi upacara. Selanjutnya, diarak dan didahului dengan tim pengusung gong, pembawa umbul-umbul, dan sejumlah wanita dari keluarga yang berduka ke lapangan yang berlokasi di rante (pemakaman). Di sini kerbau-kerbau ini dibariskan lagi sebelum diarak ke lokasi upacara.
Saat barisan kerbau meninggalkan lokasi, upacara diiringi dengan musik tradisional yang iramanya timbul dari sejumlah wanita menumbuk padi pada sebuah lesung besar dan panjang secara bergantian.
Sebelum adu kerbau dimulai, panitia menyerahkan daging babi yang sudah dibakar, rokok, dan air nira yang sudah difermentasi—disebut tuak, kepada pemandu kerbau dan para tamu.
Setelah semua prosesi dilalui, dilanjutkan dengan adu kerbau di sawah. Adu kerbau diawali dengan kerbau bule.
Partai adu kerbau diselingi dengan prosesi pemotongan kerbau ala Toraja, Ma’tinggoro tedong, yaitu menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas. Semakin sore, pesta adu kerbau semakin ramai karena yang diadu adalah kerbau jantan yang sudah memiliki pengalaman berkelahi puluhan kali.
Rambu Solo’ mencerminkan kehidupan masyarakat Tana Toraja yang suka gotong-royong, tolong-menolong, kekeluargaan, memiliki strata sosial, dan menghormati orang tua. Kerbau bule (Tedong Bonga), termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) yang merupakan spesies yang hanya terdapat di Toraja.
Makam Sarungalo
Di ujung jalan setapak nan teduh menuju kubur batu, terdapat makam Sarungalo. adalah seorang bangsawan yang disegani di Tator. Keluarga besar Sarungalo tinggal di Ke’te’ Kesu’, dan menghibahkannya untuk dijadikan desa wisata.
Sarungalo yang meninggal belasan tahun lalu, dikubur bersama istrinya dalam satu makam modern yang disebut patane. Makam itu tidak sama dengan kubur batu masyarakat Toraja pada umumnya, karena berbentuk rumah. Di atas pintu masuk, pengunjung dengan jelas dapat melihat patung Sarungalo berdiri dengan memakai jas warna kuning dan berpeci.
Ukiran Kayu Tana Toraja
Para perajin yang membuat lukisan ukir kayu. kerajinan khas setempat, yang menggunakan pewarna dari alam.
Ada empat warna khas Toraja yang selalu menghiasi baik lukisan ukir kayu maupun kerajinan lainnya. Warna-warna itu adalah hitam sebagai lambang kematian yang menggunakan abu, merah sebagai lambang darah yang menggunakan bahan tanah, lantas kuning yang bermakna kesenangan dengan bahan dari tanah, serta warna putih sebagai simbol kesucian dengan bahan pewarna dari batu kapur.
Kain Khas Tana Toraja
Suvenir khasnya, Kain khas Tana Toraja (Parambak) yang kaya warna dan motif bisa didapatkan di desa Sadang Tobarana. Aktivitas menenun dan memintal benang yang dilakukan oleh para wanita di desa tersebut.
Suguhan nasi merah, ikan bakar yang dibumbui sambal dabu dabu yang pedas segar, bakso babi serta minuman khas sejenis tuak manis dan minuman balok selalu tersedia di warung makan khas toraja.
Selain itu, Tana Toraja sudah direkomendasikan untuk dijadikan kawasan warisan budaya dunia ke Unesco PBB.
Menurut para ahli, setiap jengkal di kabupaten Toraja adalah kawasan warisan budaya dunia sehingga harus dilestarikan.
Sumber: indotimnet.wordpress.com
kami di solo jawa tengah membutuhkan tanduk kerbau bule untuk bahan kerajinan, barangkali ada yang bisa usahakan dari ruymah jagal (bukan dari upacara adat), hub. 081548614414
BalasHapus