Selayaknya semua kaum muslimin Indonesia, terlepas aliran dan tingkat kedalaman Islamnya, ikut memberi Selamat atas berlangsungnya MUKTAMAR MUHAMMADIYAH di Jogjakarta, 3-8 Juli 2010. Muktamar ini sering disebut istimewa karena terkait usia Muhammadiyah yang mencapai 100 tahun atau satu abad.
Banyak hal telah dialami oleh Muhammadiyah dalam kegiatannya sejak berdiri sampai sekarang ini, sehingga juga tidak mengherankan terdapat banyak komentar orang tentang Muhammadiyah, khususnya menjelang Muktamar istimewa tersebut.
Di antara berbagai komentar itu tampak ada 2 hal yang menonjol, yakni analisis:
1). Muhammadiayh sebagai gerakan TAJDID (pembaharuan pemikiran Islam); dan
2). Muhammadiyah sebagai organisasi yang MANDIRI.
Saya mengutamakan membahas yang pertama karena relatif kurang disentuh makna operasionalnya, di samping aspek kemandirian juga akan tergantung dengan pilihan bentuk tajdidnya. Jika tajdidnya tidak tepat maka Muhammadiyah jelas tidak akan mudah bisa mandiri, akan selalu bergantung. Bergantung pada apa-siapa? Bisa saja bergantung pada ’uluran tangan’ Pemerintah, bergantung pada kemauan Negara Adidaya, bergantung pada arahan orang lain. Bagaimana mungkin ’tajdid’ bisa begitu pentingnya?
Pada masa-masa awal berdirinya, jelas sekali bahwa pemikiran Islam yang dikategorikan sebagai tajdidnya Muhammadiyah adalah membebaskan umat dari Khurafat dan Bid’ah dhalalah, bentuk-bentuk ritual yang tidak diajarkan oleh Nabi, mengakibatkan umat cenderung ke perbuatan syirik, klenik sehingga kehilangan akal sehatnya dalam menghadapi kehidupan dunia yang semakin rasional-ilmiah. Dengan memaknai sikap rasional-ilmiah sebagai ajaran Islam strategis yang harus segera disosialisasikan di tengah kejumudan umat maka jelas Muhammadiyah amat berprestasi terkait proses membawa umat ke arah kehidupan yang maju, membawa manusia giat mencari sunnatullah tentang rahasia alam semesta, dan membuat umat jadi cerdas dan hidup sesuai perkembangan keilmuan-teknologi yang memang diperintahkan oleh ajaran Islam, meninggalkan hidup spekulatif, khayali, dan berlebih-lebihan memberi tafsir terhadap masalah ‘ghoib’.
Alhamdulillah dengan tajdid dalam bentuk PEMBEBASAN UMAT DARI KHURAFAT DAN BID’AH DHALALAH itu Muhammadiyah sudah berhasil mencapai sebuah prestasi Islami luar biasa.
InsyaAllah para pemikir Islam di masa awal itu akan selalu mendapat pahala Allah SWT oleh amal jariah tajdid mereka walau mereka SUDAH WAFAT sekalipun. Apakah mereka yang aktif di Muhammdiayah sekarang masih dianggap membawa pemikiran baru Islam jika corak kegiatannya hanya meneruskan tajdid yang dibuat 100 tahun lalu? Jelas TIDAK. Membebaskan umat dari sikap khurafat dan bid’ah dhalalah disertai upaya keras membawa umat ke arah kemajuan ilmu-teknologi sebagai bentuk pengamalan perintah Allah agar mencari kebenaran lewat temuan sunnatullah (lihat a.l. Surat al Ghosiyah) tentu sudah menjadi sesuatu yang BIASA, TIDAK BARU LAGI.
Terbentuknya ide untuk membuat Pembaharuan Pemikiran Islam pada masa awal berdirinya Muhammdiyah dipicu dan diinspirasi oleh kondisi umat Islam Indonesia masa itu di mana mereka terbawa oleh arus budaya lain sehingga mereka lupa kewajiban Islamnya secara proporsional, berlebih-lebihan memaknai keghoiban, kelewat batas dalam percaya diri pada guru spiritual, dan mengabaikan sikap rasional-ilmiah memaknai kehidupan nyata.
Datanglah dalam era kegelapan itu pencerahan oleh Muhammadiyah melalui pemikiran Islam brilian, bangkit mendirikan sekolah-sekolah Islam, mendirikan berbagai badan sosial, klinik kesehatan, disertai dakwah intensif ”STOP KHURAFAT DAN BID’AH DHALALAH, tinggalkan semua praktek ritual yang bid’ah dan amalan yang berbau klenik dan khurafat”. Luar-biasa sekali bermaknanya tajdid tersebut bagi umat Islam di pra dan awal kemerdekaan RI!!
Kini, setelah 100 tahun berlalu, apa yang dilihat oleh Pemimpin dan warga Muhammadiyah tentang kondisi dan permasalahan umat Islam Indonesia sekarang?? Apa karena masih melihat adanya khurafat dan bid’ah dhalalah di sebagian kalangan umat sehingga tetap terpaku berfokus pada koreksi untuk itu? Tentu boleh saja berfaham demikian namun jelas cara berfikir seperti itu bukan suatu pemikiran baru tentang Islam dan pengembangan Islam, bukan tajdid lagi. Sebaliknya, apabila tidak lagi melihat masalah khurafat dan bid’ah dhalalah sebagai problema utama umat masa kini, lalu apa kesimpulan bacaan Muhammadiyah terhadap PERMASALAHAN umat Islam sekarang yang membuat nasib umat Islam Indonesia tetap tertinggal bahkan semakin terpuruk kualitas hidupnya walau sains-teknologi sudah berkembang sedemikian rupa?
Nah, di sinilah sesungguhnya tantangan bagi PEMIMPIN MUHAMMADIYAH. Bisakah dibaca dengan benar ’kausa prima’ masa kini keterpurukan kehidupan umat Islam, yang merupakan mayoritas bangsa Indonesia?
Kalau dicermati dengan pikiran jernih, memakai pemahaman sain-teknologi yang dimiliki, mengkaitkannya dengan ajaran Islam yang ada di al Qur’an dan sunnah Nabi, tanpa dicemari ambisi popularitas dan kekuasaan pribadi, tentu amat mudah untuk segera diketahui apa hakekat permasalahan mendasar umat Islam masa kini yang membuat mereka hidup terbelakang. UMAT ISLAM INDONESIA SEKARANG TERBELAKANG KARENA TERJAJAH DI BIDANG SOSIAL-BUDAYA-POLITIK-EKONOMI OLEH KEKUATAN NON-ISLAM, WALAU DALAM HAL KEWILAYAHAN TERITORIAL SECARA FORMAL TIDAK LAGI DIDUDUKI BANGSA ASING.
Penjajahan bidang sosial-budaya-politik-ekonomi itu terjadi melalui Proses Pengelolaan Bangsa-negara yang SALAH, yakni cara pengelolaan yang bertentangan dengan TUNTUNAN ALLAH SWT tentang berbangsa-bernegara. Cara salah itu adalah cara Sekuler-Kapitalistik, cara yang digunakan oleh negeri lain yang menganut ajaran Liberal-Sekuler yang nilai-nilainya bertolak belakang dengan Ajaran Islam dan tidak sesuai dengan struktur sosial bangsa Indonesia. Cara pengelolaan bangsa-negara seperti itulah yang membuat umat yang merupakan mayoritas bangsa Indonesia menjadi ajang eksploitasi orang lain dan semakin tertinggal-terpuruk dalam berbagai bidang kehidupan. ‘Penjajahan’ mengakibatkan penjarahan sehingga umat menjadi menderita dalam aspek sosial-budaya-politik-ekonominya.
Dengan mempertimbangkan realita di atas maka Pembaharuan Pemikiran Islam (TAJDID) masa kini seharusnya berbunyi:: ”MEMBERANTAS AJARAN LIBERALISME-SEKULARISME DALAM ISLAM DAN MENYERU KEMBALI KE ISLAM KAFFAH (TERMASUK POLITIK ISLAM DENGAN IDEOLOGI ISLAMNYA), SERTA BERAMAL SHOLEH UNTUK MELEPASKAN DIRI DARI PENJAJAHAN SOSIAL-BUDAYA-POLITIK-EKONOMI OLEH IDEOLOGI SEKULER-KAPITALISTIK”.
Kalau di awal berdirinya tajdid Muhammadiyah memberantas Khurafat dan Bid’ah Dhalalah maka seratus tahun kemudian tajdidnya seharusnya fokus pada pembrantasan Islam Liberal-Sekuler yang sedang berupaya mempengaruhi aqidah umat. Tajdid seperti itulah yang seharusnya menjadi inspirasi, dilakukan, dan disosialisasikan melalui dakwah dan perbuatan nyata Muhammadiyah. Kalau ini yang menjadi tajdid Muhammadiyah era 2010 maka insyaAllah dalam waktu yang tidak terlalu lama umat Islam Indonesia akan terbebaskan dari pemikiran Islam Liberal-Sekuler (berslogan Ritual Islam YES, Politik Islam NO) yang amat merusak aqidah Islam itu, dan Negeri ini akan dikelola sesuai syariat sosial-kenegaraan Islam oleh Pemimpin Islam yang taat syariat.
Tajdid seperti inilah yang akan membuat Umat dan Bangsa Indonesia maju dan jaya, tidak dijajah secara sosial-budaya-politik-ekonominya oleh faham sesat.
Dalam naungan tajdid seperti ini maka Muhammadiyah tidak akan lagi NETRAL dalam menghadapi politik nasional, tegas memihak Politik Islam, dan teguh tidak akan membiarkan warganya mendukung-membesarkan Partai dan Figur Sekuler di negerinya. Umat harus dicerahkan agar berislam secara benar, tidak bersikap netral dalam politik nasional, dan proaktif mencegah warganya agar tidak berbuat salah dalam beramal sosial (termasuk saat memilih pemimpin, legislatif maupun eksekutif, dalam pemilu nasional maupun lokal).
Tadjid seperti yang digambarkan di atas jelas berbeda diametrikal dengan corak pemikiran Islam menyesatkan yang sedang dikembangkan orang lain. Muhammadiyah perlu waspada karena pemikiran Islam keliru tersebut juga sedang didorong-dorong agar digunakan oleh Muhammadiyah sebagai bentuk tajdidnya.
Mari kita umat Islam bergerak tegas dan lugas membawa-mengetrapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan itu baru akan tercipta Rahmatan lil ‘Aalamiin, kedamaian-kesejahteraan-keharmonisan bagi seluruh umat manusia dan lingkungannya.
fuadamsyari.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar