Forum Ulama Ummat Indonesia menemukan sebanyak 90 titik praktik pemurtadan di Bandung. Kebanyakan praktik tersebut ditemukan dalam bentuk pendirian rumah peribadatan atau gereja yang terkesan dipaksakan, alasannya untuk mendapatkan izin dari warga, digunakan cara-cara penipuan.
"Mereka menggunakan banyak cara dalam melakukan pemurtadan," kata Ketua FUUI, KH Athian Ali, dalam acara Diklat Antisipasi Pemurtadan Tahap I, Gelombang V, di Kantor FUUI Bandung, Ahad (28/11).
Penipuan yang dimaksud dalam bentuk tanda tangan yang dimintakan kepada warga melalui kegiatan tertentu. Dia mencontohkan, adanya misionaris mengadakan acara dan mengundang warga. Saat itu disediakan tandatangan kehadiran warga. "Ternyata tandatangan itu diatur menjadi izin pembangunan tempat peribadatan," jelasnya.
Praktik pemurtadan di Kabupaten Bandung di antaranya di Kecamatan Arjasari, Cimenyan, dan Kecamatan Soreang. Bahkan, Athian mengaku, apa yang ditemukannya kerapkali melanggar Surat Peraturan Bersama Dua Menteri. Misalnya, penyebaran agama terhadap warga yang sudah beragama. Hal itu, mestinya tidak dilakukan, sebab di SPB Dua Menteri itu sudah dijelaskan bahwa penyebaran agama tidak dilakukan terhadap orang yang sudah beragama.
Selain itu, kata Athian, adalah pemaksaan proses pendirian tempat peribadatan. Meskipun, di kawasan yang hendak didirikan itu hanya ada warga non-Muslim, tetapi tetap dipaksakan mendirikan gereja. "Aturannya kan baru bisa mendirikan kalau sudah ada 60 orang," lanjutnya.
Namun, dari 90 pelanggaran yang terbagi 50 di Kabupaten Bandung dan 40 di Kota Bandung tersebut, kesemuanya sudah ditangani FUUI. Organisasi Massa Islam tersebut mendesak agar pihak gereja mengurungkan niatnya dengan membuat surat kesepakatan kedua belah pihak. "Mereka juga banyak mengakui kalau tindakan mereka melanggar SPB Dua Menteri, makanya semuanya mau menandatangani dan berjanji tidak akan mengulangi lagi," tegasnya menuturkan.
Dikatakan Athian, untuk pemurtadan di Jawa Barat sendiri dipastikan bisa mencapai ratusan. Sebab, di Cianjur saja, sudah dijadikan pusat pemurtadan. Dalam satu kelurahan saja di Ciranjang, Kabupaten Cianjur terdapat tujuh gereja. Sedangkan di Garut Selatan ditemukan 5 titik. "Di Cianjur itu ada pusat pemurtadan yang disebut Lembah Karmil."
Sekretaris Jenderal FUUI, Hedi Muhammad, mengatakan bahwa Diklat Antisipasi Pemurtadan (DAP) kali ini sudah merupakan tahun ketiga diadakan. Dalam satu tahun, DAP diadakan dua kali, dengan peserta dari DKM dan da’I Jakarta dan Jawa Barat. “Kali ini pesertanya sekitar 400 orang. Paling banyak dari Bandung sendiri,” kata Hedi.
Tujuan DAP sendiri, kata Hedi, agar peserta nantinya bisa ikut berperan dan membantu menyalamatkan saudara-saudaranya umat Islam dari missionaris. Hal itu bisa dilakukan dengan melaporkan langsung ke FUUI atau mengantisipasi misi tersebut. “Dalam pelatihan ini diajarkan bagaimana mereka bisa memahami adanya gerakan-gerakan itu dan bagaimana antisipasinya,” jelas Hedia. Antisipasi yang dimaksudnya, bukanlah menghakimi sendiri, tetapi diatasi secara bijaksana.
Oleh karenanya, Athian mengimbau agar semua umat Islam merasa terpanggil dan berpikir bahwa keimanan adalah sesuatu yang termahal dalam hidup. “Kita lebih siap kehilangan apapun, asalkan jangan keimanan,” ungkapnya. Wujud kecintaan ke sesama Muslim tidak boleh membiarkan umat islam lainnya dirampas keimanannya.
Sumber: republika.co.id
"Mereka menggunakan banyak cara dalam melakukan pemurtadan," kata Ketua FUUI, KH Athian Ali, dalam acara Diklat Antisipasi Pemurtadan Tahap I, Gelombang V, di Kantor FUUI Bandung, Ahad (28/11).
Penipuan yang dimaksud dalam bentuk tanda tangan yang dimintakan kepada warga melalui kegiatan tertentu. Dia mencontohkan, adanya misionaris mengadakan acara dan mengundang warga. Saat itu disediakan tandatangan kehadiran warga. "Ternyata tandatangan itu diatur menjadi izin pembangunan tempat peribadatan," jelasnya.
Praktik pemurtadan di Kabupaten Bandung di antaranya di Kecamatan Arjasari, Cimenyan, dan Kecamatan Soreang. Bahkan, Athian mengaku, apa yang ditemukannya kerapkali melanggar Surat Peraturan Bersama Dua Menteri. Misalnya, penyebaran agama terhadap warga yang sudah beragama. Hal itu, mestinya tidak dilakukan, sebab di SPB Dua Menteri itu sudah dijelaskan bahwa penyebaran agama tidak dilakukan terhadap orang yang sudah beragama.
Selain itu, kata Athian, adalah pemaksaan proses pendirian tempat peribadatan. Meskipun, di kawasan yang hendak didirikan itu hanya ada warga non-Muslim, tetapi tetap dipaksakan mendirikan gereja. "Aturannya kan baru bisa mendirikan kalau sudah ada 60 orang," lanjutnya.
Namun, dari 90 pelanggaran yang terbagi 50 di Kabupaten Bandung dan 40 di Kota Bandung tersebut, kesemuanya sudah ditangani FUUI. Organisasi Massa Islam tersebut mendesak agar pihak gereja mengurungkan niatnya dengan membuat surat kesepakatan kedua belah pihak. "Mereka juga banyak mengakui kalau tindakan mereka melanggar SPB Dua Menteri, makanya semuanya mau menandatangani dan berjanji tidak akan mengulangi lagi," tegasnya menuturkan.
Dikatakan Athian, untuk pemurtadan di Jawa Barat sendiri dipastikan bisa mencapai ratusan. Sebab, di Cianjur saja, sudah dijadikan pusat pemurtadan. Dalam satu kelurahan saja di Ciranjang, Kabupaten Cianjur terdapat tujuh gereja. Sedangkan di Garut Selatan ditemukan 5 titik. "Di Cianjur itu ada pusat pemurtadan yang disebut Lembah Karmil."
Sekretaris Jenderal FUUI, Hedi Muhammad, mengatakan bahwa Diklat Antisipasi Pemurtadan (DAP) kali ini sudah merupakan tahun ketiga diadakan. Dalam satu tahun, DAP diadakan dua kali, dengan peserta dari DKM dan da’I Jakarta dan Jawa Barat. “Kali ini pesertanya sekitar 400 orang. Paling banyak dari Bandung sendiri,” kata Hedi.
Tujuan DAP sendiri, kata Hedi, agar peserta nantinya bisa ikut berperan dan membantu menyalamatkan saudara-saudaranya umat Islam dari missionaris. Hal itu bisa dilakukan dengan melaporkan langsung ke FUUI atau mengantisipasi misi tersebut. “Dalam pelatihan ini diajarkan bagaimana mereka bisa memahami adanya gerakan-gerakan itu dan bagaimana antisipasinya,” jelas Hedia. Antisipasi yang dimaksudnya, bukanlah menghakimi sendiri, tetapi diatasi secara bijaksana.
Oleh karenanya, Athian mengimbau agar semua umat Islam merasa terpanggil dan berpikir bahwa keimanan adalah sesuatu yang termahal dalam hidup. “Kita lebih siap kehilangan apapun, asalkan jangan keimanan,” ungkapnya. Wujud kecintaan ke sesama Muslim tidak boleh membiarkan umat islam lainnya dirampas keimanannya.
Sumber: republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar