Saat ini yang ingin saya soroti adalah perang yang notabene adalah musuh kemanusiaan. Perang dengan menggunakan aksi militer, membunuh, mencabut nyawa dan merampas hak paling hakiki dari manusia. Hak untuk hidup.
Perang yang seharusnya menjadi jalan paling akhir - terakhir, dan sebisa bisanya ditiadakan, ketika suatu bangsa diperhadapkan dengan masalah, juga dalam hal mengambil keputusan, malah sering manjadi tujuan utama. Di Indonesia sendiri memang keputusan untuk mengijinkan untuk mengadakan perang, kalau kita baca UUD kita, dalam kondisi tertentu,dibolehkan, dimana seorang presiden bisa menyatakan perang.
Untuk sekedar sebagai gambaran, betapa perang benar-benar mengerikan dan sudah menjadi musuh utama peradaban dan kemanusiaan, mari kita simak kisah-kisah dahsyatnya akibat yang diolehkarenakan peperangan tersebut.
*) Pertarungan perang sipil “The Great Peace Rebellion” tahun 1851 hingga 1864 telah mengakibatkan 20-30 juta orang meninggal. Pemberontakan pasukan dari pemerintahan Manchu melawan para simpatisan Dynasty Ming dari bagian Selatan, dipimpin Hung Hsiu yang pada akhirnya memenangkan pertarungan itu. Banyak jiwa terkorbankan sebagai taruhannya.
*) Selama perang dunia ke 2, World War II, diperkirakan 55 juta orang kehilangan nyawanya. Hampir setengah dari jumlah tersebut, dikatakan adalah dari Soviet Union.
Bahkan ada banyak hal-hal sepele yang berakibatkan justru perang yang sangat dahsyat;
*) Perang selama 12 tahun di Italy pada tahun 1325 terpicu hanya gara-gara pasukan dari regim Modena menginvasi Bologna untuk sekedar mencuri sebuah brankas. Selama penyerangan pasukan Modena membunuh ratusan orang Bologna, yang kemudian diadakan serangan balasan oleh orang-orang Bologna.
*) Pada tahun 1704 seorang wanita Inggris, Mrs. Mashaur, menumpahkan segelas wine (anggur) ke pakaian yang dikenakan seorang lelaki parlente dari Perancis, Marquis de Torey. Marquis menganggap perempuan tersebut menumpahkan wine itu dengan sengaja. Laki-laki ini kemudian merencanakan dan menyatakan untuk perang! Ia tidak main-main dengan “The war of the Spanish Succession”. Itulah awal mula peperangan yang menjalar ke hampir seluruh Eropa hingga tahun 1709, ketika ‘Peace of Ultrecht’ ditandatangani.
*) Di tahun 1152, ketika King Louis VII dari Perancis pulang dari perjalanan jauhnya, istrinya Lady Eleanor terkejut melihat suaminya, sang raja telah mencukur jambang atau jenggotnya sampai botak. Sang ratu meminta suaminya untuk menumbuhkan kembali jenggotnya, tapi apa daya, sang suami menolak. Akhirnya sang ratu menceraikan King Louis VII dan menikah dengan King of England. Ratu juga berusaha “mengambil” 2 propinsi di Perancis untuk diberikan kepada suaminya yang baru. Akibatnya sangat fatal, “War of the Whiskers” terjadi hingga tahun 1453. Selama lebih dari 300 tahun! (Seperti di ceritakan dalam buku The Worst Wars and Weapons).
Belum lagi peperangan-peperangan yang memakan korban sipil dalam jumlah besar, sebut saja;
- Dalam 3 bulan saja, disuatu musim panas tahun 1994, kelompok Tutsis Rwanda menghabisi 1 juta tetangga mereka dari kelompok Hutu.
- Di China pada masa kepemimpinan Mao terjadi Cultural Revolution, tahun 1966-1976 menewaskan sekitar 20 juta orang.
- Di Rusia, terror sangat mengerikan dari seorang pemimpin bernama Stalin juga menghabiskan sekitar 20 juta orang di tahun 1936-1953.
- Holocaust di Eropa tahun 1933-1945, 11 juta orang menjadi korban.
- Pakistan, perlawanan melawan Bengalis tahun 1971 yang jadi korban sekitar 3 juta orang.
- Di Kamboja, Pasukan Khmer membunuh sekitar 1.6 juta orang (1975-1979). (Sumber : Wikipedia dan The Best of The World’s Worst Book.)
Menilik data-data sejarah kejahatan perang, yang tentu saja belum termasuk peperangan lainnya di sejumlah Negara Afrika dan Timur Tengah, membuat kita harusnya membenci perang. Perang itu merampas hak hidup, apapun alasannya. Akibat kekerasan perang bisa dirasakan turun temurun, sampai ke anak-cucu.
Agressi militer Amerika dan sekutunya, pambantaian tentara Libya terhadap warga sipil, perang di Afganistan, di Yaman, Rwanda, Jordania adalah bukti betapa masih banyak yang lebih memilih jalan kekerasan daripada jalan damai. Lebih memilih perang daripada damai. Jangankan perang antar bangsa, perang saudarapun bisa dengan mudah tersuluti dan dengan gampangnya terwujud. Indonesia adalah satu diantara banyak saksi atas perang saudara itu. Perang yang seharusnya tidak terjadi kalau kita lebih bijaksana, lebih menggunakan otak daripada emosi perasaan, lebih mengutamakan dialog daripada ego pribadi, kelompok dan golongan.
Sesungguhnya perang tidak akan pernah membawa kemaslahatan dan keuntungan bagi umat manusia. Perang itu keji. Perang itu kejam. Tapi apa mungkin ada benarnya apa kata sebagian orang ? Bahwa, tanpa perang dunia terasa hambar, tanpa perang berita-berita TV kurang greget, tanpa perang banyak perusahaan senjata akan brangkut, tanpa perang perusahaan-perusahaan pembuat obat akan down, tanpa perang ekonomi negara penghasil senjata akan hancur ? Ah, masak sih ? Masak iya sih dengan alasan-alasan diatas kemudian perang dibenarkan. Kalau saya sih tetap anti perang. Apapun alasannya, perang lebih banyak memunculkan kepedihan dan kehancuran daripada kesenangan dan kemakmuran. Perang itu memiskinkan. Perang itu merusak.
Saya pernah mendapatkan kesempatan langka, bertemu dengan seorang mantan Congressman asal Jersey, Scott Snyder. Atau lebih tepat dipertemukan. Saya dipertemukan dengan beliau pada suatu acara, dan yang memperkenalkan saya kepada beliau adalah seorang pengacara, dimana pengacara inilah (Raymond Fasano,Esq) juga yang membantu saya dalam keterlibatan kita mendirikan organisasi kemasyarakatan Kerukunan Keluarga Nusantara secara legal di USA.
Pada saat itu saya sempat ngobrol dengan si Om Scott yang tinggi tegap itu. Akhirnya obrolan kita sempat menyinggung kebijakan LN AS, yang saya bilang sangat “senang” menggunakan senjata. Perang menghasilkan duit bukan ? Om Scott bilang, anda salah, kita tidak harus demikian dalam memaknai perang…dst. Intinya, missi militer Amerika adalah sejalan dengan United Nations. Kalau jalan negosiasi damai tidak bisa ditempuh, jalan perangpun harus diambil. Saya hanya diam. Bukan berarti saya setuju. Tapi saya hanya wong cilik yang Cuma bisa senyum, legowo dan hanya bisa berharap dan berdoa. Karena toh, pada akhirnya mereka-mereka sang penguasa negaralah yang menentukan jalan.
Tapi sebelum pulang, saya sempat nyinggung dikit ke Om Scott. Saya katakana, Om Scott, bukankah Markas Besar PBB (United Nations) yang megah berdiri di antara jajaran gedung pencakar langit di NY itu adalah juga gedung perdamaian ? Mereka harusnya lebih mengambil jalan damai bukan perang bukan ? Dan saya pernah main ketempat itu sekedar foto-foto, sambil iseng ngintipin kali-kali aja ada orang Indonesia nongol dari dalam, kan bisa kenalan. Nah, di depan Markas Besar PBB itu ada prasasti yang bertuliskan demikian : “They will hammer their swords into plowshares and their spears into pruning hooks; Nation will no longer fight against nation, nor train for war anymore”. Atau “mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak, dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; Bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang”.
Intinya, kelihatannya PBB berkeinginan keras, dan berkeyakinan untuk supaya tidak akan ada lagi peperangan. Harusnya sejata-sejata perang yang mengakibatkan kekerasaan itu diubah menjadi mata bajak demi kemaslahatan umat manusia. PBB harusnya juga membenci perang. Dan dalam tataran tersebut, menolak perang, bukan sebaliknya!
Eh, mana si Om Scott…? Malah ngeloyor pergi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar