Kedatangan Suku Jawa di Suriname pada tahun 1890an. 
Adanya  orang Jawa di Suriname ini tak dapat dilepaskan dari adanya  perkebunan-perkebunan yang dibuka di sana. Karena tak diperbolehkannya  perbudakan di sana, dan orang-orang keturunan Afrika dibebaskan dari perbudakan. Di akhir 1800an Belanda mulai mendatangkan para kuli kontrak asal Jawa, India dan Tiongkok.  Orang Jawa awalnya ditempatkan di Suriname tahun 1880-an dan  dipekerjakan di perkebunan gula dan kayu yang banyak di daerah Suriname.
Orang Jawa tiba di Suriname dengan banyak cara, namun banyak yang dipaksa atau diculik dari desa-desa. Tak hanya orang Jawa yang dibawa, namun juga ada orang-orang Madura, Sunda, Batak, dan daerah lain yang keturunannya menjadi orang Jawa semua di sana.
Orang  Jawa menyebar di Suriname, sehingga ada desa bernama Tamanredjo dan  Tamansari. Ada pula yang berkumpul di Marienburg. Orang Jawa Suriname  sesungguhnya tetap ada kerabat di Tanah Jawa walau hidupnya jauh  terpisah samudra, itu sebabnya Bahasa Jawa tetap lestari di daerah  Suriname. Mengetahui Indonesia  sudah ‘merdeka’, banyak orang Jawa yang berpunya kembali ke Indonesia,  namun hanya sedikit orang-orang yang bisa kembali, itu saja malahan di  tanah Sumatra  dan daerah-daerah Indonesia lainnya. Kemudian, di tahun 1975 saat  Suriname merdeka dari Belanda, orang-orang yang termasuk orang Jawa  diberi pilihan, tetap di Suriname atau ikut pindah ke Belanda. Banyak  orang Jawa akhirnya pindah ke Belanda, dan lainnya tetap di Suriname. Rata-rata orang Jawa Suriname beragama Islam, walau ada sedikit yang beragama lain.
Yang  unik dari orang Jawa Suriname ini, dilarang menikah dengan anak cucu  orang sekapal atau satu kerabat. Jadi orang sekapal yang dibawa ke  Suriname itu sudah dianggap bersaudara dan anak cucunya dilarang saling  menikah.
Orang Jawa Suriname berjumlah sampai 15% dari penduduk Suriname. 
Radio Online: http://garuda.dahstream.nl/webplayer.html
Suriname
Republik Suriname (Surinam) adalah sebuah negara di Amerika Selatan dan merupakan bekas jajahan Belanda. Negara ini berbatasan dengan Guyana Perancis di timur dan Guyana di barat. Di selatan berbatasan dengan Brasil dan di utara dengan Samudra Atlantik. Suriname ini disebut sebagai “Indonesia Sebelah Barat”.
Di Suriname tinggal sekitar 75.000 orang Jawa dan dibawa ke sana dari Hindia-Belanda antara tahun 1890-1939.
Republik  Suriname (Surinam) adalah sebuah negara di Amerika Selatan dan  merupakan bekas jajahan Belanda. Negara ini berbatasan dengan Guyana  Perancis di timur dan Guyana di barat. Di selatan berbatasan dengan  Brasil dan di utara dengan Samudra Atlantik. Suriname ini disebut sebagai “Indonesia Sebelah Barat”.
Sejarah singkat
Wilayah Suriname mulai dikenal luas sejak abad ke 15, yaitu ketika bangsa-bangsa imperialis Eropa berlomba menguasai Guyana, suatu dataran luas yang terletak di antara Samudera Atlantik, Sungai Amazon, Rio Negro, Sungai Cassiquiare  dan Sungai Orinoco. Semula dataran ini oleh para ahli kartografi diberi  nama Guyana Karibania (Guyana yang berarti dataran luas yang dialiri  oleh banyak sungai dan Karibania dari kata Caribs yaitu nama penduduk  asli yang pertama kali mendiami dataran tersebut).
Dalam suatu cerita fiktif “El Dorado”, Guyana digambarkan sebagai suatu wilayah yang kaya akan kandungan emas. Para ahli sejarah memperkirakan bahwa cerita fiktif tersebut merupakan salah satu faktor yang mendorong orang-orang Eropa untuk bersaing menguasai Guyana.
Pada tahun 1449 pelaut Spanyol, Alonzo de Ojeda dan Juan de la Cosa berlayar menyusuri pantai timur laut Amerika Selatan,  yang saat itu mereka sebut Wild Coast, dan mendarat di wilayah Guyana.  Vincent Juan Pinzon kemudian menguasai Guyana atas nama Raja Spanyol. Selama abad ke-16 dan ke-17, Guyana dikuasai silih berganti oleh Spanyol, Belanda, Inggris, Perancis dan Portugal.
Pada tahun 1530  Belanda mendirikan pusat perdagangan pertama di dataran tersebut. Pada  tahun 1593 raja Spanyol mengambil alih dan menguasai Guyana hingga tahun  1595, yaitu ketika para bangsawan Inggris datang dan mulai mengusai  daerah-daerah pantai. Sementara itu, Belanda mulai mengembangkan  perdagangannya secara bertahap di daerah pedalaman. Daerah Guyana  sepenuhnya jatuh ke tangan Inggris sejak tahun 1630 hingga tahun 1639.
Pada  tahun yang sama Belanda berhasil menguasai kembali sebagian besar  Guyana sedangkan Perancis menguasai daerah-daerah di samping sungai  Suriname. Akibat dari persaingan tersebut, wilayah Guyana saat ini  terbagi menjadi lima bagian yaitu Guyana Espanola (bagian dari Venezuela sekarang); Inglesa (Guyana sekarang); Holandesa (Suriname); Francesa (Cayenne) dan Portuguesa (bagian dari wilayah Brazil).  Suriname terletak di bagian tengah dari wilayah Guyana yang telah  terbagi-bagi tersebut, terbentang antara dua derajad hingga enam derajat Lintang Utara, dan antara 54 derajat hingga 58 derajat Bujur Barat dengan luas wilayah kurang lebih 163.265 kilometer persegi. Batas bagian timur wilayah Suriname adalah Sungai Marowijne yang memisahkan Suriname dengan Cayenne; di bagian selatan terdapat deretan pegunungan Acarai dan Toemoe hoemak yang memisahkan Suriname dengan wilayah Brazil. Di bagian barat berbatasan dengan wilayah Guyana yang ditandai oleh aliran Sungai Corantijne, sementara di bagian utara dibatasi oleh garis pantai Samudera Atlantik.
Pada tahun 1651 Suriname diserang oleh Inggris dan sejak saat itu, menjadi wilayah kekuasaan Inggris hingga penandatanganan perjanjian perdamaian Breda tahun 1667. Berdasarkan perjanjian itu, Suriname menjadi wilayah kekuasaan Belanda. Namun Inggris kembali memasuki Suriname pada tahun 1781 hingga 1783 dan Suriname kemudian dijadikan daerah protektorat Inggris dari tahun 1799 hingga 1802. Melalui perjanjian Amiens, 27 Maret 1802, Suriname, Barbice, Demerara dan Essquibo berada di bawah kekuasaan Belanda, namun setahun kemudian Inggris kembali merebut wilayah-wilayah itu dan sejak tahun 1804 Suriname menjadi koloni Inggris dengan sebutan the British Interregnum.
Selama Suriname berada di bawah kekuasaan Inggris, situasi ekonomi  Suriname mengalami kemunduran. Penyebab utama adalah pelarangan  perdagangan budak, sementara kebun - kebun masih sangat memerlukan  tenaga buruh untuk dikelola. Selanjutnya melalui perjanjian London pada tanggal 13 Agustus 1814 dan diratifikasi dalam perjanjian Wina, Suriname dikembalikan lagi kepada pihak Belanda. Pemerintahan Suriname dipimpin langsung oleh seorang gubernur dengan didampingi oleh sebuah dewan kepolisian yang bertugas sebagai penasihat gubernur.
Dengan dihapusnya perbudakan pada tanggal 1 Juli 1863, kehidupan ekonomi semakin tidak menentu. Pada tahun 1870, pemerintah Belanda menandatangani sebuah perjanjian dengan Inggris untuk mendatangkan imigran asing ke Suriname. Perjanjian ini diimplementasikan secara resmi pada tahun 1873 sampai 1914, di mana rombongan imigran Hindustan pertama dari India didatangkan. Kedatangan rombongan berikutnya adalah para imigran dari Jawa pada tahun 1890.
Seiring  dengan ditempatkannya para imigran di sektor perkebunan, Suriname  mengalami kemajuan pula dalam beberapa bidang lainnya.  [Telekomunikasi], pembuatan jalan raya dan pembukaan jalur hubungan laut langsung antara Suriname dan Belanda merupakan contoh.
Pecahnya Perang Dunia Pertama tidak mempengaruhi situasi ekonomi - politik Suriname. Pada tanggal 15 Desember 1954, pemerintah Belanda bersama beberapa wakil dari Suriname menandatangani sebuah memorandum yang isinya rencana pengakhiran penjajahan. Dalam sebuah Konferensi Meja Bundar pada tahun 1961, para wakil Suriname yang dipimpin oleh Perdana Menteri Pengel menuntut dibentuknya sebuah pemerintahan sendiri. Tuntutan itu semakin menjadi setelah didirikannya beberapa partai politik yang dibentuk pada dasawarsa itu, semakin gencar menyampaikan tuntutan agar Suriname diberikan kebebasan penuh secepatnya.
Tuntutan ini ditanggapi secara serius dengan diadakannya sebuah konferensi di Belanda pada tahun 1970.  Konferensi ini diadakan untuk membicarakan persiapan pelepasan Suriname  sekaligus menyusun kabinet yang terdiri dari wakil-wakil partai.  Suriname selanjutnya menjadi negara merdeka sejak tanggal 25 November 1975. Walaupun demikian, perekonomian negara yang baru merdeka ini tetap sangat tergantung pada bantuan pembangunan Belanda.
Pada tanggal 25 Februari 1980,  lima tahun setelah kemerdekaannya, Suriname diguncang oleh kudeta yang  dilancarkan pihak militer. Peristiwa kudeta ini telah mengakibatkan  jatuhnya Pemerintah Demokrasi Parlementer pertama sejak kemerdekaan  Suriname. Situasi menjadi semakin panas dengan tampilnya penduduk suku  Bushnegro dan Amerindian yang tinggal di daerah-daerah pedalaman,  sebagai penentang utama kekuasaan militer. Sekitar 35.000 penduduk Bushnegro dan 6500 Amerindian telah menjadi pelaku utama pemberontakan terhadap penguasa militer.
Kelompok-kelompok militan dari kedua golongan itu adalah kelompok Mandela (Bushnegro) di bawah pimpinan mantan anggota militer Ronny Bruswijk dan kelompok Tukayana Amazones (Amerindian). Sebagai reaksi terhadap pemberontakan tersebut, pada tanggal 8 Desember 1982 pihak militer melakukan penembakan terhadap 15 tokoh demonstran.
Peristiwa  ini telah mengakibatkan dihentikannya bantuan pembangunan Belanda  kepada Suriname, yang berdampak semakin buruknya kondisi perekonomian  Suriname. Puncak dari konflik bersenjata tersebut terjadi pada tahun  1986, yaitu ketika Pihak Militer terpaksa harus berhadapan dengan  pemberontak Bushnegro yang telah bersatu dan menamakan dirinya Jungle  Commando. Sementara itu, dalam tahun yang sama kelompok Amerindian  juga meningkatkan aksi pemberontakannya. Kemelut ini telah  mengakibatkan sekitar 7000 orang Bushnegro melarikan diri ke Cayenne  (Guyana Perancis) dan meminta suaka politik kepada pemerintah setempat.
Pemerintah  militer diakhiri dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum pada bulan  November 1987, yang telah mengembalikan kekuasaan pemerintah kepada  golongan sipil. Namun demikian, pemerintahan hasil pemilu ini tidak  berjalan lama. Pada bulan Desember 1990, pihak militer kembali  melancarkan kudeta tidak berdarah yang dikenal dengan sebutan Kudeta  Telepon. Akibatnya pemerintah yang demokratis kembali lumpuh. Pihak  militer kemudian membentuk Pemerintah Sementara yang salah satu tugasnya  adalah mempersiapkan Pemilihan Umum yang demokratis.
Pada  bulan Mei 1991, Pemerintah Sementara telah berhasil menyelesaikan  tugasnya, yaitu dengan diselenggarakannya Pemilihan Umum, namun hasilnya  tidak sesuai dengan harapan militer, karena kemenangan berada di tangan  golongan sipil.
Pada  bulan September tahun yang sama, telah terbentuk pemerintah yang baru,  dan Drs. R.R. Venetiaan terpilih sebagai Presiden dan dengan demikian,  maka berakhirlah kekuasaan militer.
Langkah  terpenting yang segera diupayakan oleh Pemerintah Venetiaan adalah  melanjutkan usaha-usaha ke arah perdamaian yang telah dirintis oleh  pemerintah sipil sebelumnya. Hal ini tentunya merupakan tugas berat bagi  pemerintah yang baru terbentuk tersebut, terutama karena kondisi  ekonomi dan keuangan Suriname yang sangat memprihatinkan, sebagai akibat  dari kemelut politik yang berkepanjangan. Dalam melaksanakan upaya  perdamaian tersebut, Presiden R.R. Venetiaan telah membentuk suatu  Komisi Khusus yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga dan  organisasi-organisasi terkait lainnya.
Dalam  Pemilu bulan Mei 1996 koalisi penguasa New Front (NF) dan Presiden  Venetiaan mengalami kekalahan dan pemerintahannya digantikan oleh calon  dari oposisi Drs. Jules Wijdenbosch Nationale Demokratische Partij (NDP)  dan Radakishun Vooruitstrevende Hervorming Partij (VHP), yang terpilih  menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Kemudian  pada pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 25 Mei 2000, kekuasaan  berhasil diraih kembali oleh kombinasi pengusa New Front yang terdiri  dari parpol Nationale Partij Suriname (NPS), VHP, Pertjajah Luhur dan  Surinaamse Partij van de Arbeid (SPA). Kemenangan New Front ini  mengantarkan kembali R.R. Venetiaan (NPS) ke tampuk kursi kepresidenan  dan memimpin Suriname untuk masa 5 tahun (tahun 2000 - 2005). Sebagai  Wakil Presiden telah terpilih Jules Rattankoemar Ajodhia dari partai  VHP.
Demografi
Populasi Suriname terdiri dari beberapa kelompok minoritas. Kelompok terbesarnya adalah Hindustani, turunan dari imigran abad ke-19 dari India, sekitar 37% dari populasi. Kreol, campuran antara kulit putih dan hitam membentuk sekitar 31 persen, suku Jawa (yang “diangkut” ke sana dari Hindia-Belanda) dan Maroon (turunan dari budak Afrika yang kabur) membentuk 15 dan 10 persen, beurutan. Sisanya merupakan Indian-Amerika, Tionghoa dan kulit putih. Komunitas Yahudi yang kecil yang terdiri dari beberapa keluarga, turunan dari kaum Sefardim yang dulunya lari dari Iberia ke Belanda, juga tinggal di negara ini.
Karena banyaknya kelompok etnis di negara ini, tidak ada agama utama di sini. Kebanyakan Hindustani beragama Hindu, tetapi Islam dan Kristen juga tersebar luas. Kristen merupakan agama dominan dalam kalangan Kreol dan Maroon.
Bahasa Belanda merupakan bahasa resmi di Suriname. Orang Suriname juga berbicara bahasa mereka: Sranang Tongo, bahasa Jawa, bahasa Indonesia dan lainnya. Dan juga bahasa asal bahasa Karibia dan bahasa Arawakan, orang Indian Suriname juga bicara bahasa mereka sendiri. Sebagai tambahan bahasa Inggris juga digunakan luas, terutama dalam fasilitas dan toko yang berorientasi turis.
Jumlah penduduk
Berdasarkan data statistik dari biro Pusat Administrasi Kependudukan Suriname, jumlah penduduk Suriname pada sensus tahun 2003 tercatat 481.146 orang dengan rata–rata pertumbuhan penduduk 1,3 %, di samping orang asing antara lain : Brasil ( ± 45.000), Guyana ( ± 40.000) dan lain-lain (Karibia, Venezuela, Kolombia dan lain-lain ± 10.000).
Etnis
Berdasarkan  Sensus Tahun 1990, sekitar 143.640 orang (34,2%) adalah keturunan  India, 140.700 orang (33,5%) adalah Kreol, 74.760 orang (17,8%) adalah  keturunan Jawa, 35.700 orang (8,5%) merupakan keturunan Bushnegro dan  7.560 orang (1,8%) adalah Amerindian. Sisanya 17.640 orang (4,2%) merupakan keturunan Tionghoa, Eropa dan Lebanon .
Lambang Negara
Lambang  negara Suriname digambarkan dalam bentuk dua orang Amer-Indian yang  memegang busur panah dan mengapit sebuah perisai berbentuk oval, berdiri  di atas pita dengan tulisan Justitia Pietas, Fides.
Tergambar  dalam perisai tersebut, di sisi kiri sebuah kapal layar dan di sisi  sebelah kanan sebuah pohon sejenis palma. Kedua gambar tersebut  dipisahkan oleh garis vertikal mengikat sebuah segi empat belah ketupat  tepat di tengah perisai, dan di dalam segi empat belah ketupat tersebut  tergambar bintang segi lima.
Topografi
Daratannya dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
- Daerah pesisir/pantai
Daerah pesisir / pantai muda, terbentuk dari tanah liat  yang pekat, antara pasir pantai dan gugusan karang yang terletak di  bawah permukaan laut. Sedangkan pantai tua sebagian besar wilayahnya  terletak di atas permukaan laut. Kedua daerah ini, sejak  diperkenalkannya sistem “polder“ dan pompanisasi, berkembang menjadi  daerah pertanian subur dan wilayah pemukiman penduduk. Namun 2 tahun  belakangan ini, lahan-lahan pertanian tersebut banyak yang terlantar  akibat krisis keuangan untuk pengelolaan sistem irigasi yang bergantung  kepada pompa.
- Daerah Savana
Daerah Savana merupakan daerah yang tertutup pasir dan sangat gersang. Di daerah ini hanya tumbuh jenis rumput-rumput tertentu.
- Daerah dataran tinggi
Daerah dataran tinggi,  terletak di sebelah selatan, sepanjang perbatasan dengan wilayah  Brazil. Sebagian besar daerah ini tertutup oleh hutan tropis yang  menghasilkan kayu berkualitas tinggi (kayu keras).
Flora dan Fauna
Lebih  dari 80 % tanah Suriname masih berupa hutan belukar yang di dalamnya  hidup berbagai jenis/species tumbuhan dan satwa. Suriname terkenal kaya  akan jenis floranya. Di lain jenis tumbuhan yang terkenal adalah jenis  kayu keras seperti Bruinhard, Purplehard dan Zwartekabes. Kayu-kayu  tersebut diekspor dan merupakan sumber devisa negara yang sangat  penting. Di samping itu, Suriname juga terkenal dengan berbagai jenis  satwa, baik yang sudah diternakkan maupun yang masih merupakan binatang  liar.
 
 
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar