Ia memenuhi syarat untuk menjadi top dalam hal apa saja; pintar, ahli siasat, sangat kaya, punya jaringan internasional yang telah terbangun lebih dari 25 tahun. Kombinasi luarbiasa ini membuat Osama tidak saja bertekad melawan sebuah negara sebagai pemberontak. Ia bahkan menantang dunia.
Selain menjadi tertuduh utama serangan WTC 11 September 2001 di New York, Osama beserta jaringannya juga dianggap sebagai kelompok yang paling bertanggung jawab terhadap peristiwa-peristiwa bom di banyak titik hampir di semua kota penting dunia, termasuk tentu saja Denpasar dan Jakarta di Indonesia.
Toh, sampai hari ini, Osama tetap sebuah misteri. Ia kerap muncul di televisi-televisi berita seperti CNN dan Al Jazirah, memberi semacam pidato dan sekadar menyapa publik internasional. Tentu lewat rekaman rahasia yang entah dibuat di mana dan oleh siapa. Pidato-pidato itu lebih sering tampil sesaat setelah publik dikejutkan serangan baru. Seolah sambutan selamat berduka dari sang kreator serangan.
Wajahnya yang khas tak cukup membuat Osama mudah ditemukan. Sampai hari ini, sambil terus diburu, Osama masih menjadi objek diskusi intelijen yang tak pernah tuntas. Pergerakannya jauh lebih licin dibandingkan Saddam Hussain yang ternyata begitu mudah ditangkap Amerika. Sumber kelicinan itu bukan pada Osama seorang, tetapi juga jaringan internasional Al Qaedah yang dipimpinnya. Sebuah organisasi yang Ć¢€“meskipun begitu samarnyaĆ¢€” dianggap masih lebih berbahaya daripada Taliban, Palestina maupun garis keras Iraq. Bahkan Bush pun menjanjikan pundi-pundi Rp250 miliar untuk siapa saja yang bisa menangkap, menemukan ataupun membunuh Osama.
Karena semakin misterius, banyak wacana berkembang, termasuk kemungkinan bahwa Osama sesungguhnya telah tiada. Sebuah media di Pakistan malah mempublikasikan informasi tentang wafatnya Osama. Ia dikabarkan meninggal karena sakit dan sudah dikubur di sebuah pemakaman di Kandahar. Bila kabar itu benar, wuih… betapa kaya orang yang mengubur Pak Janggut, andai saja mereka mau melapor ke Amerika.
Ah, siapa pun Osama, dia tetap memberi warna dunia, lepas dari baik atau buruk yang diperbuatnya. Bukankah untuk menjadi tokoh tak harus selalu baik? Orang akan terus mengenang Firaun, Hitler, Mussolini, Stalin atau juga Soeharto, seperti halnya orang-orang mengenang Muhammad, Sidharta Gautama, Kong Hu Cu, juga Jesus.
Maka, lakukanlah sesuatu untuk dikenang. Buruk atau baik itu soal pilihan. Setidaknya, bila kelak mati, nama kita masih disebut-sebut pernah hidup di bumi ini.
Hmm… saya sendiri belum ketemu ide mau melakukan (hal baik) apa. Atau, jangan-jangan mati tanpa bekas pun menarik juga?
Sumber: www.windede.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar