Hariansyah Limantara, napi kasus pemalsuan dokumen, kabur saat akan diwawancarai Jawa Pos di Rumah makan Suharti, Surabaya, kemarin. Foto: GUSLAN GUMILANG/JAWA POS
Dikawal Sipir, Bebas Pulang ke Rumah dan Makan di Restoran
Publik belum lupa dengan ulah Gayus Tambunan, napi kasus mafia pajak yang pernah bebas keluyuran meski berstatus tahanan. Ternyata, di Lapas Delta Kelas II-A Sidoarjo ada napi yang juga berulah mirip dengan Gayus. Namanya adalah Hariansyah Limantara, napi kasus pemalsuan dokumen. Dengan kawalan sipir, dia bebas keluar masuk lapas serta pergi ke rumah saudaranya dan makan di restoran.
Seorang sumber kepada Jawa Pos mengatakan, aktivitas keluar masuk lapas secara bebas itu dilakukan Hariansyah bisa tiga kali seminggu. Kemarin Jawa Pos menyaksikan sendiri dan membuntuti bagaimana bebasnya Hariansyah keluar lapas.
Semula informasi yang diterima Jawa Pos menyebutkan, Hariansyah hari itu (kemarin) akan keluar lapas sebelum azan subuh. Tujuannya, menghindari perhatian karena lapas tepat menghadap alun-alun. Berbekal informasi itu, Jawa Pos menyanggong di depan lapas sejak pukul 02.30.
Menit ke menit, jam ke jam, ternyata yang disanggong tak muncul juga. Sekitar pukul 05.00 seorang sipir terlihat membuka gerbang utama. Sejumlah tahanan pendamping mengeluarkan kendaraan roda dua yang diparkir di dalam lapas. Meski demikian, pertanda bahwa Hariansyah bakal keluar lapas tak kunjung terlihat.
Tanda bahwa napi itu akan meninggalkan lapas baru terasa sekitar pukul 08.50. Kala itu, mobil Isuzu Panther bernomor polisi L 1121 DU warna silver masuk ke halaman lapas dan diparkir dengan posisi membelakangi tembok. Sangat mungkin cara parkir seperti itu untuk mempermudah mobil tersebut membawa Hariansyah keluar lapas.
Kemudian, seorang pria separo baya yang mengemudikan mobil Panther itu menuju loket di depan lapas. Tidak lama setelah dia mengutak-atik HP di depan gerbang utama, dia masuk ke lapas dikawal seorang sipir berseragam. Padahal, saat itu, di bawah tenda tunggu, banyak pembesuk yang antre masuk ke dalam lapas, tapi belum diperbolehkan masuk.
Sekitar 15 menit kemudian sopir Panther tadi keluar dari lapas dan duduk di kursi dekat mobil diparkir. Dalam hitungan menit, seorang pria yang tak lain Hariansyah berjalan keluar dari pintu lapas dengan dikawal seorang sipir berbadan tambun dan dua tahanan pendamping.
Setelah sipir memberikan kode dan dijawab anggukan oleh sopir Panther, Hariansyah berjalan mengikuti langkah sipir tersebut ke selatan. Tujuan mereka adalah halaman rumah dinas yang berada tepat di belakang lapas. Sopir Panther yang awalnya duduk tadi kemudian berdiri dan menyalakan mesin kendaraannya, lalu pergi keluar halaman lapas.
Mobil itu berjalan memutar untuk menuju ke lokasi Hariansyah. Mobil tersebut keluar halaman lapas, lalu belok kiri melewati Masjid Agung Sidoarjo dan gedung DPRD Sidoarjo. Selanjutnya, mobil belok kiri ke Jalan dr Soetomo dan mengitari gedung dewan hingga berhenti di halaman rumah dinas petugas lapas
Di rumah dinas itu sudah berdiri Hariansyah yang kemarin mengenakan kaus bertulisan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dia ditemani seorang sipir. Hariansyah beberapa kali membuka pintu mobil dan mengambil benda berbentuk kertas. Saat Hariansyah sibuk dengan urusan sipir, sopir menyempatkan diri makan mi ayam berlauk ceker dan tiga pentol di warung pedagang kaki lima depan rumah dinas petugas lapas.
Sekitar 15 menit kemudian tiga orang masuk ke mobil Panther itu. Hariansyah duduk di kursi depan bersama sopir. Sipir yang diketahui bernama Sutopo duduk di kursi belakang dengan mengenakan seragam korps lapas yang dibalut dengan jaket kulit.
Mobil tersebut lantas menuju ke Jalan A. Yani, Sidoarjo, dan meluncur ke arah Surabaya. Untungnya, mereka memilih jalan raya dan bukan tol sehingga Jawa Pos bisa membuntuti. Selama perjalanan, mobil tersebut berjalan dengan kecepatan sekitar 40 kilometer per jam lantaran lalu lintas yang mulai padat.
Sekitar pukul 10.50 mobil Panther yang membawa Hariansyah berada di sebuah rumah di kompleks Dharmahusada Regency. Setelah dilacak, rumah tersebut adalah tempat tinggal keluarga Hariansyah.
Tak sampai satu jam, sekitar pukul 11.45, Hariansyah keluar dari rumah itu dan masuk ke mobil bersama Sutopo dan sang sopir. Seorang pria yang usianya diperkirakan 25 tahun dan diduga anak Hariansyah ikut di dalam mobil tersebut. Mereka ternyata pergi ke rumah makan Ny Suharti di Jalan Sulawesi, Surabaya. Bisa jadi untuk menghilangkan jejak, setelah penumpang turun, mobil Panther itu berjalan lagi entah ke mana.
Di restoran dengan menu utama masakan ayam itu Hariansyah memilih tempat duduk di pojok, menghadap ke tembok, bersama anaknya. Dia tidak lagi mengenakan kaus bertulisan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Sedangkan Sutopo, sipir pendamping tadi, duduk di meja berbeda dengan jarak yang cukup dekat. Selama makan Sutopo tetap mengenakan jaket kulit untuk menyembunyikan identitas bahwa dirinya adalah petugas lapas. Asap rokok terus keluar dari mulutnya di ruangan tertutup berpendingin itu.
Selama di restoran Hariansyah terlihat bercengkerama dengan anaknya, seorang perempuan, dan seorang pria yang diketahui berprofesi sebagai pengacara di Surabaya. Setelah makanan tersaji, mereka menyantap hidangan itu sambil bercerita yang diselingi dengan tawa.
Sekitar 20 menit kemudian, Jawa Pos menyalami Sutopo sebagai pembuka pembicaraan. Wajahnya langsung memucat dan bibirnya bergerak tak teratur seperti salah tingkah. "Sendirian, Mas," jawabnya tergagap ketika ditanya dengan siapa dia berada di retoran itu. Belum sempat Jawa Pos bertanya banyak, dia tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arah pintu keluar dengan alasan mencari toilet.
Pria berkumis itu lebih salah tingkah ketika diberi tahu bahwa toilet hanya ada di dalam restoran dan tidak ada di luar gedung. Hanya sebentar di dalam toilet dan Sutopo duduk lagi. Tidak lama kemudian dia berjalan keluar restoran seorang diri sembari menenteng HP. Tak lama kemudian, begitu tahu ada Jawa Pos, Hariansyah pura-pura cuek dan sibuk mengutak-atik HP. Pria muda yang diduga anaknya lalu bergegas memberesi kertas yang tadinya tersebar di meja makan.
Setelah mencuci tangan di wastafel, Hariansyah setengah berlari menuju pintu keluar sembari seperti bersembunyi di balik tubuh anaknya. Jawa Pos yang mencegat dia langsung meminta konfirmasi, namun dihadiahi pelototan yang menyimpan amarah. "Bukan, saya bukan napi," ucapnya saat ditanya statusnya sebagai napi sembari berjalan.
Hariansyah dan anaknya terus berjalan agak cepat sembari menghindari kamera Jawa Pos yang berusaha memotretnya. Terdesak, Hariansyah memegangi kamera Jawa Pos dan menyibakkan tangan kanannya, meminta Jawa Pos tidak memotret dirinya. Bukan hanya itu, siku pria yang ditaksir berusia sekitar 65 tahun itu ditodongkan ke leher fotografer Jawa Pos sembari mendorong untuk melawan sambil berusaha merebut kamera. Tak berselang lama, Hariansyah ngacir masuk ke mobil diikuti anaknya.
Sutopo yang keluar dari restoran itu ternyata bersembunyi di pos satpam. Beberapa kali dia mengintip, sekadar untuk mengetahui kejadian di dalam restoran. Dia kemudian naik ke mobil yang sama dengan Hariansyah. Lalu, mobil itu melaju meninggalkan restoran.
Mereka lantas memacu kendaraan untuk kembali ke Lapas Sidoarjo melewati tol. Agar tidak menimbulkan kecurigaan, mobil itu berhenti di jalan belakang lapas. Hariansyah lantas berjalan menuju ke rumah dinas tempat dia dijemput dan berbaur dengan dua tahanan pendamping yang sedang membuat kolam ikan.
Dia berpura-pura sedang aktif membantu teman sesama napi dengan kembali mengenakan kaus penghuni lapas. Beberapa saat kemudian Hariansyah, Sutopo, dan dua napi yang lain berjalan ke arah depan dan masuk ke lapas seolah tidak terjadi apa-apa.
Menurut sumber Jawa Pos, sebenarnya hari itu Hariansyah baru masuk ke lapas pada sore hari. Dan itu, kata sumber tadi, sering dia lakukan sejak mendekam di lapas tersebut.
Hariansyah ditangkap dan diadili karena memalsukan dokumen. Majelis hakim pengadilan negeri di Kalimantan Selatan memvonis dia dengan hukuman 1,5 tahun. Setelah buron setahun, dia menjalani hukuman. Hingga sekarang, dia baru menjalani tujuh bulan dari semua masa hukuman yang sedang dijalani. Beralasan ingin dekat dengan keluarga, dia memilih pindah ke Lapas Sidoarjo.
Seorang sumber kepada Jawa Pos mengatakan, aktivitas keluar masuk lapas secara bebas itu dilakukan Hariansyah bisa tiga kali seminggu. Kemarin Jawa Pos menyaksikan sendiri dan membuntuti bagaimana bebasnya Hariansyah keluar lapas.
Semula informasi yang diterima Jawa Pos menyebutkan, Hariansyah hari itu (kemarin) akan keluar lapas sebelum azan subuh. Tujuannya, menghindari perhatian karena lapas tepat menghadap alun-alun. Berbekal informasi itu, Jawa Pos menyanggong di depan lapas sejak pukul 02.30.
Menit ke menit, jam ke jam, ternyata yang disanggong tak muncul juga. Sekitar pukul 05.00 seorang sipir terlihat membuka gerbang utama. Sejumlah tahanan pendamping mengeluarkan kendaraan roda dua yang diparkir di dalam lapas. Meski demikian, pertanda bahwa Hariansyah bakal keluar lapas tak kunjung terlihat.
Tanda bahwa napi itu akan meninggalkan lapas baru terasa sekitar pukul 08.50. Kala itu, mobil Isuzu Panther bernomor polisi L 1121 DU warna silver masuk ke halaman lapas dan diparkir dengan posisi membelakangi tembok. Sangat mungkin cara parkir seperti itu untuk mempermudah mobil tersebut membawa Hariansyah keluar lapas.
Kemudian, seorang pria separo baya yang mengemudikan mobil Panther itu menuju loket di depan lapas. Tidak lama setelah dia mengutak-atik HP di depan gerbang utama, dia masuk ke lapas dikawal seorang sipir berseragam. Padahal, saat itu, di bawah tenda tunggu, banyak pembesuk yang antre masuk ke dalam lapas, tapi belum diperbolehkan masuk.
Sekitar 15 menit kemudian sopir Panther tadi keluar dari lapas dan duduk di kursi dekat mobil diparkir. Dalam hitungan menit, seorang pria yang tak lain Hariansyah berjalan keluar dari pintu lapas dengan dikawal seorang sipir berbadan tambun dan dua tahanan pendamping.
Setelah sipir memberikan kode dan dijawab anggukan oleh sopir Panther, Hariansyah berjalan mengikuti langkah sipir tersebut ke selatan. Tujuan mereka adalah halaman rumah dinas yang berada tepat di belakang lapas. Sopir Panther yang awalnya duduk tadi kemudian berdiri dan menyalakan mesin kendaraannya, lalu pergi keluar halaman lapas.
Mobil itu berjalan memutar untuk menuju ke lokasi Hariansyah. Mobil tersebut keluar halaman lapas, lalu belok kiri melewati Masjid Agung Sidoarjo dan gedung DPRD Sidoarjo. Selanjutnya, mobil belok kiri ke Jalan dr Soetomo dan mengitari gedung dewan hingga berhenti di halaman rumah dinas petugas lapas
Di rumah dinas itu sudah berdiri Hariansyah yang kemarin mengenakan kaus bertulisan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dia ditemani seorang sipir. Hariansyah beberapa kali membuka pintu mobil dan mengambil benda berbentuk kertas. Saat Hariansyah sibuk dengan urusan sipir, sopir menyempatkan diri makan mi ayam berlauk ceker dan tiga pentol di warung pedagang kaki lima depan rumah dinas petugas lapas.
Sekitar 15 menit kemudian tiga orang masuk ke mobil Panther itu. Hariansyah duduk di kursi depan bersama sopir. Sipir yang diketahui bernama Sutopo duduk di kursi belakang dengan mengenakan seragam korps lapas yang dibalut dengan jaket kulit.
Mobil tersebut lantas menuju ke Jalan A. Yani, Sidoarjo, dan meluncur ke arah Surabaya. Untungnya, mereka memilih jalan raya dan bukan tol sehingga Jawa Pos bisa membuntuti. Selama perjalanan, mobil tersebut berjalan dengan kecepatan sekitar 40 kilometer per jam lantaran lalu lintas yang mulai padat.
Sekitar pukul 10.50 mobil Panther yang membawa Hariansyah berada di sebuah rumah di kompleks Dharmahusada Regency. Setelah dilacak, rumah tersebut adalah tempat tinggal keluarga Hariansyah.
Tak sampai satu jam, sekitar pukul 11.45, Hariansyah keluar dari rumah itu dan masuk ke mobil bersama Sutopo dan sang sopir. Seorang pria yang usianya diperkirakan 25 tahun dan diduga anak Hariansyah ikut di dalam mobil tersebut. Mereka ternyata pergi ke rumah makan Ny Suharti di Jalan Sulawesi, Surabaya. Bisa jadi untuk menghilangkan jejak, setelah penumpang turun, mobil Panther itu berjalan lagi entah ke mana.
Di restoran dengan menu utama masakan ayam itu Hariansyah memilih tempat duduk di pojok, menghadap ke tembok, bersama anaknya. Dia tidak lagi mengenakan kaus bertulisan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Sedangkan Sutopo, sipir pendamping tadi, duduk di meja berbeda dengan jarak yang cukup dekat. Selama makan Sutopo tetap mengenakan jaket kulit untuk menyembunyikan identitas bahwa dirinya adalah petugas lapas. Asap rokok terus keluar dari mulutnya di ruangan tertutup berpendingin itu.
Selama di restoran Hariansyah terlihat bercengkerama dengan anaknya, seorang perempuan, dan seorang pria yang diketahui berprofesi sebagai pengacara di Surabaya. Setelah makanan tersaji, mereka menyantap hidangan itu sambil bercerita yang diselingi dengan tawa.
Sekitar 20 menit kemudian, Jawa Pos menyalami Sutopo sebagai pembuka pembicaraan. Wajahnya langsung memucat dan bibirnya bergerak tak teratur seperti salah tingkah. "Sendirian, Mas," jawabnya tergagap ketika ditanya dengan siapa dia berada di retoran itu. Belum sempat Jawa Pos bertanya banyak, dia tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arah pintu keluar dengan alasan mencari toilet.
Pria berkumis itu lebih salah tingkah ketika diberi tahu bahwa toilet hanya ada di dalam restoran dan tidak ada di luar gedung. Hanya sebentar di dalam toilet dan Sutopo duduk lagi. Tidak lama kemudian dia berjalan keluar restoran seorang diri sembari menenteng HP. Tak lama kemudian, begitu tahu ada Jawa Pos, Hariansyah pura-pura cuek dan sibuk mengutak-atik HP. Pria muda yang diduga anaknya lalu bergegas memberesi kertas yang tadinya tersebar di meja makan.
Setelah mencuci tangan di wastafel, Hariansyah setengah berlari menuju pintu keluar sembari seperti bersembunyi di balik tubuh anaknya. Jawa Pos yang mencegat dia langsung meminta konfirmasi, namun dihadiahi pelototan yang menyimpan amarah. "Bukan, saya bukan napi," ucapnya saat ditanya statusnya sebagai napi sembari berjalan.
Hariansyah dan anaknya terus berjalan agak cepat sembari menghindari kamera Jawa Pos yang berusaha memotretnya. Terdesak, Hariansyah memegangi kamera Jawa Pos dan menyibakkan tangan kanannya, meminta Jawa Pos tidak memotret dirinya. Bukan hanya itu, siku pria yang ditaksir berusia sekitar 65 tahun itu ditodongkan ke leher fotografer Jawa Pos sembari mendorong untuk melawan sambil berusaha merebut kamera. Tak berselang lama, Hariansyah ngacir masuk ke mobil diikuti anaknya.
Sutopo yang keluar dari restoran itu ternyata bersembunyi di pos satpam. Beberapa kali dia mengintip, sekadar untuk mengetahui kejadian di dalam restoran. Dia kemudian naik ke mobil yang sama dengan Hariansyah. Lalu, mobil itu melaju meninggalkan restoran.
Mereka lantas memacu kendaraan untuk kembali ke Lapas Sidoarjo melewati tol. Agar tidak menimbulkan kecurigaan, mobil itu berhenti di jalan belakang lapas. Hariansyah lantas berjalan menuju ke rumah dinas tempat dia dijemput dan berbaur dengan dua tahanan pendamping yang sedang membuat kolam ikan.
Dia berpura-pura sedang aktif membantu teman sesama napi dengan kembali mengenakan kaus penghuni lapas. Beberapa saat kemudian Hariansyah, Sutopo, dan dua napi yang lain berjalan ke arah depan dan masuk ke lapas seolah tidak terjadi apa-apa.
Menurut sumber Jawa Pos, sebenarnya hari itu Hariansyah baru masuk ke lapas pada sore hari. Dan itu, kata sumber tadi, sering dia lakukan sejak mendekam di lapas tersebut.
Hariansyah ditangkap dan diadili karena memalsukan dokumen. Majelis hakim pengadilan negeri di Kalimantan Selatan memvonis dia dengan hukuman 1,5 tahun. Setelah buron setahun, dia menjalani hukuman. Hingga sekarang, dia baru menjalani tujuh bulan dari semua masa hukuman yang sedang dijalani. Beralasan ingin dekat dengan keluarga, dia memilih pindah ke Lapas Sidoarjo.
Sumber: www.jpnn.com (07 juli 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar