Alam semesta
Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal
Teori ilmiah tentang awal mula penciptaan alam semesta hampir 100 persen disepakati oleh para ilmuwan. Selanjutnya, pikiran para ilmuwan disibukkan oleh satu pernyataan lain, yaitu: Apakah batas alam semesta ini tetap atau berubah?
Untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan ini, maka penelitian-penelitian ilmiah banyak dilakukan. Mereka melakukan pengukuran secara detail terhadap beberapa bintang dengan menggunakan alat pemantau luar angkasa yang terdapat pada satelit yang telah diorbitkan.
Hasil dari pemotretan menunjukkan bahwa benda-benda luar angkasa, yang diakibatkan oleh ledakan dahsyat tersebut, memiliki kemungkinan untuk mengembang dan meluas (ekspansi) beberapa mil. Pengembangan dan perluasan antara satu benda dan benda lainnya berbeda-beda.
Demikianlah, para ilmuwan melakukan banyak penelitian dan pengukuran untuk mengetahui hakikat dari luasnya alam semesta ini. Pengukuran yang telah mereka lakukan, jika dihitung, sudah mencapai ribuan kali. Mereka dibantu dengan berbagai alat canggih dan sistem komputerisasi yang rumit, agar mereka mendapatkan hitungan yang mendekati kebenaran.
Padahal Al-Qur'an, sejak puluhan abad yang lalu, telah mengisyaratkan hal serupa dengan cara pengungkapan yang tidak rumit, hingga mampu dipahami oleh semua orang yang membacanya. Allah SWT berfirman:
“Dan langit itu, Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS Adz-Dzariyat: 47)
Dalam Firman Allah: ‘kami benar-benar meluaskannya’, ungkapan ‘pengluasan’ yang dipakai adalah dalam bentuk subyek bukan bentuk infinitif (masdar). Hal itu menunjukkan bahwa perluasan langit tidak terjadi, melainkan atas keinginan dan kehendak dari satu kekuatan yang dapat mengaturnya.
Dan perluasan itu tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Barangkali hal ini bisa menjelaskan kenapa para ilmuwan masih belum dapat menafsirkan sebab terjadinya perluasan atau pembesaran benda-benda langit, padahal mereka telah meyakininya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa hakekat dari alam semesta sulit untuk dipahami oleh akal manusia yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Karena Allah dalam memberikan akal kepada manusia, memberi batasan kemampuannya. Yaitu kemampuan untuk membangun dan mengembangkan alam semesta ini ini, tanpa memberinya kemampuan untuk memahami segala hal yang berada di luar batas kemampuannya.
Teori ilmiah tentang awal mula penciptaan alam semesta hampir 100 persen disepakati oleh para ilmuwan. Selanjutnya, pikiran para ilmuwan disibukkan oleh satu pernyataan lain, yaitu: Apakah batas alam semesta ini tetap atau berubah?
Untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan ini, maka penelitian-penelitian ilmiah banyak dilakukan. Mereka melakukan pengukuran secara detail terhadap beberapa bintang dengan menggunakan alat pemantau luar angkasa yang terdapat pada satelit yang telah diorbitkan.
Hasil dari pemotretan menunjukkan bahwa benda-benda luar angkasa, yang diakibatkan oleh ledakan dahsyat tersebut, memiliki kemungkinan untuk mengembang dan meluas (ekspansi) beberapa mil. Pengembangan dan perluasan antara satu benda dan benda lainnya berbeda-beda.
Demikianlah, para ilmuwan melakukan banyak penelitian dan pengukuran untuk mengetahui hakikat dari luasnya alam semesta ini. Pengukuran yang telah mereka lakukan, jika dihitung, sudah mencapai ribuan kali. Mereka dibantu dengan berbagai alat canggih dan sistem komputerisasi yang rumit, agar mereka mendapatkan hitungan yang mendekati kebenaran.
Padahal Al-Qur'an, sejak puluhan abad yang lalu, telah mengisyaratkan hal serupa dengan cara pengungkapan yang tidak rumit, hingga mampu dipahami oleh semua orang yang membacanya. Allah SWT berfirman:
“Dan langit itu, Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS Adz-Dzariyat: 47)
Dalam Firman Allah: ‘kami benar-benar meluaskannya’, ungkapan ‘pengluasan’ yang dipakai adalah dalam bentuk subyek bukan bentuk infinitif (masdar). Hal itu menunjukkan bahwa perluasan langit tidak terjadi, melainkan atas keinginan dan kehendak dari satu kekuatan yang dapat mengaturnya.
Dan perluasan itu tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Barangkali hal ini bisa menjelaskan kenapa para ilmuwan masih belum dapat menafsirkan sebab terjadinya perluasan atau pembesaran benda-benda langit, padahal mereka telah meyakininya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa hakekat dari alam semesta sulit untuk dipahami oleh akal manusia yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Karena Allah dalam memberikan akal kepada manusia, memberi batasan kemampuannya. Yaitu kemampuan untuk membangun dan mengembangkan alam semesta ini ini, tanpa memberinya kemampuan untuk memahami segala hal yang berada di luar batas kemampuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar